Anda di halaman 1dari 2

Hikayat Malim Deman, Cerita Rakyat Sumatra Barat

Hikayat Malim Deman. Syahdan hiduplah seorang pemuda yatim pada zaman dahulu. Malim
Deman namanya. Ia pemuda yang rajin lagi giat bekerja. Setiap hari ia mengerjakan sawah dan
ladang milik ibunya yang berada di pinggir hutan. Ia bekerja membantu pamannya.

Di sekitar sawah milik ibu Malim Deman itu tinggalah seorang janda. Mandeh Rubiah namanya.
Malim Deman sangat akrab dengan janda tua itu. Bahkan, Mandeh Rubiah telah menganggap
Malim Deman sebagai anaknya sendiri. Mandeh Rubiah kerap mengirimkan makanan kepada
Malim Deman ketika Malim Deman tengah menjaga tanaman paginya pada malam hari.

Pada suatu malam Malim Deman kembali menjaga tanaman padinya. Ia hanya seorang diri.
Mendadak ia merasa sangat haus. Malim Deman segera ke pondok Mandeh Rubiah untuk meminta
air minum. Belum juga Malim Deman tiba di pondok Mandeh Rubiah, Malim Deman mendengar
suara beberapa perempuan di belakang pondok Mandeh Rubiah. Dengan berjalan berjingkat-
jingkat, Malim Deman segera menuju sumber suara yang sangat mencurigakan tersebut.

Terperanjatlah Malim Deman ketika melihat tujuh bidadari tengah mandi di kolam yang terletak
di belakang pondok Mandeh Rubiah. Malim Deman sangat terpesona melihat kecantikan tujuh
bidadari itu ketika wajah mereka terkena sinar rembulan yang tengah purnama. Ia juga melihat
tujuh selendang tergeletak di dekat kolam itu. Malim Deman menerka, tujuh selendang itu
digunakan para bidadari untuk terbang dari Kahyangan ke kolam itu. Maka, dengan berjalan
mengendap-endap ia mendekati tujuh selendang itu dan mengambil salah satu selendang. Segera
disembunyikannya selendang itu dan ia kembali mengintip tujuh bidadari yang tetap mandi
tersebut.

Menjelang waktu pagi datang, tujuh bidadari itu berniat pulang kembali ke Kahyangan. Salah satu
bidadari, yakni bidadari bungsu, tidak dapat menemukan selendangnya. Enam kakaknya telah
berusaha turut mencari, namun selendang Si Bungsu itu tetap tidak ditemukan. Ketika waktu pagi
hari hampir tiba, enam bidadari itu terpaksa meninggalkan adik bungsu mereka. Keenamnya
menggunakan selendang mereka untuk terbang kembali ke Kahyangan.

Sepeninggal kakak-kakaknya, Si Bungsu menangis. Ia ketakutan untuk tinggal di bumi. Malim


lantas mendekati dan menghibur Si Bidadari bungsu. Malim Deman kemudian mengajak bidadari
itu ke rumah Mandeh Rabiah. Dengan hati gembira Mande Rabiah menerima bidadari bernama
Putri Bungsu itu dan mengakui sebagai anak.

Malim Deman kembali ke rumahnya setelah mengantarkan bidadari bernama Putri Bungsu itu ke
rumah Mande Rabiah.
Sesampai di rumah, Malim Deman menceritakan kejadian yang dialaminya kepada bundonya.
Dijelaskannya pula adanya bidadari yang tinggal bersama Mandeh Rabiah. Malim Deman lalu
memberikan selendang bidadari itu kepada ibunya dan meminta ibunya untuk menyimpan
selendang tersebut.

Sejak saat itu Malim Deman kian rajin berkunjung ke rumah Mandeh Rabiah untuk bertemu
dengan Putri Bungsu. Malim Deman dan Putri Bungsu tampaknya saling mencintai. Keduanya
lantas menikah. Tak berapa lama kemudian mereka telah dikaruniai seorang anak lelaki. Malim
Deman memberi nama Sutan Duano untuk nama anak lelakinya itu.

Putri Bungsu semula sangat berbahagia bersuamikan Malim Deman. Namun, sejak Sutan Duano
lahir, perangai Malim Deman berubah. Malim Deman menjadi malas bekerja di sawah dan ladang,
Malim Deman malah lebih banyak menghabiskan waktunya di arena perjudian. Ia juga senang
menyabung ayam dengan taruhan. Begitu senangnya ia untuk berjudi dan menyabung ayam
kadang hinga berhari-hari ia tidak pulang.

Putri Bungsu menjadi sedih dan kerap menangis endiri. Kerinduannya untuk pulang kembali ke
Kahyangan pun kian membesar. Hingga suatu hari ia menemukan selendangnya yang
disembunyikan mertuanya. Ia pun berpura-pura hendak menjemur selendangnya itu. Seketika ia
membawa selendangnya, ia pun menemui Bujang Selamat, pengawal Malim Deman. Katanya,
“Sampaikan pada Malim Deman, aku akan kembali ke Kahyangan dengan membawa Sutan
Duano.”

Bujang Selamat segera mencari Malim Deman. Setelah bertemu, diceritakanlah pesan istri Malim
Deman itu.

Malim Deman buru-buru pulang ke rumahnya. Terlambat baginya. Sesampai di rumah, istri dan
anaknya tidak diketemukannya. Istrinya telah kembali ke Kahyangan dengan membawa serta anak
lelakinya. Malim Deman hanya dapat menyesali kepergian istri dan anaknya itu. Benar-benar ia
sangat menyesal. Namun, penyesalannya hanya tinggal penyesalan semata-mata, ia telah
kehilangan keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai