INJEKSI
INJEKSI
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.2.2 Indikasi
Ranitidin adalah obat yang diindikasikan untuk menangani gejala atau penyakit yang
berkaitan dengan produksi asam berlebih di dalam lambung seperti tukak pada lambung dan
duodenum (usus 12 jari), gastritis, penyakit gastroesophageal reflux (GERD), perut kembung, dan
sebagainya.
Farmakologi ranitidin sebagai antagonis reseptor histamin yang mensuspensi sekresi asam
lambung. Farmakodinamik obat ini yaitu terdapat antagonis kompetitif reversibel mukrosa
lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam lambung. Ranitidin mensuspensi sekresi asam
lambung dengan 2 mekanisme :
a. Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster diinhibisi karena ranitidin menduduki
reseptor H2 yang berfungsi menstimulasi sekresi asam lambung.
b. Substansi lain (gastrin dan asetikolin) yang menyebabkan sekresi asam lambung
berkurang efektifitasnya pada sel pariental jika reseptor H2 diinhibisi.
2.2.4 Efek Samping
Efek samping yang terjadi pada penggunaan ranitidin adalah sebagai berikut:
a. Diare
b. Mual dan muntah
c. Sakit kepala
d. Insomnia
e. Vertigo
f. Ruam
g. Konstipasi
h. Sulit menelan
i. Urine tampak keruh
j. Berhalusinasi
a. Ibu hamil
b. Ibu menyusui
c. Penyakit ginjal
d. Kanker lambung
e. Penderita yang alergi pada Ranitidin
2.2.6 Penyimpanan
Cara penyimpanan ranitidin injeksi adalah tempat penyimpanan harus terlindungi dari
cahaya dan tempat yang lembab dan disimpan pada suhu ruangan.
2.2.7 Interaksi Obat
Terapi Parentera : diberikan i.m atau i.v atau infus secara perlahan atau intermittent untuk
penderita rawat inap dengan kondisi hipersekretori patologik atau tukak usus duabelas jari yang
tidak sembuh-sembuh atau bila terapi oral tidak memungkinkan.
Dosis dewasa : injeksi i.m atau i.v intermittent 50 mg setiap 6-8 jam. Jika diperlukan, obat dapat
diberikan lebih sering, dosis tidak boleh melebihi 400 mg sehari.
Pada penderita gagal ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 50/menit, dosis i.m atau I.v, yang
dianjurkan adalah 50 mg setiap 18 – 24 jam. Jika diperlukan, ubah dengan hati-hati interval dosis
dari setiap 24 jam menjadi setiap 12 jam.
Cara pemberian : Injeksi secara i.m tidak perlu diencerkan. Injeksi I.v : intermiten 50 mg
ranitidine tiap 6 – 8 jam diencerkan dengan larutan Natrium Klorida 0,9 % atau larutan i.v lain
yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih bear dari 2,5 mg/ml ( total volume 20 ml )dan
kecepatan injeksi tidak melebihi 4 ml/menit (waktu seluruhnya tidak kurang dari 5 menit)
2.3.1 Definisi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)
2.3.2 Syarat
2. Kerugian
Adapun kerugian dari penggunaan injeksi adalah sebagai berikut:
a. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lainPada pemberian
parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari
beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari
b. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek
fisiologisnya.
c. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral
lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
d. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila
sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
e. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
f. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit
untuk dikembalikan lagi.
g. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa
reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
2.4.1 Praformulasi
a. Praformulasi adalah tahap awal dalam proses pembuatan sediaan farmasi yang berpusat
pada sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan
suatu bentuk sediaan obat.
Umumnya sedian injeksi berisi zat aktif, pendapar dan larutan isotonik. Berikut kriteria
bahan yang akan digunakan:
a. Zat Aktif
Zat aktif adalah adalah unsur dalam obat yang memiliki khasiat menyembuhkan penyakit.
Ada beberapa contoh zat aktif yang bisa untuk mengurangi rasa sakit penyakit gastritis yaitu,
Ranitidine, Simetidin, Omeprazole, lansoprazole, Antasida dan lain-lain.
b. Pembawa
Zat pembawa yang digunakan dalam pembuatan infus yaitu zat yang berbentuk larutan (air)
atau yang biasa di gunakan dalam pembuatan sediaan steril yaitu, aqua pro injection, Air Pro
Injeksi Bebas CO2, dan Air Pro Injeksi bebas O2.
c. Pengawet
Pengawet dalam suatu sediaan steril biasanya digunakan untuk mengawetkan sediaan
tersebut dari mikroba. Contoh pengawet pada sediaan injeksi yaitu, Benzalkonium klorida,
Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-
hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
d. Pengisotonis
Sediaan yang berfungsi untuk membuat sediaan memiliki tekanan osmotik yang sama
dengan tubuh. Bahan yang biasa digunakan sebagai pengisotonis yaitu NaCl dan Dekstrosa.
e. Isohidris (Pendapar)
Merupakan zat-zat yang berfungsi untuk menstabilkan larutan kimia dalam air terhadap
degradasi. Sistem dapat diformulasikan pada konsentrasi terendah yang dibutuhkan untuk
stabilitas sehingga pH fisiologi tubuh tidak terganggu. Bahan yang biasa digunakan sebagai
pendapat yaitu Monopotassium phospat, anhydrous disodium phospat.
2.4.2 Formulasi
Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya yang mempunyai daya
kerja sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
a.) Bahan
a. Zat aktif
Zat aktif yang dipilih adalah Ranitidin karena merupakan salah satu obat yang
digunakan untuk masalah gangguan pecernaan terutama yang terkait dengan asam
lambung. Secara mekanisme aksi dapat dikatakan ranitidine ini sebagai obat menengah,
pada kasus dimana penggunaan obat lain seperti antasida belum mampu secara optimal
mengatasi gejala tukak. Selain itu Ranitidin merupakan sediaan yang mudah larut dalam
air atau memiliki ikatan kuat dengan air. Karena kelarutan suatu zat sangat berpengaruh
dalam pembuatan sediaan cair khususnya injeksi.
Organoleptis
Warna : putih sampai kuning pucat
Bau : tidak berbau
Rasa : rasa pahit
Karakteristik Fisikokimia
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol
Titik Lebur : 69-70℃
Sifat Fisikokimia : Ranitidin hidroklorida (USP 29) : serbuk kristalin berwarna
putih sampai kuning pucat, praktis tidak berbau. Sangat mudah larut
dalam air, agak sukar larut dalam alkohol. Larutan 1% dalam air
mempunyai pH 4,5-6,0.
b. Pembawa
Dipilih menggunakan Aqua Pro Injection karena sejauh ini pembawa yang sering
digunakan untuk steril adalah air, karena air merupakan pembawa untuk semua cairan
tubuh.
c. Pengawet
Pengawet dalam suatu sediaan steril biasanya digunakan untuk mengawetkan sediaan
tersebut dari mikroba. Tetapi dalam sediaan ini tidak perlu menggunakan pengawet karena
pengaruh terjadi kontaminasi mikroba kecil untuk satu kali pemakaian.
d. Pengisotonis
Tonisitas sediaan = % NaCl, sudah termasuk di dalam batas toleransi normal tubuh
yaitu 0,7 – 1,5 % (TPC, p. 163), maka iritasi tubuh dan konsekuensi hipotonis atau lisis
sel-sel jaringan tubuh tidak terjadi. NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar
sediaan infus setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai
tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh.
e. Isohidris (Pendapar)
Bahan pendapar yang digunakan yaitu Monopotassium Phospat karena biasa
digunakan sebagai buffer serta memiliki range pH antara 4,5 – 8,5 yang sesuai dengan pH
tubuh.
2.6 Produksi
Produksi adalah kegiatan yang menciptakan, mengolah, mengupayakan,menghasilkan
barang dan jasa atau usaha untuk meningkatkan suatu benda agar menjadi lebih berguna.
2.6.1 Metode
Ada dua metode dalam pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik:
a. Sterilisasi akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air
dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.
b. Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang
dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa
hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik
bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril
dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam sediaan jadi.
b. White Area
White area merupakan area produksi untuk sediaan steril. Untuk memasuki white area,
karyawan harus mencuci tangan dan kaki serta mengganti pakaian dari grey area dengan
pakaian khusus yang steril. Peralatan yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu,
demikian juga ruangan harus dibersihkan dengan desinfektan.
Contoh area ini yaitu seluruh ruangan pada pembuatan obat steril. Pada white area
supply udara yang akan disalurkan dalam ruang produksi berasal dari 2 sumber, yaitu
berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas
(20%). Supply udara tersebut melalui filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri
dari pre-filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang
memiliki efisiensi penyringan sebesar 95%.
Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil (evaporator) yang akan
menurunkan suhu dan kelembaban relatif udara. Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang
produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Selain itu, dalam white area ini
harus melewati HEPA filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 99,997%.
Syarat ruangan white area:
a) Ruangan harus steril.
b) Peralatan dan pakaian yang digunakan harus steril. pada ruangan ini pakaian kerjanya
model celana/baju terusan, sepatu, tutup kepala, masker dan sarung tangan.
c) Karyawan yang akan memasuki area harus bersih dan steril.
d) Ruangan mempunyai rancangan khusus, seperti tembok dengan cat yang tahan dicuci,
pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu.
e) Udara dari luar tidak boleh memasuki ruangan. Menggunakan sanitasi udara
f) White Area ini harus mempunyai kelembaban 44-45°C, temperaturnya 16-25%.
c. Black area
Black area merupakan ruangan, dimana pada ruangan ini seluruh produk obat sudah
dalam keadaan tertutup dalam kemasan primer. Dan pada daerah ini tidak perlu penanganan
khusus baik udara maupun konstruksi bangunan. Contoh area ini adalah kantor, loker,
gudang bahan baku, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas primer dan sekunder, ruang
administrasi gudang, ruang pengemasan sekunder, dan ruang laboratorium kimia fisika.
Daerah pengolahan produk steril harus dipisahkan dari daerah produksi lain serta
dirancang dan dibangun secara khusus. Ruangan harus bebas dari debu, dialiri udara yang
melewati saringan bakteri. Saringan tersebut harus diperiksa pada saat pemasangan serta
dilakukan pemeriksaan secara berkala.
Syarat ruangan black area ini:
a) Ruangannya tidak perlu steril.
b) Jumlah karyawan yang berada di area tersebut.
c) Ruangan dan alat tidak membutuhkan penangan yang khusus baik udara maupun
kontruksi bangunan.
d) Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat penyimpanan bahan baku
obat, serta tempat dimana para karyawan bisa dengan leluasa melakukan tugas
mereka tanpa adanya penangan khusus.
e) Ruangan ini mempunyai kelembaban 45-75% dan temperatur 20-28°C. area ini
tidak begitu memperhatikan penataan udara dikarenakan black area ini termasuk
non steril.
A 3500 0 <1
B 3500 0 10
C 350000 2000 100
D 3500000 20000 200
2.6.2.3 Alat
Alat-alat dalam pembuatan sediaan steril skala industri dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Autoclave
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu
benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih
15 menit.Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh
mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang
akan membunuh microorganisme. Autoklaf terutama ditujukan untuk membunuh endospora,
yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan,
dan antibiotik. Pada spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan
yang dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu
100 °C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121 °C,
endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh
hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65 °C.
Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di dalam autoklaf mencapai
121 °C. Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer panas pada bagian
dalam autoklaf akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untuk
memastikan bahwa semua objek bersuhu 121 °C untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan
waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf karena volume yang
besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa
autoklaf diuji dengan indicator biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus.
Gambar
Bagian-bagian dalam autoklaf
1. Tombol pengatur waktu mundur (timer)
2. Katup pengeluaran uap
3. Pengukur tekanan
4. Kelep pengaman
5. Tombol on-off
6. Termometer
7. Lempeng sumber panas
8. Aquades (dH2O)
9. Sekrup pengaman
10. Batas penambahan air
Cara penggunaan
a. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoclave. Jika air
kurang dari batas yang ditentukan maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.
Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
b. Disumbat alat yang berbentuk botol dengan kapas untuk menutup lubang, jika
mensterilisasi botol bertutup ulir, maka tutup harus dikendorkan, dan dibungkus
alat dengan menggunakan kertas coklat, setelah itu diikat menggunakan benang bol.
c. Masukkan alat dan bahan yang akan disterilkan.
d. Tutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang
keluar dari bibir autoclave. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.
e. Nyalakan autoclave, diatur timer dengan waktu minimal 15menit pada suhu 121°C.
f. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan
terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup
(dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Perhitungan waktu 15’ dimulai sejak
tekanan mencapai 2 atm.
g. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun
hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge
menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi
autoklaf dengan hati-hati.
2. Oven
Oven merupakan alat sterilisasi yang menggunakan udara panas kering. Dimana
fungsi oven adalah mensterilisasi alat-alat gelas yang tidak berskala prinsip oven yaitu
menghancurkan lilis mikroba mengunakan pasan udara kering.Cara menggunakan :
a. Menyumbat mulut alat-alat yang akan disterilkan dengan kapas atau tutup sekrup.
b. Meletakkan di atas rak dengan rapi.
c. Menutup rapat dengan mengencangkan sekrup, menekan tombol “on”, menunggu
sampai suhu menaik secara perlahan.
Apabila suhu telah mencapai 1700C, lalu mengatur tombol “timer” pada angka 2 (yang
berarti 2 jam).
4. Panci
Digunakan untuk sterilisasi dengan cara perebusan. Alat yang biasanya digunakan
disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan dengan menggunakan uap air adalah sarung tangan
atau bahan karet lainya. Caranya :
a. Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan
b. Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam air
c. Mulai panaskan air
d. Mulai hitung waktu saat air mendidih
e. Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu
dimulai
f. Rebus selama 20 menit
g. Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus
h. Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan
5. Lampu Sepirtus
Biasanya dipakai untuk sterilisasi jarum platina, ose dan sebagainya yang terbuat dari
latina/ nikrom. Cara menggunakannya adalah dengan membakar alat-alat tersebut diatas api
lampu spiritus sampai pijar.
7. Penyaringan (Filtrasi)
Sterilisasi secara mekanik dilakukan dengan cara menyaring bahan yang akan diterilkan.
Cara ini digunakan bagi bahan-bahan cair yang tidak tahan panas, misalnya serum darah,
vaksin, toksin atau medium yang mengandung zat tidak tahan terhadap pemanasan.
Disamping itu cara ini digunakan pula bagi bahan-bahan yang mengandung zat-zat yang tidak
stabil, misalnya larutan garam fisiologis, natrium bikarbonat dan lain-lain.
Bahan-bahan cair yang sangat peka terhadap pemanasan (serum, darah, toksin, dll.) atau
yang tidak tahan pemanasan tinggi (medium yang mengandung senyawa gula) tidak dapat
disterilkan dengan pemanasan, maka dipakai alat Filter bakteri (Penyaring bakteri).
2.6.2.4 Personalia
Dalam pembentukan dan penerapan system pemstian mutu yang memuaskan dan pembuatan
yang benar dientukan oleh beberapa fakor menunjang. Salah satu faktor terpenting adalah faktor
manusia. Pada industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personal yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Oleh karena itu, seluruh personal
harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalamannya.
Seluruh personal hendaknya memahami prinsip pembuatan obat yang benar dan memperoleh
pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi yang berhubungan dengan higiene
yang menyangkut pekerjaan. Setiap karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang
baik, sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, memiliki sifat dan kesadaran
tinggi dalam pekerjaannya.
Seluruh karyawan yang terlibat langsung dalam kegiatan pembuatan obat diberikan pelatihan
oleh tenaga kompeten mengenai tugasnya. Latihan dilakukan secara berkesinambungan dengan
frekuensi yang memadai serta menurut program yang tertulis yang telah disetujui penanggung
jawab produksi.
Seluruh karyawan hendaknya menjalani tes kesehatan baik sebelum maupun setelah diterima
sebagai karyawan selama bekerja. Jika karyawan bekerja di bagian steril hendaknya karyawan
menjaga higiene perorangan harus diterapkan oleh semua karyawan yang berhubungan dengan
proses produksi dan semua karyawan hendaknya menghindari untuk bersentuhan langsung dengan
produksi. Sehingga diperlukan pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.
Stuktur organisasi perusahaan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan
pengawasan dipimpin oleh apoteker yang berlainan dan tidak bertanggung jawab satu dengan
lainnya. Masing-masing mempunyai wewenang penuh dan sarana yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya serta tidak boleh memiliki kepentingan lain diluar organisasi pabrik yang
dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya.
Kepala bagian produksi maupun penanggung jawab mutu hendaklah seorang apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang
memadai di bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan
pelaksanaan tugasnya secara profesional. Untuk menunjang dan membantu tugasnya dapat
ditunjuk tenaga yang terampil dalam jumlah yang sesuai untuk melaksanakan supervisi langsung
di bagian produksi dan pengawasan mutu. Selain itu tersedia juga tenaga yang terlatih secara teknis
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu sesuai
dengan prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.
Dalam hal ini persyaratan untuk personalia terdiri dari dua klasifikasi, yaitu secara teknis dan
non teknis, untuk teknisnya berupa persyaratan awal yang harus dilalui sebelum menjadi pekerja
dan non teknisnya berupa persyaratan selama berlangsungnya pekerjaan.
Pada umumnya syarat sebelum menjadi pekerja sama dengan perusahaan lainnya, yang meliputi
ijazah terakhir, foto, foto copy ktp, daftar riwayat hidup, tidak mempunyai riwayat penyakit
terutama pada penyakit kulit karena akan mengkontaminasi hasil produksi dan melampirkan
sertifikat keterampilan bila ada, juga sangat penting apabila mempunyai pengalaman kerja. Pekerja
laki-laki lebih diprioritaskan di bagian produksi karena tenaga yang lebih kuat, daya imun lebih
kebal, selain itu tiap bulannya tidak mengalami menstruasi seperti wanita sehingga tidak
mempengaruhi produksinya.
Jumlah karyawan hendaknya cukup serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan sesuai dengan tugasnya serta kesehatan mental dan fisik, sehingga mampu
melaksanakan tugasnya secara professional.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh personalia adalah:
a) Persyaratan teknis (pra produksi meliputi pakaian dan kesehatan kulit serta lain-lain)
b) Persyaratan teknis adalah persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan dan harus dilakukan
oleh karyawan, misalnya tidak cacat fisik dan mental, mampu melaksanakan tugas yang
telah diberikan oleh perusahaan dan mempunyai kemampuan yang cukup pada bidangnya.
c) Sebelum melaksanakan pekerjaannya, terlebih dahulu para pekerja juga harus
memperhatikan persiapan yang benar untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja.
Syarat-syarat personalia dalam produksi :
a) Personalia hendaknya mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan
yang sesuai dengan tugas dan fungsinya dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
b) Personalia hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan
kepadanya.
2.7 Evaluasi
Evaluasi injeksi dilakukan untuk mengetahui apakah injeksi yang dihasilkan telah
memenuhi standar atau belum.
2.7.1 Evaluasi Injeksi
2.7.2.1 Uji Penampilan Fisik
1. Penetapan pH
Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan monografi.
Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45.
2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (volume
injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam
FI IV).
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril
untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada
pemeriksan secara visual.
4. Uji Kebocoran
Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan Volume serta
kestabilan sediaan.
5. Uji Kejernihan dan Warna
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji
kejernihan secara visual.
6. Kejernihan Larutan
Bertujuan untuk sediaan infuse atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas
dari kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.
7. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 vial
satu persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada isinya).
8. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 vial
satu persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada isinya).
B. Evaluasi Biologi
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada
sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk
parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
2. Uji Kandungan Zat Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari 20%
dari jumlah yang tertera pada etiket.
3. Uji Sterilitas
Bertujuan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan
yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada masing-masing monografi. Cara
pengerjaan :
- Uji fertilitas. Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah wadah yang
mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji.
- Uji sterilitas. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media uji dan teknik
penyaringan membran.
4. Uji Pirogen
Bertujuan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien
pada pemberian sediaan injeksi.
5. Uji Endokrin Bakteri
Bertujuan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di dalam atau
pada bahan uji.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Formulasi
Jumlah 0,313
xdr
= 0,21
0,21 0,9 𝑔
Setara dengan NaCl = 0,52 𝑋 100 𝑚𝑙
= 0,363 g/100mL
= 36,3 mg/10mL
Perhitungan bahan
2,5
a. Ranitidin = 100 𝑥 10 = 0,25 g = 250 mg
0,1
b. Na2HPO4 = 100 𝑥 10 = 0,01 g = 10 mg/10 mL
= 7 mg/7 mL
0,15
c. KH2PO4 = 𝑥 10 = 0,015 g = 15 mg/10 mL
100
= 4,5 mg/3 mL
d.
3.2 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Autoklaf, batang pengaduk, botol kaca Ranitidin HCl
injeksi 10 ml
Gelas kimia 100 ml, gelas ukur 100 ml Na2HPO4
Labu ukur 100 ml dan 500 ml KH2PO4
Sendok tanduk NaCl
Spoit 3 cc Aqua for Injection
Timbangan digital, penutup karet
Alumunium foil
Sterilisasi alat