Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu


pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek
tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai
subyek dalam penelitian, di antaranya adalah dengan mempergunakan hewan-
hewan percobaan.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan
hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang
diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan
sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum
diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan
dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah
menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.

1.2 Maksud Percobaan


Mengetahui dan memahami cara-cara perlakuan pada hewan coba.

1.3 Tujuan Percobaan


1. Mengenal berbagai macam hewan coba yang umum digunakan dilaboratorium
2. Melakukan penanganan terhadap hewan coba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum


Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap
sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran
senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang
mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan
farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat
didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu,
misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama
pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan
farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan
obat (Marjono,2011:76).
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap
obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak
organisme (Tjay,2007:172).
Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam
mengembangkan suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu
pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit seperti:
malaria, filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan jiwa dan semacam bentuk
kanker. Hewan percobaan tersebut oleh karena sebagai alternatif terakhir sebagai
animal model. Setelah melihat beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan,
maka dengan berkurangnya atau bahkan tidak tersedianya hewan percobaan,
akan berakibat penurunan standar keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan
dapat melumpuhkan beberapa riset medis yang sangat dibutuhkan manusia
(Sulaksono,1992:318).
Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan
yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan
digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia.
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak
puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional
bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah
adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang
menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset
lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan
demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya
menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian
biomedis (Sulaksono,1992:321).
Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan
dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara
pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan
demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar,
hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah
maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksono,1987 :323)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih
sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu
senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain (Malole,1989:475) :
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan
percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak
wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan,
memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa
bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan
terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan
efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan
atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan
digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya,
senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke
dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan
timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan
parenteral (Priyanto, 2008:127).
Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil
dan sesuai dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu,
kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari.
Kebanyakan hewan coba tidak dapat berkembangbiak dengan baik pada kamar
lebih tinggi dari suhu 300C. Mencit, tikus dan marmut maksimum
perkembangbiakannya pada suhu 300C, kelinci pada suhu 2500C
(Malole,1989:481).
a. Pengawasan status kesehatan
Standar kebersihan hewan percobaan yang diperlukan sama dengan manusia
harus dijaga agar dapat hidup sehat. Dinding dan lantai misalnya harus tahan air
dan mudah dicuci. Lantai harus dibuat sedemikian rupa agar air dapat mengalir
dan cepat kering sesudah dicuci. Bahan bangunan yang dipakai untuk
membangun gedung harus kuat dan tahan lama.
b. Pengawasan orang yang akan merawat hewan percobaan
Jumlah pengunjung yang masuk ke dalam kamar penelitian/ pemeliharaan harus
dibatasi karena semakin banyak yang masuk dapat menyebabkan jumlah
mikroorganisme patogen dan dapat saling mengkontaminasi.
c. Pengawasan makanan dan minuman
Kualitas makanan baik dapat diperoleh jika nilai komponen ransum telah
diketahui. Misalnya mencit memerlukan ransum yang mengandung 20% protein
sedangkan kelinci hanya memerlukan 14-15% protein.
d. Pengawasan sistem pengolahan dan pembiakan
Dalam keadaan ideal, semua harus ideal. Misalnya, kandang hewan coba harus
diketahui batas maksimalnya, makanan dan minuman yang harus selalu
diperhatikan. Kebanyakan pemberian makanan/minuman bisa mencemari
kandang dan memberi lingkungan tidak sehat.
e. Pengawasan kualitas hewan
Kualitas genetik hewan coba penting dalam penelitian dasar. Sering bahwa
hewan coba inbreed mempunyai kualitas genetik lebih tinggi dan lebih
bermanfaat dibandingkan hewan percobaan outbreed. Tetapi itu tidak selalu
benar.

2.2 Uraian Hewan


2.2.1 Karakteristik Hewan Coba
Mencit merupakan salah satu hewan pengerat dan mudah berkembang biak
yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Mencit (Mus musculus )
Lama Hidup : 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahun
Lama Bunting : 19 - 21 hari
Umur Disapih : 21 hari
Umur Dewasa : 35 hari
Siklus Kelamin : poliestrus
Siklus Estrus : 4-5 hari
Lama Estrus : 12-24 jam
Berat Dewasa : 20-40 g jantan;18-35 g betina
Berat Lahir : 0,5-1,0 gram
Jumlah anak : rata-rata 6, bisa 15
Suhu ( rektal ) : 35-39˚C( rata-rata 37,4˚C )
Perkawinan Kelompok : 4 betina dengan 1 jantan
Aktivitas : Nokturnal (malam)
Sifat– sifat mencit :
1. pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk mendeteksi akan,
deteksi predator dan deteksi signal (feromon).
2. penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat melihat
warna.
3. Sistem sosial: berkelompok
4. Tingkah laku:
* jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi
* Betina dewasa + jantan dewasa damai
* Betina dewasa + betina dewasa damai
2. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
Masa hidup : 5 - 10 tahun
Masa produksi : 1 - 3 tahun
Masa bunting : 28-35 hari (rata-rata 29 - 31 hari)
Masa penyapihan : 6-8 minggu
Umur dewasa : 4-10 bulan
Umur dikawinkan : 6-12 bulan
Siklus kelamin : Poliestrus dalam setahun 5 kali hamil
Siklus berahi : Sekitar 2 minggu
Ovulasi : Terjadi kawin (9 - 13 jam kemudian)
Fertilitas : 1 - 2 jam sesudah kawin
Jumlah kelahiran : 4 - 10 ekor (rata-rata 6 - 8)
Volume darah : 40 ml/kg berat badan
Bobot dewasa : tergantung pada ras, jenis kelamin.
2.3 Klasifikasi Hewan Coba
1. Mencit ( Mus Musculus )

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub Class : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus Musculus
2. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Lagomorpha
Famili : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Oryctolagus cuniculu
BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan adalah kanula oral,spoit injeksi.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah alkohol, aquadest, NaCMC dan kapas
3.1.3 Hewan coba
Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) dan kelinci
(Oryctolagus cuniculus)
3.2 Cara kerja
3.2.1 Persiapan Hewan
a. Mencit (Mus musculus)
1. Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan terpaut
pada kawat kasa kandang.
2. Dipegang kulit kepala sejajar dengan telinga mencit dengan menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri.
3. Ditukarkan pegangan ekor dari tangan ke jari kelingking kiri supaya mencit
itu dapat dipegang dengan sempurna.
4. Mencit siap untuk diberikan perlakuan.
b. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
1. Diberikan perlakuan dengan halus, usahakan untuk tidak memegang
telinganya pada saat menangkap
2. Dipegang kulit leher kelinci dengan tangan kiri pada saat menangkap dan
memegang
3. Didekap kearah tubuh kita
4. Kelinci siap untuk diberikan perlakuan

3.2.2 Cara pemberian secara oral.


a. Mencit (Mus musculus) dan Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
1. Dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan tangan kiri sehingga ibu
jari melingkar di bawah rahang sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari
kepala.
2. Disuntikkan aquadest pada bagian bawah tengah abdomen dengan cepat.
3. Diamati efek yang terjadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
Tabel 1.1 Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan
percobaan.
Hewan IV IP SC IM Oral
Mencit Jarum Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
27,5 g 25 g 25 g 25 g 15 g/16 g
1
/2inci ¼ inci ¼ inci ¾ inci 2 inci
Kelinci Jarum Jarum Jarum Jarum Kateter karet
25 g 21 g 25 g 25 g no. 9
1 inci 1¼ inci 1 inci 1 inci
Keterangan : didistribusikan kedaerah yang lebih luas
BB = bobot badab
i.v = Intra Vena
i.m = Intra Muscular
i.p = Intra Peritoneal
s.c = Sub Kutan
p.o = Per Oral
(Harmita,2008: 64)
Tabel 1.2 Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia.
Hewan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
percobaan 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
1,5 kg
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,2
2 kg
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg
(Harmita,2008: 66)
Tabel 1.3 Volume maksimum larutan/padatan yang dapat diberikan pada hewan
Volume maksimum (ml) sesuai jalur pemberian
Hewan
IV IM IP SC PO
Mencit 20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Kelinci (2,5 kg) 5-10,0 0,5 10-20,0 5-10,0 20,0
(Harmita,2008: 67)

4.2 Pembahasan

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1976. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI

Gan Gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI.

(http://hannahanipeh.blogspot.com/2013/10/laporan-praktikum-biologi-
perilaku-hewanuji.html)

(http://dindamaritoo.blogspot.com/)

(http://alfinharjuno.blogspot.com/2011/02/taksonomi-tikus.html/)

(http://nutritionandhalalfood.blogspot.com/2012/01/anatomi-dan-fisiologi-
tikus.html)

Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan Percobaan


Laboratorium. Bogor : IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi.

Nazir M. 1988. Metode Penelitian Edisi ke-3. Jakarta : Ghalia Indonesia.

[Pdf. Andriani,Anisa.2011.pengaruh pemberian ekstrak mengkudu (Morinda


citrifolia).Bali: Universitas Udayana]
[pdf.Muliani,Hirawati.2011.Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah

Pemberian Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).Semarang: UNDIP]

[pdf.Widyaningrum,trianik.dkk.2008. Pengaruh dosis ekstrak air kangkung (Ipomoea

reptans poir.) Terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin mencit (Mus

musculus).Solo:UNS]

Rauf,Afrisusnawati.2014.Penuntun praktikum anatomi fisiologi manusia.

Makassar:UIN

Raven, P. 2005. Atlas Anatomi. Jakarta : Djambatan.

Sudjadi, Bagad. 2007. Biologi kelas 2 SMA. Jakarta: Yudistira

Anda mungkin juga menyukai