Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

SKENARIO I ............................................................................................................................. 2

BAB I ......................................................................................................................................... 3

KLARIFIKASI ISTILAH .......................................................................................................... 3

BAB II........................................................................................................................................ 4

IDENTIFIKASI MASALAH .................................................................................................... 4

BAB III ...................................................................................................................................... 5

BRAINSTROMING .................................................................................................................. 5

BAB IV ...................................................................................................................................... 9

ANALISIS MASALAH............................................................................................................. 9

BAB V ..................................................................................................................................... 10

LEARNING OBJECT ............................................................................................................. 10

BAB VI .................................................................................................................................... 11

BELAJAR MANDIRI ............................................................................................................. 11

BAB VII ................................................................................................................................... 12

REPORTING ........................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27

1
SKENARIO V

“Derita Tn. Jarwo karena kaki bengkak ”

Tn. Jarwo usia 50 tahun datang ke tempat praktek dokter Oz dengan keluhan tidak bisa
berjalan karena nyeri dan bengkak pada sendi pergelangan kaki kanan sejak 2 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan terus menerus sehingga Tn. Akil kesulitan untuk berjalan. Tn.Akil senang
sekali mengkonsumsi jeroan. Tn. Akil belum pernah merasakan keluhan seperti ini
sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ekstremitas inferior dextra regio malleolus lateral teraba
massa, lunak, eritema, nyeri tekan (+).Informasi tambahan: Hasil pemeriksaan laboratorium:
asam urat : 11 mg/dL. Kemudian dokter memberikan obat analgetik, allopurinol dan anjuran
diet.

2
BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH
1.1.Asan Urat
Asam urat (AU) merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin yang
berasal dari pemecahan nukleotida purin

3
BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

2.1.Mengapa kaki Tn. Jarwo nyeri dan bengkak?


2.2.Bagaimana hubungan keluhan dengan usia dan jenis kelamin pasien?
2.3.Bagaimana hubungan konsumsi jeroan dan keluhan yang dirasakan pasien?
2.4.Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang?
2.5.Mengapa dokter memberikan obat analgetik, allopurinol, dan ajuran untuk diet?
2.6.Apa diagnosis pasien?

4
BAB III

BRAINSTROMING

3.1.Mengapa kaki Tn. Jarwo nyeri dan bengkak?


Nyeri sendi yang dirasakan oleh pasien merupakan beberapa gejala penyakit sendi yang
dapat mengarah pada 3 penyakit, diantaranya:
a. Osteoartritis
Osteoartritis merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya pekerjaan yang berat
dan biasa ditemukan pada pasien berumur lebih dari 50 tahun. Osteoartritis terjadi
pad sendi-sendi besar dan dapat terjadi secara asimetris, pada cartilago sehingga
terjadi kekakuan selama kurang dari 20 menit. Sifatnya mekanik bukan karena
inflamasi. Lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.penyakit ini dapat
dikarenakan akibat infeksi sendi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan
metabolik dan neurologik.
b. Artritis Gout
Nyeri sendi juga dapat ditemukan pada pasien artritis gout akut. Hal ini dikarenakan
adanya penumpukan kristal asam urat akibat adanya peningkatan kadar asam urat
dalam tubuh oleh purin. Hal ini yang menimbulkan nantinya timbul bengkak,
kemerahan, lunak, dan nyeri tekan. Benjolan pada sendi sendiri biasanya ditemukan
pada pasien artritis gout akut. Penyakit ini biasa ditemukan pada sendi kecil dan
banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita pada umur lebih dari 40 tahun.
c. Rheumatoid Artritis
Penyakit ini dapat terjadi sendi-sendi kecil dan simetris. Biasanya terjadi oada cavum
sinovial. Kaku juga dapat ditemukan lebih dari 30 menit, akan tetapi nyeri yang
dirasakan akibat inflamsi yang dikarenakan faktor imunitas. Penyakit ini biasa
ditemukan pada pasien wanita dibandingkan pria dalam kurun waktu kurang lebih
30-50 tahun. Hal ini tidak berhubungan dengan pekerjaan (Sylvia et Price, 2012).
3.2. Bagaimana hubungan keluhan dan usia dan jenis kelamin pasien ?
Proses penuaan menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis, mental
maupun sosial ekonominya. Angka kesakitan pada penyakit tidak menular seperti
kanker, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus dan hiperurisemia
memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat. Salah satu penyakit yang

5
sering di alami oleh kelompok pralansia yaitu penyakit hiperurisemia. Hiperurisemia
merupakan gangguan metabolik yang di tandai dengan meningkatnya kadar asam urat
(Lingga, 2012).
Terjadi peningkatan kadar asam urat dikarenakan pada usia 40 tahun akan dimulai proses
penuaan. Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan terjadi penurunan
kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan
proses menua. Akibat yang terjadi berkaitan dengan menurunnya kapasitas untuk
beradaptasi terhadap lingkungan internal yang berubah yaitu cenderung membuat orang
berusia lanjut mengalami kesulitan untuk memelihara kestabilan status fisikawi dan
kimiawi di dalam tubuh atau memelihara homeostatis tubuh. Gangguan terhadap
homeostatis tubuh tersebut dapat menyebabkan disfungsi sistem organ. Salah satunya
terjadi perubahan pada ginjal, seperti penurunan kecepatan penyaringan (filtrasi),
pengeluaran (ekskresi), dan penyerapan kembali (reabsorbsi) oleh ginjal, akibatnya
pembuangan atau ekskresi sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus
dilakukan ginjal menjadi beban tersendiri (Setiati, 2009).
Kadar rata-rata asam urat di dalam darah atau serum tergantung pada usia dan jenis
kelamin. Kadar asam urat pada wanita lebih rendah daripada laki-laki, karena wanita
mempunyai hormon estrogen yang dapat meningkatkan pengeluaran asam urat melalui
ginjal melalui urin. Wanita umumnya mengalami hiperurisemia pada saat masa
menopause karena terkait penurunan produksi estrogen. Keberadaan estrogen sangat
penting untuk membantu pengaturan sekresi asam urat sehingga mampu melindungi
wanita dari hiperurisemia (Lingga, 2012)
3.3.Bagaimana hubungan konsumsi jeroan dan keluhan yang dirasakan pasien?
Keluhan yang dirasakan pasien dapat memiliki hubungan kuat dengan kegemaran
pasien untuk mengkonsumsi jeroan. Hal ini disebabkan karena jeroan memiliki kadar
protein yang tinggi sedangkan nantinya protein yang ada akan dimetabolisme oleh tubuh
lalu menjadi purin. Purin yang tinggi nantinya dapat menyebabkan adanya peningkatan
sekresi asam urat. Jika peningkatan asam urat tidak diseimbangi dengan pengeluaran
asam urat keluar tubuh, nantinya akan menimbulkan adanya peumpukan kristal asam urat
yang dapat menyebabkan adanya keluhan berupa benjolan, kemerahan, nyeri tekan serta
adanya nyeri pada sendi-sendi kecil contohnya pada ibu jari (Sylvia et Price, 2012).
3.4.Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang?
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas
normal. Secara statistik, hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar asam urat darah di atas

6
dua standar deviasi hasil laboratorium pada rata-rata populasi (Shipley, 2002; Hawkins,
2005). Akan tetapi terkait resiko gout, hiperurisemia didefinisikan sebagai hipersaturasi
kadar asam urat (Hawkins, 2005). Kadar asam urat rata-rata menurut umur dan gender
dapat dilihat pada tabel di bwah ini:

Jika dibandingkan dengan anamnesis yaitu pasien suka makan jeroan yang kadnugna
prinnya tinggi dan keluhan nyeri pada daerah sendi. Jika pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya benjolan pada sendi kecil pasien. Sedangkan pada pemerikaan
penunjang yang dilakukan yaitu pengecekkan kadar asam urat yang menunjukkan adanya
peningkatan kadar asam urat diatas normal. Hal ini ditunjukkan dengan kadar asam urat
yang melebehi 7 mg/dl. Sehingga ada kemungkinan pasien terkena artritis gout akut.

3.5.Mengapa dokter memberikan obat analgetik, allopurinol, dan ajuran untuk diet?

a. Analgetik
Pemberian analgetik bertujuan untuk mengurangi keluhan nyeri yang dirasakan oleh
pasien. Sehingga nantinya keluhan nyeri yang dirasakan diharapkan dapat berkurang.
b. Allopurinol
Obat ini diindikasikan pada pasien dengan hiperurisemia (kadar asam urat berlebih)
yang kronik, penyakit ginjal yang disebabkan oleh asam urat, batu asam urat pada
saluran kemih, dan kondisi – kondisi lain yang berhubungan dengan kadar asam urat
yang berlebih seperti hiperurisemia yang berhubungan dengan obat – obatan untuk
pasien kanker. Akan tetapi, allopurinol tidak digunakan pada kasus serangan asam
urat (gout) akut karena obat ini tidak memiliki efek anti-nyeri dan efek anti-radang
serta efek yang meningkatkan pembuangan asam urat yang tinggi melalui ginjal dapat
memperpanjang serangan nyeri.

7
c. Diet
Diet yang perlu dilakukan oleh pasien tersebut yaitu diet purin. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengurangi kadar purin yang masuk kedalam tubuh. Akan
tetapi, maksud diet disini bukannya tidak mengkonsumsi sama sekali purin, akan
tetapi tetap mengkonsumsi purin tetapi dalam kadar yang rendah. Pemasukan
makanan yang mengandung purin tinggi nantinya dapat menyebabkan adanya
peningkatan kadar asam urat dalam tubuh sehingga hal ini dihindari pada pasien
dengan keluhan hiperurisemi ataupun asam ura (Vitahealth, 2006).

3.6.Apa diagnosis pasien?


Berdasarkan beberapa keluhan yang disebutkan oleh pasien, dapat diketahui
bahwasannya pasien terkena penyakit artritus gout akut. Hal ini dikarenakan adanya
keluhan nyeri pada bagian sendi-sendi kecil di tubuh, setra muncul benjolan yang
kemerahan, lunak, dan nyeri tekan yang positif. Selain itu, pasien juga menggemari
makanan tinggi purin yatiu jeroan. Jika dilihat dari segi umur pasien termasuk pada umur
yang tua. Sehingga hal ini meningkatkan kemungkinan pasien terkena artritis gout akut.

8
BAB IV

ANALISIS MASALAH

9
BAB V

LEARNING OBJECT

5.1.Menjelaskan metabolisme purin !


5.2.Menjelaskan definisi dan etiologi Hiperurisemia!
5.3.Menjelaskan manifestasi klinis dan patofisiologi Hiperurisemia!
5.4.Menjelaskan penegakkan diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang Hiperurisemia!
5.5.Menjelaskan penatalaksanaan Hiperurisemia!
5.6.Menjelaskan komplikasi dan prognosis Hiperurisemia!

10
BAB VI

BELAJAR MANDIRI

11
BAB VII

REPORTING

7.1.Menjelaskan metabolisme purin !


a. Definisi
Asam urat (AU) merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin
yang berasal dari pemecahan nukleotida purin.

b. Struktur
Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin yang terdiri dari
komponen karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen dengan rumus molekul
C5H4N4O3. Pada pH alkali kuat, AU membentuk ion urat dua kali lebih banyak
daripada pH asam.
Purin yang berasal dari katabolisme asam nukleat dalam diet diubah menjadi
asam urat secara lansung. Pemecahan nukleotida purin terjadi di semua sel, tetapi
asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xhantine oxidase
terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya
adalah 300-600mg per hari, dari diet 600 mg per hari lalu dieksresikan ke urin rerata
600 mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari.

Gambar 1. Struktur kimiawi asam urat

c. Metabolisme
Dua pertiga total urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya
sepertiga yang berasal dari diet yang mengandung purin. Pada pH netral urat dalam
bentuk ion asam urat (kebanyakan dalam bentuk monosodium urat), banyak terdapat
di dalam darah. Konsentrasi normal kurang dari 420 μmol/L (7,0 md/dL). Kadar urat
tergantung jenis kelamin, umur, berat badan, tekanan darah, fungsi ginjal, status
peminum alkohol dan kebiasaan memakan makanan yang mengandung diet purin

12
yang tinggi. Kadar AU mulai meninggi selama pubertas pada laki-laki tetapi wanita
tetap rendah sampai menopause akibat efek urikosurik estrogen. Dalam tubuh
manusia terdapat enzim asam urat oksidase atau urikase yang akan mengoksidasi
asam urat menjadi alantoin. Defisiensi urikase pada manusia akan mengakibatkan
tingginya kadar asam urat dalam serum. Urat dikeluarkan di ginjal (70%) dan traktus
gastrointestinal (30%). Kadar asam urat di darah tergantung pada keseimbangan
produksi dan ekskresinya.
Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa, yaitu
5-phosphoribosyl- 1-pirophosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5 fosfat yang
disintesis dengan ATP (Adenosine triphosphate) dan merupakan sumber gugus ribosa
(Gambar 2). Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk
fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini dikatalisis oleh
PRPP glutamil amidotranferase, suatu enzim yang dihambat oleh produk nukleotida
inosine monophosphat (IMP), adenine monophosphat (AMP) dan guanine
monophosphat (GMP). Ketiga nukleotida ini juga menghambat sintesis PRPP
sehingga memperlambat produksi nukleotida purin dengan menurunkan kadar substrat
PRPP. Inosine monophosphat (IMP) merupakan nukleotida purin pertama yang
dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hipoxanthine. Inosine monophosphat
berfungsi sebagai titik cabang dari nukleotida adenin dan guanin. Adenosine
monophospat (AMP) berasal dari IMP melalui penambahan sebuah gugus amino
aspartat ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan GTP
(Guanosine triphosphate). Guanosine monophosphat (GMP) berasal dari IMP melalui
pemindahan satu gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi
ini membutuhkan ATP. Adenosine monophosphate mengalami deaminasi menjadi
inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan
guanosin. Basa hipoxanthine terbentuk dari IMP yang mengalami defosforilasi dan
diubah oleh xhantine oxsidase menjadi xhantine serta guanin akan mengalami
deaminasi untuk menghasilkan xhantine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine
oxsidase menjadi asam urat.

Asam urat diginjal akan mengalami empat tahap yaitu asam urat dari plasma
kapiler masuk ke glomerulus dan mengalami filtrasi di glomerulus, sekitar 98-100%
akan direabsorbsi pada tubulus proksimal, selanjutnya disekresikan kedalam lumen
distal tubulus proksimal dan direabsorbsi kembali pada tubulus distal. Asam urat akan

13
diekskresikan kedalam urine sekitar 6% - 12% dari jumlah filtrasi. Setelah filtrasi urat
di glomerulus, hampir semua direabsorbsi lagi di tubuli proksimal. PH urin yang
rendah di traktus urinarius menjadikan urat dieksresikan dalam bentuk asam urat.

7.2.Menjelaskan definisi dan etiologi Hiperurisemia!


a. Definisi Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah. Untuk laki-laki,
ambang normalnya dalam darah adalah 7,0 mg/dL. Adapun pada perempuan
normalnya adalah 5,7 mg/dL darah (Soeroso dan Algristian, 2011).

b. Etiologi Hiperurisemia
Gangguan hiperurisemia disebabkan oleh tingginya kadar asam urat di dalam darah,
yang menyebabkan terjadinya penumpukan kristal di daerah persendian sehingga
menimbulkan rasa sakit. Penyebab lainnya tingginya konsentrasi bahan pangan
sumber protein, terutama purin, bahan makanan yang banyak mengandung sumber
purin adalah hati, jantung, otak, paru-paru daging, kacang-kacang, dan sebagainya
(Almatsier, 2003). Makanan yang banyak mengandung sumber purin kalau makannya
tidak dikontrol maka akan memincu penyakit hiperurisemia. Penyebab Hiperurisemia
debedakan menjadi 3 jenis, yaitu hiperurisemia primer yaitu keadaan yang disebabkan
karena adanya kelainan molekul yang belum jelas dan adanya kelainan enzim.
Sedangkan pada Hiperurisemia sekunder dikarenakan adanya penyebab lain seperti
dieta dan dapat dikarenakan adanya penyakit lain, yang terkahir yaitu hiperurisemia
idiopatik yang penyebabnya belum diketahui (Vitahealth, 2006).

7.3.Menjelaskan manifestasi klinis dan patofisiologi Hiperurisemia!


a. Manifestasi Klinis Hiperurisemia jika tidak diobati
 Tahap 1 : Hiperurisemia asimptomatis
Tidak menunjukkan adanya gejala, kecuali asam urat meningkat
 Tahap 2 : Artritis gout akut
Nyeri dan bengkak yg sengat secara mendadak di ibu jari kaki, bisa pulihsekitar
10-14 hari
 Tahap 3 : Tahap interkritis

14
Tidak muncul gejala selama beberapa bulan/tahun, serangan muncul setelah 1
tahun jika tidak diobati
 Tahap 4 : Gout Kronik
Timbunan Asam urat meningkat selama beberapa tahun karena tidak ada
pengobatan, kumpulan kristal menyebabkan nyeri, kaku, pembesaran benjolan
pada sendi. Serangan artritis gout akut disa terjadi. Tofus terbentuk akibat
insolubilitas relatif asam urat
b. Patofisiologi Hiperurisemia
Patofisiologi dan manifestasi klinis dari asam urat:
 Patofisiologi hiperurisemia:

15
Hiperurisemia dapat disebabkan oleh peningkatan produksi asam urat dan
penurunan eksresi dari asam urat melalui urin. Patofisiologi dari hiperurisemia
bergantung pada etiologi yang menyebabkannya. Menurunnya ekskresi asam
urat dapat disebabkan oleh insufisiensi ginjal, diabetes insipidus dan konsumsi
obat-obatan seperti salisilat, etambutol, pirazinamid, dan siklosporin.
Penngkatan produksi asam urat disebabkan oleh asupan makanan tinggi purin,
alkohol, obesitas, dan aktivitas fisik. Dapat juga disebabkan oleh kombinasi
dari kedua etiologinya (Putra, Tjokorda Raka. 2007).

7.4. Menjelaskan penegakkan diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang Hiperurisemia!
a. Anamnesis
Anamnesis ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan, apakah ada
keluarga yang menderita hiperurisemia atau gout dan kelainan atau penyakit
lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia yang perlu ditanyakan apakah
pasien peminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur, adanya
kelainan darah, kelainan ginjal atau penyakit lainya.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau penyakit sekunder,
terutama menyangkut tanda-tanda anemia atau phletora, pembesaran organ
limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tanda
kelainan ginjal serta kelainan pada sendi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan dan memastikan
diagnosis hiperurisemia. Pemeriksaan yang rutin dikerjakan adalah
pemeriksaan darah rutin untuk AU darah dan kreatinin darah, pemeriksaan
urin rutin untuk AU urin 24 jam dan kreatinin urin 24 jam. Pemeriksaan AU
dalam urin 24 jam penting dikerjakan untuk mengetahui penyebab dari
hiperurisemia apakah overproduction atau underproduction. Kadar AU dalam
urin 24 jam dibawah 600 mg/hari adalah normal pada dewasa yang makan
pantang purin selama 3-5 hari sebelum pemeriksaan. Namun ini tidak praktis.
Menurut Schumacher Jr 1992, kadar AU urin 24 jam di atas 800 mg/hari
dengan makan biasa tanpa pantang purin merupakan tanda hiperekskresi AU.
Menurut Becker & Meenaskshi 2005, batasan overproduction AU adalah

16
kadar AU urin 24 jam 1000 mg/hari pada orang yang makan biasa tanpa
pantang purin. Overproduction juga dapat diketahui dengan menghitung
perbandingan AU urin 24 jam dan kreatinin urin 24 jam atau perbandingan
kliren AU dan kliren kreatinin fractional uric acid clearance (FUAC) yaitu
perbandingan kliren urat dibagi kliren kreatinin dikalikan 100. Nilai
perbandingan AU kreatinin urin lebih dari 0.75 menyatakan adanya
overproduction.

7.5.Menjelaskan penatalaksanaan Hiperurisemia!


1. Penatalaksanaan non farmakologi
a. Istirahat
Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Apabila pasien
merasakan sakit makan pasien sebaiknyamenistirahatkan kakinya, jangan
dipaksakan.
b. Diet
Asam urat merupakan hasil pemecahan dari purin. Oleh karena itu, makanan
yang mengandung tinggi purin seharusnya dihindari. Makanan yang
mengandung tinggi purin contohnya adalah jeroan (misalnya, pankreas dan
timus), ikan smelt, ikan sarden, dan mussels. Makanan yang memiliki purin
cukup tinggi seperti ikan asin, ikan trout, haddock, scallops, daging kambing,
sapi, hati, ikan salmon, ginjal, dan ayam kalkun. Purin terdapat dalam semua
makanan yang mengandung protein. Oleh karena itu, penghentian konsumsi
sumber purin secara total tidak dapat dilakukan (Sutrani et al, 2004)

17
c. Perilaku kesehatan, seperti:
1. Menjaga berat badan sehat
Penderita gout biasanya pria atau wanita yang berusia lebih dari 40 tahun
dan memiliki berat badan berlebih. Tapi harus diingat bahwa penurunan
berat badan yang cukup signifikan dalam waktu singkat justru bisa
menyebabkan serangan gout. Oleh karena itu, secara perlahan turunkan
berat badan sampai mencapai berat yang sehat. Setelah mendapatkan berat
badan yang sehat, pertahankan dengan mengonsumsi nutrisi yang tepat
serta olahraga rutin untuk menurunkan kadar asam urat. Ini akan
membantu menghindari terjadinya serangan gout.
2. Hindari konsumsi alkohol
Alkohol dalam jumlah banyak terutama bir dan wine, memiliki kandungan
purin yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kadar asam urat dalam
darah. Alkohol juga mencegah pengeluaran asam urat oleh ginjal melalui
saluran kencing, sehingga asam urat terus menumpuk di dalam tubuh.
3. Meningkatkan asupan susu dan produk susu lainnya Susu, yoghurt, dan
keju yang rendah lemak merupakan produk susu yang dianggap
membantu penderita gout. 4. Minum banyak air Minumlah minimal
delapan gelas air dalam sehari. Cairan yang kandungan kafein dan
kalorinya rendah membantu menghilangkan asam 17 urat dari aliran
darah. Karena air putih adalah cairan yang paling murni, maka minumlah
air putih lebih banyak dari minuman lainnya
d. Olahraga
Olahraga diperlukan untuk menjaga tulang dan otot kuat, serta untuk
kebugaran tubuh.

Penanganan menggunakan obat


Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan penanganan
hiperurisemia pada pasien artritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:
 Mengatasi serangan akut
 Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat pada
jaringan, terutama persendian
 Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik

18
Edukasi pasien dan pemahaman mengenai dasar terapi diperlukan untuk menjamin
keberhasilan terapi gout. Menghindari faktorfaktor yang dapat memicu serangan juga
merupakan bagian yang penting dari strategi penatalaksanaan gout.

Penatalaksanaan Serangan akut


Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya indometasin 200 mg/hari
atau diklofenak 150 mg/hari, merupakan terapi lini pertama dalam menangani serangan
akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari
karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan asam urat dan dapat memperparah serangan
akut gout. Sebagai alternatif, merupakan terapi lini kedua, adalah kolkisin (colchicine).
Keputusan memilih NSAID atau kolkisin tergantung pada keadaan pasien, misalnya
adanya penyakit penyerta lain/komorbid, obat lain yang juga diberikan pada pasien pada
saat yang sama, dan fungsi ginjal.

Tidak ada studi terkontrol yang membandingkan kolkisin dengan NSAID untuk
penanganan gout. Kolkisin mrupakan obat pilihan jika pasien juga menderita penyakit
kardiovaskuler, termasuk hipertensi, pasien yang mendapat diuretik untuk gagal jantung
dan pasien yang mengalami toksisitas gastrointestinal, kecenderungan perdarahan atau
gangguan fungsi ginjal. Obat yang menurunkan kadar asam urat serum (allopurinol dan
obat urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada
serangan akut. Pasien biasanya sudah mengalami hiperurisemia selama bertahun‐tahun
sehingga tidak ada perlunya memberikan terapi segera untuk hiperurisemianya. Lagipula,
obat‐obat tersebut dapat menyebabkan mobilisasi simpanan asam urat ketika kadar asam
urat dalam serum berkurang. Mobilisasi asam urat ini akan memeprpanjang durasi
serangan akut atau menyebabkan serangan artritis lainnya. Namun, jika pasien sudah
terstabilkan/ menggunakan allopurinol pada saat terjadi serangan akut, allopurinol tetap
terus diberikan.

NSAID
NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang mengalami
serangan gout akut. Hal terpenting yang menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada
NSAID yang dipilih melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan.
NSAID harus diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dose) pada 24‐48 jam pertama

19
atau sampai rasa nyeri hilang. Dosis yang lebih rendah harus diberikan sampai semua
gejala reda. NSAID biasanya memerlukan waktu 24‐48 jam untuk bekerja, walaupun
untuk menghilangkan secara sempurna semua gejala gout biasanya diperlukan 5 hari
terapi. Pasien gout sebaiknya selalu membawa persediaan NSAID untuk mengatasi
serangan akut.
Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut artritis gout, dengan dosis awal 75‐
100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya
gejala serangan akut. Efek samping indometasin antara lain pusing dan gangguan saluran
cerna, efek ini kan sembuh pada saat dosis obat diturunkan.

Azapropazon adalah obat lain yang juga baik untuk mengatasi serangan akut. NSAID ini
menurunkan kadar urat serum, mekanisme pastinya belum diketahui dengan jelas.
Komite Keamana Obat (CSM) membatasi penggunaan azapropazon untuk gout akut saja
jika NSAID sudah dicoba tapi tidak berhasil. Penggunaannya dikontraindikasikan pada
pasien dengan riwayat ulkus peptik, pada ganggunan fungsi ginjal menengah sampai
berat dan pada pasien lanjut usia dengan gangguan
fungsi ginjal ringan. NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout
akut adalah:
 Naproxen – awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
 Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10‐ 20 mg/hari
 Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48 jam, kemudian
50 mg dua kali/hari selama 8 hari.

COX-2 inhibitor
Etoricoxib merupakan satu‐satunya COX‐2 inhibitor yang dilisensikan untuk mengatasi
serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama untuk
pasien yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non‐selektif. COX‐2
inhibitor mempunyai resiko efek samping gastrointestinal bagian atas yang lebih rendah
disbanding NSAID non‐selektif. Banyak laporan mengenai keamanan kardiovaskular
obat golongan ini, terutama setelah penarikan rofecoxib dari peredaran. Review dari
Eropa dan CSM mengenai keamanan COX‐2 inhibitor mengkonfirmasi bahwa obat
golongan ini memang meningkatkan resiko thrombosis (misalnya infark miokard dan
stroke) lebih tinggi dibanding NSAID non‐selektif dan plasebo. CSM menganjurkan

20
untuk tidak meresepkan COX‐2 inhibitor untuk pasien dengan penyakit iskemik,
serebrovaskuler atau gagal jantung menengah dan berat. Untuk semua pasien, resiko
gastrointestinal dan kardiovaskuler harus dipertimbangkan sebelum meresepkan
golongan obat COX‐2 inhibitor ini. CSM juga menyatakan bahwa ada keterkaitan antara
etoricoxib dengan efek pada tekanan darah yang lebih sering terjadi dan lebih parah
dibanding COX‐2 inhibitor lain dan NSAID non-selektif, terutama pada dosis tinggi.
Oleh karena itu, etoricoxib sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang hipertensinya
belum terkontrol dan jika pasien yang mendapat etoricoxib maka tekanan darah harus
terus dimonitor.

Colchicine
Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout akut. Namun,
dibanding NSAID kurang populer karena mula kerjanya (onset) lebih lambat dan efek
samping lebih sering dijumpai.
Oral
Colchicine oral tadinya merupakan terapi lini pertama untuk gout akut, Satu studi
doubleblind placebocontrolled menunjukkan bahwa duapertiga pasien yang diterapi
dengan colchicine membaik kondisinya dalam 48 jam dibanding sepertiga pada
kelompok plasebo. Agar efektif, kolkisin oral harus diberikan sesegera mungkin pada
saat gejala timbul karena pada perkembangan gejala berikutnya colchicine kurang
efektif. Biasanya, dosis awal 1 mg yang kemudian diikuti dengan 0.5 mg setiap 2‐3
jam selama serangan akut sampai nyeri sendi mereda, pasien mengalami efek samping
gastrointestinal atau jika dosis maksimum 6 mg telah diberikan. Untuk mentitrasi
dosis antara dosis terapetik dan sebelum gejala toksik pada gastrointestinal muncul
sulit dilakukan karena dosis terapeutik sangat berdekatan dengan dosis toksik
gastrointestinal. Kematian dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima 5 mg
colchicine. Beberapa pengarang baru‐baru ini menganjurkan untuk menggunakan
dosis lebih rendah 0,5 mg tiap 8 jam untuk mengurangi resiko toksik tersebut,
terutama untuk pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan ginjal. Untuk
menghindari efek toksik, pemberian colchicine tidak boleh diulang dalam 3 hari jika
sebelumnya telah digunakan

21
Intravena
Colchicine intravena tidak lagi dilisensikan karena sangat toksik. Tapi laporan
terakhir menyatakan bahwa toksisitas disebabkan karena penggunaan yang tidak tepat
dan biasanya karena kesalahan dosis.

Efek samping
Efek samping colchicine per oral adalah mual dan muntah, diare dan nyeri abdomen
yang terjadi pada 80% pasien. Komplikasi utama terapi ini adalah dehidrasi. Efek
samping lain adalah kejang, depresi nafas, hepatik dan nekrosis otot, kerusakan ginjal,
demam, granulositopenia, anemia aplastik, koagulasi intravaskuler yang menyebar
dan alopesia. Banyak efek samping serius terjadi pada pasien dengan disfungsi hati
atau ginjal.

STEROID
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian steroid intra‐artikular.
Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang
terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial diagnosis antara
arthritis sepsis dan gout akut karena pemberian steroid intraartikular akan
memperburuk infeksi. Pasien dengan respon suboptimal terhadap NSAID mungkin
akan mendapat manfaat dengan pemberian steroid intra‐artikular.

Steroid sistemik juga dapat digunakan untuk gout akut. Pada beberapa pasien, misalnya
yang mengalami serangan yang berata atau poliartikular atau pasien dengan penyakit
ginjal atau gagal jantung yang tidak dapat menggunakan NSAID dan kolkisin, dapat
diberi prednisolon awal 20‐40 mg/hari. Obat ini memerlukan 12 jam untuk dapat
bekerja dandurasi terapi yang dianjurkan adalah 1‐3 minggu. Alternatif lain,
metilprednisolon intravena 50‐150 mg/hari atau triamsinolon intramuskular 40‐100
mg/hari dan diturunkan (tapering) dalam 5 hari.

Penatalaksanaan gout kronik


Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting untuk mencegah
terjadinya serangan akut gout, gout tophaceous kronik, keterlibatan ginjal dan
pembentukan batu asam urat. Kapan mulai diberikan obat penurun kadar asam urat

22
masih kontroversi. Serangan awal gout biasanya jarang dan sembuh dengan sendirinya,
terapi jangka panjang seringkali tidak diindikasikan. Beberapa menganjurkan terapi
mulai diberikan hanya jika pasien mengalami lebih dari 4 kali serangan dalam setahun,
sedangkan ahli lainnya menganjurkan untuk memulai terapi pada pasien yang mengalami
serangan sekali dalam setahun. Pendapat para ahli mendukung pemberian terapi
hipourisemik jangka panjang pada pasien yang mengalami serangan gout lebih dari dua
kali dalam setahun. Para ahli juga menyarankan obat penurun asam urat sebaiknya tidak
diberikan selama serangan akut. Pemberian obat jangka panjang juga tidak dianjurkan
untuk hiperurisemia asimptomatis, atau untuk melindungi fungsi ginjal atau resiko
kardiovaskular pada pasien asimptomatis

Allopurinol
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain mengontrol
gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam
urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 60‐
70% obat ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu
paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 12‐30 jam pada pasien dengan
fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal bersama dengan
allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke dua.

Dosis
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi 300
mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan dosis 100 mg/hari dan
dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan umumnya 100‐=600 mg/hari dan
dosis 300 mg/hari menurunkan urat serum menjadi normal pada 85% pasien. Respon
terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam serum pada 2 hari
setelah terapi dimulai dan maksimum setelah 7‐10 hari. Kadar urat dalam serum harus
dicek setelah 2‐3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar urat.
Allopurinol dapat memperpanjang durasi serangan akut atau mengakibatkan serangan
lain sehingga allopurinol hanya diberikan jika serangan akut telah mereda terlebih
dahulu. Resiko induksi serangan akut dapat dikurangi dengan pemberian bersama
NSAID atau kolkisin (1,5 mg/hari) untuk 3 bulan pertama sebagai terapi kronik.

23
Efek samping
Efek samping dijumpai pada 3‐5% pasien sebagai reaksi alergi/hipersensitivitas. Sindrom
toksisitas allopurinol termasuk ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis
dan kematian. Sindrom ini lebih banyak dijumpai pada pasien lanjut usia dengan
insufisiensi ginjal dan pada pasien yang juga menggunakan diuretik tiazid. Erupsi kulit
adalah efek samping yang paling sering, lainnya adalah hepatotoksik, nefritis interstisial
akut dan demam. Reaksi alergi ini akan reda jika obat dihentikan. Jika terapi
dilanjutkan, dapat terjadi dermatitis eksfoliatif berat, abnormalitas hematologi,
hepatomegali, jaundice, nekrosis hepatik dan kerusakan ginjal. Banyak pasien dengan
reaksi yang berat mengalami penurunan fungsi ginjal jika dosis allopurinol terlalu tinggi.
Sindrom biasanya muncul dalam 2 bulan pertama terapi, tapi bisa juga setelah itu. Pasien
dengan hipersensitivitas minor dapat diberikan terapi desensitisasi di mana dosis
allopurinol ditingkatkan secara bertahap dalam 3‐4 minggu. Allopurinol biasanya
ditoleransi dengan baik, Efek samping yang terjadi pada 2% pasien biasanya disebabkan
karena dosis yang tidak tepat terutama pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal. Fungsi
ginjal harus dicek sebelum terapi allopurinol mulai diberikan dan dosis disesuaikan.

Sitotoksisitas
Allopurinol meningkatkan toksisitas beberapa obat sitotoksik yang dimetabolisme xantin
oksidase. Dosis obat sitotoksis (misalnya azatioprin) harus diturunkan jika digunakan
bersama dengan allopurinol. Allopurinol juga meningkatkan toksisitas siklofosfamid
terhadap sumsum tulang.

Obat urikosurik
Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam urat dapat
diterapi dengan obay urikosurik. Urikoirik seperti probenesid (500 mg‐1g 2kali/hari) dan
sulfinpirazon (100 mg 3‐4 kali/hari) merupakan alternative allopurinol, terutama untuk
pasien yang tidak tahan terhadap allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien
dengan nefropati urat dan yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak
efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20‐30 mL/menit).
Sekitar 5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami munal, nyeri
ulu hati, kembung atau konstipasi. Ruam pruritis ringan, demam dan gangguan ginjal
juga dapat terjadi Salah satu kekurangan obat ini adalah ketidakefektifannya yang

24
disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, penggunaan
salisilat dosis rendah secara bersamaan atau insufisiensi ginjal.

Benzbromarone
Benzbromarone adalah obat urikosurik yang digunakan dengan dosis 100 mg/hari untuk
pasien dengan penurunan fungsi ginjal moderat yang tidak dapat menggunakan urikourik
lain atau allopurinol karena hipersensitif. Penggunaannya harus dimonitor ketat karena
diakitkan dengan kejadian hepatotoksik berat.

Febuxostat
Obat ini sedang dalam tahap pengembangan clinical trial fase III. Studi awal
menunjukkan bahwa febuxostat ditoleransi baik oleh pasien gout samapi 4 minggu.
Febuxostatadalah non‐purin xantin oxidase inhibitor yang dikembangakn untuk
mengatasi hiperurisemia pada gout.

7.6.Menjelaskan komplikasi dan prognosis Hiperurisemia!


a. Kencing batu Kadar asam urat yang tinggi di dalam darah akan mengendap di ginjal
dan saluran perkencingan, berupa kristal dan batu.
b. Merusak ginjal Kadar asam urat yang tinggi akan mengendap di ginjal sehingga
merusak ginjal. c. Penyakit jantung Dalam kasus penyakit jantung koroner, asam
urat menyerang endotel lapisan bagian paling dalam pembuluh darah besar. Jika
endotel mengalami disfungsi atau rusak, akan menyebabkan penyakit jantung
koroner.
c. Stroke Asam urat bisa menumpuk di pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah tidak lancar dan meningkatkan resiko penyakit stroke.
d. Merusak saraf Jika tumpukan monosodium urat terletak dekat dengan saraf maka
bisa mengganggu fungsi saraf.
e. Peradangan tulang Jika asam urat menumpuk di persendian, lama-lama akan
membentuk tofus yang menyebabkan artrhitis gout akut, sakit rematik atau
peradangan sendi bahkan bisa sampai terjadi kepincangan. (Vitahealth,2005 dan
Kertia,2009).

25
Sedangkan prognosis dari Hiperurisemia yaitu dapat membaik jika diberikan obat dan
obat yang berikan dikonsumsi secara teratur. Sedangkan pada kasus Hiperurisemia yang
tidak diobati nantinya daat berdampak buruk bagi tubuh pasien yang menderita.

26
BAB VIII

PENUTUP
8.1 Kesimpulan

Dari hasil tersebut Pasien wanita telah mendapat diagnosis pasti yaitu
hiperurisemia. Hiperurisemia Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi
peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia ini bisa saja
asimptomatik atau tanpa gejala. Apabila keadaan hiperurisemia ini berkepanjangan
dapat menyebabkan gout atau artritis pirai, namun tidak semua hiperurisemia akan
menimbulkan kelainan patologi berupa gout. Gout atau artritis pirai merupakan
penyakit yang diakibatkan oleh deposisi kristal monosodium urat pada sendi atau
jaringan lunak. Pentalaksanaan pada serangan akut diberikan NSAID, kolkisin, dan
steroid. Sedangkan pada kasus serangan kronik deiberikan allopurinol dan obat
urikosurik. Komplikasi pasien hiperurisemi diantranaya dapat menyebabkan stroke,
merusak saraf, peradangan tulang,kencing batu dan dapat menyebabkan kerusakan
ginjal. Prognosis penyakit ini baik jika diobati, akan tetapi sebaliknya jika tidak
diobati dapat menimbulkan komplikasi yang lebih parah.
8.2 Saran
Sebagai praktisi kesehatan kita harus lebih teliti dalam mendiagnosa pasien
dan memberikan tatalaksana yang sesuai dan tepat kepada pasien. Sebelum
mendiagnosis seseorang, seorang praktisi kesehatan harus melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dan juga bagi para dokter yang kelak bekerja di masyarakat agar dapat mengetahui
seluk beluk dari penyakit hiperurisemia yang pada akhirnya dapat memberikan
pelayanan yang terbaik apabila menemukan pasien yang menderita penyakit ini pada
khususnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Junaidi, Iskandar, 2006; Stroke A-Z, PT Buana Ilmu Popular, Jakarta
Lamb E, Newman JD and Price PC, ‘Kidney Function Test’ in Tietz Textbook of
Clinical Chemistry and Molecular Diagnostic, eds. Burtis C, Ashwood RE and Bruns
ED, fourth edition, Elseiver Saunders, 2006,p803-5.
Lingga, Lanny. (2012). Sehat dan Sembuh Dengan Lemak. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo.

Nafrialdi ; Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen


Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Price, Sylvia A. & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta)
Putra, Tjokorda Raka. 2007. Hubungan Konsumsi Purin dengan Hiperurisemia pada
Suku Bali di Daerah Pariwisata Pedesaan. J Peny Dalam, Vol.8 No.1

Raka Putra, Tjokorda. 2009. Hiperurisemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5
Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Sacher RA. Tinjauan klinis Hasil Pem. Lab. Ed.11. 2004. EGC ; Jakarta
Signh V, Gomez VV, Swamy SG, ’Approach to a Case of Hyperuricemia’, in Indian J
Aerospace Med, 2010, vol 54(1), p 40-5.
Soeroso J & Algristian H. 2011. Asam Urat. Jakarta: Penebar Plus.
Spieker EL, Ruschitzka TF, Lűscher FT dan Noll G,‘The management of Hyperuricemia
and Gout in Patient with Heart Failure’, The European Journal of Heart Failure,
2002(2), p 403 – 410.
Vitahealth, 2006. Asam Urat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Zhao Y, Yang X, Lu W, Liao H dan Liao F, ‘Uricase Based Methods for in
Determination of Uric Acid in Serum’, 2009 Microcim Acta, 164:1-6.

28

Anda mungkin juga menyukai