(Tesis)
Oleh
Oleh
Andi Mekar Sari
Saran yang diberikan penulis antara lain: Diharapkan perlu adanya tindakan tegas
dari aparat penegak hukum dalam penerapan sanksi yang sesuai dengan ketentuan
yang ada, baik sanksi denda dan atau pidana kurungan. Serta Perlunya peran aktif
dari masyarakat untuk mengatasi pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha
yang tidak patuh dengan ketentuan perundang-undangan tersebut.
i
ABSTRACT
By
Andi Mekar Sari
The law enforcement in public to the use of Indonesia language label to a product
is not in accordance to the provision of the law which regulates the criminal
sanction to the businessman who does not apply Indonesia language label to a
product. The law enforcement is only limited in the warning and confiscating the
product. The problem of this research was how did the sociology study of the
criminal law enforcement to the requirement of using Indonesian language label
to a product and why did criminal law enforcement obstacles to the requirement
of using Indonesian language label to a product occur.
The research results showed that the criminal law enforcement to the requirement
of using Indonesian language label to a product was not in accordance to what it
was stated in the legislative regulation which regulated the violation of this
regulation. The businessmen who violated this regulation should be sanctioned
with criminal sanction, but in fact the enforcement was only limited in the
warning and product confiscation. The dominant factors inhibiting the criminal
law enforcement were the law enforcer and public factors.
The researcher recommends that firm actions from law enforcers in sanctioning
the violation according to the prevailing provisions are required; both fine
sanction and imprisonment. Active participation from public to overcome the
violation of the legislative regulation by the related businessmen is also required.
ii
KAJIAN SOSIOLOGIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PENGGUNAAN LABEL BERBAHASA INDONESIA PADA PRODUK
(Studi Kasus di Provinsi Lampung)
Oleh
TESIS
iii
RIWAYAT HIDUP
putri pertama dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak H.Andi Amir
Alimina, S.H., dan Ibu Listi. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar
M.I Al-Muhajirin Panjang Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah
Universitas Lampung melalui jalur Undangan. Kemudian pada tahun 2015 penulis
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
2018.
vii
MOTO
“Tidak cukup penjara, tidak cukup polisi, dan tidak cukup pengadilan untuk
(Hubert Humprey)
viii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kepada ALLAH SWT, dan dengan segala ketulusan
dan kerendahan hati kupersembahkan Tesis ini
kepada:
Papa dan Mama tercinta yang telah membesarkan dan mendidik dengan segenap,
kasih sayang, kesabaran, dan pengorbanan serta senantiasa mendoakan untuk
keberhasilan ku.
Almamater tercinta
Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung.
ix
SANWACANA
Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Provinsi Lampung) ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Banyak orang yang telah membantu dan membimbing serta memberikan arahan
pada penulisan tesis ini, dan untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., sebagai Rektor Universitas
Lampung.
Universitas Lampung.
x
5. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H., sebagai Pembimbing I atas kesediannya
7. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., sebagai Penguji I atas masukan dan saran
8. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., sebagai Penguji II atas masukan dan saran
9. Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S., sebagai Penguji III atas masukan
10. Seluruh dosen pengajar pada Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Lampung yang telah memberikan ilmu kepada penulis serta seluruh staf dan
menempuh studi.
11. Orang tuaku Papa H. Andi Amir Alimina, S.H., dan Mama Listi atas kasih
keberhasilan penulis.
12. Adik-adikku Andi Muhammad Zatar dan Andi Nurhayati, A.Md Keb., atas
13. Rekan-rekan MH Unila 2015 Andika Pratama, S.H., Ika Ristia. AP, S.H., Iis
Priyatun, S.H., Ines Septia Saputri, S.H., M.H, Laras Purnama Sari, S.H.,
M.H, M. Aji Adzmi, S.H., Niko Cahya Yulanda, S.H., M.H, dan Reza
xi
Driandra, S.H. M.H, serta rekan rekan MH Unila 2015 lainnya yang tidak
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah
xii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
MOTO ............................................................................................................. viii
PERSEMBAHAN . ......................................................................................... ix
SANWACANA ............................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup..................................................... 10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 11
D. Kerangka Pemikiran........................................................................... 12
E. Metode Penelitian .............................................................................. 21
xiii
D. Label Berbahasa Indonesia ................................................................ 62
IV. PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................... 100
B. Saran .................................................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA
xiv
1
I. PENDAHULUAN
Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Produk, bahwa setiap keterangan mengenai
produk yang berbentuk gambar, tulisan, atau keduanya, dan bentuk lain yang
memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi
Pemberian label merupakan elemen produk yang sangat penting dan perlu
Menurut Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
usaha dimana hal tersebut juga perlu diikuti dengan pemberian petunjuk atau
informasi terkait barang atau produk yang diperjual belikan dengan menggunakan
1
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.67/M-DAG/PER/11/2013 tentang
Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, Tahun 2013, hlm. 3.
2
dalam negeri”.2 Berkaitan dengan ketentuan ini berdasarkan Pasal 104 undang-
undang tersebut diatur pula sanksi pidana bagi pelaku usaha yang tidak
menggunakan label berbahasa Indonesia pada produk, yaitu pidana penjara paling
Pelaku Usaha sendiri menurut Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
mengatakan bahwa “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
2
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 45.
3
Sri Rejeki Hartono. “Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kerangka Era
Perdagangan Bebas”, Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Maju. Bandung. 2000, hlm. 36.
3
1. Setiap orang perseorangan atau badan usaha, ditinjau dari aspek subyek yaitu
pelaku usaha adalah pengusaha (perseorangan) dan sekumpulan pengusaha
yang membentuk organ atau badan usaha. Dengan demikian baik
perseorangan maupun badan usaha dapat dikenakan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK).
2. Berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, pembuat UU
memahami bahwa badan usaha terdiri dari dua kategori, ialah badan usaha
berbadan hukum dan badan usaha bukan badan hukum.
3. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, dalam hukum perdata internasional diakui prinsip
nasionalitas atau domisili dari suatu badan hukum sebagai kriteria badan
usaha domestik atau asing.
4. Baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, kegiatan bisnis dapat
dilakukan dalam beragam bentuk dan cara yang dituangkan ke dalam kontrak.
5. Menyelenggarakan kegiatan usaha, istilah kegiatan usaha memiliki cakupan
yang luas meliputi perbuatan dagang atau kegiatan perniagaan.
6. Dalam berbagai bidang ekonomi, memperluas arti pelaku usaha meliputi
pihak-pihak yang melakukan aktivitas atau kegiatan usaha (bisnis).
4
Wahyu Sasongko. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Bandar
Lampung.UNILA. 2007. Hlm. 64.
5
Ibid., hlm. 65.
4
adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di
dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak
atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi. Barang
dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Perdagangan, adalah setiap benda, baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik
dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Saat ini
oleh para pelaku usaha terhadap barang yang dijual atau dipasarkan di Indonesia,
Penyimpangan yang dilakukan para pelaku usaha saai ini terkait penggunaan label
berbahasa Indonesia salah satunya bisa dilihat dari masih banyaknya beredar
produk kosmetik yang tidak menggunakan label berbahasa Indonesia. Salah satu
contohnya adalah masker kecantikan untuk wajah Naturgo, masker ini memang
sangat laris di pasaran karena masker ini dianggap mampu mengatasi masalah
kulit wajah berjerawat, komedo dan dapat memutihkan serta mencerahkan kulit
Masyarakat Indonesia tidak semua dapat memahami bahasa asing yang digunakan
pada setiap produk yang diperdagangkan, masalah yang sering ditimbulkan akibat
akan bahan apa saja yang terdapat pada produk kosmetik yang dikonsumsinya
sehingga bisa saja menimbulkan, diantaranya alergi pada wajah seperti kulit
wajah berubah menjadi merah yang diakibatkan oleh gatal, bengkak, mengelupas
dan bahkan ada yang sampai menyerang bagian dalam tubuh yang akibatnya
inilah yang membantu konsumen dalam memilih suatu produk yang akan
digunakan. Selain sudah adanya aturan yang mengatur, dampak yang dirasakan
6
kandungan dan cara pakai yang tepat untuk menggunakan suatu produk baik itu
produk dalam negeri atau impor dengan menggunakan lebal berbahasa Indonesia
mengenai sanksi pidana bagi pelaku usaha yang memperdagangkan produk tidak
kewajiban bagi pelaku usaha untuk menggunakan label berbahasa Indonesia pada
barang yang diperdagangkan di dalam Negeri, pada Pasal 104 dalam undang-
undang ini diatur sanksi pidananya bahawa “setiap pelaku usaha yang tidak
menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda
Kewajiban mengenai penggunaan label bahasa Indonesia baik pada barang dalam
negeri ataupun barang-barang impor yang berasal dari luar negeri bertujuan agar
setiap orang mengerti dan memahami suatu produk yang di beli guna di
manfaatkan baik untuk kesehatan atau untuk kecantikan. Pemberian label dengan
Hal ini digunakan sebagai salah satu indikator dalam pengawasan terhadap
Dampak negatif dari beredarnya barang impor dapat ditekan lajunya dan dapat
diawasi tidak hanya oleh instansi pemerintahan yang terkait, tetapi juga dapat
langsung dari produk yang diperdagangkan di pasaran. Tidak hanya sebatas pada
regulasi akan kewajiban pemberian label dan petunjuk atau informasi terkait
terdapat 621 produk yang tidak memenuhi ketentuan, dimana terjadi peningkatan
sebesar 28 produk dari tahun 2011, dengan spesifikasi produk impor sebesar 61%
dan 39% adalah produk dalam negeri. Jenis pelanggaran yang dilakukanpun
Kartu Garansi), dan pelanggaran atas tidak memenuhi ketentuan produk yang
diawasi distribusinya.
Contoh Kasus data dari tahun 2012 hingga 2014 tentang jumlah pelanggaran yang
yang tidak menggunakan Label Berbahasa Indonesia. Dari Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan (BBPOM) Pusat di Jakarta, menemukan 2.939 item atau
72.814 kemasan pangan yang tidak memenuhi ketentuan seperti izin edar,
8
BBPOM ini merupakan hasil intensifikasi pengawasan menjelang natal dan tahun
baru di gudang importir dan retail.6 Namun yang dilakukan penegak hukum hanya
Contoh kasus lainya terkait penggunaan lebel berbahasa Indonesia pada produk
kosmetik yang sampai pada tahap persidangan terjadi di daerah Mojokerto, yaitu
produk dalam bahasa Cina, pelaku usaha tersebut dituntut oleh jaksa penuntut
Selain itu contoh kasus terkait penggunaan label dalam bidang elektronika yang
sampai pada tahap persidangan adalah, seperti dalam Putusan Pengadilan Negeri
handphone replika yang tidak melengkapi petunjuk penggunaan barang dan kartu
garansi dalam Bahasa Indonesia serta tidak mencantumkan label importir pada
bagian luar kemasan (dus) Handphone. Padahal menurut aturan, setiap produk
6
https://dyahturtle.wordpress.com/konsumen-cerdas-paham-perlindungan-konsumen. Diakses
pada Tanggal 17 Maret 2017. Pukul 22.41 WIB.
9
menjatuhkan hukuman lima bulan penjara dan denda Rp.2.000.000 (dua juta
rupiah) dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan
pada produk yang diperdagangkan di dalam negeri belum ada yang ditemukan
sampai pada tahap persidangan, sejauh ini penegakan yang dilakukan terkait
pelanggaran tersebut hanya berupa teguran atau peringatan serta pengamanan atau
bahwa proses penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan
mengapa para pelaku usaha tersebut yang tidak menggunakan label bahasa
yang mengatur terkait pelangaran tersebut sudah sangat jelas, bahkan di dalam
aturannya disertakan pula ketentuan sanksi pidana terhadap pelaku usaha yang
7
Link: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56a62fdf06dcf/kewajiban-pelaku-usaha-
mencantumkan-label-bahasa-indonesia. Diakses Pada Tanggal 12 Juli 2017. Pukul : 19.35 WIB.
10
yang ada pada undang-undang terkait. Aturan hukum yang telah dibuat
Pentingya label berbahasa Indonesia pada suatu produk tidak hanya sekedar
serta masyarakat juga sangat diperlukan dalam proses penegakan hukum terkait
mengetahui adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini
tidak menggunakan label berbahasa Indonesia pada produk yang dijual, maka
aparat penegak hukum juga tidak akan melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal itu dikarenakan aduan dari
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk
menulis tesis dengan judul “Kajian Sosiologis Penegakan Hukum Pidana terhadap
Lampung)”.
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian Hukum Pidana yang
wilayah Provinsi Lampung dengan data penelitian yang dilakukan pada tahun
2017.
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif bagi penegak
D. Kerangka Pemikiran
1. Alur Pikir
Pelaku Usaha
Pembahasan
Kesimpulan
14
2. Kerangka Teori
Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar
kenyataan. Berdasarkan itu yang disebut sebagai keinginan hukum disini tidak
tahap saja dari suatu perjalanan panjang untuk mengatur masyarakat. Tahap
pembuatan hukum masih harus disusul oleh pelaksanaanya secara konkrit dalam
Teori Penegakan Hukum Pidana oleh Joseph Goldstein dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) yaitu:
dilakukan, sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum
8
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Hlm 72
9
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung,
2001, hlm. 24.
10
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 181.
15
syarat penuntutan pada delik aduan. Ruang lingkup yang dibatasi ini
3) Actual Enforcement
Merupakan area yang dapat ditegakan oleh hukum pidana, melihat pada
kenyataan bahwa peristiwa tersebut melibatkan banyak orang dalam hal ini
11
Muladi, Menjamin Kepastian Ketertiban Penegakan dan Prlindungan Hukum dalam era
Globalisasi. Jurnal Keadilan, 2001, hlm.28.
16
Menurut Soerjono Soekanto dalam Barda Nawawi Arief, arti penegakan hukum
keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi
mempunyai unsur penilaian pribadi dan pada hakikatnya diskresi berada diantara
Sistem penegakan hukum dapat dilihat secara integral, yaitu berupa adanya
sub-sistem (komponen) yang terdiri dari struktur hukum (legal structure) meliputi
substance) dan budaya hukum (legal culture). Sedangkan yang dimaksud dengan
tentunya lebih terfokus pada nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan
12
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan Religius
dalam Konteks Siskumas dan Bangkumas, dalam buku Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan
Religius dalam Rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) Di Indonesia.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2011. Hlm. 42.
17
Substansi hukum bukanlah sesuatu yang mudah direncanakan, bahkan hal ini
dapat dianggap sebagai perkara yang sulit, namun bukan karena kesulitan itulah
tergantung pada bidang apakah yang hendak diatur. Perlu pula diperhatikan
Sikap politik yang pantas untuk diambil adalah meletakkan atau menggariskan
dalam UUD 1945 itulah yang harus dijadikan prinsip-prinsip atau parameter
hubungan yang bersifat demokrasi antara pemerintah pusat dengan daerah, hak
asasi manusia (HAM) yang meliputi hak sosial, ekonomi, hukum, dan
yang ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide
signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan prilaku yang
lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan
menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola prilaku para warga masyarakat dan
Penegakan hukum dilakukan oleh institusi yang diberi wewenang adalah seperti
Polisi, PPNS, Jaksa, dan pejabat pemerintah. Sejak hukum itu mengandung
peritah dan paksaan (coercion), maka sejak semula hukum membutuhkan bantuan
untuk mewujudkan perintah tersebut. Hukum menjadi tidak ada artinya bila
agar perintah dan paksaan yang secara potensial ada di dalam peraturan itu
mobilisasi hukum.15
penerapannya.16
14
Ibid, hlm, 82.
15
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2002, hlm.
175.
16
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2014. Hlm. 17-18.
19
penting di dalam penegakan hukum. Tanpa ada sarana atau fasilitas tersebut,
d) Faktor Masyarakat
e) Faktor Kebudayaan
sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non
materiel.20
17
Ibid., hlm. 19.
18
Ibid., hlm. 44.
19
Ibid., hlm. 45.
20
Ibid., hlm. 59.
20
3. Konseptual
sebagai objek kajiannya, yang didalamnya terdapat pola pola hubungan antar
manusia baik secara individu dan maupun kelompok serta dampak yang
ditimbulkannya berupa nilai dan norma sosial yang dianut oleh para anggota
masyarakat tersebut.22
Label Pada Barang adalah setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi atau keduanya, dan bentuk lain yang memuat
informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya
kemasan.23
21
Soerjono Soekanto, 2007, Op.cit., hlm. 72
22
http://www.learniseasy.com/objek-kajian-sosiologi-dan-penjelasannya.html. Diakses pada
tanggal 1 Agustus 2017. Pukul : 00.01 WIB.
23
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.62/M-DAG/PER/12/2009 tentang
Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang.
21
adalah barang yang dibuat dan/atau jasa yang dilakukan oleh Pelaku Usaha di
Indonesia.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
fakta yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan
perilaku hukum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.24
Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian
ini data yang diperoleh bersumber dari penelitian lapangan (field research) dan
penelitian pustaka (library research). Jenis data pada penulisan ini menggunakan
24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
Rajawali Press. Jakarta. 2006. Hlm. 15.
22
a. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.25
Dengan demikian data primer merupakan data yang diperoleh dari studi
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan
penulisan. Jenis data sekunder dalam penulisan tesis ini terdiri dari bahan
Konsumen.
25
Soerjono Soekanto. 2007, Op.Cit., hlm 12.
23
3. Penentuan Narasumber
masalah, memiliki data, dan bersedia memberikan data. Dalam penelitian ini yang
Jumlah : 4 orang
24
penelitian.
1) Seleksi data yaitu data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui
diteliti.
kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-
5. Analisis Data
Setelah data terkumpul secara keseluruhan baik yang diperoleh dari hasil
penelitian studi pustaka (data sekunder) maupun hasil penelitian lapangan (data
primer) kemudian dianalisis secara analisis kualitatif, yaitu dengan penafsiran data
yang dihasilkan dalam bentuk penjelasan atau uraian kalimat yang disusun secara
penelitian kemudian secara induktif yaitu yang didasarkan pada fakta-fakta yang
bersifat umum.
26
A. Kajian Sosiologis
Kajian sosiologi hukum adalah suatu kajian yang obyeknya fenomena hukum,
tetapi menggunakan optik ilmu sosial dan teori-teori sosiologis sehingga sering
disalah tafsirkan bukan hanya oleh kalangan non hukum, melainkan juga dari
hukum berbeda dengan pendekatan yang digunakan oleh ilmu hukum, seperti
ilmu hukum pidana, ilmu hukum perdata, ilmu hukum acara. Persamaannya
hanyalah bahwa baik ilmu hukum maupun sosiologi hukum, obyeknya adalah
hukum. Jadi walaupun obyeknya sama yaitu hukum, namun karena berbeda
Curzon menjelaskan kajian sosiologi hukum atau istilah legal sociology untuk
hukum itu. Jelaslah bahwa membedakan antara ilmu hukum (normatif) seperti
ilmu hukum pidana, ilmu hukum tatanegara dan ilmu hukum acara, dengan
26
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana Prenada Media Grup,
Jakarta, 2012, hlm. 23.
27
adalah bahwa ilmu hukum normatif menekankan kajian pada law in books, hukum
dalam kenyataannya, hukum dalam tingkah laku manusia, yang berarti didunia
preskriptif. Didalam ilmu hukum, hukum sebagai obyeknya dilihat dari dalam
menggunakan konsep-konsep berbagai ilmu sosial. Hal ini selaras dengan apa
yang dikemukakan oleh Samuel Mermin “The life of Law has not been logic; it
has been experience”. Jadi, hukum bagi penganut empiris dipandang bukan
sekadar sebagai sesuatu yang logis saja, melainkan yang lebih penting lagi hukum
umum, yang sama halnya dengan cabang sosiologi lain. Bagaimanapun secara
logis sosiologi dapat dipandang sebagai alat bantu dari studi hukum, suatu
paling penting adalah fungsi kristis dari sosiologi hukum, sebagai suatu penolong
28
fungsi-fungsi kemasyaratannya.
Rescoe Pound memandang bahwa masalah utama yang sekarang ini dialami para
dan juga untuk menafsirkan dan menerapkan aturan-aturan hukum, serta membuat
lebih berharganya fakta-fakta sosial di atas mana hukum harus berjalan dan untuk
telah diterima sebagai dasar terbaik bagi cara pembuatan hukum. Tetapi tidak
hanya membandingkan perundang-undangan itu satu sama lain. Hal yang lebih
Titik berat berikutnya perhatian Pound adalah bahwa studi para sosiolog hukum
itu ditujukan bagaimana membuat aturan hukum menjadi efektif. Hal ini telah
diabaikan hampir secara keseluruhan dimasa silam. Sungguh benar apa yang
demi kedayagunaannya yang praktikal, hukum nasional itu, sebagai suatu sistem
Disebutkan secara terurai, ketiga gatra itu ialah struktur organisasi pengadaan
kultur yang akan ikut menjadi determinan bermakna atau tidaknya hukum dalam
kehidupan nasional dari hari ke hari. Adalah suatu kekeliruan apabila upaya
Menurut Pound, kita telah mempelajari pembuatan hukum dengan sangat rajin.
Hampir seluruh energi dari sistem peradilan kita digunakan di dalam mencoba
kehidupan hukum ada di dalam pelaksanaanya. Studi sains yang serius tentang
Bagi Rescoe Pound, yang juga penting adalah bukan semata-mata studi tentang
doktrin yang telah dibuat dan dikembangkan, melainkan apa efek sosial dari
doktrin yang telah dibuat dan dikembangkan. Bagaimana efek sosial dari doktrin
di masa lalu tumbuh di luar dari kondisi sosial, ekonomi, dan psikologi.
Selanjutnya yang perlu diketahui adalah bahwa para sosiolog hukum menekankan
pada penerapan hukum secara wajar atau patut (aplicable aplication of law), yaitu
memahami aturan hukum sebagai penuntun umum bagi hakim, yang menuntun
30
hakim menghasilkan putusan yang adil. Dimana hakim diberi kebebasan dalam
praktik hukum. Baik praktik yang sesuai dengan hukum maupun yang
sebab, perkembangan, serta efek dari tingkah laku sosial. Dengan demikian
dalam dunia hukum. Oleh Max Weber, tingkah laku ini mempunyai dua segi
yaitu “luar” dan “Dalam”. Oleh karena itu sosiologi hukum tidak hanya
menerima tingkah laku yang nampak dari luar saja melainkan juga
dari suatu peraturan atau pernyataan hukum. Pertanyaan yang bersifat khas
adalah bahwa yang pertama menerima saja apa yang tertera pada peraturan
merupakan obyek pengamatan yang setaraf. Ia tidak menilai yang satu lebih
dengan apa yang tertera pada aturan perundang-undangan yang mengatur terkait
yang dilarang oleh undang-undang. Padahal aturan yang menyatakan bahwa setiap
pelaku usaha wajib menggunakan label berbahasa Indonesia pada produk yang
diperdagangkan sudah sangat jelas sanksi pidananya, tetapi yang terjadi pelaku
27
https://customslawyer.wordpress.com/2014/01/27/kajian-sosiologi-hukum/. Diakses pada
Tanggal 3 Oktober 2017. Pukul . 22.55 WIB.
32
pandangan menilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir, untuk menciptakan sebagai social engineering, memelihara dan
Perbuatan yang sesuai dengan hukum tidak merupakan masalah dan tidak perlu
Bahkan yang diperhatikan dan digarap oleh hukum adalah justru perbuatan yang
terjadi (onrecht in actu) maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin terjadi
hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila
dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di
dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai
28
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, BPHN-Bina Cipta, Bandung, 1983, hlm. 13. Dalam
buku Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum.
29
Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan sosial (Buku I), Sinar Harapan, Jakarta,
1988, hlm, 76.
33
manusia dianugerahi Tuhan dengan akal budi dan nurani, sehinnga manusia
mampu membedakan yang baik dan buruk, serta akan membimbing dan
saja. Pikiran seperti ini diperkuat dengan kebiasaan masyarakat yang terbiasa
menyebut penegak hukum itu adalah polisi, jaksa dan hakim. Tidak disebutkan
pejabat administrasi yang sesuai dengan ruang lingkup yang lebih luas.31
Penegakan Hukum Pidana menurut Barda Nawawi Arief adalah: (a) keseluruhan
masing-masing sesuai dengan fungsinya secara adil dan merata, dengan aturan
30
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan
Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakrta, 1994,
hlm.76.
31
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Arikha Media Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 61.
34
dari para pelaksana penegak hukum kearah tegaknya hukum, keadilan dan
perbuatannya melalui penegakan hukum. Hukum dalam hal ini merupakan sarana
pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan disertai
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan
Sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana
bentuk yang bersifat prefentif, represif maupun kuratif. Dengan demikian akan
32
Barda Nawawi Arief, Sistem Peradilan Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.
62.
33
Martiman Prodjohamidjojo, Pertanggungjawaban Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 54.
34
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Bina Cipta, Bnadung, 1996, hlm. 2.
35
Pemasyarakatan.35
sendiri. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan yang satu akan
Komponen-komponen yang bekerja sama dalam sistem ini dikenal dalam lingkup
35
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung,
2006, hlm. 92.
36
Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Bina Ilmu, Surabaya, 2007, hlm. 75.
37
Romli, 1996, Op.Cit, hlm.25.
36
Keselarasan dan keterkaitan antara subsistem yang satu dengan yang lainnya
merupakan mata Rantai dalam satu kesatuan. Setiap masalah dalam salah satu
Demikian pula reaksi yang timbul sebagai akibat kesalahan pada salah satu
komponen sistem peradilan pidana, tidak boleh bekerja tanpa diarahkan oleh
kebijakan kriminal.
Komponen sistem peradilan pidana sebagai salah satu pendukung atau instrumen
menentukan arah kebijakan hukum pidana dan hukum pelaksanaan pidana yang
Menurut Lawrence Meir Friedman, sistem hukum merupakan suatu sistem yang
meliputi struktur, substansi, dan budaya hukum. Pertama struktur hukum (legal
adalah struktur kekuasaan pengadilan (di Indonesia) yang terdiri dari Pengadilan
38
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP,
Semarang, 1997, hlm. 62.
37
serta intergrated justice system. Selain itu juga dikenal adanya Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan
pertama dari sistem hukum, antara lain struktur hukum, tatanan kelembagaan dan
kinerja lembaga.
Kedua, substansi hukum adalah aturan atau norma yang merupakan pola perilaku
Indonesia dikenal adanya hukum materil (hukum perdata, hukum tata Negara,
hukum pidana, hukum administrasi, dan hukum formil, hukum acara pidana,
hukum acara perdata dan lain-lain). Ketiga, budaya hukum (legal culture) adalah
sikap dan nilai-nilai yang terkait, dengan tingkah laku bersama yang berhubungan
39
http://www.kitapunya.net/2017/03/definisi-sistem-hukum-struktur-hukum.html. Diakses pada
Tanggal 3 Oktober 2017. Pukul.: 23.16. WIB.
40
Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, UNDIP, Semarang, 1995, hlm. 12.
38
„ditaati” memalui sistem peradilan pidana yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan,
Penegakan hukum pidana dalam menghadapi tindak pidana saat ini terkait ketiga
bidang substansi hukum pidana terkait hukum pidana materil, hukum pidana
Kondisi substansi hukum pidana saat ini sebenarnya sudah cukup lengkap karena
ketiganya sudah ada, tetapi masih mengandung berbagai masalah yang harus
materilnya.43
yang cukup meluas diberbagai kalangan, yaitu bahwa penegakan hukum hanya
melalui proses pengadilan. Ada pula pendapat yang keliru, seolah-olah bahwa
Penegak hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk itu
41
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan pidana, Kumpulan
Karangan Buku Ketiga, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Krimonologi),
Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 78-79.
42
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum Dengan Pendekatan Religius
dalam Konteks Siskumnas dan Bangkumnas, Makalah Seminar Menembus Kebuntuan Legalitas
Formal Menuju Pembangunan Hukum dengan Pendekatan Hukum Kritis, FH UNDIP, 2009, hlm.
12.
43
Barda Nawawi Arief, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) di Indonesia,
Artikel untuk Penerbitan Buku Bunga Rampai “Potret Penegakan Hukum di Indonesia”, edisi
Keempat, Komisis Yudisial, Jakarta, 2009, hlm. 5.
39
pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak. Masyarakat bukan
hukum.44
Faktor penegakan hukum dalam hal ini menempati titik sentral, karena undang-
hukum, dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh
masyarakat. Penegakan hukum yang baik ialah apabila sistem peradilan pidana
bekerja secara obyektif dan tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan
masyarakat.
kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum. Dalam
yang bersifat multidimensi dan kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh
44
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Cet II, Edisi I, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 375-
376.
40
4) Faktor masyarakat
5) Faktor kebudayaan
kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan
prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan
atau kebijakan yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak
Kedua, faktor penegak hukum salah satu kunci dari keberhasilan penegakan
hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari aparat penegak hukumnya itu
hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus
Ketiga, faktor sarana dan fasilitas, sarana dan fasilitas yang mendukung
baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasiitas
yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan
yang baik.
nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Semakin banyak penyesuaian antara
peraturan hukum.45
tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan faktor penegak hukum, sarana
prasarana, masyarakat dan kebudayaan. Hukum tidak bersifat mandiri, artinya ada
45
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta,
1983.
42
Jalur hukum pidana adalah salah satu jalur yang bisa dilakukan atau digunakan
oleh masyarakat dalam rangka mewujudkan peran serta tersebut. Salah satu yang
membedakan pemanfaatan jalur hukum pidana dengan jalur hukum lainnya adalah
bahwa jalur ini baru dapat digunakan jika adanya bentuk pelanggaran atau
kejahatan nyata yang sifatnya pidana, yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh
hukum.
Larangan tersebut disertai dengan sanksi pidana terhadap pelakunya. Untuk itu
didalamnya apa yang disebut keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum yang
hukum yang berlaku diartikan telah lengkap dan sempurna melainkan suatu
memberikan definisi tentang penegak hukum dan siapa-siapa saja yang dapat
disebut sebagai penegak hukum. Untuk itu pembahasan mengenai hal ini akan
kehakiman terkait erat dengan proses penegakan hukum dan keadilan. Pasal 24
Selanjutnya dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa selain
Mahkamah Agung (MA) dan jajaran badan peradilan yang ada di bawahnya juga
masyarakat, yang secara teoritis fungsi demikian itu dapat dilaksanakannya, baik
dengan tertib dan teratur maupun untuk menyalurkannya sesuai dengan tujuan
46
Bambang Waluyo, Penegakan Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 97.
47
Ibid, hlm. 97.
44
“konsistensi logis” yang diterima dan diperlakukan sebagai suatu yang otonom
alasan bahwa ia adalah pranata yang sah secara hukum. Ia tidak membutuhkan
satu bentuk dari sekian banyak pengaturan prilaku sosial, dan hanya merupakan
satu potongan kecil saja dari suatu kosmos kaidah sosial yang lebih besar. Bahkan
hukum yang sudah disiapkan untuk mengatur suatu masalah tertentu pun tidak
Salah satu pemegang kunci dalam penegakan hukum pidana adalah aparat
penegak hukum. Lord Paton menyatakan untuk menegakan hukum beri kepada
tidak baik, tetapi dengan hakim-hakim yang baik maka penegakan hukum akan
baik.
48
Eddy Rifai, Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Justice Publisher Badan Penerbitan
Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2014, hlm. 14 & 15.
45
Persoalan penegak hukum merupakan salah satu masalah yang banyak disoroti
daya manusia, biaya, fasilitas dan sebagainya. Polisi sebagai aparat penegak
menjadi baik.49
penuntut umum atau penyidik merupakan central processing unit (CPU) karena ia
Keluaran itu apabila berupa pembebasan, akan kembali kemasyarakat (yang tadi
masuk melalui masukan) dan bila berupa pemidanaan (penjara atau kurungan)
advokad ada pula penegak hukum lainya, seperti yang sesuai pada Pasal 1 angka 9
Kepolisian) juga dirumuskan terkait penyidik pegawai negeri sipil yang dapat
49
Ibid, hlm. 21 & 22.
50
Nikmah Rosidah, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Pustaka Magister, Semarang, 2012, hlm, 1&2.
46
disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan
Keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) telah ada sejak zaman
pemerintahan colonial Hindia Belanda yang diatur di dalam Hel Herziene Inlands
Reglement (HIR) Staatsblad Tahun 1941 nomor 44 Pasal 1 Sub 5 dan 6 HIR
diberi tugas mencari kejahatan dan pelanggaran (kepolisian represif baik yang
1) PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang;
2) Wewenang khusus tersebut adalah wewenang untuk melakukan
“penyidikan tindak pidana”;
3) Tindak pidana yang dimaksud adalah “tindak pidana tertentu” yang
menjadi lingkup bidang tugas suatu departemen atau instansi;
4) PPNS harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain serendah-
rendahnya pangkat Pengatur Muda Tingkat I Gol. II/b dan berijazah
SLTA;
5) PPNS diangkat oleh Mentri Kehakiman setelah mendapat pertimbangan
dari Kapolri dan Jaksa Agung; dan
51
Ibid, hlm, 4.
52
Ibid, hlm.18.
47
undang yang menjadi dasar hukumnya. Dan ketiga dalam melakukan tugasnya
53
Ibid, hlm. 27 & 28.
48
salah satu aparat penegak hukum yang melaksanakan tugas penegakan hukum
petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang berkepentingan sesuai dengan
C. Hukum Pidana
1. Pengertian Pidana
Menurut Van Hammel, Pidana merupakan suatu penderitaan yang bersifat khusus
yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang khusus untuk menjatuhkan
pidana atas nama negara sebagai pelanggar, yakni semata-mata karena orang
tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakan oleh
negara.56
Menurut Soedarto, pidana adalah nestapa yang diberikan oleh negara kepada
seseorang pelanggar undang-undang tidak lain dimaksud agar orang itu jera.
54
Ibid, hlm. 28 & 29.
55
Ibid, hlm. 32.
56
Erna Dewi, Hukum Penitensier Dalam Perspektif, Universitas Lampung, Bandar Lampung,
2012, hlm. 3.
49
norma yang diakui oleh hukum. Sanksi yang tajam inilah yang membedakan
dengan hukum-hukum yang lain. Ialah sebabnya hukum pidana harus dianggap
sebagai sarana terakhir apabila sanksi-sanksi atau upaya-upaya pada bidang lain
tidak memadai.57
Sementara itu Roeslan Saleh mengatakan bahwa pidana adalah reaksi-reaksi atas
delik yang berwujud nestapa yang sengaja ditempatkan negara pada pembuat
delik. Pada dasarnya pengertian Niniek Suparni ini hampir sama dengan
pengertian Soedarto, yaitu pidana berwujud suatu nestapa, diberikan oleh negara,
kepada pelanggar, reaksi-reaksi atas delik yang dikemukakan oleh Roeslan Saleh,
yang dimaksud dengan pidana itu adalah : penderitaan, reaksi atas delik, siksaan
dan sebagai alat dari negara atau penguasa yang dilimpahkan kepada pelanggar
Istilah tersebut tidak saja digunakan dalam bidang hukum, tetapi dalam istilah
57
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika,
Jakarta, 1993, hlm. 11.
58
Ibid, hlm. 13.
50
Menurut Barda Nawawi Arief bahwa hukum pidana membagi tindak pidana
a) Delik formil, adalah delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya
undang-undang.59
sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang
KUHP dimana dalam buku I hanya berlaku bagi kejahatan. Buku II tentang
kejahatan dan buku III tentang pelanggaran. Perbedaan lain antara kejahatan
pidana kejahatan menurut Barda Nawawi Arief lebih berat daripada ancaman
59
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, hlm. 35.
51
jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah. Sehubungan dengan itu,
60 KUHP).
kejahatan diadili oleh Pengadilan Negeri, meskipun ada perbedaan dalam cara
terlepas dari beroperasinya tiga komponen sistem hukum (legal system) yaitu
60
Ibid. hlm. 39.
52
Komponen struktur adalah bagian- bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme,
diterbitkan oleh sistem hukum dan meliputi pula kaidah-kaidah hukum yang tidak
tertulis. Sedangkan komponen kultur adalah nilai dan sikap yang mengikat sistem
struktur dan substansinya tidak begitu baik, dan bahkan masyarakat tidak
Justice System) yang dilakukan oleh Polisi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
61
Ibid. hlm. 41.
53
(PPNS), Jaksa, Hakim, Advokat dan Lembaga Pemasyarakatan atas dasar hukum
yang berlaku.
Bekerjanya peradilan pidana secara terpadu demikian itu akan membawa pada
sebagai sub-sub sistem dari sitem peradilan pidana yang mengarah pada konsep
penegakan hukum pidana. Dengan demikian, akan dapat dilihat sub-sub itu
Cara kerja hukum pidana dengan melakukan pemidanaan atau pemberian pidana
pengertian yang luas dalam arti bisa dibedakan menjadi dua pengertian, yakni
pembuatannya, juga berkaitan erat dengan komitmen moral serta profesional dari
para aparat penegak hukum. Oleh karena semangat hukum yang dibangun
62
Roeslan Saleh, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945 dalam Perundang-Undangan, Bina
Aksara, Jakarta, 1979, hlm. 12.
54
kaitan ini Roeslan Saleh menegaskan bahwa masyarakat yang adil dan makmur
yang telah dilarang dan diancam pidana itu. Suatu tindak pidana yang terdapat
Djisman Samosir pada umumnya memiliki dua unsur yakni unsur subjektif yaitu
55
unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur obyektif yaitu unsur yang ada
a) Kesengajaan (Opzet)
Dalam teori kesengajaan yaitu mengkehendaki dan mengetahui perbuatan yang
dilakukan terdiri dari 2 (dua) teori yaitu:
1). Teori kehendak, adanya kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur tindak
pidana dalam UU; dan
2). Teori pengetahuan atau membayangkan, pelaku mampu membayangkan
akan timbulnya akibat dari perbuatannya.
Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet.
Kesengajaan ini mempunyai 3 (tiga) macam jenis yaitu:
1). Kesengajaan yang bersifat tujuan (Oogmerk)
Dapat dikatakan bahwa si pelaku benar-benar menghendaki mencapai
akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman hukuman pidana.
2). Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet Bij Zekerheids Bewustzinj)
Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak
bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia
tau benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.
3). Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan (Opzet Bij Mogelijkheids
Bewustzinj)
Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai
bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, tetapi
hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu.
b). Culpa
Arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu
pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si
pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang
berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.64
63
P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus, Tarsito, Bandung, 1981, hlm.
193.
64
Prodjodikoro Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Jakarta, 2004,
hlm. 65-72.
56
2. Tindak Pidana
Hingga saat ini belum ada kesepakatan para sarjana tentang pengertian tindak
pidana. Menurut Prof. Moeljatno, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Terdapat 3
1) Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana;
3) Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena
antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan
erat pula. Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan
orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian
a) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
b) Diancam dengan pidana;
c) Melawan hukum;
d) Dilakukan dengan kesalahan; dan
e) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
65
Nikmah Rosidah, Asas-Asas Hukum Pidana, Pustaka Magister Semarang, Semarang, 2011,
hlm. 10.
57
Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak
pidana.
Unsur Obyektif:
a) Perbuatan orang;
b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu; dan
c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam
Pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.
Unsur Subyektif:
a) Perbuatan (manusia);
b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil); dan
c) Bersifat melawan hukum (syarat materil).67
delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam kamus hukum
pembatasan delik tercantum sebagai berikut : “ Delik adalah perbuatan yang dapat
(tindak pidana).68
66
Ibid, hlm. 11.
67
Ibid, hlm. 11.
68
Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan kelima, P.T.Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 92.
58
Tindak pidana yang dalam bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri dari tiga
suka kata, yaitu straf yang dartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan
sebagai dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa,
dirumuskan oleh Pompe sebagaimana dikutip dari buku karya Lamintang, sebagai
berikut : “Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang
dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,
Secara yuridis dapat dikatakan bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang
pidana yang berlaku. Tindak pidana itu sendiri diatur dalam KUHP yaitu dalam
Buku kedua tentang Kejahatan dan buku Ketiga tentang Pelanggaran. Menurut
69
Amir ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rengkang Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia,
Yogyakarta, 2012, hlm. 20.
70
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Keempat, P.T.Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2011, hlm. 182.
59
menurut sistem KUHP Indonesia dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu pelanggaran dan
kejahatan telah mendapat pengaruh dari pembagian tindak pidana yang disebut
tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah
tindak pidana yang segala ketentuannya diatur dalam ketentuan yang terdapat
dalam KUHP sedangkan, tindak pidana khusus yaitu tindak pidana yang
Tujuan hukum pidana dikenal dengan dua aliran, pertama untuk menakut-nakuti
setiap orang agar jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (aliran
klasik) dan kedua adalah untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan
perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan
Menurut aliran hukum klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi individu dari
kriminologi.72
71
Ibid, hlm. 210.
72
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 14.
60
3. Pidana Administrasi
atau sanski pidana dalam hukum administrasi pada hakikatnya termasuk bagian
sampai saat inipun, hukum pidana masih digunakan dan “diandalkan” sebagai
salah satu sarana politik criminal. Hal ini terlihat bahwa akhir-akhir ini pada
sub- bab tentang “ketentuan pidana” sebagai karakter dari Administrative Penal
73
Maroni, Pengantar Hukum Pidana Administrasi, CV. Anugrah Utama Raharja (AURA), Bandar
Lampung, 2015, hlm. 26 & 27.
74
Ibid, hlm. 28 & 29
61
Law. Dapat disampaikan amanahnya bahwa Hukum Pidana hampir selalu menjadi
produk legislasi tanpa adanya ketentuan sanksi pidana, maka regulasi akan
dianggap sebagai produk yang tidak ada nilainya. Alasan ini memang
Keterbatasan inilah sebagai salah satu solusi dikenalkannya hukum pidana pada
75
Ibid, hlm. 35.
62
penal law).76
Pada sebuah kemasan bisa dijumpai adanya label berupa cetakan tulisan, gambar,
dan grafik yang merupakan informasi produk. Kemasan memuat komponen dasar
yaitu label yang merupakan deskripsi informasi produk yang tercetak pada
kemasan tersebut dan membawa nama merek dan sejumlah informasi lainnya dari
suatu produk.
sejumlah pesan produsen bagi konsumen dan fakta tentang ciri-ciri produk Pesan
sikap dan kesan produk serta memuat lebih banyak informasi tentang atribut
76
Ibid, hlm. 42 & 43.
63
merek, dan bagian lain dari promosi dengan pertimbangan mudah dilihat,
tertera pada apa yang disebut sebagai label. Menurut Pasal 104 Undang-Undang
usaha yang tidak menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa Indonesia
Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
Konsumen (UUPK) Pasal 7 poin (b) meyatakan bahwa setiap pelaku usaha
berkewajiban untuk melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan. Pasal 8 ayat (1) poin (i) dalam undang-undang ini
penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat
pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasang/dibuat.
77
Ari Aria Catur Siwi & Sito Meiyanto, Intensi Membeli Kosmetika Pemutih Kulit Ditinjau Dari
Kelengkapan Informasi Produk PadaLabel Kemasan, Jurnal Psikologi, Volume Nomor 2, 2002,
hlm, 64.
64
Sanksi yang dijatuhi terhadap pelaku usaha yang melanggar peraturan tersebut
berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. Pasal 60 (ayat 2) dalam Undang-
ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pasal 62
(ayat 1) menjelaskan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima
tahun) atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis,
yang ada dilapangan penegakan hukumya hanya sebatas teguran dan penyitaan
Hal ini menunjukan bahwa tidak sesuainya penegakan hukum yang dilakukan
kesulitan dalam mencari ahli yang kompeten dalam hal keterangan saksi ahli,
dan kurang koordinasi antara pihak Kepolisian dengan bea cukai yang
dianggap bertanggung jawab atas barang yang masuk kedalam Negeri. Selain
menjalankan usahanya.
B.Saran
Berdasarkan simpulan diatas maka dalam hal ini penulis dapat memberikan saran:
1. Diharapkan perlu adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum baik dari
Kepolisian Daerah Lampung, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, dan
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang apabila telah diberi
peringatan tetap tidak ada perubahan maka mereka dapat dijatuhi hukuman
2. Serta Perlunya peran aktif dari masyarakat untuk mengatasi pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang tidak patuh degan ketentuan perundang-
undangan. Upaya ini dilakukan dengan harapan tidak ada lagi pelaku usaha
Bambang Purnomo, 1998, Pola Dasar Teori Asas Hukum Acara Pidana dan
Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta, Liberty.
Dewi, Erna dan Firganefi, 2013, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Dinamika
dan Perkembangan), Bandar lampung, PKKPUU.
Saleh, Roeslan, 1979, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945 dalam Perundang-
Undangan, Jakarta: Bina Aksara.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press.
Jurnal
Siwi, Ari Aria Catur & Sito Meiyanto, 2002, Intensi Membeli Kosmetika Pemutih
Kulit Ditinjau Dari Kelengkapan Informasi Produk PadaLabel Kemasan,
Nomor 2 Tahun 2002, Jurnal Psikologi.
Perundang-Undangan
Penelusuran Internet
https://dyahturtle.wordpress.com/konsumen-cerdas-paham-perlindungan-
konsumen. Diakses pada Tanggal 17 Maret 2017. Pukul 22.41 WIB.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56a62fdf06dcf/kewajiban-pelaku-
usaha-mencantumkan-label-bahasa-indonesia. Diakses Pada Tanggal 12 Juli
2017. Pukul : 19.35 WIB.
http://www.learniseasy.com/objek-kajian-sosiologi-dan-penjelasannya.html.
Diakses pada tanggal 1 Agustus 2017. Pukul : 00.01 WIB.
https://customslawyer.wordpress.com/2014/01/27/kajian-sosiologi-hukum/.
Diakses pada Tanggal 3 Oktober 2017. Pukul . 22.55 WIB.
http://www.kitapunya.net/2017/03/definisi-sistem-hukum-struktur-hukum.html.
Diakses pada Tanggal 3 Oktober 2017. Pukul.: 23.16. WIB.