Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Usus buntu adalah bagain kecil, seperti jari yang melekat pada sekum tepat di bawah
katup ileosekal. Karena proses pengosongan ke dalam usus besar tidak efisien dan lumen
yang kecil, maka rentan untuk terhambat dan rentan terhadap infeksi (apendisitis). Usus
buntu yang terhalang dapat menjadi radang dan edema dan akhirnya terisi dengan nanah. Ini
adalah yang paling penyebab umum dari peradangan akut pada kuadran kanan bawah dari
rongga perut (Brunner&Suddarth’s, 2008).
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks (ujung seperti jari-jari kecil
sepanjang kurang lebih 10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal),
disebabkan oleh bakteri, dicetuskan oleh sumbatan lumen seperti fekalit, tumor appendiks
dan cacing askaris (UNIMUS).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001 dalam Docstoc, 2010).
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing (MN Hasya, 2012).
B. Etiologi

Berbagai hal dapat berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004 dalam USU).
Apendisitis adalah infeksi dari bakteri. Hal yang berperan sebagai penyebabnya
adalah obstruksi lumen apendiks sebagai faktor presipitasi, kebiasaan makan-makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi mukosa apendiks karena parasit (Sjamsuhidayat,
2004 dalam UNIMUS).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004 dalam USU).
C. Manifestasi klinis
Menurut Diane C. Baughman (2000), tanda dan gejala apendisitis yaitu :
1. Demam derajat rendah (Pireksia)
2. Takikardia
3. Mual
4. Muntah
5. Nyeri kuadran bawah (nyeri abdomen periumbilikal)
D. Anatomi Fisiologi

Apendiks biasanya disebut juga sebagai umbai cacing, yaitu organ yang berbentuk
tabung, panjangnya kira-kira 10 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian
proximal dan melebar dibagian distal. Walaupun dikatakan non fungsional namun apendiks
menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir itu secara normal akan dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir ke muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apenditis. ( R. Sjamsuhidajat, wim de jong, 1998 ).

8 2

3
7 4

5
9
6
E. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi
perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses dan
komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger,
2005).Gejala khas pada apendisitis akut yaitu :
a. Radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonium lokal.
b. Nyerisamar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus.
c. Mual dan muntah.
d. Nafsu makan menurun.
e. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindahke titik McBurney.
f. Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka pasien
apendisitis akut akan merasa sangat nyeri.
g. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknyasehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
h. Kadang tidak ada nyeri epigastrum, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
seperti memerlukan obat pencahar.

Klasifikasi apendisitis akut :


a. Apendisitis akut simple
Peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejalanya yaitu :
1) Nyeri di daerah umbilikus
2) Mual
3) Muntah
4) Anoreksia
5) Malaise
6) Demam ringan.
b. Apendisitis supuratif
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
c. Apendisitis akut gangrenosa
Didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
1) Apendisitis infiltrate
Apendisitis infiltrate merupakan proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, seum, kolon dan
peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat
satu dengan yang lainnya.
2) Apendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah.
3) Apendisitis perforasi
Merupakan pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
2. Apendisitis kronis
Apendisitis kronis merupakan nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau
terjadi secara menahun. Prevalensi hanya 1-5%. Diagnosis apendisitis kronis sulit
ditegakkan. Patologi anatomi digunakan untuk menegakkan apendisitis kronis karena
diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan (Smink & Soybel, 2005). Diagnosis
apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
a. Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
b. radang kronik apendikssecara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronikadalah :
1) Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
2) Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
3) Adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
4) Adanyasel inflamasi kronik.
F. Pathway

Idiopatik Makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah


menurun, Mukosa
terkikis

 Perforasi Peradangan pada apendiks Distensi


 abses abdomen
 Peritonitis

Nyeri Menekan
gaster

Appendiktomy Pembatasan intake Peningkatan


cairan produksi HCL

Insisi bedah
Mual, Muntah
Nyeri Resiko Perdarahan
Akut Resiko
Ketidakseimbangan
Cairan
G. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang m0engakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan inidisebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000)
H. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang


menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,0C atau lebih tinggi, penampilan toksik,
dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
I. Pemeriksaan penunjang
1. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan
andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka
tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis
pelvika (Akhyar Yayan, 2008 ).
2. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat.
3. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang
dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta
pelebaran sekum.
J. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi
Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak
jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi
bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
K. Diagnosis Keperawatan
1. Resiko Perdarahan
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan
3. Nyeri Akut
1.9 ASKEP secara TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Tempat/tanggal lahir
3) Agama
4) Pendidikan dan pekerjaan
5) Alamat
6) Tanggal masuk.
b. Pengkajian Primer
1) Airway : Kepatenan jalan nafas, ada tidaknya hambatan jalan nafas
2) Breathing : Keadekuatan ventilasi, adanya perubahan pola pernafasan.
3) Circulation : Pengisian kapiler yang lama, nadi lemah, TD menurun, kukit
dingin, pucat, atau sianosis.
4) Disability : Derajat kesadaran dan bagaimana tingkat nyeri klien
Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Adanya keluhan nyeri Abdomen, kelemahan
b) Terjadi penurunan kesadaran
c) Tampak gelisah dan iritabilitas
2) Riwayat kesehatan lalu
Adanya riwayat penyakit Apendisitis
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit Apendisitis
4) Pola persepsi kesehatan.

- Apakah pernah mengalami penyakit apendisitis sebelumnya dan belum diangkat ?


- Adakah riwayat apendisitis dalam keluarga
- Bagaimana pasien mengobati penyakit yang dideritanya ?
5) Pola nutrisi metabolik.
a. Bagaimana pola makan
b. Kebersihan rongga mulut dan mukosa mulut
c. Mual, muntah, anoreksia
d. Makananan kurang serat dan kurang cairan
6) Pola eliminasi.
a. Apakah ada penurunan frekuensi urin
b. Bagaimana kebiasaan BAK dan BAB ?
c. Apakah ada konstipasi pada awitan awal
d. Apakah ada diare ?
e. Sering menahan BAB
7) Pada aktivitas dan latihan.
a. Apakah ada sakit pada ekstremitas
b. Apakah ada rasa lemah ?
c. Aktivitas menurun
8) Pola istirahat dan tidur.
a. Apakah malam hari sering terbangun ?
b. Jam berapa biasanya tidur
9) Pola persepsi kognitif.
a. Apakah ada keluhan nyeri ?
b. Apakah ada perubahan suhu ?
c. Apakah tanggapan pasien tentang penyakitnya ?
d. Apakah ada demam ?
e. Adakah nyeri tekan pada abdomen ?

II. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1. Nyeri Akut b/d Agen pecedera Fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan b/d Obstruksi intestinal
3. Resiko Perdarahan b/d Tindakan Pembedahan
1. Intervensi keperawatan

Rencana keperawatan
N Diagnosis
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
o
1. Nyeri Akut Setelah L.08066 Tingkat nyeri I.08238 Manajemen nyeri
dilakukan 1. Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, krakteristik, durasi,
tindakan 2. Anoreksia menurun frekunsi, kualitas, intensitas nyeri
3. Meringis menurun
keperawatan 2. Identifikasi sklaa nyeri
4. Frekunsi nadi membaik
selama 7 jam 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
sekali di memperingan nyeri
L.08063 Kontrol kontrol nyeri
harapkan nyeri 1. Melaporkan nyeri 4. Jelaskan strategi meredakan nyeri
pasien terkontrol meningkat 5. Kolaborasi menggunkaan analgetik, jika perlu
2. Kemampuan mengenali
berkurang atau
penyebab nyeri meningkat
hilang 3. Kemampuan I.08242 Pemantauan nyeri
menggunakan tehnik non- 1. Monitor kualitas nyeri
farmakologi
2. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
4. Keluhan nyeri menurun
3. Monitor intensitas nyeri dan menggunkan
L.05045 Pola tidur skala
1. Keluhan sulit tidur 4. Monitor frekunsi nyeri
menurun
2. Keluhan sering terjaga
menurun I.08245 Perawatan kenyamanan
3. Istirahat tidak cukup 1. Berikan posisi yang nyaman
mebaik
2. Ciptakaan lingkungan yang nyaman
3. Berikan kompres dingin dan hangat
4. Ajarkan terapi relaksasi
5. Kolaborasi pemberian analgesik, antipruritus,
jika perlu
2. Resiko Setelah L.03020 Keseimbangan 1.03098 Manajemen Cairan
Ketidakseimb dilakukan Cairan 1. Monitor status hidrasi
1. Asupan Cairan meningkat
angan Cairan tindakan 2. Monitor berat badan harian
2. Kelembaban membran
keperawatan mukosa meningkat 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah
selama 7 jam 3. Asupan makanan dialisis
Meningkat
sekali di 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Dehidrasi menurun
harapkan 5. Catat intake-Output dan hitung balanscairan
pasien 24 jam
L.03028 Status Cairan
1. Turgor Kulit Meningkat 6. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
membaik 2. Membran Mukosa
membaik I.03121 Pemantauan cairan
3. Output Urine meningkat
1. Monitor frekunsi dan kekuatan nadi
L.03030 Status Nutrisi 2. Monitor Frekuensi nafas
1. Verbalisasi keinginan 3. Monitor tekanan darah
untuk meningkatkan
4. Monitor berat badan
nutrisi Meningkat
2. Pengetahuan tentang 5. Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
pilihan makanan yang 6. Monitor intake dan output cairan
sehat meningkat
3. Pengetahuan tentang
pilihan minuman yang
sehat meningkat
4. Pengetahuan Tentang
Standar asupan nutrisi
yang tepat meningkat
3. Resiko Setelah L.02017 Tingkat Perdarahan 1.02067 Pencegahan Pendarahan
Perdarahan dilakukan 1. Kelembaban membran 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
mukosa meningkat
tindakan 2. Monitor nilai hematorik/hemoglobin sebelum
2. Kelembaban kulit kognitif
keperawatan meningkat dan setelah kehilangan darah
selama 7 jam 3. Distensi Abdomen 3. Pertahankan bed rest selama perdarahan
menurun
sekali di 4. Batasi tindakan invasif jika perlu
4. Perdarahan Pasca operasi
harapkan menurun
pasien
L.14128 Kontrol Risiko
membaik
1. Kemampuan Mencari
informasi tentang faktor
resiko meningkat
2. Kemampuan
mengidentifikasi faktor
risiko meningkat
3. Kemampuan mengubah
perilaku meningkat

L.14130 Penyembuhan Luka


1. Penyatuan kulit meningkat
2. Penyatuan tepi luka
meningkat
3. Nyeri menurun

Anda mungkin juga menyukai