Anda di halaman 1dari 7

Skenario 1 (BM dan Prosto)

Pasien perempuan usia 47 tahun datang ke Bagian Bedah Mulut RSGM FKG Unej dengan
keluhan bengkak dan sakit pada pipi kanan sejak 2 hari yang lalu dan pasien mempunyai
riwayat hipertensi. Setelah dilakukan pemeriksaan subyektif, obyektif dan pemeriksaan
penunjang, dokter gigi mendiagnosis Buccal Space Abscess et Causa 46, 47 Gangren Radic,
dan gigi 48 hilang. Selanjutnya dokter gigi merencanakan tahapan perawatan; medikasi,
ektraksi dan rujukan ke bagian prostodonsia.

KATA SULIT

1. Spasia bukal

2. Buccal Space Abscess et Causa 46, 47 Gangren Radic


.
3. Gangren radiks
Karies yang meluas dan tidak dirawat dapat mengakibatkan hilangnya mahkota
gigi sepenuhnya dan menyisakan akar (sisa akar) atau disebut juga sebagai gangren
radiks.

STEP 3
2.1.1. Definisi

Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi yang
tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi perkembangbiakan
bakteri.1

2.1.2. Etiologi
Gangre n radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang tidak
sempurna.1

2.1.3. Manifestasi Klinis


Gejala yang didapat dari gangrene bisa terjadi tanpa keluhan sakit, dalam keadaan
demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat berwarna kecoklatan atau keabu-
abuan. Pada inspeksi sudah tidak terlihat lagi bagian dari mahkota gigi,. Pada gangren radiks,
tidak dilakukan pemeriksaan sondasi dan CE, pada perkusi tidak menimbulkan nyeri.10

2.1.4. Patogenesis
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang mengubah
karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam yang mengakibatkan
demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat dilakukan oleh air liur, namun
jika terjadi ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi, maka akan terbentuk
karies (lubang) pada gigi. Karies kemudian dapat meluas dan menembus lapisan dentin. Pada
tahap ini, jika tidak ada perawatan, dapat mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi
pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi nekrosis pulpa, meninggalkan
jaringan mati dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa akar gigi. 2,3
Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur benda keras saat
terjatuh, berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi yang patah menyisakan akar
gigi yang masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi yang telah mati.
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi yang bengkok,
akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang kurang tepat dan tekanan
yang berlebihan pada waktu tindakan pencabutan.
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat muncul keluar gusi
setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh, atau dapat berkembang
menjadi abses, kista dan neoplasma. Setiap sisa akar gigi juga berpotensi untuk mencetuskan
infeksi pada akar gigi dan jaringan penyangga gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari
ringan sampai hebat, terjadi pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga sukar
membuka mulut (trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah makan.
Pembengkakan yang terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit, menyebabkan selulitis
atau flegmon, dengan kulit memerah, teraba keras bagaikan kayu, lidah terangkat ke atas dan
rasa sakit yang menghebat. Perluasan infeksi ini sangat berbahaya, bahkan penanganan yang
terlambat dapat merenggut jiwa, seperti pada angina Ludwig.
Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi dapat mengakibatkan
migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah. Teori ini dikenal dengan
fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak dan pembentukan pus (nanah) adalah reaksi
tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri yang berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan
sekitar rongga mulut, kulit, mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal,
lambung, persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun antibiotik
umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi yang telah terjadi.
Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang sedang sakit, karena pembiusan
lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal. Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya
bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses pengunyahan yang
sempurna. Gangguan pengunyahan menjadi alasan masyarakat untuk membuat gigi tiruan.
Masalahnya, sampai sekarang banyak yang masih membuat gigi tiruan di atas sisa akar gigi.
Keadaan ini bisa memicu infeksi lebih berat.

2.1.5. Tatalaksana1,3
Penatalaksanaan sisa akar gigi ini tergantung dari pemeriksaan klinis akar gigi dan
jaringan penyangganya. Akar gigi yang masih utuh dengan jaringan penyangga yang masih
baik, masih bisa dirawat. Jaringan pulpanya dihilangkan, diganti dengan pulpa tiruan,
kemudian dibuatkan mahkota gigi. Akar gigi yang sudah goyah dan jaringan penyangga gigi
yang tidak mungkin dirawat perlu dicabut. Sisa akar gigi dengan ukuran kecil (kurang dari
1/3 akar gigi) yang terjadi akibat pencabutan gigi tidak sempurna dapat dibiarkan saja. Untuk
sisa akar gigi ukuran lebih dari 1/3 akar gigi akibat pencabutan gigi sebaiknya tetap diambil.
Untuk memastikan ukuran sisa akar gigi, perlu dilakukan pemeriksaan radiologi gigi.
Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi sudah mengalami kerusakan yang
parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat lagi. Untuk kasus yng sulit
dibutuhkan tindakan bedah ringan.

 Ekstraksi Gigi
Ekstraksi gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang,
elevator, atau pendekatan transalveolar, bersifat ireversibel dan terkadang menimbulkan
komplikasi. Ekstraksi gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar yang utuh
tanpa menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang seminimal mungkin pada jaringan
penyangganya sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak
menimbulkan masalah prostetik pasca-bedah.
Ekstraksi gigi sering dikategorikan menjadi dua macam yakni ekstraksi simpel dan
ekstraksi bedah/surgical. Ekstrasi simpel adalah ekstraksi yang dilakukan pada gigi yang
terlihat dalam rongga mulut, menggunakan anestesi lokal dan menggunakan alat-alat untuk
elevasi bagian gigi yang terlihat. Ekstrasi bedah adalah ekstraksi yang dilakukan pada gigi
yang tidak dapat dijangkau dengan mudah karena berada di bawah garis gingiva atau karena
belum erupsi secara keseluruhan. Dalam ekstraksi bedah, dilakukan sayatan pada gusi untuk
menjangkau gigi. Dalam beberapa kasus, gigi tersebut harus dipecah menjadi beberapa
bagian sebelum dicabut.

Ekstraksi gigi harus sesuai dengan indikasi. Indikasi ekstrasi pada gigi permanen tidak
sama dengan gigi decidui (gigi susu). Berikut ini adalah indikasi ekstraksi gigi permanen:
1. Gigi yang tidak bisa lagi dipertahankan atau diperbaiki (karies berat yang menyebabkan
gangrene radiks)
2. Gigi yang goyang (mobile) dengan penyakit periodontal, necrosis pulpa, atau abses
periapikal, dimana membutuhkan perawatan saluran akar (PSA) dibutuhkan namun
pasien tidak dapat memenuhinya (atau dimana terapi endodontik gagal)
3. Overcrowding dari gigi pada dental arch, yang menyebabkan deformitas ortodontik
4. Gigi impaksi

Terdapat beberapa kontraindikasi untuk ekstraksi gigi, dan banyak diantaranya dapat
dimodifikasi dengan konsultasi dan terapi. Kontraindikasi eksodontik akan berlaku sampai
dokter memberi izin atau menanti keadaan umum penderita sampai dapat menerima suatu
tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi yang membahayakan bagi jiwa penderita.
Kontraindikasi pencabutan gigi didasarkan beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor Lokal
a. Kontraindikasi ekstraksi gigi yang bersifat setempat umumnya menyangkut suatu
infeksi akut jaringan di sekitar gigi. Misalnya gigi dengan kondisi abses yang menyulitkan
anestesi.
b. Sinusitis maksilaris akut. Sinusitis (infeksi sinus) terjadi jika membran mukosa
saluran pernapasan atas (hidung,kerongkongan, sinus) mengalami pembengkakan.
Pembengkakan tersebut menyumbat saluran sinus yang bermuara ke rongga hidung.
Akibatnya cairan mukus tidak dapat keluar secara normal.Menumpuknya mukus di
dalam sinus menjadi factor yang mendorong terjadinya infeksi sinus. Pecabutan gigi
terutama gigi premolar dan molar sebaiknya ditunda sampai sinusitisnya teratasi
c. Radioterapi kepala dan leher. Alasan melarang ekstraksi dengan keadaan seperti
tersebut diatas adalah bahwa infeksi akut yang berada di sekitar gigi, akan menyebar
melalui aliran darah keseluruh tubuh dan terjadi keadaan septikemia. Komplikasi
lainnya adalah osteoradionekrosis
d. Adanya suspek keganasan, yang apabila dilakukan ekstraksi gigi akan menyebabkan
kanker cepat menyebar dan makin ganas.
2. Faktor sistemik pasien dengan kontra indikasi yang bersifat sistemik memerlukan
pertimbangan khusus untuk dilakukan ekstraksi gigi. Bukan kontraindikasi mutlak. Faktor-faktor
ini meliputi pasien-pasien yang memiliki riwayat penyakit khusus. Dengan kondisi
riwayat penyakit tersebut, ekstraksi bisa dilakukan dengan persyaratan bahwa pasien
sudah berada dalam pengawasan dokter ahli dan penyakit yang menyertainya bisa
dikontrol dengan baik. Hal tersebut penting untuk menghindari terjadinya komplikasi
sebelum pencabutan, saat pencabutan, maupun setelah pencabutan gigi.
a. Diabetes mellitus. Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi
antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut. Pasien dengan diabetes yang
tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung
mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian antibiotik profilaksis.
Responnya terhadap infeksi tersebut diduga keras akibat defisiensi leukosit
polimorfonuklear dan menurunnya atau terganggunya fagositosis, diapedisis, dan
khemotaksis karena hiperglikemi.
b. Kehamilan bukan kontraindikasi terhadap pembersihan kalkulus ataupun ekstraksi
gigi, karena tidak ada hubungan antara kehamilan dengan pembekuan darah.
Perdarahan pada gusi mungkin merupakan manifestasi dari gingivitis kehamilan/
epulis yang disebabkan pergolakan hormon selama kehamilan. Namun perlu
diwaspadai terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes mellitus gestasional yang
umumnya temporer selama kehamilan. Umumnya kendala bagi ibu hamil adalah
ekstraksi gigi dapat meningkatkan stress, baik oleh karena nyeri maupun peradangan dari
proses pencabutan gigi yang akan meningkatkan prostaglandin yang berperan dalam
kontraksi uterus, namun hal itu dapat diatasi dengan pemberian analgetik maupun
anti inflamasi yang aman bagi ibu hamil. Bila keadaan umum ibu hamil kurang jelas,
sebaiknya dikonsulkan kebagian obsgyn.
c. Penyakit kardiovaskuler. Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontraindikasi
ekstraksi gigi. Kontraindikasi di sini bukan berarti kita tidak boleh melakukan
tindakan ekstraksi gigi pada pasien ini, namun dalam penanganannya perlu
konsultasi pada para ahli, dalam hal ini dokter spesialis jantung. Dengan
berkonsultasi, untuk mendapatkan rekomendasi atau izin dari dokter spesialis
mengenai waktu yang tepat bagi pasien untuk menerima tindakan ekstraksi gigi
tanpa terjadi komplikasi yang membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan
pendamping yang diperlukan sebelum atau sesudah dilakukan ekstraksi gigi,
misalnya saja penderita jantung rematik harus diberi Penicillin G Benzatin sebelum
dan sesudah ekstraksi dilakukan.
d. Kelainan darah / Blood Dyscrasia. Pasien-pasien dengan penyakit trombositopeni
purpura, leukemia, anemia, hemofilia, maupun kelainan darah lainnya sangat
penting untuk diketahui riwayat penyakitnya sebelum dilakukan tindakan ekstraksi
gigi. Untuk itu agar tidak terjadi komplikasi pasca ekstraksi perlu ditanyakan adakah
kelainan perdarahan seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah yang tidak
normal pada penderita.
e. Hipertensi bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor,
pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh
darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan
anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga
terjadi perdarahan pasca ekstraksi.
f. Jaundice/Hepatitis. Pasien dengan penyakit hati dapat mengalami gangguan
pembekuan darah oleh karena defisiensi faktor-faktor pembekuan yang
dibentuk oleh hati. Oleh karenanya pasien dengan penyakit hati dapat menyebabkan
prolonged hemorrahage yaitu perdarahan yang terjadi berlangsung lama sehingga
bila penderita akan menerima pencabutan gigi sebaiknya dikirimkan dulu kepada
dokter ahli yang merawatnya atau sebelum pencabutan dilakukan premediksi dahulu
dengan vit K.

Anda mungkin juga menyukai