BAB V Draft 2 - Anwari
BAB V Draft 2 - Anwari
2016
September 2017 tentang gambaran faktor risiko pasien gagal jantung dengan
penyakit jantung koroner (PJK) di ruang rawat inap bangsal Alamanda RSUD
Ulin Banjarmasin tahun 2016, didapatkan 298 pasien penyakit gagal jantung
dengan 41,27% (123 orang) memiliki PJK yang memenuhi kriteria inklusi
gagal jantung mengidap jantung koroner, yaitu dari 957 sampel pasien gagal
Hasan Sadikin, RSUD dr. Soetomo, dan RSUD Sanglah pada periode Desember
2005 sampai Desember 2006, didapatkan 716 pasien mengidap PJK (74,8%).10
Gagal jantung dan PJK adalah penyakit yang berhubungan satu sama lain.
PJK terutama infark miokard adalah salah satu faktor risiko klinis mayor pada
gagal jantung. Secara epidemiologis, PJK menjadi faktor risiko gagal jantung
pada 50% kasus di Amerika Utara dan Eropa, 30-40% di Asia, Amerika Latin,
dan Karibia; dan kurang dari 10% di Afrika sub-Sahara. Penurunan perfusi darah
miokardium secara akut maupun kronis oleh PJK akan menyebabkan kerusakan
otot, hal ini menyebabkan tidak cukupnya relaksasi otot jantung pada saat diastol
dan kontraksi otot jantung saat sistol. Infark miokard juga bisa sebabkan kontraksi
yang tidak sinkron pada bagian otot jantung yang mengalami infark akibat
efisiensi pada fungsi pompa darah. Penurunan fungsi jantung berupa gangguan
turunnya volume darah yang dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh sehingga
(irreversible) atau tidak dapat diubah (unmodifiable) untuk PJK dan faktor risiko
klinis mayor untuk gagal jantung, terutama pada laki-laki.17,19 Pada penelitian ini,
perempuan. Distribusi frekuensi pasien gagal jantung dengan PJK di ruang rawat
inap bangsal Alamanda RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2016 berdasarkan jenis
terbanyak pada kelompok usia lansia akhir (56-65 tahun) yaitu sebesar 37,3%,
sedangkan pada pasien perempuan terbanyak pada kelompok usia lansia awal (46-
frekuensi relatif yang sama, dimana penderita gagal jantung dengan PJK laki-laki
sebesar 67,5% (483 pasien) sedangkan perempuan 32,5% (233 pasien) dari 716
pasien. Penelitian Baransyah L., et al. (2014) menemukan dari 19 pasien gagal
jantung dengan PJK di RS dr. Saiful Anwar Malang, frekuensi relatif pasien laki-
Perbedaan jumlah frekuensi relatif pasien gagal jantung dengan PJK laki-
laki dan perempuan lebih dipengaruhi oleh gaya hidup dan hormonal. Gaya hidup
seperti merokok menjadi salah faktor risiko PJK. Frekuensi merokok pada laki-
laki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga risiko terbentuknya PJK pada
perempuan dinilai lebih rendah. Selain gaya hidup, faktor hormonal juga
berpengaruh pada rendahnya prevalensi gagal jantung dengan PJK pada wanita.
kadar HDL darah dan menurunkan kadar LDL, kolesterol total, trigliserida dan
apolipoprotein A darah sehingga menurunkan risiko terbentuknya atherosklerosis
Berdasarkan Usia
oleh usia. Seperti jenis kelamin, usia merupakan faktor risiko klinis mayor untuk
gagal jantung dan faktor risiko yang tidak dapat diperbaiki (irreversible) atau
jantung dengan PJK di ruang rawat inap bangsal Alamanda RSUD Ulin
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Gagal Jantung dengan Penyakit Jantung
Koroner di Ruang Rawat Inap Bangsal Alamanda RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2016 Usia
Kelompok lansia awal (46-55 tahun) dan lansia akhir (56-65) masing-
masing memiliki frekuensi relatif tertinggi yaitu 35,8%. Angka kejadian gagal
jantung dengan PJK di RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2016 cenderung meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Penelitian oleh Waty M., et al. (2012) tentang
populasi yang tua. Tujuh puluh lima persen rujukan ke rumah sakit dan 90%
kematian akibat gagal jantung di Amerika Serikat terjadi pada lansia di atas 65
tahun. Rendahnya angka kejadian gagal jantung pada kelompok usia manula (>65
tahun) di RSUD Ulin dan RSUP H. Adam Malik nampaknya berkaitan dengan
usia harapan hidup di Indonesia. Menurut Depkes RI, usia harapan hidup
penduduk Indonesia per 2015 adalah 70,8 tahun. Negara maju seperti Amerika
gagal jantung memiliki usia harapan hidup yang tinggi dibandingkan Indonesia,
yaitu 78,8 tahun per 2014, sehingga kemungkinan besar menyebabkan prevalensi
pembuluh darah, hipertrofi dan fibrosis ventrikel kiri yang menyebabkan disfungsi
Terdapat perubahan fungsional dan respon kompensasi pada jantung yang menua,
gagal jantung juga meningkat karena risiko perkembangan penyakit seperti PJK,
bertambahnya usia.37
adalah prediktor risiko genetik untuk gagal jantung dan faktor risiko yang tidak
PJK.17,19 Distribusi frekuensi pasien gagal jantung dengan PJK di ruang rawat inap
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pasien Gagal Jantung dengan Penyakit Jantung
Koroner di Ruang Rawat Inap Bangsal Alamanda RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2016 Riwayat Keluarga
tahun 2016 yaitu sebesar 88,6% tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskular seperti gagal jantung dan PJK. Riwayat keluarga dengan gagal
jantung hanya dimiliki oleh 9,8% pasien, diikuti riwayat keluarga dengan penyakit
jantung koroner sebesar 1,6%. Tidak ada riwayat keluarga dengan gagal jantung
bahwa mayoritas pasien gagal jantung dengan PJK di RSUP dr. Saiful Anwar
Malang tidak memiliki riwayat penyakit jantung keluarga dengan frekuensi relatif
sebesar 89,5%.11
dengan riwayat orang tua pengidap penyakit kardiovaskular prematur (ayah <55
tahun, ibu <65 tahun) dianalisis untuk risiko penyakit kardiovaskular. Setelah 8
tahun diikuti, ternyata risiko penyakit kardiovaskular keturunan dengan ayah yang
peningkatan sebesar 60% pada keturunan dengan ibu yang mengidap penyakit
kardiovaskular prematur. Penelitian Sudayasa IP, et al. (2014) pada pasien PJK di
riwayat keluarga dengan kejadian PJK. Adanya riwayat keluarga yang mengidap
PJK prematur meningkatkan risiko PJK 9,4 kali lebih besar dibandingkan dengan
atau lupa mengenai penyakit yang diderita oleh anggota keluarga. Kemungkinan
dengan PJK yang tertulis di rekam medik RSUD Ulin tahun 2014 sebagian besar
Merokok adalah faktor risiko klinis minor untuk gagal jantung dan faktor
risiko yang dapat diubah (modifiable) dan diperbaiki (reversible) karena merokok
adalah bagian dari gaya hidup.17,19 Distribusi frekuensi pasien gagal jantung
dengan PJK di ruang rawat inap bangsal Alamanda RSUD Ulin Banjarmasin
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pasien Gagal Jantung dengan Penyakit Jantung
Koroner di Ruang Rawat Inap Bangsal Alamanda RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2016 Riwayat Merokok
dimana pasien gagal jantung dengan PJK yang memiliki riwayat merokok sebesar
47,1%, tidak memiliki riwayat merokok sebesar 38,1% dan tidak diketahui
risiko terkena PJK 2,450 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
Nikotin merupakan salah satu senyawa dalam rokok yang dapat menyebabkan
trombosit dan jumlah asam lemak bebas darah sehingga terjadi penurunan HDL.
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Karbon monoksida dalam rokok juga
memiliki sifat pengikatan hemoglobin yang lebih kuat daripada oksigen sehingga
menjadi tidak efisien dan terjadi hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan pada
pasien gagal jantung dengan PJK dengan riwayat merokok cenderung sedikit,
padahal merokok adalah salah satu faktor risiko pada gagal jantung dan PJK.
Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok namun tinggal atau memiliki
aktifitas bersama perokok dan perokok pasif memiliki peningkatan risiko PJK
sebesar 20-30% dibandingkan dengan orang yang tidak tinggal bersama orang
yang merokok.41
bisa diubah (modifiable) untuk PJK dan faktor risiko klinis mayor untuk gagal
jantung. Distribusi frekuensi pasien gagal jantung dengan PJK di ruang rawat inap
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pasien Gagal Jantung dengan Penyakit Jantung
Koroner di Ruang Rawat Inap Bangsal Alamanda RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2016 Riwayat Hipertensi
penelitian ini, yaitu pasien gagal jantung dengan PJK tanpa riwayat hipertensi
lebih besar daripada yang memiliki riwayat hipertensi. Sebesar 58% pasien gagal
Indrawati E, et al. (2009) menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu 61,6% pasien
pasien gagal jantung di Bangsal Alamanda RSUD Ulin tahun 2014 (75,25%),
sedangkan penelitian Nugraha H (2016) menemukan 57 pasien PJK dengan
hipertensi dari total 89 pasien PJK di tempat penelitian dan tahun yang sama
(64%).10,11,43,44
Tekanan darah sistemik atau beban afterload jantung yang tinggi akan
output; kedua, hipertrofi untuk kompensasi, dimana beban jantung sama besar
dengan rasio massa dan cardiac output dipertahankan; dan ketiga, gagal jantung
dengan remodeling yang maladaptif. Hal ini sesuai dengan hipotesis Grossman
akan menyebabkan fibrosis dan pembentukan kolagen yang berlebihan pada otot
menyebabkan disfungsi sistolik pada jantung, dengan kata lain kerja pompa
jantung tidak efisien untuk memenuhi perfusi jaringan sistemik. Hipertrofi jantung
kiri akibat hipertensi merupakan salah satu risiko dalam perkembangan gagal
jantung.45,46
akibat PJK dan stroke. PJK adalah penyebab morbiditas dan mortalitas pada
pasien hipertensi. Terdapat beberapa mekanisme pembentukan iskemia
koroner. Plak ateroma juga bisa terpecah akibat tekanan vaskular yang tinggi
sehingga sebabkan emboli perifer atau trombus in situ pada pembuluh darah
hipertrofi ventrikel kiri yang memiliki peran pada turunnya perfusi koroner
gangguan pada fungsi diastol ventrikel kiri yang hipertrofi. Ketiga, anomali pada
penurunan jumlah kapiler cabang arteri koroner, dan pengecilan lumen pembuluh
diferensiasi dan pertumbuhan sel otot polos vaskular koroner seperti cyclo-
arteriol. Enam hal di atas memiliki pengaruh besar pada perkembangan PJK dan
yang dapat diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable) untuk PJK dan
faktor risiko klinis mayor untuk gagal jantung. Distribusi frekuensi pasien gagal
jantung dengan PJK di ruang rawat inap bangsal Alamanda RSUD Ulin
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pasien Gagal Jantung dengan Penyakit Jantung
Koroner di Ruang Rawat Inap Bangsal Alamanda RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2016 Riwayat Diabetes Mellitus
penelitian yang sama dengan penelitian ini, yaitu mayoritas pasien tidak memiliki
riwayat DM. Pasien gagal jantung dengan PJK tanpa riwayat DM pada penelitian
(24,7%).10,11,47
Gagal jantung merupakan komplikasi kardiovaskular yang paling umum
dari DM.48,49 Penyebab dari gagal jantung pada DM bersifat multifaktorial, namun
DM.51 Perubahan fungsional jantung yang secara tipikal terjadi pada pasien DM
peningkatan asam lemak bebas di serum.56 Metabolisme asam lemak bebas yang
peningkatan ROS sebagai produk oksidasi glukosa yang tinggi pada kondisi
peroksida dan hidroksil radikal adalah penyebab oksidasi dan modifikasi dari
struktur protein, asam nukleat, dan membran lemak sel.59 Kerusakan sel, terutama
sel jantung akibat ROS akan menyebabkan remodeling jantung yang mana akan
juga dapat menyebabkan disfungsi jantung lewat mekanisme selain kerusakan sel,
nitric oxide synthase (eNOS) yang juga pada akhirnya menurunkan kadar NO
plasma.60,62 Disfungsi endotel juga terjadi karena adanya peningkatan ROS pada
aterosklerosis pada pembuluh darah. ROS juga terlibat dalam remodeling jaringan
dengan kadar AGE serum pada pasien DM. Terjadinya perpanjangan waktu
relaksasi isovolumetrik jantung mengindikasikan adanya disfungsi diastolik
diastolik akibat gangguan pada homeostasis kalsium sel jantung lewat penurunan
merupakan kondisi yang tipikal pada jantung pasien DM. Hiperglikemia dapat
menyebabkan ekspresi gen yang abnormal dan perubahan pada transduksi gen
yang mengaktifkan jalur apoptosis pada sel jantung.66 Hiperglikemia juga dapat
otonom jantung ada pada hampir semua pasien DM dengan disfungsi ventrikel
pada PJK, DM bersifat independen. Data WHO menunjukkan lebih dari 75%
penyempitan arteri koroner yang lebih banyak daripada pasien PJK tanpa DM.
Lesi pada 3 atau lebih arteri koroner juga ditemukan lebih dari 2 kali lebih banyak
pada pasien PJK dengan DM. Arteri koroner pasien PJK dengan DM memiliki ciri
berupaa lesi aterosklerotik dengan stenosis secara bersamaan pada arteri koroner
lainnya, lesi multipel dengan lokasi stenosis pada bagian proksimal dan distal di
pembuluh darah yang sama, banyaknya stenosis yang secara hemodinamik tidak
darah baru yang terbentuk untuk memenuhi tuntutan darah pada bagian jantung
yang mengalami iskemia, pada pasien PJK tanpa DM memiliki jumlah yang lebih
lapisan sel pembuluh darah, seperti pembuluh darah koroner dan juga
H. Keterbatasan Penelitian
data:
medik dari total 310 nomor rekam medik yang diajukan kepada
dibutuhkan cukup banyak dan rekam medik hanya tersedia dalam bentuk
4. Terdapat perbedaan data pada data resum medik bangsal Alamanda dan
nomor rekam medik tersebut adalah nomor yang sama diambil dari buku
resum medik.
5. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
digali oleh dokter muda (koas) atau dokter jaga dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, sehingga kualitas data yang
yang tidak tergali oleh dokter muda atau dokter jaga. Data yang
penelitian ini.