Anda di halaman 1dari 3

Lokasi : Secara administrasi DAS Citarum terletak di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Sumedang,

Purwakarta, Cianjur, Karawang, Bekasi, Bogor, Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Luas wilayah : luas area ± 690,571.57 hektar

Karakteristik DAS : Sungai Citarum berhulu dari mata air di Gunung Wayang, Kecamatan
Kertasari Kabupaten Bandung, bermuara di Laut Jawa wilayah Kabupaten Karawang dan
panjang sungai sekitar ± 315 km dengan tiga anak sungai utama yaitu Cisangkuy, Cikapundung,
dan Cisokan.

Karakteristik penghuni DAS : bermukim sekitar 8 juta jiwa penduduk (KAK Pola Induk
Citarum Bergetar, 2002) merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi,
dengan kepadatan sekitar 1.132 jiwa/km2 dan laju pertumbuhan penduduk sekitar
2,59%/tahun. Penduduk sepanjang Sungai Citarum Hulu sebagian besar merupakan masyarakat
berpenghasilan rendah. Pada umumnya mereka bekerja di sektor informal sehingga seluruh
pendapatan hanya dapat dimanfaatkan untuk makan, meskipun kadang-kadang ada juga yang
dapat menyekolahkan anak. Dalam kondisi kekurangan, penduduk bantaran sungai cenderung
tidak mampu menyediakan jamban sendiri maupun bersama. Akibatnya, sebagian besar
menggunakan sungai untuk berbagai keperluan, termasuk mandi cuci kakus (MCK) dan tempat
pembuangan sampah. Sungai menjadi semakin kotor. Hal ini tampak dari kesehatan penduduk
yang mudah terkena penyakit, terutama penyakit perut dan kulit.

Permasalahan : Pencemaran air sungai Citarum terutama daerah hulu semakin sering
dilaporkan, penelitian menunjukan kualitas air sungai menurun secara drastis dimana
sepanjang 127 km atau 47,1% sungai Citarum telah tercemar berat, diperkirakan, setiap hari
Sungai Citarum menampung 280 ton limbah. Pada tahun 1992 domestik menyumbang 55%,
industri 40%, pertanian dan peternakan 50% beban pencemar pada Sungai Citarum. Selain dari
limbah industri Sungai Citarum juga menanggung beban pencemaran limbah cair dan padat
rumah tangga. Pada tahun 1980 penduduk disekitar DAS Citarum 5.621.341 jiwa dimana 69,1%
atau 3.883.850 jiwa membuang langsung limbah domestiknya ke sungai, hal ini terjadi karena
tidak terjangkau oleh fasilitas pengelolaan air limbah domestik terpadu Bojong Soang (BPLHD,
2003).

Pada tahun 2013 Green Cross Switzerland dan Blacksmith Institute menyatakan Sungai
Citarum sebagai salah satu tempat paling tercemar di dunia. Sungai ini ada di posisi tiga,
hanya kalah dari Agbogbloshie, gunung sampah elektronik di Ghana, dan Chernobyl, kota yang
mati akibat radiasi nuklir di Rusia.
Pertumbuhan penduduk dan distribusi, peningkatan permintaan air untuk pertanian ,
rumah tangga, dan industri ;

Kerusakan DAS : deforestasi , praktik pertanian , perumahan , dll ;

Erosi dan sedimentasi ,

Banjir , dan kekeringan ;

Polusi air (industri, pertanian , perikanan , dan limbah padat domestik ) ;

Degradasi tanah , penurunan tanah (eksploitasi air tanah);

Degradasi pesisir ;

Adaptasi penataan kelembagaan : berbagi peran , partisipasi stakeholder

Penanggulangan : Normalisasi alur sungai Citarum , baik menyangkut (1) pengerukan dasar sungai
yang dangkal, (2) pelebaran kembali lebar sungai yang sempat menyempit, maupun (3) pelurusan
alur sungai yang dianggap perlu dengan membuat alur baru, agar arus air menjadi lebih lancar dan
meminimalkan dampak banjir bagi willayah di sekitar pemukiman penduduk yang padat.

2. Rehabilitasi dan reboisasi atas lahan kritis (1) di bagian hulu sungai Citarum, seperti di Gunung
Malabar atau Patuha, serta (2) di sepanjang DAS, terutama di daerah yang paling parah terjadi
perubahan alih fungsi DAS, baik menjadi area lahan pertanian, atau berubah menjadi pemukiman
liar, antara lain di daerah sekitar Baleendah atau Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, serta (3) di
sejumlah aliran anak Sungai Citarum, seperti Sungai Cikapundung, Cisaranten, Citepus, Cilaki,
Cisangkuy, Cipamokolan, dan lain-lain.

3. Relokasi pemukiman warga di sekitar hulu sungai atau di sepanjang DAS, terutama yang terkait
langsung sebagai (1) penyebab masalah sungai terjadi dan sekaligus terkait langsung sebagai (2)
pihak yang terkena dampak masalah sungai, antara lain dampak banjir yang terjadi tidak lagi setiap
tahun, namun hampir di setiap hujan cukup deras terjadi di hulu sungai. Pindahnya ibukota
Kabupaten Bandung yang semula di Baleendah, menjadi berpindah ke Soreang beberapa puluh
tahun yang lalu, juga sebagai akibat banjir yang hampir sulit diatasi di sekitar daerah ini.

4. Sosialisasi dan edukasi yang berlangsung secara terus-menerus dan konsisten kepada warga di
sekitar yang selama ini memanfaatkan jasa sungai Citarum sebagai saluran pembuangan limbah
rumah tangga atau pasar, agar lebih peduli untuk bersikap ramah terhadap lingkungan, seperti tidak
membuang sampah ke selokan atau sungai, tidak membuang limbah yang dikategorikan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).

5. Perlu adanya penegakan hukum secara tanggap (cepat dan segera), konsisten dan berkelanjutan
agar memberi efek jera bagi mereka yang melakukan pelanggaran lingkungan, seperti membuang
sampah seenaknya di sungai, pembuangan limbah industri tanpa melalui proses pengolahan limbah
internal terlebih dahulu secara benar, atau memanfaatkan lahan tidak sebagaimana fungsinya DAS,
sekaligus merupakan penerapan edukasi yang efektif tentang pentingnya peduli lingkungan
bersama.

6. Relokasi sejumlah industri, khususnya yang memiliki limbah industri dalam skala besar, dan
terbukti telah turut mencemari lingkungan, yang sesuai rencana pemprov Jabar, antara lain akan
direlokasikan di daerah Majalengka, di sekitar Jalan Tol Cikampek-Palimanan, atau Bandara Kertajati,
Jawa Barat, sekaligus agar turut mengurangi beban fungsi sungai akibat kepadatan jumlah penduduk
yang mendiami di sekitar DAS.

7. Perlu adanya manajemen pengelolaan DAS Citarum yang lebih efektif, semacam Badan Khusus
Otorita Citarum, yang memiliki kewenangan lebih besar dalam hal (1) mengkoordinasikan berbagai
pihak yang terkait, seperti pemkab/pemkot di sekitar DAS, pemprov Jabar, Kementerian PU, dan
lain-lain, (2) pemanfaatan DAS, baik secara sosial, maupun ekonomi, (3) penegakkan hukum bagi
para pelanggar lingkungan, dan (4) upaya pemeliharaan DAS secara rutin dan berkelanjutan.

8. Perlunya revisi UU terkait, seperti UU tentang Lingkungan Hidup, UU tentang Tata Guna Air, dan
pemanfaatan Sungai, (1) agar lebih memberikan kepastian hukum yang lebih kuat dalam
pengelolaan DAS Citarum secara benar dan fungsional, (2) adanya penegasan sanksi hukum yang
lebih berat dan jelas bagi mereka yang melanggar atau mencemari lingkungan.

9. Perlunya komitmen bersama, berbagai pihak terkait (pemerintah daerah Kab/Kota, Prov Jabar dan
Pusat) terutama terkait dengan (1) penyediaan alokasi anggaran yang sangat besar, hingga mencapai
angka Triliuan rupiah, (2) realisasinya sesuai dengan perencanaan yang matang, dan (3) sistem
pengawasan proyek (terutama soal keuangan) secara ketat, transparan dan akuntabel.

10. Optimalisasi dalam perencanaan pemanfaatan DAS, yang menyangkut berbagai hal antara lain
menjadikan sungai Citarum sebagai (1) sumber air baku, (2) sumber air irigasi pertanian, (3) sumber
tenaga listrik, (4) sarana budidaya ikan tawar, (5) tempat industri ekowisata dan olahraga, (6) danau
buatan yang besar di sekitar hulu yang sempat diwacanakan, (7) taman atau ruang terbuka hijau
(RTH) di sepanjang DAS, (8) daerah konservasi hayati dan cagar budaya, sekaligus dijadikan sebagai
(9) taman hutan pendidikan dan peninggalan budaya.

Anda mungkin juga menyukai