Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Zat Aktif

2.1.1 Definisi

Ranitidin hidroklorida merupakan suatu obat golongan antagonis H2 yang dapat


menurunkan produksi asam lambung. Ranitidin digunakan untuk mengobati ulkus gastrointestinal.
Mempunyai rumus molekul C13H23ClN4O3S.

2.2.2 Indikasi

Ranitidin adalah obat yang diindikasikan untuk menangani gejala atau penyakit yang
berkaitan dengan produksi asam berlebih di dalam lambung seperti tukak pada lambung dan
duodenum (usus 12 jari), gastritis, penyakit gastroesophageal reflux (GERD), perut kembung, dan
sebagainya.

2.2.3 Mekanisme Kerja

Farmakologi ranitidin sebagai antagonis reseptor histamin yang mensuspensi sekresi asam
lambung. Farmakodinamik obat ini yaitu terdapat antagonis kompetitif reversibel mukrosa
lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam lambung. Ranitidin mensuspensi sekresi asam
lambung dengan 2 mekanisme :
a. Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster diinhibisi karena ranitidin menduduki
reseptor H2 yang berfungsi menstimulasi sekresi asam lambung.
b. Substansi lain (gastrin dan asetikolin) yang menyebabkan sekresi asam lambung
berkurang efektifitasnya pada sel pariental jika reseptor H2 diinhibisi.
2.2.4 Efek Samping

Efek samping yang terjadi pada penggunaan ranitidin adalah sebagai berikut:
a. Diare
b. Mual dan muntah
c. Sakit kepala
d. Insomnia
e. Vertigo
f. Ruam
g. Konstipasi
h. Sulit menelan
i. Urine tampak keruh
j. Berhalusinasi

2.2.5 Kontra Indikasi

Ranitidin harus digunakan dengan hati-hati pada kondisi :

a. Ibu hamil
b. Ibu menyusui
c. Penyakit ginjal
d. Kanker lambung
e. Penderita yang alergi pada Ranitidin

2.2.6 Penyimpanan

Cara penyimpanan ranitidin injeksi adalah tempat penyimpanan harus terlindungi dari
cahaya dan tempat yang lembab dan disimpan pada suhu ruangan.
2.2.7 Interaksi Obat

Berikut ini adalah interaksi ranitidin dengan obat-obatan lain :

a. Meningkatkan konsentrasu serum dan memperlambat absorpsi ranitidin oleh saluran


pencernaan apabila digunakan bersama dengan propantheline bromide
b. Ranitidin dapat menghambat metabolisme antikoagulan coumarin, teofilin, diazepam, dan
propanol di dalam organ hati
c. Ranitidin dapat mengganggu absorpsi obat-obatan yang tingkat absorbsinya dipengaruhi
oleh pH, seperti ketoconazol, midazolam, dan glipizida
d. Bioavailabilitas ranitidin akan menurun jika digunakan dengan antasida

2.2.8 Cara Pemakaian

Terapi Parentera : diberikan i.m atau i.v atau infus secara perlahan atau intermittent untuk
penderita rawat inap dengan kondisi hipersekretori patologik atau tukak usus duabelas jari yang
tidak sembuh-sembuh atau bila terapi oral tidak memungkinkan.

Dosis dewasa : injeksi i.m atau i.v intermittent 50 mg setiap 6-8 jam. Jika diperlukan, obat dapat
diberikan lebih sering, dosis tidak boleh melebihi 400 mg sehari.

Pada penderita gagal ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 50/menit, dosis i.m atau I.v, yang
dianjurkan adalah 50 mg setiap 18 – 24 jam. Jika diperlukan, ubah dengan hati-hati interval dosis
dari setiap 24 jam menjadi setiap 12 jam.

Cara pemberian : Injeksi secara i.m tidak perlu diencerkan. Injeksi I.v : intermiten 50 mg
ranitidine tiap 6 – 8 jam diencerkan dengan larutan Natrium Klorida 0,9 % atau larutan i.v lain
yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih bear dari 2,5 mg/ml ( total volume 20 ml )dan
kecepatan injeksi tidak melebihi 4 ml/menit (waktu seluruhnya tidak kurang dari 5 menit)

2.3 Tinjauan Tentang Sediaan

2.3.1 Definisi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)
2.3.2 Syarat

Injeksi harus memiliki syarat-syarat sebgai berikut:


a. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah
kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
b. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
c. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
d. Sterilitas
e. Bebas dari bahan partikulat
f. Kestabilan
g. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
2.3.3 Keuntungan dan Kerugian
1. Keuntungan
Keuntungan penggunaan injeksi adalah sebagai berikut:
a. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi
pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
b. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang
dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
c. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan
secara injeksi.
d. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena
pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus,
pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
e. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan
seperti pada gigi dan anestesi.
f. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral
tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan
penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
g. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan
elektrolit.
h. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat
dipenuhi melalui rute parenteral.
i. Aksi obat biasanya lebih cepat.
j. Seluruh dosis obat digunakan.
k. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan
secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
l. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika
diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
m. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat
menyelamatkan hidupnya.

2. Kerugian
Adapun kerugian dari penggunaan injeksi adalah sebagai berikut:
a. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lainPada pemberian
parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari
beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari
b. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek
fisiologisnya.
c. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral
lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
d. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila
sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
e. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
f. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit
untuk dikembalikan lagi.
g. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa
reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

2.4 Praformulasi dan Formulasi

2.4.1 Praformulasi
a. Praformulasi adalah tahap awal dalam proses pembuatan sediaan farmasi yang berpusat
pada sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan
suatu bentuk sediaan obat.

Umumnya sedian injeksi berisi zat aktif, pendapar dan larutan isotonik. Berikut kriteria
bahan yang akan digunakan:
a. Zat Aktif
Zat aktif adalah adalah unsur dalam obat yang memiliki khasiat menyembuhkan penyakit.
Ada beberapa contoh zat aktif yang bisa untuk mengurangi rasa sakit penyakit gastritis yaitu,
Ranitidine, Simetidin, Omeprazole, lansoprazole, Antasida dan lain-lain.

b. Pembawa
Zat pembawa yang digunakan dalam pembuatan infus yaitu zat yang berbentuk larutan (air)
atau yang biasa di gunakan dalam pembuatan sediaan steril yaitu, aqua pro injection, Air Pro
Injeksi Bebas CO2, dan Air Pro Injeksi bebas O2.
c. Pengawet
Pengawet dalam suatu sediaan steril biasanya digunakan untuk mengawetkan sediaan
tersebut dari mikroba. Contoh pengawet pada sediaan injeksi yaitu, Benzalkonium klorida,
Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-
hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
d. Pengisotonis
Sediaan yang berfungsi untuk membuat sediaan memiliki tekanan osmotik yang sama
dengan tubuh. Bahan yang biasa digunakan sebagai pengisotonis yaitu NaCl dan Dekstrosa.
e. Isohidris (Pendapar)
Merupakan zat-zat yang berfungsi untuk menstabilkan larutan kimia dalam air terhadap
degradasi. Sistem dapat diformulasikan pada konsentrasi terendah yang dibutuhkan untuk
stabilitas sehingga pH fisiologi tubuh tidak terganggu. Bahan yang biasa digunakan sebagai
pendapat yaitu Monopotassium phospat, anhydrous disodium phospat.

2.4.2 Formulasi
Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya yang mempunyai daya
kerja sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

a.) Bahan
a. Zat aktif
Zat aktif yang dipilih adalah Ranitidin karena merupakan salah satu obat yang
digunakan untuk masalah gangguan pecernaan terutama yang terkait dengan asam
lambung. Secara mekanisme aksi dapat dikatakan ranitidine ini sebagai obat menengah,
pada kasus dimana penggunaan obat lain seperti antasida belum mampu secara optimal
mengatasi gejala tukak. Selain itu Ranitidin merupakan sediaan yang mudah larut dalam
air atau memiliki ikatan kuat dengan air. Karena kelarutan suatu zat sangat berpengaruh
dalam pembuatan sediaan cair khususnya injeksi.

 Struktur Kimia Ranitidin


C13H22N4O3S
Bobot molekul 350,87 g/mol (FI IV hal 733)

Gambar struktur kimia ranitidin:

 Organoleptis
Warna : putih sampai kuning pucat
Bau : tidak berbau
Rasa : rasa pahit

 Karakteristik Fisikokimia
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol
Titik Lebur : 69-70℃
Sifat Fisikokimia : Ranitidin hidroklorida (USP 29) : serbuk kristalin berwarna
putih sampai kuning pucat, praktis tidak berbau. Sangat mudah larut
dalam air, agak sukar larut dalam alkohol. Larutan 1% dalam air
mempunyai pH 4,5-6,0.

Penyimpanan (serbuk) : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

b. Pembawa
Dipilih menggunakan Aqua Pro Injection karena sejauh ini pembawa yang sering
digunakan untuk steril adalah air, karena air merupakan pembawa untuk semua cairan
tubuh.

c. Pengawet
Pengawet dalam suatu sediaan steril biasanya digunakan untuk mengawetkan sediaan
tersebut dari mikroba. Tetapi dalam sediaan ini tidak perlu menggunakan pengawet karena
pengaruh terjadi kontaminasi mikroba kecil untuk satu kali pemakaian.
d. Pengisotonis
Tonisitas sediaan = % NaCl, sudah termasuk di dalam batas toleransi normal tubuh
yaitu 0,7 – 1,5 % (TPC, p. 163), maka iritasi tubuh dan konsekuensi hipotonis atau lisis
sel-sel jaringan tubuh tidak terjadi. NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar
sediaan infus setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai
tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh.
e. Isohidris (Pendapar)
Bahan pendapar yang digunakan yaitu Monopotassium Phospat karena biasa
digunakan sebagai buffer serta memiliki range pH antara 4,5 – 8,5 yang sesuai dengan pH
tubuh.

2.6 Produksi
Produksi adalah kegiatan yang menciptakan, mengolah, mengupayakan,menghasilkan
barang dan jasa atau usaha untuk meningkatkan suatu benda agar menjadi lebih berguna.
2.6.1 Metode
Ada dua metode dalam pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik:
a. Sterilisasi akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air
dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.
b. Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang
dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa
hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik
bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril
dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam sediaan jadi.

2.6.2 Bangunan dan fasilitas


2.6.2.1 Bangunan
Bangunan pada produksi sediaan steril harus dibangun sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan oleh CPOB agar dalam produksi sediaan steril yang dihasilkan mendapat
hasil yang baik dan sesuai dengan persyaratan.
a. Bangunan industri harus didirikan di lokasi yang terhindar dari pencemaran dan tidak
mencemari lingkungan.
b. Bangunan industri harus memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi.
c. Bangunan industri harus memiliki ruang-ruang pembuatan yang rancang bangun dan
luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan jumlah obat yang dibuat. Jenis dan jumlah alat
yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan.
d. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan diarea yang saling berhubungan antara
satu ruangan dengan ruangan yang lain mengikuti urutan tahap produksi.
e. Bangunan industri di dirikan atas sifat yang kokoh, dengan tujuan agar bisa terhindar
dari bencana seperti gempa dan banjir.
2.6.2.2 Ruang
Dalam melakukan produksi sediaan steril setiap ruangan yang dipakai harus selalu
terkontrol untuk menjaga kualitas sediaan nantinya. Oleh karena itu setiap ruangan
mempunyai criteria tertentu yaitu ruangan dalam keadaan bersih. Persyaratan ruangan bersih
sebagai berikut:
a. Mencegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda.
b. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat harus dipisahkan dengan bahan produk
obat.
c. Ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah-pindahkan dan ruangan untuk
menyimpan bahan pembersih.
d. Kamar ganti pakaian terhubung langsung dengan ruang produksi tetapi letaknya terpisah.
e. Kamar mandi tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan ventilasi
yang baik.

Ruang produksi dapat ditinjau dari beberapa aspek diantaranya :


1. Ditinjau dari segi ruangan produksi antara lain :
a. Lantai. Pada ruang produksi tablet, kapsul, dan sirup terbuat dari semen yang dilapisi
epoksi sehingga lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah dibersihkan, tidak
menahan parikel dan tahan terhadap detergent dan desinfektan. Sedangkan pada ruangan
produksi sediaan sterilisasi injeksi lantai tidak boleh ada sekat . Hal ini meminimalisir
adanya bakteri, mudah dibersihkan.
b. Dinding. Dinding pada ruangan produk steril injeksi harus terbuat dari tembok yang
dilapisi dengan epoksi sehingga permukaan dinding menjadi licin dan rata, kedap air,
mudah dibersihkan, tahan terhadap detergent, desinfektan serta tidak menjadi tempat
bersarangnya binatang kecil.
c. Langit-langit. Langit-langit pada ruangansteril sediaan injeksi tidak boleh ada sudut dan
terbuat dari beton yang dilapisi epoksi sehingga permukaan langit-langit menjadi licin
dan rata serta mudah dibersihkan. Tidak ada sudut untuk mencegah pertumbuhan lumut
atau mengatasi kelembaban yang menimbulkan adanya bakteri dan langit-langit harus
sering dibersihkan agar sediaan benar-benar steril.

2. Ditinjau dari segi ruang sterilasi


Tiap ruangan dengan klasifikasi berbeda-beda dipisahkan oleh ruangan. Tiap ruangan
diberi nomor ruangan untuk dokumentasi pabrik yang dibagi dalam tiga kelas ruangan/area
berdasarkan tingkat kebersihan, antara lain:
a. Grey area
Grey area merupakan area produksi, dimana proses produksi berlangsung. Pada area
ini kebebasan telah dikurangi, yaitu barang atau karyawan tidak bebas memasuki area ini.
Dilakukan penganganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan konstruksi ruangan,
seperti lantai dan langit – langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia,
dinding harus terbuat dari beton dan dicat dengan cat yang tahan dicuci, serta pintu dan
peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu. (grey area) yang meliputi antara lain ruang
penimbangan, ruang sterilisasi akhir, dan ruang evaluasi.
Pada grey area supply udara yang akan disalurkan dalam ruang produksi berasal dari
2 sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal
dari udara bebas (20%). Supply udara tersebut melalui filter yang terdapat di dalam filter
house yang terdiri dari pre-filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan
medium filter yang memiliki efisiensi penyringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara
ini melewati cooling coil (evaporator) yang akan menurunkan suhu dan kelembaban relatif
udara. Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan
volume dumper. Kelas-kelas ruangan ini menunjukkan tingkatan kontaminasi partikel di
ruangan tersebut. Untuk ruangan grey area ini :
a) Personal harus mencuci tangan dan kaki serta pakaian nya pun harus bersih. Untuk
pakaian personel yaitu tidak berkantong, warna berbeda tiap bagian, tutup kepala,
masker dan sarung tangan.
b) Desain ruangan di butuhkan perlakuan khusus. Seperti penanganan khusus terhadap
udara, rancang bangun dan kontruksi ruangan, seperti lantai dan langit-langit tidak
boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia. Dinding harus terbuat dari beton
dan di cat dengan cat yang tahan dicuci, seperti pintu dan peralatan lainnya tidak
boleh terbuat dari kayu
c) Kebebasan personal untuk masuk area ini sudah di kurangi.
d) Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat produksi obat-obatan,di
mna tempat ini sangat penting dari semua area yang ada, karena proses intinya ada
di ruangan ini
e) Kelembaban yang ada pada Grey Area adalah 45-75% (khusus unuk ruangan kapsul
= 30-40%), mempunyai kelembaban 20-28°C.

b. White Area
White area merupakan area produksi untuk sediaan steril. Untuk memasuki white area,
karyawan harus mencuci tangan dan kaki serta mengganti pakaian dari grey area dengan
pakaian khusus yang steril. Peralatan yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu,
demikian juga ruangan harus dibersihkan dengan desinfektan.
Contoh area ini yaitu seluruh ruangan pada pembuatan obat steril. Pada white area
supply udara yang akan disalurkan dalam ruang produksi berasal dari 2 sumber, yaitu
berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas
(20%). Supply udara tersebut melalui filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri
dari pre-filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang
memiliki efisiensi penyringan sebesar 95%.
Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil (evaporator) yang akan
menurunkan suhu dan kelembaban relatif udara. Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang
produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Selain itu, dalam white area ini
harus melewati HEPA filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 99,997%.
Syarat ruangan white area:
a) Ruangan harus steril.
b) Peralatan dan pakaian yang digunakan harus steril. pada ruangan ini pakaian kerjanya
model celana/baju terusan, sepatu, tutup kepala, masker dan sarung tangan.
c) Karyawan yang akan memasuki area harus bersih dan steril.
d) Ruangan mempunyai rancangan khusus, seperti tembok dengan cat yang tahan dicuci,
pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu.
e) Udara dari luar tidak boleh memasuki ruangan. Menggunakan sanitasi udara
f) White Area ini harus mempunyai kelembaban 44-45°C, temperaturnya 16-25%.

c. Black area
Black area merupakan ruangan, dimana pada ruangan ini seluruh produk obat sudah
dalam keadaan tertutup dalam kemasan primer. Dan pada daerah ini tidak perlu penanganan
khusus baik udara maupun konstruksi bangunan. Contoh area ini adalah kantor, loker,
gudang bahan baku, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas primer dan sekunder, ruang
administrasi gudang, ruang pengemasan sekunder, dan ruang laboratorium kimia fisika.
Daerah pengolahan produk steril harus dipisahkan dari daerah produksi lain serta
dirancang dan dibangun secara khusus. Ruangan harus bebas dari debu, dialiri udara yang
melewati saringan bakteri. Saringan tersebut harus diperiksa pada saat pemasangan serta
dilakukan pemeriksaan secara berkala.
Syarat ruangan black area ini:
a) Ruangannya tidak perlu steril.
b) Jumlah karyawan yang berada di area tersebut.
c) Ruangan dan alat tidak membutuhkan penangan yang khusus baik udara maupun
kontruksi bangunan.
d) Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat penyimpanan bahan baku
obat, serta tempat dimana para karyawan bisa dengan leluasa melakukan tugas
mereka tanpa adanya penangan khusus.
e) Ruangan ini mempunyai kelembaban 45-75% dan temperatur 20-28°C. area ini
tidak begitu memperhatikan penataan udara dikarenakan black area ini termasuk
non steril.

Syarat ruangan produksi steril


Ruangan produksi steril adalah tempat yang disiapkan secara khusus dari bahan-bahan
dan tat bentuk yang harus sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB). Ruangan
produksi steril harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partike.
b) Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
c) Suhu 18 – 22°C, Kelembaban 35 – 50%
d) Dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter atau udara yang ada didalam
ruangan disaring dengan HEPA (High Eficiency Particulate Air) filter agar
mendapatkan udara yang bebas mikroorganisme dan partikel.
e) Tekanan udara didalam ruangan lebih besar daripada udara diluar, sehingga udara
didalam mengalir keluar (udara diluar yang lebih kotor tidak dapat masuk kedalam
ruangan yang lebih bersih.
f) Minimal harus terbagi atas tiga area, yaitu area kotor (black area, intermediate area
(grey area),dan area bersih (white area).
Batasan kontaminasi dengan partikel

Jumlah maksimum partikel dan jumlah mikrobakteri per m3


Grade
0,5 µm 5 µm Jml mikroorganisme

A 3500 0 <1
B 3500 0 10
C 350000 2000 100
D 3500000 20000 200

2.6.2.3 Alat
Alat-alat dalam pembuatan sediaan steril skala industri dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Autoclave
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu
benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih
15 menit.Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh
mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang
akan membunuh microorganisme. Autoklaf terutama ditujukan untuk membunuh endospora,
yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan,
dan antibiotik. Pada spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan
yang dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu
100 °C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121 °C,
endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh
hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65 °C.
Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di dalam autoklaf mencapai
121 °C. Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer panas pada bagian
dalam autoklaf akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untuk
memastikan bahwa semua objek bersuhu 121 °C untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan
waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf karena volume yang
besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa
autoklaf diuji dengan indicator biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus.

Gambar
Bagian-bagian dalam autoklaf
1. Tombol pengatur waktu mundur (timer)
2. Katup pengeluaran uap
3. Pengukur tekanan
4. Kelep pengaman
5. Tombol on-off
6. Termometer
7. Lempeng sumber panas
8. Aquades (dH2O)
9. Sekrup pengaman
10. Batas penambahan air

Cara penggunaan
a. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoclave. Jika air
kurang dari batas yang ditentukan maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.
Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
b. Disumbat alat yang berbentuk botol dengan kapas untuk menutup lubang, jika
mensterilisasi botol bertutup ulir, maka tutup harus dikendorkan, dan dibungkus
alat dengan menggunakan kertas coklat, setelah itu diikat menggunakan benang bol.
c. Masukkan alat dan bahan yang akan disterilkan.
d. Tutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang
keluar dari bibir autoclave. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.
e. Nyalakan autoclave, diatur timer dengan waktu minimal 15menit pada suhu 121°C.
f. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan
terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup
(dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Perhitungan waktu 15’ dimulai sejak
tekanan mencapai 2 atm.
g. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun
hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge
menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi
autoklaf dengan hati-hati.

2. Oven
Oven merupakan alat sterilisasi yang menggunakan udara panas kering. Dimana
fungsi oven adalah mensterilisasi alat-alat gelas yang tidak berskala prinsip oven yaitu
menghancurkan lilis mikroba mengunakan pasan udara kering.Cara menggunakan :
a. Menyumbat mulut alat-alat yang akan disterilkan dengan kapas atau tutup sekrup.
b. Meletakkan di atas rak dengan rapi.
c. Menutup rapat dengan mengencangkan sekrup, menekan tombol “on”, menunggu
sampai suhu menaik secara perlahan.
Apabila suhu telah mencapai 1700C, lalu mengatur tombol “timer” pada angka 2 (yang
berarti 2 jam).

3. Laminar Air Flow


Laminar Air Flow adalah alat sterilisasi yang menggunakan prinsip filtrasi udara dan
penggunaan radiasi ultraviolet.Laminar air flow digunakan sebagai tempat untuk melakukan
kegiatan laboratorium yang membutuhkan kondisi steril, seperti membuka alat yang telah
disterilisasi dan menyiapkan samel mikrobia. Lingkungan dalam laminar air flow disterilisasi
dengan 2 cara. Sebelum digunakan, laminar air flow ditutup dan lampu UVR dinyalakan
sehingga mikrobia di udara dan permukaan ruang mati, lalu saat bekerja, kondisi udara dijaga
stabil dengan filtrasi udara. Komponen laminar air flow antara lain ruang kaca steril yang
dilengkapi dengan tutup, filter udara di bagian belakang, lampu UVR di langit-langit ruang,
lampu biasa untuk membantu proses kerja, serta panel tombol untuk menyalakan lampu UVR,
filter dan lampu biasa.
a. Cara kerja :
Cara kerja dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Nyalakan lampu UV, minimum selama 30 menit, sebelum laminar air flow
digunakan. Hindarkan sinarnya dari badan dan mata.
2. Siapkan semua alat-alat steril yang akan dipergunakan. Alat-alat yang dimasukkan
ke dalam laminar air flow, disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70% atau
spiritus.
3. Meja dan dinding dalam LAF disemprot dengan alkohol 70% atau dengan spiritus
untuk mensterilkan LAF.
4. Blower pada LAF dihidupkan untuk menjalankan air flow.
5. Nyalakan lampu dalam LAF.
6. LAF sudah siap untuk digunakan.

b. Hal yang perlu diperhatikan :


1. Jangan meletakkan lampu bunsen terlalu dekat dengan filter dan alkohol untuk
merendam peralatan kultur.
2. Jangan menumpuk alat-alat, botol-botol media, dan lain-lain benda di depan tempat
bekerja sehingga menghalangi aliran udara.
3. Jangan mencelupkan alat tanam dengan nyala api ke dalam alkohol (nyala api alkohol
yang terdapat pada alat tanam, tidak terlihat dengan jelas di tempat yang terang.
4. Jangan mendekati lampu bunsen, dengan tangan yang baru disemprot alkohol atau
spiritus.
5. Bersihkan Laminar Air Flow setelah selesai bekerja.

4. Panci
Digunakan untuk sterilisasi dengan cara perebusan. Alat yang biasanya digunakan
disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan dengan menggunakan uap air adalah sarung tangan
atau bahan karet lainya. Caranya :
a. Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan
b. Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam air
c. Mulai panaskan air
d. Mulai hitung waktu saat air mendidih
e. Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu
dimulai
f. Rebus selama 20 menit
g. Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus
h. Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan

5. Lampu Sepirtus
Biasanya dipakai untuk sterilisasi jarum platina, ose dan sebagainya yang terbuat dari
latina/ nikrom. Cara menggunakannya adalah dengan membakar alat-alat tersebut diatas api
lampu spiritus sampai pijar.

6. Sinar Ultra Violet Dari Lampu Uap Merkuri


Sering digunakan untuk sterilisasi ruangan inokulasi di laboratorium atau ruang
pengolahan.Radiasi ultra violet menyebabkan kesalahan dalam replikasi DNA dan
mempunyai aktivitas mutagenik pada sel hidup. Sinar ultra violet mempunyai panjang
gelombang 15-390 nm, pada panjang gelombang 265 nm, sinar ini berefek bakterisidal kuat.

7. Penyaringan (Filtrasi)
Sterilisasi secara mekanik dilakukan dengan cara menyaring bahan yang akan diterilkan.
Cara ini digunakan bagi bahan-bahan cair yang tidak tahan panas, misalnya serum darah,
vaksin, toksin atau medium yang mengandung zat tidak tahan terhadap pemanasan.
Disamping itu cara ini digunakan pula bagi bahan-bahan yang mengandung zat-zat yang tidak
stabil, misalnya larutan garam fisiologis, natrium bikarbonat dan lain-lain.
Bahan-bahan cair yang sangat peka terhadap pemanasan (serum, darah, toksin, dll.) atau
yang tidak tahan pemanasan tinggi (medium yang mengandung senyawa gula) tidak dapat
disterilkan dengan pemanasan, maka dipakai alat Filter bakteri (Penyaring bakteri).

2.6.2.4 Personalia
Dalam pembentukan dan penerapan system pemstian mutu yang memuaskan dan pembuatan
yang benar dientukan oleh beberapa fakor menunjang. Salah satu faktor terpenting adalah faktor
manusia. Pada industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personal yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Oleh karena itu, seluruh personal
harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalamannya.
Seluruh personal hendaknya memahami prinsip pembuatan obat yang benar dan memperoleh
pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi yang berhubungan dengan higiene
yang menyangkut pekerjaan. Setiap karyawan juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang
baik, sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, memiliki sifat dan kesadaran
tinggi dalam pekerjaannya.
Seluruh karyawan yang terlibat langsung dalam kegiatan pembuatan obat diberikan pelatihan
oleh tenaga kompeten mengenai tugasnya. Latihan dilakukan secara berkesinambungan dengan
frekuensi yang memadai serta menurut program yang tertulis yang telah disetujui penanggung
jawab produksi.
Seluruh karyawan hendaknya menjalani tes kesehatan baik sebelum maupun setelah diterima
sebagai karyawan selama bekerja. Jika karyawan bekerja di bagian steril hendaknya karyawan
menjaga higiene perorangan harus diterapkan oleh semua karyawan yang berhubungan dengan
proses produksi dan semua karyawan hendaknya menghindari untuk bersentuhan langsung dengan
produksi. Sehingga diperlukan pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.
Stuktur organisasi perusahaan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan
pengawasan dipimpin oleh apoteker yang berlainan dan tidak bertanggung jawab satu dengan
lainnya. Masing-masing mempunyai wewenang penuh dan sarana yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya serta tidak boleh memiliki kepentingan lain diluar organisasi pabrik yang
dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya.
Kepala bagian produksi maupun penanggung jawab mutu hendaklah seorang apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang
memadai di bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan
pelaksanaan tugasnya secara profesional. Untuk menunjang dan membantu tugasnya dapat
ditunjuk tenaga yang terampil dalam jumlah yang sesuai untuk melaksanakan supervisi langsung
di bagian produksi dan pengawasan mutu. Selain itu tersedia juga tenaga yang terlatih secara teknis
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu sesuai
dengan prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan.
Dalam hal ini persyaratan untuk personalia terdiri dari dua klasifikasi, yaitu secara teknis dan
non teknis, untuk teknisnya berupa persyaratan awal yang harus dilalui sebelum menjadi pekerja
dan non teknisnya berupa persyaratan selama berlangsungnya pekerjaan.
Pada umumnya syarat sebelum menjadi pekerja sama dengan perusahaan lainnya, yang meliputi
ijazah terakhir, foto, foto copy ktp, daftar riwayat hidup, tidak mempunyai riwayat penyakit
terutama pada penyakit kulit karena akan mengkontaminasi hasil produksi dan melampirkan
sertifikat keterampilan bila ada, juga sangat penting apabila mempunyai pengalaman kerja. Pekerja
laki-laki lebih diprioritaskan di bagian produksi karena tenaga yang lebih kuat, daya imun lebih
kebal, selain itu tiap bulannya tidak mengalami menstruasi seperti wanita sehingga tidak
mempengaruhi produksinya.
Jumlah karyawan hendaknya cukup serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan sesuai dengan tugasnya serta kesehatan mental dan fisik, sehingga mampu
melaksanakan tugasnya secara professional.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh personalia adalah:
a) Persyaratan teknis (pra produksi meliputi pakaian dan kesehatan kulit serta lain-lain)
b) Persyaratan teknis adalah persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan dan harus dilakukan
oleh karyawan, misalnya tidak cacat fisik dan mental, mampu melaksanakan tugas yang
telah diberikan oleh perusahaan dan mempunyai kemampuan yang cukup pada bidangnya.
c) Sebelum melaksanakan pekerjaannya, terlebih dahulu para pekerja juga harus
memperhatikan persiapan yang benar untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja.
Syarat-syarat personalia dalam produksi :
a) Personalia hendaknya mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan
yang sesuai dengan tugas dan fungsinya dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
b) Personalia hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan
kepadanya.

2.7 Evaluasi
Evaluasi injeksi dilakukan untuk mengetahui apakah injeksi yang dihasilkan telah
memenuhi standar atau belum.
2.7.1 Evaluasi Injeksi
2.7.2.1 Uji Penampilan Fisik
1. Penetapan pH
Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan monografi.
Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45.
2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (volume
injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam
FI IV).
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril
untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada
pemeriksan secara visual.

4. Uji Kebocoran
Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan Volume serta
kestabilan sediaan.
5. Uji Kejernihan dan Warna
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji
kejernihan secara visual.
6. Kejernihan Larutan
Bertujuan untuk sediaan infuse atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas
dari kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.
7. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 vial
satu persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada isinya).
8. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 vial
satu persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada isinya).

B. Evaluasi Biologi
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada
sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk
parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
2. Uji Kandungan Zat Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari 20%
dari jumlah yang tertera pada etiket.
3. Uji Sterilitas
Bertujuan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan
yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada masing-masing monografi. Cara
pengerjaan :
- Uji fertilitas. Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah wadah yang
mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji.
- Uji sterilitas. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media uji dan teknik
penyaringan membran.
4. Uji Pirogen
Bertujuan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien
pada pemberian sediaan injeksi.
5. Uji Endokrin Bakteri
Bertujuan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di dalam atau
pada bahan uji.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Formulasi

Ranitidin HCl 250mg


Na2HPO4 0,11%
KH2PO4 0,15%
NaCl qs
Aqua pro injection ad 2 ml

Zat  Konsetrasi zat (%) Kons. Zat x 

Ranitidine HCl 0,1 2,5 0,25

Na2HPO4 0,24 0,11 0,026

KH2PO4 0,25 0,15 0,037

Jumlah 0,313

xdr

 Isotonis = 0,52

Agar isotonis = 0,52 – 0,31

= 0,21

0,21 0,9 𝑔
Setara dengan NaCl = 0,52 𝑋 100 𝑚𝑙

= 0,363 g/100mL

= 36,3 mg/10mL
Perhitungan bahan

2,5
a. Ranitidin = 100 𝑥 10 = 0,25 g = 250 mg
0,1
b. Na2HPO4 = 100 𝑥 10 = 0,01 g = 10 mg/10 mL

= 7 mg/7 mL

0,15
c. KH2PO4 = 𝑥 10 = 0,015 g = 15 mg/10 mL
100

= 4,5 mg/3 mL
d.
3.2 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Autoklaf, batang pengaduk, botol kaca Ranitidin HCl
injeksi 10 ml
Gelas kimia 100 ml, gelas ukur 100 ml Na2HPO4
Labu ukur 100 ml dan 500 ml KH2PO4
Sendok tanduk NaCl
Spoit 3 cc Aqua for Injection
Timbangan digital, penutup karet
Alumunium foil

Alasan pemilihan bahan

Nama bahan Alasan pemilihan bahan

Ranitidin Digunakan sebagai obat ulkus gastrointestinal.

Na2HPO4 Digunakan sebagai pendapar

KH2PO4 Digunakan sebagai pendapar


NaCl Digunakan sebagai antioksidan

Aquadest Pro Injectione Digunakan sebagai pelarut dalam sediaan


injeksi

Sterilisasi alat

Nama alat Sterilisasi alat

Erlenmeyer Oven 1700˚C

Beaker glass Oven 1700˚C

Kaca arloji Oven 1700˚C

Cawan penguap Oven 1700˚C

Batang pengaduk Oven 1700˚C

Spatel logam Oven 1700˚C

Gelas ukur 25 ml Oven 1700˚C

Kertas saring Autoklaf 115-1160˚C

Corong gelas Autoklaf 115-1160˚C

3.3 Cara Kerja


3.4 Pembuatan dapar
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
- Sterilkan alat
- Ditimbang Na2HPO4 98 mg, KH2PO4 15mg
- Masing-masing dimasukkan kedalam gelas kimia, ditambahkan aquades 3mL, ad homogen
- Larutan asam dan basa di campur
- Ukur pH 6,8 – 8 (ideal 7,4)
PROSEDUR PEMBUATAN
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Kalibrasi botol injeksi 10 mL
3. Sterilakan semua alat dan bahan yang akan digunakan
4. Ditimbang Ranitidin 250 mg, dimasukkan dalam beakerglass, dilarutkan dalam aqua pro
injection 3 ml, aduk ad larut
5. Ditimbang NaCl 0,9% sebanyak 36,3 mg
6. Kemudian NaCl sedikit demi sedikit kedalam larutan Ranitidin, aduk sampai homogen
7. Dilakukan pengecekan pH pada larutan yang sudah jadi, jika pH tidak sesuai maka
ditambahkan larutan dapar sampai pH larutan sesuai
8. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol injeksi, ad 10 mL
9. Kemudian ditutup dengan penutup karet dan alumunium foil, lalu diikat dengan tali godam
10. Sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit
11. Setelah steril dikeluarkan lalu diberi label dan kemasan

3.5 Evaluasi Kerja


a. Uji kejernihan dan warna ( goeswin agoes. Larutan parenteral hal 201-202)
1. Sinari wadah dari samping dengan latar belakang selembar papan yang separuhnya
di cat warna hitam dan separuhnya di cat warna putih.
2. sedangkan belantar putih untuk kotoran kotoran warna gelap.
3. Lihat hasil kotoran yang nampak.
b. Uji kebocoran
1. Letakkan ampul di dalam zat warna ( biru metilen 0,5 – 1% ) dalam ruangan vakum.
2. Tekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi
(tekanan) ke dalam lubang.
3. Dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya
c. Uji keseragaman volume ( FI IV hal. 1044 )
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman
volume secara visual.
d. Penetapan volume injeksi dalam wadah ( FI IV << 1131>> hal 1044.
1. Pilih salah satu wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah atau lebih bila
volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih bila 5
volume 3 ml atau kuran.
2. Ambil tiap isi wadah dengan jarum suntik hipodemik kering berukuran tidak
lebih dari 3 kali volume yang akan di ukur dan melengkapi dengan jarum suntik
nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
3. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum suntik dan pindahkan isi dalam
alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering
volume tertentu yang telah di bakukan sehingga volume yang di ukur memenuhi
sekurang kurangnya 40 % volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk
gelas ukur menunjuk volume yang di tampung, bukan yang di tuang).
e. Uji sterilitas ( FI IV hal. 855 )
Inokulasi (pemindahan) langsung ke dalam media perbenihan.
1. Volume tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji, inkubasi selama
tidak kurang dari 14 hari
2. Kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering mungkin sekurang-
kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan
pada hari terakhir dari masa uji.

Anda mungkin juga menyukai