Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AGAMA ISLAM

“NILAI - NILAI ISLAM DALAM ILMU


PENGETAHUAN”

KELOMPOK 7
ACENG 1901113403
AQILA YAUMIL GINATI JIHAN JAHRO 1901124230
FADHIL AFRILIANSYAH 1901156172
FATHIA ARIFAH SURI 1901112681
LALA TAMRIN 1901110208
MEISI SAFITRI 1901155189
RAJA APRILIYA DONA 1901110718

UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
ADMINISTRASI PUBLIK
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah mata kuliah Agama Islam dengan judul “Nilai - Nilai Islam dalam Ilmu
Pengetahuan".

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Pekanbaru, 7 September 2019

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 4


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Ilmu Pengetahuan dalam Islam ....................................... 5


B. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam .................................. 6
C. Nilai – Nilai Islam dalam Ilmu Pengetahuan ................................ 8
D. Sekularisasi Ilmu ......................................................................... 12
E. Ilmu dalam Sejarah Peradaban Barat .......................................... 14
F. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ....................................................... 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 20
B. Saran ............................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu pengetahuan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Ilmu
pengetahuan yang diajarkan dalam kehidupan diharapkan dapat membantu manusia
dalam menjalankan segala aktifitas dan perannya seperti halnya fungsi agama dalam
kehidupan manusia.

Meskipun demikian selayaknya ilmu pengetahuan tidak terlepas dari ajaran agama
dan dipisahkan dari ilmu agama itu sendiri. Islam adalah agama yang menjunjung ilmu
pengetahuan dan begitu juga Ilmu pengetahuan memiliki interaksi dengan agama.
Kemajuan zaman, teknologi dan arus informasi seakan memperlebar jarak antara ilmu
pengetahuan dan agama.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini
adalah “Nilai - Nilai Islam dalam Ilmu Pengetahuan”.

Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka


dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

1. Definisi ilmu pengetahuan dalam Islam

2. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam

3. Nilai - nilai Islam dalam ilmu pengetahuan

4. Sekularisasi ilmu

5. Ilmu dalam sejarah peradaban Barat

6. Islamisasi ilmu pengetahuan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ilmu Pengetahuan dalam Islam


Kata ilmu berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu ‘ilm yang berarti pengetahuan
dan kemudian arti tersebut berkembang menjadi ilmu pengetahuan. Kata ilm itu sendiri
diserap dalam bahasa Indonesia menjadi kata ilmu atau yang merujuk pada ilmu
pengetahuan.

Ilmu juga merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima,
ya’lamu• yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya
dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge.

Pengertian ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.

Dari pengertian di atas nampak bahwa ilmu memang mengandung arti pengetahuan,
tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau
menurut Moh. Hatta (1954 : 5), “pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan
disebut ilmu”.

Dalam sudut pandang Islam, ilmu sendiri diartikan sebagai pengetahuan yang
diperoleh berdasarkan ijtihad atau hasil pemilkiran mendalam para ulama dan ilmuwan
muslim yang didasarkan pada Alqur’an dan hadits. Alqur’an dan hadits adalah pedoman
hidup manusia dan di dalamnya terdapat ilmu pengetahuan yang universal. Allah bahkan
menurunkan ayat pertama yang berbunyi “Bacalah” sedangkan kita mengetahui bahwa
membaca adalah aktifitas utama dalam kegiatan ilmiah. Kata ilmu itu sendiri disebut
sebanyak 105 kali dalam Al-Qur’ān dan kata asalnya disebut sebanyak 744 kali.

Berikut definisi ilmu menurut para ulama :

1. Menurut Imam Raghib Al-Ashfahani dalam kitabnya Al-Mufradat Fi Gharibil


Qur’an.

Ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Hal tersebut terbagi
menjadi dua; pertama, mengetahui inti sesuatu itu dan kedua adalah menghukumi
sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikan sesuatu yang tidak ada.

5
2. Menurut Imam Muhammad bin Abdur Rauf Al-Munawi.

Ilmu adalah keyakinan yang kuat yang tetap dan sesuai dengan realita. Atau ilmu
adalah tercapainya bentuk sesuatu dalam akal. Adapun menurut syari’at ilmu adalah
pengetahuan yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW dan diamalkan, baik berupa
amal hati, amal lisan, maupun amal anggota badan.

Dalam pengertian syari’at, ilmu yang benar adalah yang diperoleh berdasarkan
sumber yang benar yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang disebut juga ayat-
ayat syar’iah; dan penelitian terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta
yang disebut juga ayat-ayat kauniah, melahirkan rasa ketundukan kepada Allah, dan
diamalkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Fathir ayat 28:

Artinya: “ Dan demikian (pula) diantara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa,
dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara
hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguhnya Allah
Maha Perkasa, Maha Pengampun”.

B. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam


Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat
dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi
dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya
untuk terus menuntut ilmu.

Terdapat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya,
dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :

َ‫ت م ْن بُيُوت هللا يَتْلُون‬ ٍ ‫ َو َما اجْ تَ َم َع قَ ْو ٌم في بَ ْي‬،‫طريقًا إلَى ْال َجنَّة‬ َ ‫س فيه ع ْل ًما‬
َ ‫س َّه َل هللاُ لَهُ به‬ ُ ‫طريقًا يَ ْلتَم‬َ َ‫سلَك‬ َ ‫َو َم ْن‬
َ ُ ْ ْ َّ ُ
ُ‫ َوذك ََر ُه ُم هللاُ في َم ْن ع ْندَه‬، ‫ َو َحفت ُه ُم ال َم ََلئ َكة‬، ‫الرحْ َمة‬ ْ ُ َ
َّ ‫ َوغَشيَت ُه ُم‬،‫ت َعليْهم السَّكينَة‬ َ َّ
ْ ‫سونَهُ بَ ْي َن ُه ْم إَّل نَزَ ل‬ َ َ‫َاب هللا َويَتَد‬
ُ ‫ار‬ َ ‫كت‬

“Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu
maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum
disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta
saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat serta
diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.”

Kemudian terdapat pula hadits lain,

ُ‫ َر ُج ٌل أَتَاهُ هللا‬: ‫سدَ إَّلَ في اثْنَتَيْن‬


َ ‫ َّلَ َح‬: ‫ي صلى هللا عليه وسلم‬ َّ ‫ قَا َل‬: ‫ْن َعبْد هللا بْن َم ْسعُ ْو ٍد رضي هللا عنه قَا َل‬
ُ ‫النِب‬
ْ َ
‫ َو َر ُج ٌل أت َاهُ هللاُ الح ْكمةَ فَ ُه َو َي ْقضى ب َها َويُعَل ُم َها (رواه البجاري‬, ‫حق‬
ّ َ‫لى َهلَكته في ال‬ ّ َ‫) َما َّلً ف‬
َ ‫سُِ ل‬
َ ‫ط َع‬
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin
seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah
kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi

6
Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang
lain (HR Bukhari)

Didalam Al-Qur’an, kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali,
ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an sangat kental
dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting
dari agama Islam sebagaimana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani (1995;39)
sebagai berikut :

‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya
terhadap masalah ilmu (sains), Al-Quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk
mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat tinggi’’

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 yang artinya:

“Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara


kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan) dan Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan
menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan
menjadi pendorong untuk menuntut ilmu dan ilmu yang dimiliki seseorang akan
membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa
kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman
Allah:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba–hambanya hanyalah ulama


(orang berilmu) ; (surat faatir:28)

Disamping ayat –ayat Al-Qur’an yang memposisikan ilmu dan orang berilmu sangat
istimewa, Al-Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu,
seperti tercantum dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 114 yang artinya :

“Dan katakanlah, tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan’’

Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu,
menjadi sangat penting, dan Islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca,
sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat
1 sampai dengan ayat 5 yang artinya:
“Bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
Kamu dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah.Yang
mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahui.”

7
Ayat –ayat tersebut, jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak
pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi
dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepeada Allah akan
menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan
demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan
amal,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal
perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman
dan amal .

Di samping ayat –ayat Al Qur’an, banyak juga hadis yang memberikan dorongan kuat
untuk menuntut ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u Ashogir
(Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :

“Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim’’(hadis riwayat Baihaqi).

“Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi
penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut’’ (hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).

Dari hadist tersebut di atas, semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu, dimana
menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat Islam tanpa mengenal batas
wilayah.

Berdasarkan penjelasan diatas, hukum menuntut ilmu menjadi fardhu ‘ain bila
menyangkut pelajaran agama seperti fiqih, aqidah, dan Al-Quran. Lalu menjadi hukum
fardhu kifayah apabila diperuntukkan untuk mempelajari ilmu dunia seperti ilmu
pengetahuan alam dan sosial.

Dengan ilmu, kita akan jadi paham dan ikhlas dalam beramal. Dengan ilmu, kita tidak
akan mudah dibohogi orang, dengan ilmu kita juga akan bisa masuk surganya Allah dan
dengan ilmu, segala yang kita inginkan bisa kita raih.

C. Nilai – Nilai Islam dalam Ilmu Pengetahuan


Islam merupakan agama yang sempurna dan suatu sistem total, maka nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, harus meliputi setiap aspek kehidupan manusia. Sehingga tidak
satupun lepas dari sentuhan nilai-nilai Islam. Apakah itu struktur politik atau organisasi
sosial, kegiatan ekonomi atau kurikulum pendidikan, proses pembelajaran, penyelidikan
ilmiah maupun penguasaan teknologi.

Nilai-nilai akan memberikan ukuran dan batasan bagi masyarakat muslim, dan
sekaligus petunjuk bagi peradaban Islam. Disinilah perlunya mengintegrasikan nilai-nilai

8
Islam ke dalam ilmu pengetahuan umum, sehingga lahirlah ilmu pengetahuan utuh yang
sarat dengan nilai-nilai religius yang memberikan kemudahan, manfaat dan
ketenangan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.

Kesadaran umat Islam akan ketertinggalannya dibidang ilmu dan teknologi dibanding
Barat, membuat umat Islam bangkit dan menyusul ketertinggalannya dengan merombak
pola pikir yang selama ini membawa kebekuan dengan melalui kebebasan penalaran
intelektual, dan kajiankajian rasional-empirik, filosofis dengan tetap menjurus kepada
kandungan al-Qur’an dan hadis, serta menggelar berbagai diskusi untuk mencari format
ideal bagi pendidikan Islam.

Beberapa sarjana terkemuka yang bisa disebut di sini adalah Aydin Sayili, asal Turki,
yang meneliti sejarah astronomi dan astrologi; A.I. Sabra, profesor bidang sejarah ilmu
pengetahuan dari Universitas Harvard, yang menulis tentang pola-pola perjumpaan ilmu-
ilmu yang dikembangkan oleh Muslim sendiri dengan warisan dari peradaban lain,
khususnya Yunani; Ignaz Goldziher, tentang pertentangan ilmu-ilmu asli Arab-Islam
dengan ilmu-ilmu hasil adopsi dari peradaban-peradaban non-Islam; Ahmad Hassan dan
Donald Hill yang menulis sebuah buku tentang sejarah teknologi dalam Islam; D.A. King
tentang perkembangan matematika, dan banyak lagi lainnya.

Berikut beberapa kontribusi intelektual Muslim dalam peradaban dunia di berbagai


bidang ilmu pengetahuan:

1. Astronomi
Astronomi atau ilmu falak adalah salah satu bidang ilmu yang paling digemari oleh
para ilmuwan Muslim selain matematika. Hal ini disebabkan karena kedua bidang ilmu
tersebut sangat mendukung peribadatan Islam, seperti dalam menentukan awal dan akhir
bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, dan sebagainya. Di antara para
ahli astronomi Muslim yang tersohor adalah: al-Biruni, al-Battani (ia termasuk dalam 20
besar ahli astronomi penting dunia), Abul Wafa (penemu kemiringan bulan), Hassan Ibn
Haitam (penemu optik yang menjadi dasar teropong Roger Bacon dan Kepler), dan
lainnya.

2. Matematika
Ilmu matematika dalam bahasa Arab disebut aljabar (perhitungan), sedangkan istilah
algoritme adalah berasal dari nama penemunya yaitu al-Khawarizmi, yang memiliki
nama lengkap Muhammad bin Musa bin Khawarizmi. Ia merupakan salah satu ahli
matematika Muslim terkenal di masa khalifah al-Ma’mun yang menulis buku aljabar.

3. Fisika
Ilmu fisika juga berhubungan erat dengan ilmu astronomi. Sehingga karya-karya
tentang optik yang ditemukan oleh Hassan Ibn Haitam (965-1039 M) dijadikan dasar
bagi bangunan ilmu fisika, yakni dasar bagi Bacon dan Kepler dalam penemuan teropong,
teleskop maupun mikroskop dan dasar dari fotografi.

9
4. Kimia
Meskipun bangsa Yunani telah mengenal sejumlah zat kimia, namun mereka tidak
tahu apa-apa mengenai subtansi unsur-unsur zat kimia, seperti: alkohol, asam sulfur,
maupun asam nitrat. Orang Arablah yang menemukan itu semua, yang bersamaan dengan
penemuan potasium, asam amoniak, nitrat perak, dan merkuri. Maka, tidak heran jika
berbagai istilah penting dalam kimia juga berasal dari bahasa Arab, seperti; alkohol,
alembrik, alkali, dan kimia itu sendiri. Salah satu ilmuwan Muslim yang membidangi
kimia adalah Abu Musa Jakfar al-Kufi.

5. Ilmu Hayat
Dalam bidang ilmu hayat, bangsa Arab tidak berpuas diri dengan hasil dari
penerjemahan karya-karya bangsa Yunani. Bangsa Arab pun melakukan kajian dan
observasi sendiri secara intensif. Sehingga tidak heran jika mereka berhasil memperkaya
daftar macam-macam tumbuhan yang tercantum dalam “Daftar Dioscorides” yang berisi
sekitar 2000 spesies. Farmapodia atau sejenis ensiklopedia tetumbuhan obat yang disusun
bangsa Arab Muslim berisi berbagai macam tumbuhan dan bahan-bahan obat yang belum
dikenal bangsa Yunani, seperti: kaper, daun senna, tamarin, kasia, dan mauna.

6. Ilmu Kedokteran
Salah seorang ahli kedokteran Muslim yang sangat terkenal di dunia Barat adalah Abu
Ali al-Hussein bin Abdallah ibn Sina, yang lebih dikenal sebagai Ibnu Sina atau
Avicenna. Bukunya yang berjudul al-Qanun fi at-Tib atau petunjuk tentang kedokteran.
Buku tersebut berisi tentang lima hal, yaitu fisiologi, kebersihan, patologi, pengambilan
terapi, dan materi pengobatan.
Selain itu Ibn Zohr juga merupakan salah seorang ahli kedokteran yang terkenal
karena dialah yang telah memperkenalkan aspek hukum dalam observasi bidang
kedokteran. Ia juga menemukan kekuatan dari jenis penyakit tertentu.
Kemudian Ibn Nafis dari Siria yang pada tahun 1289 telah berhasil mempertontonkan
sistem sirkulasi darah secara akurat, tiga ratus tahun sebelum Servert, seorang dokter
kebangsaan Portugis yang selama ini dianggap sebagai penemu pertama.

7. Filsafat
Ibn Sina atau Avicenna juga merupakan seorang ahli filsafat. Ia telah membentuk
sistem keilmuan dan pandangan filsafat skolastiknya secara gamblang. Adapun karya-
karya utamanya antara lain Kitab al-Shifa (Buku Penyembuhan), dan Kitab al-Isharat
wa’l Tanbihat (Pegangan Bagi Pengajaran dan Peringatan).
Upaya penerjemahan karya-karyanya dimulai sejak abad XII dan semenjak itu para
pemikir Arab mulai mewarnai pikirannya sesuai apa yang diterapkan oleh Ibnu Sina.
Sementara itu Abdul Wahid Muhammad Ibn Rushd atau Averroes dalam banyak hal
lebih berpengaruh ketimbang Avicenna, berkat bukunya yang mengomentari karya
filsafat Aristoteles.

10
8. Sastra
Para ilmuwan Muslim juga memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia Barat di
bidang sastra. Hal ini terbukti dari hasil kajian Asian Palacios atas karya-karya surealism
dalam Islam dan atas buku La Devina Comedia karya Dante Aleghery yang
menyimpulkan bahwa Dante telah mendapat pengaruh yang besar dari karya mistik
Muhyidin ibn Arabi maupun penyair buta Abul Ala al-Maari. Sedangkan novel bernilai
filsafat dari Ibn Tufail, Hayy ibn Yaqzan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh
Edward Pococke pada tahun 1671 dan buku inilah yang mengilhami Daniel Defoe
dengan kisahnya Robinson Crusoe.

9. Geografi dan Sejarah


Masyarakat Arab dikenal gemar mengarungi pulau maupun benua untuk berdagang.
Karena itu mereka harus menguasai geografi maupun sejarah setiap kawasan yang akan
dijelajahi. Hal inilah yang menjadi latar belakang untuk menekuni ilmu-ilmu geografis
maupun sejarah. Dalam bukunya yang berbahasa Inggris berjudul Golden Pastures,
Hasan Ali al-Masudi memaparkan gambaran lengkap tentang setiap negeri yang pernah
dikunjunginya pada pertengahan abad ke-10. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa
selama lebih dari tiga abad para ahli kartografi Eropa senantiasa mengutip karya-karya
geografi Muslim, seperti karya Nasrudin Tusi maupun hasil observasi al-Koshaji yang
telah berhasil menuyusun hasil petualangannya di Cina dan mengoreksi perhitungan garis
lintang bumi maupun ukuran bumi.
Sedangkan di bidang sejarah, Ibn Miskawaih merupakan seorang sejarawan Muslim
terkenal yang meninggal pada tahun 1030. Dalam bukunya yang berjudul Tajarib al-
Umam (Pengalaman Bangsa), ia memaparkan kisah sejarah tentang Persia dan Arab
sampai dengan masa hidupnya dan menyatakan bahwa penyerbuan Arab atas Persia telah
terjadi sejak jauh sebelum Islam lahir.

10. Sosiologi dan Ilmu Politik


Ibn Khaldun (1332-1406 M) merupakan pemikir filsafat sosiologi dan sejarah yang
terkenal dalam peradaban Islam. Salah satu bukunya yang disebut sebagai Prolegomena
membahas refleksi umum sejarah manusia dan berbagai macam peradaban manusia
sebagai hasil dari perbedaan iklim, kehidupan kaum pengembara maupun yang telah
menetap dan istiadat atau latar belakang peradaban yang berbeda, termasuk kelembagaan
sosial, ilmu pengetahuan dan seni yang mereka kembangkan.
Sementara, al-Farabi menulis buku yang sangat terkenal tentang filsafat politik yang
berjudul al-Madinatul Fadhilah. Dalam buku tersebut, ia menyatakan bahwa pemimpin
suatu negara harus mampu memberikan jaminan agar penduduknya mencapai kehidupan
yang sejahtera baik di dunia maupun di akhirat. Untuk itu negara harus dipimpin oleh
seorang kepala negara yang memiliki kualitas sempurna, yakni: 1) tinggi kecerdasannya;
2) kuat ingatan; 3) fasih berbicara; 4) rajin bekerja; 5) sederhana; 6) luhur budi; 7) adil; 8)
teguh pendirian, dan 9) konsisten.

11
11. Arsitektur dan Seni Rupa
Arsitektur Muslim tampak dalam bentuk istana maupun masjid yang gemerlapan yang
di kemudian hari berpengaruh pada seni bangunan gereja pada abad pertengahan di
Eropa. Seperti pengaruh arsitektur masjid di Cordova terhadap gereja katedral Notre
Dane du Puy dalam wujud lengkungan susun tiga, cuping ganda, lengkungan sepatu kuda
maupun unsur dua warna yang merupakan ciri masjid di Cordova.

12. Musik
Seorang musikus Muslim bernama Abul Hasan Ali Ibn Nafis atau sering dipanggil
Ziriyab telah mendirikan konservatorium musik-musik Andalusia. Sejak itu teori musik
mulai dikembangkan oleh al-Farabi, yang menulis Kitab al-Musiki (Pegangan Musik).
Dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu matematika dan fisika para penulis musik
mampu memberi penjelasan secara ilmiah tentang suara dan bagaimana mendorong
pembuatan instrumen musik lebih lanjut, seperti gitar, seruling, tambur, prototipe piano,
organ dan sebagainya.

D. Sekularisasi Ilmu
Istilah sekularisasi berakar dari kata Sekuler yang berasal dari bahasa latin Saeculum
artinya abad, yang mengandung arti bersifat dunia, atau berkenaan dengan kehidupan
dunia sekarang. Dalam bahasa Inggris kata secular berarti hal yang bersifat duniawi, fana,
temporal, tidak bersifat spritual, abadi dan sakral serta kehidupan di luar biara.

Yusuf Qardhawi dalam bukunya, at-Tatharufu al-’ilmani fi Mujaahwati al-Islam,


sekular ialah la Diniyyah atau Dunnaawiyah yang bermakna sesuatu yang tidak ada
kaitannya dengan agama atau semata dunia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Sekularisasi diartikan segala hal-hal yang membawa ke arah kehidupan yang tak
didasarkan pada ajaran agama.

Dari berbagai definisi di atas menunjukkan bahwa makna sekularisasi ilmu


pengetahuan adalah suatu proses pelepasan/pembebasan ilmu dari setiap pengaruh agama
sebagai landasan berpikir manusia.

Sekularisasi ilmu pengetahuan secara ontologis, berarti membuang segala yang


bersifat religius dan mistis, karena dipandang tidak relevan dalam ilmu. Mitos dan religi
disejajarkan dan dipandang sebagai pra ilmu yang hanya bergayut dengan intuisi (dunia
rasa). Ini berarti bahwa peran Tuhan dan dan segala yang berbau mitos dan bernuansa
gaib sebagai sesuatu yang berpengaruh ditiadakan. Sehingga sekularisasi bisa juga
disebut dengan desakralisasi (melepaskan diri dari segala bentuk yang bersifat sakral).
Sekularisme ilmiah memandang bahwa alam ini tidak mempunyai tujuan dan maksud.
Karena alam adalah benda mati yang netral. Tujuannya sangat ditentukan oleh manusia.
Pandangan ini menyebabkan manusia dengan segala daya yang dimiliki mengeksploitasi
alam untuk kepentingan manusia semata.

12
Sekularisme berkembang dari aliran filsafat Yunani yang diawali oleh pemikiran
salah satu filsuf Yunani, Aristoteles. Aristoteles mempunyai pemikiran bahwa Tuhan
setelah menciptakan alam semesta tidak lagi mempunyai peranan dan tanggung jawab
dalam perputaran alam semeseta ini. Konsepsi Tuhan dalam pemikiran Aristoteles
terpisah jauh dari realitas alam semesta sehingga memunculkan pandangan akan ketidak
absolutan Tuhan. Pandangan ini akan menafikan realitas kekuasaan Tuhan dalam
kehidupan alam semesta, khususnya manusia dan menyebabkan lahirnya suatu
pandangan pemisahan antara kekuasaan antara Tuhan dan kehidupan dengan manusia itu
sendiri.

Sekularisme juga dapat dilihat dari berkembangnya aliran pemikiran rasionalisme


yang menafikan sesuatu yang diluar pemahaman akal. Dalam pandangan rasionalisme,
segala sesuatu yang diluar pemahaman akal manusia dinyatakan bukan sebagai sesuatu
realitas dan diyakini ketiadaannya. Pandangan ini menilai sesuatu yang nyata adalah
segala sesuatu yang dapat dicerna melalui indera manusia yaitu dapat dilihat, didengar,
diraba, dibaui, dan dirasakan. Apabila dalam proses penginderaan sesuatu tidak dapat
ditangkap realitasnya maka konsepsi akan hal tersebut adalah tidak nyata atau tiada.
Beranjak dari pemahaman di atas maka pandangan hidup yang terbentuk dalam
peradaban Yunani Kuno adalah pandangan hidup yang materialistik yang melihat bahwa
realitas dunia adalah materi dan menolak immateri dalam sebuah konteks pemahaman
oleh akal.

Sekularisasi atau pemisahan antara ilmu atau sains dengan agama mempunyai sejarah
panjang dan gelap. Eropa abad pertengahan merupakan masa-masa suram bagi
berkembangnya nalar kritis manusia. Kekuasaan berada dibawah otoritas gereja.
Mempertanyakan otoritas gereja sama dengan mempertanyakan otoritas Tuhan.
Pembacaan terhadap realitas sepenuhnya merujuk pada kitab suci, sedangkan kitab suci
pada masa itu dibaca secara harafiah. Sehingga sampai kini, kaum agama yang membaca
kitab sucinya secara literal atau harafiah kerap dijuluki kaum skripturalis. Kaum ilmuwan
yang menemukan fakta yang berbeda dengan kitab suci kerap dikucilkan bahkan dituduh
ateis.

Pada dasarnya sekularisasi yang diusung Barat ini berasal dari sebuah kekecewaan
atau lebih tepatnya penyangkalan akan sebuah konsep yang melulu berasal dari Tuhan,
yang dalam arti jauh terjangkau oleh rasio. Padahal dalam skala-skala tertentu tidak
semua mengenai suatu hal tidak dapat terjangkau oleh akal manusia. Peran agama (gereja)
di Barat yang mengkristal kedalam segala aspek kehidupan. Sehingga ketika logika (rasio
berfikir) mengenai suatu hal yang di dunia ini masih dapat dijangkau oleh akal mereka
(kaum gerejawan) tidak dapat menerima hal tersebut.

13
Adapun ajaran-ajaran pokok sekularisasi ilmu pengetahuan yaitu:
a) Prinsip-prinsip esensial dalam mencari kemajuan dengan alat material semata-
mata.
b) Etika dan moralitas didasarkan pada kebenaran ilmiah tanpa ada ikatan agama
dan metafisika, segalanya ditentukan oleh kriteria ilmiah yang dapat
dipercaya dan yang bersifat vaiditas.
c) Masih mengakui agama pada batas tertentu dengan ketentuan, agama tidak
boleh mengatur urusan dunia melainkan hanya mengatur tentang akhirat
belaka.
d) Menekankan perlunya toleransi semua golongan masyarakat tanpa mengenal
perbedaan agama.
e) Menjunjung tinggi penggunaan rasio dan kecerdasan.

E. Ilmu dalam Sejarah Peradaban Barat


Peradaban Barat adalah peradaban yang bermula dari Yunani dan Romawi, karena
kedua wilayah tersebut merupakan wilayah asli bagian Barat. Jika menoleh sejarah ke
belakang, ternyata Yunani dan Romawi merupakan bangsa yang memiliki budaya senang
berperang. Walaupun kedua wilayah tersebut telah mengalami kemajuan ilmu
pengetahuan di segala bidang kehidupan sejak masa lalu, namun kesenangan berperang
masih terlihat sampai saat ini, sehingga boleh dikatakan bahwa Yunani dan Romawi
benar-benar memiliki watak dan bakat berperang.

Sejarah membuktikan bahwa pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani telah memiliki
manusia-manusia yang mampu berspekulasi tentang alam dan cara kerjanya. Thales
adalah orang yang diakui oleh Aristoteles sebagai filosof pertama Yunani. Filsafat
semakin pesat berkembang di Yunani melalui kiprah para filosof kenamaan, seperti
Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates memperkenalkan kesadaran sebagai intensi dan
penyandaran timbal balik antara bentuk kesadaran dan substansi kesadaran, Plato
memperkenalkan istilah noese (bentuk), sedangkan Aristoteles memperkenalkan istilah
noeme (materi). Dari trio Yunani inilah lahirnya aliran pemikiran formalisme,
materialisme dan filsafat kehidupan. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa dari para
filosof inilah yang mendasari kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Barat hingga
saat ini.

Dari peradaban Yunani tersebut, terdapat peninggalan berharganya berupa dua tradisi
pada pemikiran Barat. Tradisi ini bangkit kembali selama masa renaissance, dan sejak
saat itu selalu memberikan warna pada perkembangan pemikiran Barat. Tradisi pertama
adalah kepercayaan terhadap kemampuan akal dan pemikiran dalam menjelaskan
segenap gejala yang ada. Tradisi kedua adalah pemisahan agama dari segenap ilmu
pengetahuan serta pemisahan agama dari lembaga-lembaga sosial dan politik.
Keberadaan agama saat itu dikesampingkan, atau hanya di susun untuk melayakkan dan
memberikan legitimasi terhadap bentuk-bentuk pemikiran.

14
Berlandaskan pada dua tradisi tersebut, terbentuklah inti filsafat Barat kontemporer.
Meskipun demikian, peranan Yunani hanya sampai pada pentahbisan belaka, sedangkan
perkembangan dan pelembagaan tradisi-tradisi itu dalam filsafat Barat mulai mekar dan
berkembang sejak masa-masa renaissance dan reformasi.

Pada abad pertengahan, epistemologi berada dalam pengaruh Aristoteles. Refleksi


abad pertengahan dalam sains tujuan utamanya pengelaborasian teori dari pengetahuan
demonstratif, yang dipengaruhi tradisi Aristotelian. Tradisi yang menekankan pada
prosedur deduktif. Tradisi Aristotelian ini diperkuat oleh kebersatuannya dengan tradisi
lainnya, yaitu Platonisme yang disebarkan oleh St. Agustine. Tradisi ini menambahkan
permintaan universalitas dan keabadian. Sains kemudian diartikan pengetahuanyang
objeknya universal dan abadi.

Fakta menununjukkan bahwa abad pertengahan memendam suatu tragedi pertikaian


antara agama dan ilmu pengetahuan. Begitu kerasnya suasana saat itu, sehingga
keberadaan seseorang tidak dapat dijamin keselamatannya kecuali dengan saling
menyingkirkan satu dengan lainnya. Sebagaimana dapat dilihat pada abad setelahnya,
seperti pertikaian yang terjadi pada saat keruntuhan museum Alexandria, peristiwa
Erigena dan Wicliff, penolakan keras ahli-ahli bidat abad ke 13 terhadap pemikiran dan
penafsiran yang scriptural. Namun, tidak sampai masa Copernicus, Kepler serta Galileo
bahwa upaya-upaya ilmu pengetahuan yang tidak dapat dikendalikan lagi telah
menembus penghambaan yang membelenggu. Secara bertahap, memang muncul suatu
pertentangan antara gereja dan ilmu pengetahuan. Jika lahir suatu kemajuan atau
perkembangan, maka keduanya mesti dipisahkan. Konsep inilah yang terpaku dalam
benak Barat, yang pada akhirnya menjadi dogma mereka.

Abad ke 14 menjadi saksi awal era baru dalam sejarah Eropa, yang kemudian dikenal
dengan istilah renaissance. Filosof-filosof dan para ilmuan renaissance tidak menebarkan
aksi pemberontakan secara terbuka, tetapi dengan penuh waspada dan hati-hati mereka
menabur benih-benih pencerahan. Pemberontakan terhadap kepercayaan ortodoks di
Barat terus berlanjut dan berubah menjadi penolakan total terhadap agama.

Renaisans yang terjadi pada abad ke-16 dimaknai dengan kelahiran kembali
peradaban Yunani-Romawi. Pelopornya disebut “humanis”, yang berarti pelajar dan
pemuja peradaban Yunani-Romawi para-kristen. Revolusi ilmiah menyebabkan
epistemologi mengalami perubahan secara substansial. Nilai dari logika tidak diabaikan,
namun kompleksitas dari kehidupan dan dorongan untuk memperoleh ilmu pengetahuan
baru tentang dunia menjadi lebih rumit daripada para pendahulunya yang
membangkitkan teori baru tentang bagaimana cara mempelajari dunia yang paling efektif.
Merumuskan hipotesis dan teori yang berguna merupakan ciri khas epistemologi dari
revolusi ilmiah ini.

15
Pengalaman Eropa selama periode renaissance dan pencerahan telah melahirkan
asumsi baru dalam pemikiran Barat, diantaranya:
1. Kebebasan berpikir dan kemajuan ilmu tidak akan berpengaruh kecuali dengan
menundukkan gereja dan merebut dominasi agama tradisional.
2. Penemuan keilmuan sering berlawanan dengan beberapa pemikiran keagamaan.
3. Ilmu dan pengetahuan berjalan seiring dengan kebebasan.
4. Dalam beberapa aspek, agama identik dengan totaliterisme dan pemenggalan
terhadap aneka kebebasan.
5. Akal manusia tidak terbatas dan sanggup menguak sebagian besar gejala yang ada.

F. Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Setidaknya sejak dasawarsa 1970-an hingga sekitar awal 1990-an, berkembang
sebuah wacana baru tentang Islam dan ilmu pengetahuan, dengan munculnya gagasan
Islamic science (ilmu pengetahuan Islam) atau Islamization of knowledge (islamisasi
ilmu). Terlepas dari siapa yang pertama menggunakan istilah ini, dalam kenyataannya
ada cukup beragam (kelompok) pemikir Muslim yang memaknai istilah ini dengan
berbeda-beda – dan tak jarang terdapat pertentangan di antara ragam pendapat itu.

Islamisasi adalah salah satu istilah yang paling populer dipakai dalam konteks
integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata Islamisasi berarti pengIslaman[. Dalam konteks lebih luas menunjukkan
pada proses pengIslaman, di mana objeknya adalah orang atau manusia.

Menurut AI-Faruqi, Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengIslamkan ilmu


pengetahuan modern dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra, dan
sains-sains pasti alam dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten
dengan Islam. Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-
prinsip Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang dikatakan
sebagai datumnya, dan problem-problemnya. Seluruh disiplin harus dituangkan kembali
sehingga mengungkapkan relevensi Islam sepanjang ketiga sumbu Tauhid yaitu,
kesatuan pengetahuan, hidup dan kesatuan sejarah

Gagasan awal Islamisasi ilmu pengetahuan muncul pada saat konferensi dunia
pertama tentang pendidikan muslim di Makkah, pada tahun 1977 yang diprakarsai oleh
King Abdul Aziz University. Ide Islamisasi ilmu pengetahuan dilontarkan oleh Ismail
Raji al-Faruqi dalam makalahnya “Islamisizing social science” dan syekh Muhammad
Naquib al-Attas dalam makalahnya “Preliminary Thoughts on the Nature of knowledge
and the Aims of Education”. Menurut al-Attas (dalam Nata, 2005) bahwa tantangan
terbesar yang dihadapi umat Islam adalah bukan bentuk kebodohan, tetapi pengetahuan,
pengetahuan yang disebarkan ke seluruh dunia Islam oleh peradaban Barat. Menurut Al-
Faruqi bahwa sistem pendidikan Islam telah dicetak dalam sebuah Karikatur Barat,

16
sehingga dipandang sebagai inti dari malaise atau penderitaan yang dialami umat.
Keadaan pendidikan pada masa kini telah ditanamkan kekuatan-kekuatan westernisasi
dan sekularisasi. Ia mengkritik sains Barat telah terlepas dari nilai dan harkat manusia
dan nilai spiritual dan harkat dengan Tuhan.

Islamisasi ilmu pengetahuan lahir sebagai koreksi dari ilmu – ilmu modern yang
dihasilkan oleh dunia Barat yang cenderung bebas nilai dari tuntunan wahyu. Secara
ontologis, Islamisasi ilmu pengetahuan memandang bahwa realitas alam semesta, realitas
sosial dan historis ada hukum-hukum yang mengatur dan hukum itu adalah ciptaan
Tuhan. Sebagai ciptaan Allah, maka realitas alam semesta tidak netral tapi mempunyai
maksud dan tujuan. Hal ini disinyalir dalam firman Allah SWT dalam QS. Al Imran (3):
191 yang artinya:

"Ya Tuhan kami Engkau tidak menciptakan ini (alam) dengan sia-sia"

Berbicara tentang Islamisasi, tidak bisa lepas dari peran pemikiran Syed Muhammad
Naquib Al-Attas, penggagas awal ide Islamisasi ilmu pengetahuan. Penjelasan lebih
gamblang tentang teori Islamisasi Al-Attas telah dikompilasikan dalam karyanya yang
berjudul Islam and Secularism dan dilanjutkan pada buku Prolegomena to The
Metaphysics of Islam. Islamisasi menurut Al-Attas adalah pembebasan manusia dari
unsur magic, mitologi, animisme, dan tradisi kebudayaan kebangsaan serta dari
penguasaan sekuler atas akal dan bahasanya. Ini berarti pembebasan akal atau pemikiran
dari pengaruh pandangan hidup yang diwarnai dari kecenderungan sekuler, primordial,
dan mitologis (Al-Attas, 1993: 44). Sedangkan Ismail Raji Al-Faruqi menyebut istilah
Islamisasi ilmu pengetahuan dengan sebutan Islamization of Knowledge, dan istilah ini
yang paling sering disebut.

Untuk merealisasikan gagasannya tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, al-Faruqi


meletakkan pola pemikiran fondasi epistemologinya pada prinsip tauhid. Al-Faruqi
menegaskan bahwa prinsip tauhid harus menjadi landasan atau fondasi utama dalam
upaya pengembangan ilmu dalam Islam yang terdiri lima macam kesatuan.

1) Keesaan Allah
Keesaan Allah, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang menciptakan dan
memelihara semesta. Penyebab yang pertama dan terakhir dari segala sesuatu.

2) Kesatuan Alam Semesta


Kesatuan ciptaan, bahwa semesta yang ada ini baik yang material, psikis, spasial
(ruang), biologis, sosial maupun estetis, adalah kesatuan yang integral. Masing-masing
saling kait dan saling menyempurnakan dalam ketentuan hukum alam (sunnatullah)
untuk mencapai tujuan akhir tertinggi, Tuhan. Namun, bersamaan dengan itu, Dia juga
menundukkan alam semesta untuk manusia, sehingga mereka bisa mengubah polanya
dan mendayagunakannya demi kesejahtaraan umat.

17
3) Kesatuan Kebenaran dan Pengetahuan
Kebenaran bersumber pada realitas, dan jika semua realitas berasal dari sumber yang
sama, Tuhan, maka kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Apa yang disampaikan
lewat wahyu tidak mungkin berbeda apalagi bertentangan dengan realitas yang ada,
karena Dialah yang menciptakan keduanya. Faruqi merumuskan kesatuan kebenaran ini
sebagai berikut, (1) bahwa berdasarkan wahyu, kita tidak boleh membuat klaim yang
paradoksal dengan realitas. Pernyataan yang diajarkan wahyu pasti benar dan harus
berhubungan dan sesuai dengan realitas. Jika terjadi perbedaan atau bahkan pertentangan
antara temuan sainsdan wahyu, seorang muslim harus mempertimbangkan kembali
pemahamannya atas teks atau mengkaji ulang data-data penelitiannya. (2) Bahwa dengan
tidak adanya kontradiksi antara nalar dan wahyu, berarti tidak ada satupun kontradiksi,
perbedaan, atau variasi antara realitas dan wahyu yang tidak terpecahkan. (3) Bahwa
pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-bagiannya tidak akan
pernah berakhir, karena pola-pola Tuhan tidak terhingga.

4) Kesatuan Hidup
Menurut Faruqi, kesatuan hidup terdiri dari tiga yaitu (1) Amanah Tuhan, berupa
hukum alam (sunnatullah) dengan segala regularitasnya yang memungkinkan diteliti dan
diamati, materi; (2) khilafah, berupa hukum moral yang harus dipatuhi, agama. Kedua
hukum ini berjalan seiring, senada dan seirama dalam kepribadian seorang muslim.
Konsekuensinya, tidak ada pemisahan antara yang bersifat spiritual dan material, antara
jasmani dan ruhani; (3) Syari’ah, hubungan islam dengan aspek kehidupan.[38]

5) Kesatuan Manusia
Tata sosial Islam, menurut Faruqi, adalah universal, mencakup seluruh umat manusia
tanpa terkecuali. Kelompok muslim tidak disebut bangsa, suku atau kaum melainkan
umat. Pengertian umat bersifat trans lokal dan tidak ditentukan oleh pertimbangan
geografis, ekologis, etnis, warna kulit, kultur dan lainnya, tetapi hanya dilihat dari sisi
taqwanya. Meski demikian, Islam tidak menolak adanya klasifikasi dan stratifikasi
natural manusia ke dalam suku, bangsa dan ras sebagai potensiyang dikehendaki Tuhan.
Yang ditolak dan dikutuk Islam adalah faham ethnosentrisme, karena hal ini akan
mendorong penetapan hukum, bahwa kebaikan dan kejahatan hanya berdasarkan
ethnisnya sendiri, sehingga menimbulkan berbagai konflik antar.

Sebagai penggagas utama ide Islamisasi ilmu pengetahuan, Al-Faruqi memberikan


gambaran tentang bagaimana Islamisasi itu dilakukan. Al-Faruqi menetapkan lima
program sasaran dari rencana kerja Islamisasi ilmu, yaitu:

 Penguasaan disiplin ilmu modern.


 Penguasaan khazanah Islam.
 Menentukan relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu.

18
 Mencari cara untuk melakukan sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan
ilmu-ilmu modern.
 Mengarahkan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan
pola rencana Allah SWT.

Setelah mengetahui secara mendalam mengenai pandangan hidup Islam dan Barat,
maka proses Islamisasi baru dapat dilakukan. Sebabnya, Islamisasi ilmu pengetahuan
saat ini (the Islamization of present-day knowledge), melibatkan dua proses yang saling
terkait, yaitu sebagai berikut :
1. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk budaya dan
peradaban Barat dan setiap bidang ilmu pengetahuan modern saat ini, khususnya
dalam ilmu pengetahuan humaniora.
2. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap bidang
dan ilmu pengetahuan saat ini yang relevan.

Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka Islamisasi akan membebaskan
manusia manusia dari magic, mitologi, animisme, tradisi budaya nasional yang
bertentangan dengan Islam, dan kemudian kontrol sekuler kepada akal dan bahasanya.
Islamisasi akan membebaskan akal manusia dan keraguan (syak), dugaan (zhann), dan
argumentasi kosong (mira’) menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas
spiritual, intelligible, dan materi (Wan Daud, 1998: 312). Islamisasi akan mengeluarkan
penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dan ideologi, makna dan ungkapan
sekuler (Al-Attas, 1999: 114)

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam merupakan agama yang sempurna dan suatu sistem total, maka nilai nilai yang
terkandung di dalamnya, harus meliputi setiap aspek kehidupan manusia. Apakah itu
struktur politik atau organisasi sosial, kegiatan ekonomi atau kurikulum pendidikan,
proses pembelajaran, penyelidikan ilmiah maupun penguasaan teknologi. Disinilah
perlunya mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam ilmu pengetahuan umum, sehingga
lahirlah ilmu pengetahuan utuh yang sarat dengan nilai-nilai religius yang memberikan
kemudahan, manfaat dan ketenangan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.

Islam juga agama yang menghargai dan meninggikan derajat orang yang berilmu.
Dalam islam sendiri terkandung ilmu pengetahuan yang tidak terbatas dan terpisah-pisah
seperti halnya masyarakat barat membagi dan memisahkan ilmu menjadi beberapa
cabang. Ilmu pengetahuan dalam islam tersusun dalam kesatuan dan bahkan dalam
Alqur’an sendiri terkandung ilmu pengetahuan di dalamnya.

Memisahkan peran agama dari sisi kehidupan tidak sepenuhnya dilakukan, ada
aturan-aturan yang seharusnya memang sudah ketentuan Tuhan Yang Maha Kuasa dalam
kehendaknya. Lalu bagaimana ketika aturan-aturan (dalam hal ini kodrat Tuhan) yang di
ganggu gugat, pasti akan menimbulkan sebab. Bukan mengenai hukum alam, jika seperti
itu maka konteksnya akan memaknai pada suatu hak ketidakpercayaan akan adanya
Tuhan.

Banyak hal yang tidak selalu sampai pada akal pikiran manusia, oleh karnanya
dibutuhkan ilmu agama demi menjadi pondasi dalam ilmu pengetahuan. Sejarah telah
membuktikan bahwasannya ilmu yang dilandasi oleh agama, dapat membuat peradaban
yang kuat.Tidak benar apabila sebuah ilmu dipisahkan dengan agama, karna dengan
begitu suatu ilmu akan kehilangan nilainya.

B. Saran

 Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang
berguna bagi umat manusia.
 Dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh untuk kepentingan dan
kemaslahatan umat manusia.

20
 Menjadikan Al Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena
keduanya merupakan sumber ilmu yang paling utama.
 Melandasi ilmu pengetahuan dengan agama.

21
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed O. Altwajri, Islam, Barat dan Kebebasan Akademis, terj. Mufid, (Yogyakarta:
Titian Ilahi Press, 1997)

Islam dan Ilmu |dr uhar suharsaputra https://uharsputra.wordpress.com/filsafat/islam-dan-


ilmu/

Islam dan Ilmu Pengetahuan | bayt al-hikmah institute


https://ahmadsamantho.wordpress.com/2008/03/31/islam-dan-ilmu-pengetahuan/

Islam dan Ilmu Pengetahuan : Pengertian dan Perkembangannya


https://dalamislam.com/sejarah-islam/islam-dan-ilmu-pengetahuan

Islamisasi Ilmu : Sebuah Tantangan Sekularisasi Ilmu di Dunia Barat


http://js.ugm.ac.id/2015/04/18/islamisasi-ilmu-sebuah-tantangan-sekularisasi-ilmu-di-
dunia-barat/

Kontribusi Islam dalam Sejarah Peradaban Barat – kompasiana.com


https://www.kompasiana.com/mamattew/5529acaa6ea8343c4f552cf7/kontribusi-islam-
dalam-sejarah-peradaban-barat

Nihaya. 1999. Filsafat Umum : dari Yunani sampai Modern, Makassar : BerkahUtami

Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Kedudukan Ilmu Menurut Islam – suteki tech
https://suteki.co.id/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-kedudukan-ilmu-menurut-islam/

Sejarah Peradaban Barat Periode Klasik-Pertengahan | Adnan Mahdi


https://4dn4nm4hd1.wordpress.com/2012/08/26/sejarah-peradaban-barat-periode-klasik-
pertengahan/

Sekularisasi Ilmu (makalah) – golden are-dine


http://aredine86.blogspot.com/2015/02/makalah-sekulerisasi-ilmu.html

Sekularisasi Ilmu Pengetahuan | catatanku


http://utamikarthikha.blogspot.com/2014/11/sekularisasi-ilmu-pengetahuan.html

Syed Sajjad Husain dan Syed Ali As}raf, Crisis Muslim Eduction, terj. Rahmani Astuti,
Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam (Cet. V; Bandung: Gema Risalah Press,
1994)

Ziauddin Sardar, The Future of Muslim Civilization, terj. Rahmani Astuti, Rekayasa
Masa Depan Peradaban Muslim (Cet. III; Bandung: Mizan, 1991)

22

Anda mungkin juga menyukai