Laporan UKM Roza Edlabora

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN UKM

Disusun Sebagai Mini Project Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh
dr. Roza Edlabora

PUSKESMAS IPUH

2019
Jenis Kegiatan : F3 – Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
serta Keluarga Berencana (KB)

Dokter Pendamping : Dr. Yuliarti Yustini

Judul Lap. Kegiatan : Penyuluhan tentang pemberian vitamin A

1. Latar Belakang

Vitamin A adalah zat gizi yang paling essensial, hal itu dikarenakan konsumsi
makanan kita belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari
luar. kekurangan vitamin A akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah
terserang penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru seperti pneumonia
dan akhirnya kematian. Akibat lain yang paling serius dari kekurangan vitamin
A adalah rabun senja yaitu bentuk lain dari xeroftalmia termasuk kerusakan
kornea mata dan kebutaan. Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian, karena vitamin A dapat meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit infeksi seperti campak, diare, dan ISPA. Kelompok
umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah kelompok
bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun).

Strategi penanggulangan kekurangan vitamin A masih bertumpu dengan


cara pemberian kapsul vitamin A 1000.000 SI diberikan sebanyak satu kali pada
bulan februari atau agustus, balita kapsul merah yang mengandung vitamin A
200.000 SI diberikan setiap bulan Februari dan Agustus (Depkes, 2009).

Pada balita vitamin A sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan


gigi yang kuat, untuk penglihatan normal, membantu memelihara kulit yang
sehat dan mencegah lapisan mulut, hidung, paru-paru dan saluran kencing dari
kuman penyakit. Vitamin A juga diberikan pada balita berfungsi untuk
mengatur sistem kekebalan badan tubuh.
Menurut UNICEF (2013), bahwa kekurangan vitamin A dalam
makanan sehari hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar 1juta anak balita
diseluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat seperempat diantaranya
m,enjadi buta dan 60% dari yang buta akan meninggal dalam beberapa bulan.

Bukti menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan angka


kematian yaitu 30-54%, maka selain untuk mencegah kebutaan pentingnya
vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup, kesehatan, dan
pertumbuhan anak.

Strategi penanggulangan kekurangan vitamin A bertumpu dengan cara


pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi (6-11 bulan) kapsul biru
yang mengandung vitamin A 100.000 SI diberikan sebanyak satu kali pada
bulan februari atau Agustus, balita kapsul merah yang mengandung vitamin A
200.000 SI diberikan setiap bulan Februari dan Agustus.

2. Permasalahan
Kurangnya pemahaman ibu tentang pentingnya pemberian vitamin A pada
anak balita di wilayah Kerja Puskesmas Ipuh

3. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


- Memberikan informasi tentang pentingnya pemberian vitamin A dan
memahami akibat yang ditimbulkan jika kekurangan vitamin A
- Meningkat kesadaran Ibu membawa balita ke posyandu untuk
mendapatkan vitamin A

4. Pelaksanaan
Kegiatan penyuluhan pemberian Vitamin A dilakukan bulan Maret.
Dan pemberian Vitamin A sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh
Kemenkes RI yaitu pada bulan Februari atau Agustus.
5. Monitoring dan Evaluasi
- Kegiatan pemberian Vitamin A di Puskesmas Ipuh sudah terlaksana
dengan baik.Antusiasme Ibu yang memiliki balita dalam mengikuti
penyuluhan pemberian Vitamin A sudah cukup baik.
- Diharapkan dengan adanya penyuluhan tentang pentingnya pemberian
vitamin A mampu meningkatkan daya minat ibu untuk membawa balita
datang ke Posyandu pada bulan Februari atau Agustus
Jenis Kegiatan : F4 – Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Dokter Pendamping : Dr. Yuliarti Yustini

Judul Lap. Kegiatan : Pemberian PMT pada Balita

1. Latar Belakang
Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam dunia kesehatan di
bidang gizi adalah “Gizi 1000 Hari”. Program ini bertujuan untuk menyadarkan
masyarakat akan pentingnya penerapan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan
anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
(Kemenkes, 2012).

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan dalam mengisi


pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu upaya
peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat. Gizi yang
seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan
kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah upaya memberikan


tambahan makanan untuk menambah asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan
gizi agar tercapainya status gizi yang baik.

2. Permasalahan
Menurut data Riskesdas 2018, proporsi status gizi buruk dan gizi kurang pada
balita di Indonesia mencapai angka 17,7%. Target yang ingin dicapai pada
tahun 2019 adalah 17%. Untuk mencapai target tersebut provinsi harus
berpartisipasi untuk mengurangi kejadian gizi buruk dan gizi kurang.
3. Perencanaan dan Intervensi
Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian,
karena merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi. Untuk
mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita, perlu
diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). PMT bagi balita usia
6 - 59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan
utama sehari-hari.

4. Pelaksanaan
Kegiatan PMT Balita ini dilaksanakan di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas.
Sasaran Balita yang mendapatkan PMT pada bulan ini adalah 20 anak. Kegiatan
ini dihadiri oleh petugas puskesmas, kader, dan PIDI. Selain pemberian PMT,
juga diberikan edukasi dan konseling mengenai gizi pada ibu-ibu balita.

5. Monitoring dan Evaluasi


1. Kegiatan pemberian makan tambahan balita sudah baik dan berjalan lancar
2. Sasaran balita yang datang belum mencapai target
3. Antusiasme para ibu dalam mendapatkan edukasi dan makanan tambahan
cukup baik
Jenis Kegiatan : F5 – Pencegahan dan Pemberatasan Penyakit Menular
dan Tidak Menular

Dokter Pendamping : Dr. Yuliarti Yustini

Judul Lap. Kegiatan : Pencegahan DBD (Demam Berdarah Dengue)

1. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah


kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan
semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas
dan kepadatan penduduk.
Pada tahun 2009, kasus Demam Berdarah di wilayah Indonesia
mencapai 150 juta kasus yang mana hal ini menempatkan Indonesia menjadi
negara dengan kasus DBD tertinggi di ASEAN.DBD disebabkan oleh nyamuk
Aedes aegypti. Laju perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang cukup
cepat merupakan salah satu penyebab penyakit DBD di Indonesia sulit
diberantas. (P2B2, 2010)
Nyamuk seringkali berkembang biak di tempat penampungan air seperti
bak mandi, tempayan, drum, barang bekas, pot tanaman air dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi segala dampak yang bisa
ditimbulkan nyamuk, masyarakat umum perlu mengetahui jenis, kehidupan,
permasalahan yang disebabkan oleh nyamuk bahkan pengetahuan mengenai
kepadatan jentik nyamuk sebagai langkah awal pencegahan terhadap dampak
buruk akibat serangga (khususnya nyamuk) bagi kesehatan.
2. Permasalahan
Kesulitan dalam mengurangi morbiditas demam berdarah dikarenakan semua
serotipe virus dengue beredar di Indonesia. Kesulitan untuk kegiatan
pengendalian vector Kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung
program rumah sehat. Perumahan yang padat di Waktu mendatang: vaksin
demam berdarah
3. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
- Memberikan penyuluhan mengenai penyakit DBD, cara penularan, dan cara
pencegahannya
- Kegiatan mengamati lingkungana rumah meliputi ventilasi , sinar matahari
masuk kedalam rumah ,
- Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air
bersih apakah ada jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk
tempat air yang sulit dikuras diberi bubuk larvasida (abate), serta
penyimpanan pakaian dikamar

4. Pelaksanaan
Kegiatan kunjungan rumah dilaksanakan di rumah di salah satu umah
penderita DBD Desa Semundam ,pada tanggal 24-30 April 2019.

5. Monitoring dan Evaluasi


Pengecekan rumah berjalan dengan baik dan mendapat dukungan dari
keluarga yang dikunjungi. Ditemukan jentik nyamuk pada pot bunga di
sekitar rumah. Terdapat banyak pakainan bergantungan di dalam rumah
Jenis Kegiatan : F2 - Upaya Kesehatan Lingkungan

Dokter Pendamping : Dr. Yuliarti Yustini

Judul Lap. Kegiatan : Pemeriksaan kasus skabies pada asrama pesantren

1. Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi oleh tungau
Sarcoptes scabiei varietas hominis. Bagian tubuh yang terserang adalah bagian
kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit. Skabies ini tidak
membahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari ini
merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas. Skabies
cenderung tinggi pada anak- anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa.
Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini
dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat
tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak
langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut.

Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terkena skabies.
Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah yang
padat penduduk. Skabies mengenai semua kelas sosial ekonomi, perempuan dan
anak-anak mengalami prevalensi lebih tinggi. Prevalensi meningkat di daerah
perkotaan dan padat penduduk.

2. Permasalahan
Di Indonesia pada tahun 2011 jumlah penderita skabies sebesar 6.915.135
(2,9%) dari jumlah penduduk 238.452.952 jiwa. Jumlah ini meningkat pada
tahun 2012 yang jumlah penderita skabies sebesar 3,6 % dari jumlah penduduk.
Pada awal tahun 2019 didapatkan laoran kasus skabies pada sekelompok pelajar
asrama di salah satu pesantren yang masuk kedalam wilayah kerja Puskesma
Ipuh.
3. Perencanaan dan pemilihan intervensi
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut perlu dilakukan
pengecekan pada asrama – asrama pesantren di wilayah kerja Puskesmas Ipuh
untuk melakukan upaya kuratif dan rehabilitatif terhadap kejadian skabies
tersebut dan promotif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat.

4. Pelaksanaan
Perizinan pengecekan dengan pihak sekolah cukup baik dan mendukung
pelaksanaan kegiatan. Masih kurangnya kesadaran berprilaku hidup bersih dan
sehat para santri terlihat dari konsisi kamar, kamar mandi, dan pengelolaan
pakaian pakaian kotor santri.Banyak santri yang menderita penyakit skabies dan
tidak berobat Para santri kooperatif dalam mendengarkan penyuluhan dan mau
melakukan pengobatan dan pemutusan penularan penyakit skabies.

5. Monitoring dan Evaluasi


- Perizinan pengecekan dengan pihak sekolah cukup baik dan mendukung
pelaksanaan kegiatan
- Masih kurangnya kesadaran berprilaku hidup bersih dan sehat para santri
terlihat dari konsisi kamar, kamar mandi, dan pengelolaan pakaian pakaian
kotor santri.
- Banyak santri yang menderita penyakit skabies dan tidak berobat
- Para santri kooperatif dalam mendengarkan penyuluhan dan mau melakukan
pengobatan dan pemutusan penularan penyakit skabies.
Jenis Kegiatan : F6 – Upaya Pengobatan Dasar

Dokter Pendamping : Dr. Yuliarti Yustini

Judul Lap. Kegiatan : Cross Road Festival

1. Latar Belakang
Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang berinteraksi langsung kepada
masyarakat yang bersifat komprehensif dengan kegiatannya terdiri dari upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 1997/1998). Puskesmas
merupakan unit teknis yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan
pembangunan kesehatan disatu atau sebagaian wilayah kecamatan yang
mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat
pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam
rangka pencapaian keberhasilan fungsi puskesmas sebagai ujung tombak
pembangunan bidang kesehatan.
Cross Road Festival merupakan program kegiatan dari ormas Ikatan Motor
Cross Bengkulu yang bekerja sama dengan pemerintah kota. Dewasa ini kegiatan
balap motor otornotif banyak sekali di gemari oleh kalangan anak muda, dapat
dilihat dari banyaknya event atau kejuaraan balap motor otomotif yang
diselenggarakan baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional. kegiatan
otomotif selalu penuh hampir tiap bulan sepanjang tahun. Contohnya olah raga
Cross Road Festival yang termasuk dalam olahraga yang cukup diminati.
Olahraga ini membutuhkan ketahanan fisik, mental, dan kemampuan yang
prima.

2. Permasalahan
Keterampilan dan bakat pembalap-pembalap di Indonesia sangat memerlukan
pembinaan sebagai olah raga otomotif di Indonesia dalam satu wadah pendidikan
agar bakat dan keterampilan membalap dapat terarah dengan baik. Kegiatan
cross road yang sering diadakan didaerah yang merupakan potensi awal dari
karier seorang pembalap untuk melangkah ketingkat nasional maupun
internasional. Namun mengingat jenis olahraga ini cukup berbahaya, maka
dibutuhkan partisipasi Puskesmas untuk pelayanan kesehatan dan upaya
pengobatan.

3. Perencanaan dan pemilihan intervensi


Berdasarkan latar belakang dan masalah diatas, maka puskesmas turut serta
sebagai Tim Medis guna pelayanan kesehatan dan pengobatan pada acara Cross
Road Festival Bengkulu 2019.

4. Pelaksanaan
Acara Cross Road Festival Bengkulu 2019 ini dilaksanakan pada tanggal 23
Maret 2019. Acara ini di ikuti oleh club motor cross Bengkulu acara ini dihadiri
oleh perwakilan pemerintahan daerah setempat, polisi, tim Medis dari
Puskesmas Ipuh dan masyarakat.

5. Monitoring dan Evaluasi


Kegiatan berjalan sesuai perencanaan
- Pada pelaksanaannya tidak ada cidera serius pada peserta cross road festival,
dan tidak ada penonton yang mengalami cidera berat.
- Pengamanan peserta cross road festival dan penonton sebaiknya lebih
diperketat untuk kegiatan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai