Anda di halaman 1dari 19

SINERGITAS PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAM BAGI PEKERJA MIGRAN

INDONESIA YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI

(Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah HAM


Program Pascasarjana Bidang Hukum Litigasi)

Oleh :

NAMA : Rosdayana Khairuummah


NPM : 19/448183/PHK/10692
KELAS : Hukum Litigasi

MAGISTER ILMU HUKUM


UNIVERSITAS GADJAH MADA
KAMPUS JAKARTA
2019
2

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 2
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... 2
ABSTRAK...................................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 6
C. Pembahasan ....................................................................................................................... 6
D. Kesimpulan ...................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 19

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Konvensi Internasional………………….................................................................. 10
Tabel 1.2 Jumlah Pekerja Migran yang Tersandung Kasus Hukum......................................... 12
Tabel 1.3 Rekomendasi PBB………......................................................................................... 13
3

SINERGITAS PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAM BAGI PEKERJA MIGRAN


INDONESIA YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI
Oleh: Rosdayana Khairuummah
19/448183/PHK/10692
Magister Hukum Litigasi
Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK
Besarnya Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri mempunyai sisi positif, yaitu
mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri. Tetapi hal tersebut juga mempunyai sisi negatif,
yaitu berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi yang mengancam hak-
hak asasi terhadap pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri seiring dengan jumlah
pekerja migran Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, permasalahan yang timbul
dari pekerja migran pun semakin banyak dan beragam antara lain kurangnya perlindungan hak asasi
manusia, perlindungan hukum dan kurangnya sinergitas instrumen peraturan negara pengirim
maupun negara penerima yang mencakup mengenai perlindungan hukum dan ham bagi pekerja
migran indonesia secara maksimal. Adapun pengaturan hak pekerja migran telah banyak diatur baik
dalam hukum internasional maupun hukum nasional. Namun pada prakteknya seringkali negara
pengirim dan penerima mengabaikan hak pekerja migran baik dari standar-standar pemenuhan
keterampilan maupun hak asasi manusia sehingga diperlukan bagi pemangku kebijakan
implementasi menyeluruh terhadap standar-standar minimum internasional serta pemenuhan nilai-
nilai hak asasi manusia. Adapun instrument hukum yang menaungi buruh/ pekerja migrant terdapat
pada UU No. 18 Tahun 2017 serta dalam konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi
oleh Indonesia, namun dengan semua itu belum menjamin terciptanya sinergitas perlindungan
hukum dan ham bagi para pekerja migrant Indonesia yang bekerja diluar negeri.
4

A. Latar Belakang
Persoalan ketenagakerjaan hingga dewasa ini masih menjadi permasalahan yang cukup besar
bagi bangsa Indonesia bahkan bisa dikatakan telah mencapai pada tahap krisis ketenagakerjaan.
Lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia tidak dapat menyesuaikan dengan jumlah sumber daya
manusia yang ada di Negara Indonesia sendiri, disebabkan oleh hal tersebut maka banyak tenaga
kerja di Indonesia yang pada akhirnya memilih untuk mengadu nasib untuk bekerja diluar negeri,
selain dari lapangan pekerjaan yang tidak memadai, faktor kemiskinan dan ketidakmampuan untuk
mendapatkan nafkah yang cukup merupakan alasan utama di balik perpindahan pencari kerja dari
satu Negara ke negara lain. Hal ini tidak hanya merupakan suatu karakteristik migrasi dari Negara
miskin ke negara kaya, kemiskinan juga merupakan penyebab perpindahan dari satu Negara
berkembang ke Negara berkembang lainnya yang mempunyai prospek pekerjaan lebih baik.1
Berdasarkan data Depnakertrans RI menunjukkan rata-rata 400 ribu pekerja migran setiap
tahun dikirim ke berbagai Negara kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah. Dalam 10 tahun
terakhir, dengan presentase jumlah pekerja migran perempuan mencapai 72 persen dari jumlah
pekerja migran laki-laki.2 Setiap tahunnya ratusan ribu tenaga kerja Indonesia berangkat keluar
negeri untuk penghasilan yang lebih baik, pada tahun 2014 saja terdapat sekitar 429.8723 Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) yang berangkat kerja keluar negeri. Secara keseluruhan jumlah TKI yang
masih bekerja diluar negeri tercatat sekitar 3.944.010 orang.4 Sementara itu, Negara Indonesia juga
adalah salah satu Negara penyumbang pekerja migran terbesar di Asia. Jumlah pekerja migran
Indonesia (PMI) tiap tahun mengalami peningkatan dan presentase pekerja perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki, yaitu mencapai 60,48% pada 2015. Ekonomi keluarga menjadi
salah satu faktor yang mendorong PMI untuk bermigrasi. Namun, pekerja migran harus
menghadapi berbagai kesulitan. Mereka rentan mengalami eksploitasi, perdagangan manusia,
pelanggaran hak-hak dasar, dan terjerat masalah hukum. Salah satu faktor yang menyebabkan
kerentanan pekerja migran adalah lemahnya Undang-Undang Perlindungan TKI No. 39 Tahun
2004 yang memberikan perhatian lebih pada proses penempatan daripada mekanisme
perlindungan pekerja migran.5 Dalam hal ini pemerintah juga belum menjalankan seluruh perintah
UU Nomor 39 Tahun 2004 untuk membuat peraturan pelaksanaan dengan tidak mengeluarkan
satupun Peraturan Pemerintah (PP), oleh Karena itu dari sisi pelaksanaan dan penegakan hukum

1
Retno Kusniati, Perlindungan Hukum Dalam Upaya Pemenuhan Ham Buruh Migran, Volume: 11 Nomor 1, Januari
- Juni 2009, hlm. 47 .
2
Ibid, hlm. 1-2.
3
BNP2TKI, Available at: http://www.bnp2tki.go.id, diakses pada tanggal 25 Oktober 2019.
4
Retno Kusniati, Perlindungan Hukum Dalam Upaya……, hlm. 47
5
The SMERU Research Institute, Laporan Tematik Studi Midline MAMPU Tema 3: Akses Perempuan Buruh Migran
Luar Negeri terhadap Layanan Perlindungan, Mei 2019.
5

yang diatur undang-undang untuk melindungi segenap hak bagi pekerja migran Indonesia yang
masih belum efektif untuk menjamin hak serta sebagai solusi bagi pekerja migran yang tersandung
masalah hukum diluar negeri.
Menurut data BNP2TKI pada tahun 2017 terdapat sekitar 5 – 15% dari 200 – 400 ribu orang
TKI bermasalah yang pulang ke Indonesia setiap tahunnya. Masalah-masalah tersebut diantaranya
berkaitan dengan legalitas keberangkatan, menjadi korban tindakan kekerasan/ konflik dengan
majikan berupa kekerasan fisik, penganiayaan seksual, masalah gaji yang tidak dibayar dan
sebagainya. Data TKI yang dipulangkan selama tahun 2014 dari Arab Saudi sebanyak 20.379
orang, sedangkan dari Malaysia sebanyak 26.428 orang disusul dari negara Korea Selatan sebesar
4.000 orang.6 Menurut Program Manager Union Migrant Indonesia (UNIMIG), Yusherina
Gusman, ada tercatat 871 kasus hingga Februari 2013 yang melibatkan TKI. Kasus itu terdiri dari
pembunuhan, penculikan, dan pemerkosaan. Berdasarkan data UNIMIG, organisasi yang fokus
pada perlindungan TKI mengungkapkan, total pekerja dari negara ASEAN sebanyak 492.444 pada
Februari 2014. Untuk Indonesia, pekerja informal sebanyak 160.104 meliputi pekerja rumah
tangga, pengurus anak dan lain-lain. Sebanyak 56.047 merupakan pekerja formal seperti buruh
pabrik, dengan presentase sekitar 26% tenaga kerja formal memiliki perlindungan hukum jelas
meliputi Labour Standar Act dan The Labour Safety and Health Act. Sedangkan sisanya sebanyak
76% pegawai informal itu tidak mendapatkan kedua perlindungan hukum itu. Seperti contoh kasus
pekerja migran asal indonesia yaitu tuti tursilawati, pekerja migran asal Indonesia tersebut bekerja
di negara Arab Saudi sebagai penjaga lansia pada sebuah keluarga di kota Thaif, dan kemudian
tersangkut kasus hukum atas tuduhan membunuh ayah majikannya, setelah membunuh
majikannya, tuti kemudian kabur ke mekkah dengan membawa perhiasan dan uang 31.500 riyal
Arab Saudi milik majikannya, namun dalam perjalanan ke kota mekkah tuti kemudian diperkosa
oleh 9 orang pemuda arab yang tak dikenalnya, setelahnya Pemuda yang memperkosa tuti telah
ditangkap dan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku di Arab Saudi, setelah itu tuti
ditangkap kepolisian arab pada 12 mei 2010, dan setelahnya tuti mendapatkan vonis hukuman
mati. Negara Arab Saudi dengan ini kembali mengeksekusi mati seorang WNI. Hukuman mati ini
dilakukan tanpa pemberitahuan atau notifikasi pada perwakilan Republik Indonesia.7
Hal ini membuktikan bahwa masih banyaknya persoalan hukum serta kurangnya perhatian
terhadap perlindungan HAM yang dialami oleh pekerja migran yang bekerja di luar negeri dan

6
Aulia Natasya Irfani Ampri, Bombardir Masuknya Tenaga Kerja Asing: Apakah kita siap?
http://bemfeui.com/offical/bombardir-masuknya-tenaga-kerja-asing-ke-indonesia-apakahkita-siap/, diakses pada
tanggal 25 Oktober 2019.
7
Achmad Dwi Afriyadi, https://www.liputan6.com/bisnis/read/2043547/tki-perlu-pembekalan-pengetahuan-hukum-
di-taiwan, diakses pada tanggal 25 Oktober 2019.
6

membutuhkan perhatian secara seksama terutama mengenai perlindungan ataupun bantuan hukum
serta sinergitas nya dengan oerhatian terhadap perlindungan HAM yang diberikan kepada pekerja
migran asal Indonesia yang berkonflik hukum di luar negeri, sementara itu perlindungan hukum
itu sendiri adalah campur tangan pemerintah dalam melaksanakan perlindungan pekerja migran
Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan perlindungan pekerja migran Indonesia dan
memberikan hak-hak bagi pekerja migran Indonesia sebagai manusia yang utuh baik menyangkut
keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, permasalahan yang diajukan peneliti adalah
bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri ?

C. Pembahasan
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan sesuatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini
dilakukan secara terukur, ditentukan keluasaan dan kedalamannya. Kekuasaan inilah yang disebut
sebagai hak. Suatu kepentingan merupakan sasaran dari hak, bukan hanya karena ia dilindungi
oleh hukum, tetapi juga karena ada pengakuan terhadapnya. Hak tidak bisa hanya mengandung
unsur perlindungan dan kepentingan melainkan juga kehendak.8
Perlindungan hukum merupakan bagian spesifik dari arti perlindungan secarara luas.
Adapun yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah perlindungan terhadap harkat dan
martabat, serta pengakuan terhadap HAM yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan
hukum dari kesewenang-wenangan. Selain itu perlindungan hukum juga dapat berarti berbagai
upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik
secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.
Perlindungan hukum dapat pula merupakan kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat
melindungi suatu hal dari hal lainnya.9 Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan
Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak
yang diberikan oleh hukum.10 Menurut pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan

8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 54.
9
Umu Hilmy, Urgensi Perubahan UU Nomor: 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja
Indonesia di Luar Negeri, RDP antara Pakar dengan Panja Pekerja Indonesia Komisi IX tanggal 16 Desember 2010,
hlm. 8-9.
10
Ibid, hlm. 54.
7

hukum berarti menegakkan hukum serta hak asasi manusia pada setiap orang tanpa terkecuali,
yang berarti manusia berhak atas perlindungan setiap hak asasi nya dan hukum dalam hal ini
sebagai instrumen untuk melindungi daripada hak asasi itu sendiri, dalam hal ini buruh migran
Indonesia yang bekerja di luar negeri pun wajib untuk mendapatkan perlindungan serta
pengayoman hak asasi nya dimanapun mereka berada, dan ini dapat diwujudkan salah satunya
yaitu dengan memberikan buruh migran tersebut hak perlindungan hukum.
Adapun migrasi perburuhan adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
pergerakan atau migrasi yang dilakukan oleh orang-orang, dari sebuah tempat ke tempat lain,
dengan tujuan bekerja atau menemukan pekerjaan. Ketika mereka melakukan hal tersebut,
umumnya mereka diklasifikasikan sebagai pekerja migran. Migrasi perburuhan mencakup
berbagai jenis pekerja migran, mulai dari pekerja kontrak yang kurang terampil sampai migran
yang semi-terampil dan migran yang sangat terampil. Dalam konteks migrasi perburuhan,
umumnya negara-negara tempat migran-migran tersebut berasal disebut sebagai “negara
pengirim” dan negara-negara yang mereka tuju disebut sebagai negara tujuan atau negara tuan
rumah.11
Pekerja migran mengacu kepada Konvensi ILO Buruh Migran Nomor 97 tahun 1949 Pasal
11 menjelaskan didalam konvensi ini istilah tenaga kerja migran (migrant for employment) berarti
orang-orang yang bermigrasi (pindah) dari satu negara ke negara lain dengan maksud untuk
dipekerjakan (bukan untuk berwiraswasta). Pengertian istilah ini meliputi siapa saja yang secara
teratur diterima sebagai tenaga kerja migran.
Menurut Konvensi Buruh Migran 1990 Pasal 2 ayat (1) “buruh migran mengacu pada
seseorang yang akan, tengah atau telah melakukan pekerjaan yang dibayar dalam suatu Negara di
mana ia bukan menjadi warganegara”. Sedangkan Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2017
tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Pasal 1 ayat (2) “Pekerja Migran Indonesia adalah
setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan
menerima upah di luar wiiayah Republik Indonesia”
Adapun Salah satu penyebab dari kompleksitas permasalahan yang dihadapi Pekerja Migran
adalah seperti minimnya perlindungan dan pemenuhan atas hak asasi maupun hak-hak mereka
beserta anggota keluarganya dari hampir seluruh pihak terkait. Disaat yang bersamaan,
permasalahan juga terjadi karena buruh migrant sendiri secara sadar atau tidak sadar sangat kurang
memahami permasalahan hukum dan HAM yang sebenarnya sangat penting untuk melindungi diri
mereka sendiri selama bermigrasi. Kelemahan ini juga ditemukan pada anggota keluarga yang

11
Lalu Hadi Adha, Urgensi Ratifikasi Konvensi Internasional Tahun 1990 tentang Buruh Migran dan Keluarganya.
Mataram: Fakultas Hukum Universitas Mataram, hlm. 315.
8

ditinggalkan. Hak-hak yang dimaksud meliputi: hak atas informasi yang benar, hak atas kebebasan
untuk bersosialisasi, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan kesehatan, hak
untuk mendapatkan jaminan sosial, hak untuk hidup layak, hak untuk menjalankan ibadah, hak
untuk mendapatkan upah yang layak, hak untuk bekerja sesuai dengan standar jam kerja, dan
lainnya.12
Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi pekerja
migran memerlukan penanganan yang tepat dalam nuansa penegakan hukum serta perlindungan
hukum dan HAM. Sebagai subyek hukum internasional, perlindungan, pemajuan, pemenuhan, dan
penegakan hak asasi buruh migran menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara. Mandat
tersebut termaktub dalam perundang-undangan dan konvensi internasional.13 Dalam hal
membahas sinergitas penegakan HAM serta perlindungan hukum bagi pekerja migran yang
bekerja di luar negeri, tentunya harus membahas pula bagaimana regulasi serta hak-hak apa saja
yang dimiliki oleh pekerja migran asal Indonesia yang bekerja diluar negeri, apa saja perlindungan
hukum yang mereka dapatkan ketika bekerja di luar negeri, apa saja hak yang harus mereka
dapatkan ketika bekerja di luar negeri, dan sebagainya. Membahas mengenai peraturan yang
mencakup mengenai perlindungan hukum dan HAM bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja
di luar negeri, maka Indonesia mempunyai instrument hukum tersendiri yang khusus mengatur
terkait pekerja migran selain itu Indonesia pula meratifikasi konvensi internasional terkait pekerja
migran yang kemudian konvensi tersebut menjadi dasar hukum serta acuan bagi negara Indonesia
dalam mensinergiskan antara perlindungan hukum dan ham bagi pekerja migran Indonesia yang
bekerja di luar negeri.
Dalam hukum nasional yang mengatur tentang pekerja migran, Indonesia telah melakukan
reformasi perundang-undangan terkait pekerja migran yang sebelumnya diatur dalam Undang-
undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Di Luar Negeri, namun karena banyaknya kekurangan dalam undang-undang ini maka pemerintah
meninjau ulang terkait keadaan saat ini dan bagaimana peraturan yang berlaku untuk pekerja
migran Indonesia, maka pada tahun 2017 pemerintah resmi mengeluarkan Undang-undang Nomor
18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk menggantikan undang-
undang terkait pekerja migran yang sebelumnya dianggap kurang memadai dan perlu dilakukan
pengubahan. Namun pada realitanya undang-undang pembaharu ini walaupun mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan undang-undang sebelumnya, seperti definisi pekerja migran serta anggota
keluarga telah mencakup definisi yang sama dan disesuaikan dengan konvensi ILO PBB tahun

12
Retno Kusniati, Perlindungan Hukum Dalam Upaya.…, hlm. 6.
13
Lalu Hadi, Urgensi Ratifikasi Konvensi Internasional…., hlm. 318.
9

1990 serta Konvensi PBB 1990 yang telah masuk dalam konsideran undang-undang sehingga
pengakuan hak-hak buruh migran jadi lebih banyak, salah satunya adalah kebebasan berserikat
dan perlindungan sosial, ekonomi dan hukum.
Namun di sisi lain juga masih banyak tidak mencakup hal-hal krusial bagi perlindungan
hukum dan ham bagi buruh migrant Indonesia yang bekerja diluar negeri, seperti pengaturan dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 mengenai asuransi buruh migrant Indonesia yang sudah
diganti menjadi BPJS Ketenagakerjaan namun namun jaminan sosial bagi pekerja migran yang
ditanggung oleh BPJS belum mencakup resiko yang mungkin akan dialami oleh pekerja migran
yaitu PHK sepihak dan gaji tidak dibayar, selain itu juga pengaturan mengenai sanksi pidana
meskipun telah mengatur tidak hanya untuk orang peorangan tetapi juga pejabat publik. Namun
sanksi pidana yang ada belum mencantumkan hukuman minimal tapi lebih kepada hukuman
masksimal, sehingga penjatuhan sanksi tergantung pada subyektifitas hukum dalam memberikan
keputusan.
Perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia, tidak cukup hanya menggunakan
peraturan perundang-undangan atau hukum nasional saja karena ruang kerja tenaga kerja
Indonesia berada di luar negeri. Sehingga pemerintah perlu meratifikasi konvensi internasional
terkait perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia sehingga dapat melakukan perlindungan
secara maksimal. Indonesia telah banyak meratifikan konvensi dan aturan internasional. Adapun
rincian konvensi internasional yang telah di ratifikasi oleh negara Indonesia dalam rangka
memberikan perlindungan hukum dan ham bagi buruh migrant Indonesia yang bekerja di luar
negeri adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Konvensi Internasional
NO. KONVENSI YANG DIRATIFIKASI
1. Konvensi ILO No. 29: Mengenai Kerja Paksa Tahun 1930, diberlakukan tahun 1932,
diratifikasi tahun 1950
2. Konvensi ILO No.87: Mengenai Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan Hak untuk Berorganisasi Tahun 1948, diratifikasi tahun 1998
3. Konvensi ILO No.98: Mengenai Hak untuk Berorganisasi dan Hak Untuk Berunding
Tahun 1949, diratifikasi tahun 1957
4. Konvensi ILO No.100: Mengenai Kesamaan Pengupahan Tahun 1951, diratifikasi
tahun 1957
10

5. Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran


dan Anggota Keluarganya Tahun 1990, diberlakukan tahun 2003 diratifikasi tahun
2012
6. Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir Tahun 2000
diratifikasi tahun 2009
7. Konvensi ILO No.105: Mengenai Kerja Paksa Tahun 1957, diratifikasi tahun 1999
8. Konvensi ILO No.111: Mengenai Diskriminasi Dalam Kerja dan Jabatan Tahun 1958,
diratifikasi tahun 1999
9. Konvensi ILO No.138: Mengenai Batas Usia Minimum Bagi Buruh yang
Diperbolehkan Bekerja Tahun 1973, diratfikasi 1999
10. Konvensi ILO No.144: Mengenai Konsultasi Tripartit (Standar Perburuhan
Internasional) Tahun 1976, diratifikasi tahun 1990
11. Konvensi ILO No.182: Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Bentuk-
Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Tahun 1999 diratifikasi Tahun 2000
12. Protokol untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum Perdagangan Manusia,
Terutama Perempuan dan Anak-Anak ("Protokol Palermo") Tahun 2000 diratifikasi
tahun 2009
Sumber: Data Sekunder, diolah pada tahun 2019.
Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional yang berhubungan dengan
pekerja migran serta telah merevisi undang-undang yang berkaitan dengan pekerja migran, tetapi
pada realitanya peraturan yang berlaku serta konvensi internasional yang menjadi payung
perlindungan hukum serta ham bagi pekerja migran sejauh ini belum dapat maksimal dalam
pelaksanaannya, terbukti dengan masih adanya masalah yang muncul terkait tidak terjaminnya
perlindungan pekerja migran yang bekerja di luar negeri, bahkan masalah pun semakin banyak
dan semakin rumit. Hal ini perlu di analisis kembali dengan amat sangat teliti. Apakah peraturan
dalam negeri tidak sesuai dengan perkembangan masalah yang muncul terkait perlindungan
pekerja migran, ataukah memang pemerintah Indonesia belum mengimplementasikan secara
maksimal semua peraturan secara nasional maupun internasional mengenai perlindungan hukum
dan HAM bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Berdasarkan riset dari Human Right Working Group (HRWG) mencatat kebijakan luar
negeri Indonesia di bidang HAM masih sebatas prosedural dan formalitas belaka. Menurut
Direktur Eksekutif HRWG, Rafendi Djamin, kebijakan yang ditelurkan pemerintah di bidang
HAM itu tidak berkontribusi terhadap proses pemajuan dan perlindungan HAM di tingkat
nasional. Sebab, sampai saat ini tidak ada upaya serius pemerintah untuk menindaklanjuti berbagai
11

rekomendasi yang disampaikan oleh mekanisme HAM internasional. Seperti


rekomendasi Universal Periodical Review (UPR) 2012 dan Komite HAM PBB 2013. Sehingga
penegakan HAM di dalam negeri terkesan hanya jalan di tempat. Selain itu pemerintah gagal
meratifikasi konvensi internasional, terutama tentang Penghilangan Paksa dan Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga (PRT). Penolakan sejumlah partai politik untuk meratifikasi konvensi
Penghilangan Paksa menunjukan rendahnya komitmen pemerintah, DPR serta partai politik untuk
melindungi pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri, sedangkan sebagian besar
pekerja migran Indonesia adalah PRT.14 Selain itu, banyaknya kasus pekerja migrant Indonesia
yang berkonflik hukum diluar negeri dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kasus hukum
yang dialami oleh pekerja migran di luar negeri, dengan contoh kasus hukum tuti tursilawati yang
di eksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi tanpa adanya notifikasi dari pemerintah Indonesia,
membuktikan bahwa pemerintah melalu representatifnya di luar negeri yaitu kedutaan besar
Indonesia, kurang memperhatikan dan mengkontrol kasus hukum yang dialami WNI yang bekerja
di luar negeri, adapun tabel yang menunjukkan jumlah pekerja migrant yang tersandung kasus
hukum di luar negeri dalam rentang waktu Tahun 2014 :
Tabel 1.2
Jumlah Pekerja Migran yang Tersandung Kasus Hukum
NO. NEGARA JUMLAH TKI BERMASALAH
1. Arab Saudi 1296
2. Malaysia 893
3. United Arab Emirates 280
4. Taiwan 277
5. Oman 155
6. Singapore 154
7. Jordan 132
8. Qatar 129
9. Syria 126
10. Hongkong 89
Sumber: Subbid Pengelolahan Data, Bidang Pengolahan dan Penyajian Data (PUSLITFO BNP2TKI), data sekunder,
diolah, 2019.
Berdasarkan jenis masalahnya, kasus terbanyak yang dilaporkan meliputi TKI ingin
dipulangkan sebanyak 311, gaji tidak dibayar 271, TKI gagal berangkat 205, overstay 193,

14
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52df6f64937f5/lima-ham-internasional-yang-belum-bisa-dipenuhi/,
diakses pada tanggal 25 Oktober 2019.
12

pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir 193, sakit 186, putus hubungan
komunikasi 129, pekerjaan tidak sesuai PK (perjanjian kerja) 110, perdagangan orang 68, TKI
tidak berdokumen 65, potongan gaji melebihi ketentuan 65, dan lain-lain 695. Terkait data TKI
yang meninggal di luar negeri, total 145 TKI meninggal dunia selama Januari-Agustus 2017.
Sebanyak 42 orang di antaranya yang bekerja di kawasan Timur Tengah serta 103 orang yang
bekerja di kawasan Asia-Pasifik dan Amerika. Rata-rata penyebab meninggal adalah TKI
mengalami sakit, kecelakaan kerja, kekerasan, dan lain sebagainya.15
Dari ratifikasi yang dilakukan pemerintah Indonesia atas konvensi-konvensi internasional
yang membahas mengenai pekerja migran, serta pengubahan undang-undang tentang pekerja
migran Indonesia yang telah di revisi pada tahun 2017 lalu, terbukti tidak sepenuhnya secara
signifikan menjamin sinergitas antara perlindungan hukum dan hak asasi manusia bagi pekerja
migran Indonesia yang bekerja diluar negeri, hal ini menjadi catatan penting dikarenakan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah terbesar untuk mengirimkan pekerja migran
Indonesia keluar negeri, dalam penjaminan hak-hak asasinya, pemerintah harus memaksimalkan
perannya dan merealisasikan setiap konvensi yang telah diratifikasi dan menjamin bahwa setiap
pekerja migran mempunyai jaminan atas hak-hak nya serta perlindungan hukum guna memastikan
pekerja tersebut akan bisa bekerja dengan baik di negara tempat pekerja tersebut bekerja tanpa
harus ketakutan atas resiko kehilangan hak-haknya baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Berikut adalah rekomendasi yang diberikan PBB untuk pekerja migrant Indonesia yang
bekerja di luar negeri:
Tabel 1.3
Rekomendasi PBB
Rekomendasi Daftar lengkap Implementasi
Konvensi tentang A12 Penerimaan norma-norma pemerintah Indonesia gagal
Pekerjaan yang layak bagi internasional meratifikasi Konvensi ILO 189
pekerja rumah tangga, E32 Hak atas kondisi kerja yang tentang Pekerja Rumah Tangga
2011 adil dan menguntungkan (Rec. A -109.9). dan gagal
S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan membahas RUU Tentang Pekerja
dan institusi yang kuat Rumah Tangga di periode 2014-
Orang yang terkena dampak: 2019
- umum
- migran

15
Mega Putra Ratya, https://news.detik.com/berita/d-3664486/beragam-aduan-tki-kekerasan-majikan-hingga-tak-
punya-ongkos-pulang, diakses 26 Oktober 2019.
13

Meratifikasi Konvensi A12 Penerimaan norma-norma Meskipun ratifikasi Konvensi


Internasional tentang internasional tentang Perlindungan Hak-Hak
Perlindungan Hak-Hak G4 Migran Semua Pekerja Migran dan
Semua Pekerja Migran dan S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan Anggota Keluarganya telah
Anggota Keluarganya dan institusi yang kuat dicapai pada 2011-2012,
(Honduras); Orang yang terkena dampak: Indonesia belum menyelaraskan
- migran undang-undang domestik tentang
pekerja migran secara
komprehensif. RUU revisi
Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan pekerja migran
telah direncanakan sejak 12 tahun
yang lalu, tetapi dihentikan di
Badan Legislatif Parlemen
Indonesia.
Terus memperkuat G4 Migran Tidak ada jaminan migrasi yang
kepemimpinannya dalam A29 Kerjasama dengan mekanisme aman untuk setiap pekerja
meningkatkan mekanisme regional migran, khususnya perempuan,
inklusif regional untuk S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan yang menyebabkan situasi rentan
perlindungan pekerja dan institusi yang kuat bagi pekerja migran perempuan.
migran melalui instrumen Orang yang terkena dampak: Ini terlihat dari banyaknya kasus
yang mengikat secara - migran kekerasan yang terjadi, dan
hukum (Ekuador); beberapa di antaranya dibantu
oleh Solidaritas Perempuan.
Solidaritas Perempuan
menyatakan bahwa dari semua
kasus dari 2012 hingga 2015,
kasus-kasus perdagangan adalah
yang tertinggi (25%), diikuti oleh
kasus-kasus tenaga kerja,
kehilangan kontak, serangan fisik
dan psikologis, dan kekerasan
14

seksual. xv Kurangnya peraturan


dan sanksi yang kuat diduga
menjadi alasan utama agen dan
germo ilegal di lapangan untuk
merekrut pekerja migran dan
melakukan praktik manipulatif
pada identitas hukum pekerja
migran anak.
Lanjutkan dengan upaya G4 Migran
untuk melindungi migran S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan
Indonesia di luar negara dan institusi yang kuat
dan migran di wilayah Orang yang terkena dampak:
mereka (Peru); - migran
Sumber posisi: A / HRC /
36/7 - Para. 139
Melanjutkan upayanya G4 Migran
untuk melindungi pekerja S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan
migran serta melakukan dan institusi yang kuat
pelatihan pengembangan Orang yang terkena dampak:
kapasitas untuk mereka - migran
(Vietnam);
Sumber posisi: A / HRC /
36/7 - Para. 139
Meratifikasi tanpa A12 Penerimaan norma-norma Pada tahun 2014, berdasarkan
menunda Protokol internasional dorongan dari Kementerian Luar
Opsional untuk Konvensi A41 Kerangka kerja konstitusional Negeri, parlemen Indonesia telah
Menentang Penyiksaan, dan legislatif merencanakan untuk meratifikasi
serta Konvensi D25 Larangan penyiksaan dan Konvensi Internasional tentang
Internasional untuk perlakuan kejam, tidak manusiawi Penghilangan Paksa. Namun,
Perlindungan Semua atau merendahkan martabat beberapa partai politik masih
Orang dari Penghilangan D32 Penghilangan paksa menolak rencana tersebut dan
Paksa, dan mempercepat S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan rencana ratifikasi belum diajukan
harmonisasi legislasi dan institusi yang kuat hingga saat ini.
15

sesuai dengan mereka Orang yang terkena dampak:


(Bosnia dan Herzegovina); - umum
Sumber posisi: A / HRC / - Orang hilang
36/7 - Para. 139
Pertimbangkan untuk A12 Penerimaan norma-norma Pada 2014, pemerintah Indonesia
meratifikasi Statuta Roma internasional menyatakan bahwa Indonesia
dari Pengadilan Kriminal B11 Hukum humaniter tidak akan meratifikasi Statuta
Internasional, termasuk internasional Roma, kecuali jika pemerintah
Perjanjian tentang B52 Impunitas mengeluarkan kebijakan politik
Keistimewaan dan D51 Administrasi peradilan & baru.
Kekebalan (Botswana); peradilan yang adil
Sumber posisi: A / HRC / S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan
36/7 / Add.1 - Para. 10 dan institusi yang kuat
Orang yang terkena dampak:
- umum
- orang yang terkena dampak
konflik bersenjata
Mengambil langkah- A12 Penerimaan norma-norma Kasus-kasus penyiksaan terus
langkah untuk mengakhiri internasional terjadi, dan bahkan meningkat.
penyiksaan dan perlakuan B52 Impunitas Catatan Kelompok Kerja Anti
buruk yang dilakukan oleh D25 Larangan penyiksaan dan Penyiksaan (WGAT)
pasukan polisi dan untuk perlakuan kejam, tidak manusiawi menunjukkan bahwa kasus
memerangi impunitas atau merendahkan martabat penyiksaan meningkat pada tahun
orang yang bertanggung S16 SDG 16 - perdamaian, keadilan 2015, sebelumnya
jawab atas pelanggaran dan institusi yang kuat 38 kasus pada 2014 hingga 50
tersebut, termasuk dengan Orang yang terkena dampak: kasus pada 2015, dan terjadi di
meratifikasi Protokol - umum hampir setiap kota di Indonesia.
Opsional untuk Konvensi Pemantauan ELSAM juga
Menentang Penyiksaan dan menunjukkan, sejak Januari
Perlakuan atau Hukuman hingga Mei 2016 telah ada 12
Lain yang Kejam, Tidak kasus penyiksaan.ii Pada tahun
Manusiawi atau 2014, pelaku didominasi oleh
polisi (90%) dan terus berlanjut
16

Merendahkan Martabat karena mayoritas pelaku berasal


Manusia. (Perancis); dari departemen kepolisian (35
kasus / 70). %), 9 kasus dilakukan
oleh tentara, 4 kasus oleh
korporasi dan 2 kasus oleh sipir.
2016 menunjukkan pola yang
sama dengan 7 kasus penyiksaan
yang dilakukan oleh petugas
polisi, diikuti oleh sipir, Densus
88, dan tentara. Selain itu, data
juga menunjukkan bahwa ada
peningkatan dalam kasus
penyiksaan anak, pada tahun
2014 ada 4 anak yang telah
menjadi korban dan 10 anak pada
tahun 2015
Melindungi hak-hak A41 Kerangka kerja konstitusional Pemerintah Indonesia masih takut
perempuan dan dan legislatif dalam menanggapi meningkatnya
mempromosikan F12 Diskriminasi terhadap kekerasan terhadap perempuan
kesetaraan gender dengan perempuan dan / atau anak perempuan yang
memastikan bahwa semua F11 Kemajuan perempuan terus terjadi. Alih-alih
undang-undang dan S05 SDG 5 - kesetaraan gender dan mengambil langkah strategis
peraturan kabupaten dan pemberdayaan perempuan melalui reformasi Rancangan
provinsi selaras dengan Orang yang terkena dampak: KUHP Indonesia, pemerintah
Konstitusi Indonesia dan - wanita menyetujui Peraturan Pemerintah
konsisten dengan Pengganti UU No. 1/2016 tentang
kewajiban hak asasi perubahan kedua UU No.
manusianya di bawah 23/2002 tentang Perlindungan
Kovenan Internasional Anak yang mencakup
tentang Hak Ekonomi, pengebirian bahan kimia dan
Sosial dan Budaya dan hukuman mati sebagai salah satu
Konvensi tentang hukuman. Di sisi lain, bahkan
Penghapusan Semua tidak ada satu klausul dalam
17

Bentuk Diskriminasi Peraturan Pemerintah Pengganti


terhadap Perempuan, serta Hukum yang menjamin hak-hak
dengan meningkatkan korban kekerasan seksual, seperti
koordinasi antara lembaga pemulihan, rehabilitasi, dan
dan kementerian yang perawatan kesehatan, baik secara
bertanggung jawab medis maupun non-medis.
(Kanada);
Memastikan perlindungan A41 Kerangka kerja konstitusional Pada periode 2012 - 2016, tidak
hak-hak perempuan dan legislatif ada upaya nyata yang dilakukan
dengan memperkuat F12 Diskriminasi terhadap oleh pemerintah dalam
undang-undang yang perempuan melegitimasi RUU
terkait dengan pelanggaran F13 Kekerasan terhadap perempuan Pengarusutamaan Gender yang
terhadap kekerasan S05 SDG 5 - kesetaraan gender dan telah menjadi basis perlindungan
terhadap perempuan dan pemberdayaan perempuan perempuan di Indonesia.
anak perempuan Orang yang terkena dampak:
(Botswana); - wanita
Sumber posisi: A / HRC / - perempuan
36/7 - Para. 139

Sumber: Indonesian NGOs Coalition for International Advocacy, Joint Submission Indonesian Civil Society Organizations
On The Universal Periodic Review 27TH Session of Working Group on the UPR, Jakarta, 22 September 2016.
18

D. Kesimpulan
1. Dalam jumlah data yang telah diuraikan dalam penelitian ini serta uraian mengenai
permasalahan apa saja yang sering dihadapi pekerja migrant Indonesia yang bekerja di luar
negeri, membuktikan bahwa masih banyak pekerja migran Indonesia yang memang
bermasalah dalam hukum serta membutuhkan penanganan lebih lanjut dalam
pendampingan serta penyelesaian konflik hukum yang ada, serta perlu adanya penegasan
kembali mengenai hak-hak apa saja yang harus dilindungi selama bekerja di luar Indonesia,
hak asasi manusia yang secara langsung telah melekat pada setiap manusia dan harus
dijaminkan hak-haknya agar terjaminnya rasa aman dan nyaman para pekerja migrant yang
bekerja di luar negeri.
2. Pentingnya sinergitas antara perlindungan hukum dan ham bagi setiap pekerja migrant
Indonesia yang bekerja diluar negeri yang harus lebih diperhatikan penanganannya oleh
pemerintah, sehingga apa yang sudah diratifikasi oleh pemerintah melalui konvensi
internasional dan melalui instrumen hukum dalam negeri bisa menjamin para pekerja
migran Indonesia diluar negeri agar terciptanya harmonisasi yang baik jika perlindungan
hukum dan ham bisa berjalan beriringan maka pekerja migran Indonesia yang bekerja
diluar negeri dapat merasa lebih nyaman dalam menjalankan pekerjaannya.
19

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adha, Lalu Hadi. Urgensi Ratifikasi Konvensi Internasional Tahun 1990 tentang Buruh Migran dan
Keluarganya. Mataram: Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Kusniati, Retno. Perlindungan Hukum Dalam Upaya Pemenuhan Ham Buruh Migran. Volume: 11
Nomor 1, Januari - Juni 2009. .
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

ARTIKEL & JURNAL


Hilmy, Umu. Urgensi Perubahan UU Nomor: 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Pekerja Indonesia di Luar Negeri, RDP antara Pakar dengan Panja Pekerja Indonesia Komisi
IX tanggal 16 Desember 2010.
Indonesian NGOs Coalition for International Advocacy, Joint Submission Indonesian Civil Society
Organizations On The Universal Periodic Review 27TH Session of Working Group on the UPR,
Jakarta, 22 September 2016.
The SMERU Research Institute, Laporan Tematik Studi Midline MAMPU Tema 3: Akses Perempuan
Buruh Migran Luar Negeri terhadap Layanan Perlindungan, Mei 2019.

PERUNDANG-UNDANGAN
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
________________. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, LN Nomor 133 Tahun 2004, TLN Nomor
4445.
________________. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan International
Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their
Families (Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran
Dan Anggota Keluarganya), LN Nomor 115 Tahun 2012, TLN Nomor 5314.
________________. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia, LN Nomor 242 Tahun 2017, TLN Nomor 6141.

INTERNET
BNP2TKI, Available at: http://www.bnp2tki.go.id.
Aulia Natasya Irfani Ampri, Bombardir Masuknya Tenaga Kerja Asing: Apakah kita siap?
http://bemfeui.com/offical/bombardir-masuknya-tenaga-kerja-asing-ke-indonesia-apakahkita-
siap/.
Achmad Dwi Afriyadi, https://www.liputan6.com/bisnis/read/2043547/tki-perlu-pembekalan-
pengetahuan-hukum-di-taiwan.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52df6f64937f5/lima-ham-internasional-yang-belum-
bisa-dipenuhi/.
Mega Putra Ratya, https://news.detik.com/berita/d-3664486/beragam-aduan-tki-kekerasan-majikan-
hingga-tak-punya-ongkos-pulang.

Anda mungkin juga menyukai