Anda di halaman 1dari 6

Kepribadian berasal dari kata “pribadi” yang berarti diri sendiri, atau perseorangan.

Sedangkan
dalam bahasa inggris digunakan istilah personality, yang berarti kumpulan kualitas jasmani,
rohani, dan susila yang membedakan seseorang dengan orang lain.

Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri
individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.

Carl Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang
ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.

Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk melalui
proses kehidupan yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam
membentuk kepribadian manusia tersebut.. dengan demikian apakah kepribadian seseorang itu
baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya ditentukan oleh faktor yang
mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat
besar penanamannya untuk membentuk kepribadian manusia itu.

Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya
pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah
kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan
tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.

Seseorang yang islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan
dirinya secara sungguh – sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa “wujud pribadi
muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk dan patuh serta
ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya. Pola sesorang yang beriman kepada
Tuhan, selain berbuat kebajikan yang diperintahkan adalah membentuk keselarasan dan
keterpaduan antara faktor iman, islam dan ikhsan.
Secara terminologi kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia,
baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan dari ajaran
islam dan bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.

Kepribadian muslim dalam kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang
dimiliki seseorang sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang
disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku
lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan orang tua,
guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya. Sedangkan sikap batin seperti penyabar,
ikhlas, tidak sengaja, dan sikap terpuji yang timbul dari dorongan batin.

Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-
Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar
ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan
kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu
sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.

Proses pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam berlangsung secara bertahap dan
berkesinambungan. Dengan demikian pembentukan kepribadian merupakan rangkaian
kegiatan yang saling berhubungan dan saling tergantung sesamanya.

Dalam islam, pendidikan mengacu pada tujuan hidup manusia itu sendiri. Dalam hakikat
tujuan hidup manusia adalah mengabdikan dirinya pada Tuhan, dengan penyerahan mutlak.
Dengan kata lain sorang muslim selalu mengaitkan segala aktifitas kegiatannya dengan melihat
dan menyesuaikannya di atas ketentuan norma – norma yang ditetapkan Allah.

Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang
untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita-cita islam karena nilai-nilai islam telah
menjiwai kepribadian seseorang dan mempedomani kehidupan manusia muslim dalam aspek
duniawi dan ukhrawi.
Kepribadian muslim sebagai individu dan sebagai ummah, terintergrasi dalam bentuk suatu
pola yang sama. Dalam hal ini dasar teori kepribadian muslim, baik sebagai individu maupun
sebagai suatu ummah yang satu, terjadi suatu bentuk dikotomi yang terintegrasikan. Dikotomi
terletak hanya dalam pembagian saja, namun dalam dasar yang sama (Filsafat pendidikan
Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits), serta tujuan yang satu yaitu menjadi
pengabdi Allah Swt yang taat sesuai dengan firmannya.

‫ُون‬ َ ‫َو َما َخ َل ْقتُ ْال ِج َّن َواإل ْن‬


ِ ‫س ِإال ِل َي ْعبُد‬
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku. (Q.S. Adz-Dzariyat:56)

Pengintegrasian kepribadian perseorangan dan ummah belum dapat menjamin terwujudnya


perilaku mulia sesuai dengan tuntutan hidup dunia ukhrawi. Oleh karena itu diperlukan
kepribadian samawi atau Islami dimana nilai-nilai Ketuhanan yang positif dan konstruktif yang
berorientasi kepada kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Salimul ‘Aqidah/ ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat) merupakan sesuatu yang harus
ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang
kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-
Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”.(QS. al-
An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka
dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan
pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.

Shahihul Ibadah (ibadah yang benar) merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang
penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda:“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku
shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah
merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-
tambahi atau dikurang-kurangi.
Matinul Khuluq (akhlak kokoh) merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap
muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan
akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya
Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung
mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh
ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).

Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu) Hal ini penting bagi seorang muslim
karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya
kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa
nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran
Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu
sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran
Islam)”. (HR. Hakim).

Untuk meraih kriteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau
kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang
bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut :
69.
RESUME

KEPRIBADIAN ILMUWAN MUSLIM

OLEH

KELOMPOK IV

 YANSAR 105610549715

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018

Anda mungkin juga menyukai