PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan asuhan keperawatan pasien dengan sindrom nefrotik
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi sindrom nefrotik
b. Mengetahui fisologi sindrom nefrotik
c. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi sindrom nefrotik
d. Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
e. Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan pada sindrom nefrotik
g. Menggambarkan asuhan keperawatan pasien tentang pengkajian, analisa
data, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses/ hasil pada
pasien dengan sindrom nefrotik
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan
protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).
B. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-
antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
5. Lipid uria.
D. Klasifikasi
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila
dilihat dengan mikroskop cahaya.
E. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini
disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang
sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein
dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran
albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
(Husein A Latas, 2002 : 383).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan
konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor
volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic
yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air
yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid,
dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak
yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat
menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
2. Penatalaksanaan Medis
a. Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga
dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis
umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi
meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters
mellitus, konvulsi dan hipertensi. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi
dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan
spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk
obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
b. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen
dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus
plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
c. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
G. Komplikasi
1. Malnutrisi
Hipoalbuminemia yang berat dan berlangsung lama dapat menyebabkan keadaan
malnutrisi dan memperburuk keadaan umum penderia.
2. Infeksi sekunder
Setiap penderita sindrom nefrotik sangat peka terhadap infeksi sekunder renal
maupun ekstra renal. Kepekaan terhadap infeksi ini berhubungan dengan gangguan
mekanisme pertahanan tubuh yaitu penurunan globulin gama serum.
3. Fenomen tromboemboli.
Sindrom nefrotik mempunyai sifat hiperkoagulasi dan dapat menimbulkan
tromboemboli pada pembulu darah arteri maupun vena misalnya trombosis vena
renalis.
4. Penyakit jantung iskemik
Hiperlipidemia ( kenaikan serum kolesterol total ) yang berlangsung lama dan tidak
terkontrol mungkin mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah koroner,
aorta dan arteria reanalis.
5. Gagal ginjal akut
Adanya kerusakan pada glomerulo mengakibatkan adanya penurunan faal ginjal,
mekanisme penurunan faal ini tidak diketahui secara pasti namun mungkin
berhubungan dengan factor non renal.
H. Pemeriksaan penunjang
1. BJ urine meninggi
2. Hipoalbuminemia
3. Kadar urine normal
4. Anemia defisiensi besi
5. LED meninggi
6. Kalsium dalam darah sering merendah
7. Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.
8. Biopsy ginjal
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made
Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.
Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta:
EGC.