Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
2. Nama : Ny. M
3. Umur : 79 tahun
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Agama : Katolik
6. Alamat : Kayuwangi ½ Gedong Banyu Biru
Kab.Semarang
7. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8. Pendidikan : SD
9. Status : Janda
10. No CM : 080xxx-20xx
11. Tanggal masuk RS : 14 Juli 2017

1. DATA DASAR
2. Keluhan Utama : Rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi
3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Dilakukan alloanamnesis kepada anak pasien pada tanggal 24 juli 2017, 1


jam sebelum dibawa ke bidan pasien mengerang kesakitan karena
sariawan di kedua sudut bibir sekitar 5 hari yang lalu, pasien dibawa ke
IGD RSUD Ambarawa diperiksa kembali tekanan darahnya mencapai
220/100 mmHg, dan gula darah sewaktu 124 mg/dL disertai batuk
berdahak 2 minggu SMRS, auskultasi paru terdapat ronkhi (+) tidak disertai
keluhan pilek, mual, muntah, dan sakit kepala. Kemudian pasien
disarankan untuk opname dan di konsulkan ke dokter spesialis penyakit
dalam.Pada tanggal 15 juli tekanan darah menurun menjadi 130/80 dan
hasil laboratorium dengan nilai kalium yang rendah, neutrofil tinggi dan
gula darah sewaktu 135 mg/dL.Pasien mulai tidak bisa bicara dan di
temukan lateralisasi dextra, dokter penyakit dalam mendiagnosis Stroke
Non Hemoragik, hipertensi, dan hipokalemia.Tanggal 16 juli tekanan darah
pasien kembali tinggi menjadi 190/90, disertai tidak bisa menelan, dan
disarankan memakai NGT dan pasang DC, dokter penyakit dalam meminta
rawat bersama dengan dokter saraf.Pada tanggal 17 juli pasien mulai
tampak acuh tak acuh terhadap linkungannya dan dokter saraf
mendiagnosis stroke infark dd stroke, masih di sertai batuk, sesak, tidak
bisa bicara, dan terdapat lendir lalu dilakukan suction, lalu di konsulkan
untuk dilakukan fisioterapi. Tanggal 18 juli keluhan masih sama seperti
sebelumnya disertai luka di pinggir mulut. Pada tanggal 19 juli pasien
mengalami penurunan kesadaran hingga stupor yang hanya bisa
dibangunkan dengan rangsang nyeri, dan di minta untuk rontgen thorak,
tanggal 20 diminta untuk cek analisa gas darah. Tanggal 22 hasil analisa
gas darah menunjukan adanya alkalosis metabolik. Tanggal 23 batuk,
sesak, dan lendir sudah berkurang tetapi kesadaran masih stupor akan
bereaksi jika diberikan rangsangan nyeri.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami penurunan kesadaran seperti ini


sebelumnya, tetapi pasien mempunyai riwayat stroke 1,5 tahun yang lalu
dengan lemah seluruh anggota gerak tubuh dan tidak bisa bicara, riwayat
hipertensi sudah lama diakui dan rutin mengkonsumsi obat captopril,
riwayat kencing manis 1,5 tahun yang lalu terkontrol diakui dan mempunyai
riwayat asam urat. Penyakit jantung, merokok, dan kolestrol tinggi
disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga :


4. Riwayat stroke pada keluarga (diakui)
5. Riwayat hipertensi pada keluarga (diakui)
6. Riwayat kencing manis pada keluarga (disangkal)

4. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi :

Pasien bukan perokok aktif. Pasien tinggal bersama anaknya dan


ditinggalkan suami karena meninggal sejak 25 tahun yang lalu, dahulu
pasien pernah mengajar, saat stroke 1,5 tahun lalu pasien hanya bisa
duduk dan menyapu halaman, setelah stroke sembuh pasien bisa berjalan
di sekitaran rumah.

5. Anamnesis Sistem :
6. Sistem Serebrospinal : lateralisasi anggota gerak dextra (+)
7. Sistem Kardiovaskular : riwayat hipertensi (+), riwayat sakit jantung (-
)
8. Sistem Respirasi : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
9. Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-)
10. Sistem Muskuloskeletal : lateralisasi anggota gerak dextra (+)
11. Sistem Urogenital : BAK tidak ada keluhan

1. RESUME ANAMNESIS

Pasien datang ke RSUD Ambarawa pada tanggal 14 Juli 2017 membawa


rujukan dari bidan dengan keluhan tekakan darah yang tinggi, saat di
periksa ulang tekanan darah pasien mencapai 220/100 dan batuk
berdahak 2 minggu SMRS, pasien mempunyai riwayat hipertensi dan rutin
mengkonsumsi obat captopril, riwayat stroke diakui 1,5 tahun yang lalu
dengan kelemahan semua anggota gerak dan disertai kencing manis,
riwayat asam urat diakui sudah lama. Pasien di sarankan di opname, pada
tanggal 15 juli pasien mulai sulit bicara dan terdapat lateralisasi di anggota
gerak kanan, tanggal 19 juli pasien mulai mengalami penurunan kesadaran
dan hasil analisa gas darah menunjukan adanya asidosis metabolik.

1. DISKUSI I

Dari data hasil alloanamnesis kepada keluarga pasien, pasien datang


dengan keluhan tekanan darah tinggi setelah di periksa di bidan mencapai
226/103, klasifikasi hipertensi menurut WHO jika sistol >180 dan diastol
>110 termasuk pada hipertensi yang berat, dimana normalnya tekanan
darah yaitu jika sistol <130 dan diastol <85, dan hipertensi ringan dengan
nilai sistol 140-159 diastol 90-99, sedangkan hipertensi sedang dengan
nilai sistol 160-179 diastol 100-109, menurut NI (National Heart, Lung, and
Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita hipertensi, hipertensi merupakan
faktor risiko infark miokard, stroke gagal ginjal akut dan juga kematian.

Setelah penurunan kesadaran, pasien mengalami lateralisasi pada


ekstremitas dextra.Dalam kasus ini, pasien memiliki faktor resiko yang
berperan besar menimbulkan serangan stroke. Faktor resiko yang pertama
adalah hipertensi, pasien mengaku ada riwayat terkena stroke pada 1
tahun yang lalu, stroke menurut WHO adalah suatu sindrom yang terdiri
dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau
global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Sedangkan
stroke iskemik ialah stroke yang timbul akibat thrombosis atau embolisasi
yang terjadi dan mengenai pembuluh darah otak yang menyebabkan
obstruksi aliran darah otak yang mengenai satu atau lebih pembuluh darah.

Menurut beberapa peneliti, 85% kemungkinan terjadinya stroke dapat


dicegah. Untuk melakukan pencegahan, penting untuk mengetahui faktor
risiko apa yang dimiliki. Faktor risiko yang penting diketahui adalah tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, dan diabetes mellitus. Faktor tersebut harus
dilakukan kontrol karena merupakan faktor risiko utama, selain itu kita juga
dapat mendeteksi dini terjadinya stroke jika dilakukan kontrol dan
pemeriksaan secara teratur yang bisa menghasilkan terapi dan hasil yang
lebih baik(Sutrisno,2007). Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan
menjaga kebiasaan hidup sehat.

1. Definisi Stroke

Sindroma klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa


defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Ginsberg 2008, hlm.89).

Gangguan peredaran darah mengakibatkan gangguan pada fungsi otak


dan berujung pada kematian sel-sel otak atau yang biasa disebut dengan
infark. Gangguan fungsi saraf yang yang dapat timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu
(Lumbantobing SM, 2003, hlm.39 ; Harsono, 2013 hlm.70)

2. Etiologi

Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling sering adalah
aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan
perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme vaskuler. Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes melitus, atau penyakit
vaskuler perifer. Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit
degeneratif arteri SSP, atau juga berasal dari jantung:

1. Penyakit katup jantung


2. Fibrilasi atrium
3. Infark miokard yang baru terjadi (Ginsberg, 2008, hlm. 89-90)
4. Epidemiologi
Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia di bawah 45 tahun
terus meningkat.Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia, jumlah
penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO), selalu menempati
urutan pertama dari seluruh penderita rawat-inap. Insidensi GPDO dapat
mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan mulai meningkat pada
usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis GPDO.
Perdarahan subaraknoidal primer mudah timbul pada usia dasawarsa ke-3
sampai ke-5, dan setelah usia 60 tahun. Perdarahan intraserebral sering
didapati mulai pada dekade ke-5 sampai ke-8 usia orang Amerika.
Sedangkan trombosis lebih sering pada umur lima puluhan hingga 70-an.
GPDO pada anak muda juga banyak didapati akibat infark karena emboli,
yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade ke-4
hingga ke-6, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua
(Aliah dkk, 2009, hlm.12).

4. Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, stroke terbagi menjadi dua macam, yaitu stroke


hemoragik atau stroke perdarahan dan stroke non hemoragik atau stroke
iskemik. a. Stroke Hemoragik (Perdarahan) Stroke hemoragik atau
perdarahan terjadi bila salah satu pembuluh darah di otak bocor atau
pecah. Darah yang keluar dari pembuluh yang bocor itu kemudian
mengenai jaringan otak sekitarnya, sehingga menimbulkan kerusakan.
Selain itu, sel-sel otak pada bagian lain dari bocoran atau pecahan itu juga
akan mengalami kekurangan darah dan kerusakan (Wiryanto, 2004,
hlm.32).

Menurut Soeharto (2004, hlm.34-78) Stroke hemoragik dibagi atas:

1) Perdarahan Subaraknoid (PSA) PSA adalah perdarahan tiba-tiba ke


dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid).
Sumber dari perdarahan adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang
lemah (apakah suatu malformasi arteriovenosa ataupun suatu aneurisma)
secara tiba-tiba.Kadang aterosklerosis atau infeksi menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah pecah.

2) Perdarahan Intraserebral (PIS) PIS disebabkan oleh adanya perdarahan


ke dalam jaringan otak. PIS merupakan jenis stroke yang paling
berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah
tinggi menahun.Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan
yang luas, meninggal dalam beberapa hari.
1. Stroke Non Hemoragik (Iskemik) Pada stroke iskemik, terjadi
kekurangan suplai darah ke suatu area di jaringan otak. Iskemia
adalah keadaan dimana vaskularisasi ke suatu organ atau jaringan
menjadi berkurang atau tidak ada. Keadaan ini bisa disebabkan
karena bekuan darah, plak aterosklerosis, atau vasokontriksi.

1) TIA (Transient Ischemic Attack) TIA adalah manifestasi vasospasmus


regional yang berlangsung sementara atau sepintas. Terjadi akibat
penyumbatan salah satu aliran darah karena vasospasmus, langsung
menimbulkan gejala defisit atau perangsangan, sesuai dengan fungsi
daerah otak yang terkena. Setelah vasospasmus itu hilang, gejala-gejala
itu akan hilang juga dan keadaan sehat seperti semula pulih kembali. Pada
bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Defisit) Gangguan neurologis


yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak, akan menghilang
dalam waktu lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

3) Stroke Progresif (Progresif Stroke/Stroke in Evolution) Pada stroke in


evolution, gejala neurologik yang terjadi makin lama makin berat.

4) Stroke Komplet (Complete Stroke/Permanent Stroke) Pada stroke


complete gejala klinis yang terjadi sudah menetap.

5. Faktor Risiko

Faktor risiko stroke dikelompokkan dalam dua tipe utama, yaitu yang dapat
diubah dan yang tidak dapat diubah.Dengan perhatian khusus untuk
mengontrol faktor-faktor yang dapat diubah maka pengaruh dari faktor-
faktor yang tidak dapat diubah tersebut dapat dikurangi (Soeharto, 2004
hlm.63-81).

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah diantaranya adalah:

1) Usia

Semua usia dapat mengalami stroke, termasuk anak-anak, tapi semakin


bertambahnya usia semakin besar pula risiko stroke. Orang berusia lebih
dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi. Menurut Levinson klasifikasi
umur dibagi sebagai berikut: masa anak-anak dan remaja (0-22 tahun),
dewasa awal (17-45 tahun), dewasa pertengahan (40-65 tahun), dewasa
akhir (>65 tahun). Menurut Levinson masa dewasa pertengahan terbagi
atas usia: 40-45 tahun, 45-50 tahun, 50-55 tahun, 55-60 tahun, dan 60-65
tahun (Kaplan, 2010 hlm.777-834).

2) Jenis Kelamin

Pria mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan wanita.Tetapi lebih dari


setengah angka kematian akibat stroke diderita oleh wanita.

3) Ras

Suku Aborigin, orang Afrika, Hispan, Asia Selatan, dan kulit hitam
mempunyai angka hipertensi dan diabetes yang lebih tinggi kondisi yang
mengarah ke stroke.

4) Riwayat Keluarga

Risiko stroke lebih tinggi jika mempunyai orangtua atau keluarga yang
menderita stroke sebelum usia 65 tahun.

5) Serangan stroke atau TIA terdahulu

Sekitar sepertiga penderita stroke yang terkena TIA menderita stroke lagi
dalam rentang waktu 5 tahun. Menurut Robert G. Ojeman, lebih dari 75%
pasien stroke iskemik dengan defisit neurologis persisten, didahului oleh
serangan TIA (Hasyim 2001, hlm.45).

1. Faktor risiko yang dapat diubah diantaranya adalah:

1) Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Comittee on Detection,


Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JIVC) sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Sudoyo & Aru
2009, hlm.56).

2) Diabetes

Dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes, penderita ini


mempunyai dua sampai empat kali risiko stroke.
3) Merokok

Pria perokok mempunyai 40% risiko lebih besar mengalami stroke,


sedangkan wanita perokok 60%, jika dibandingkan dengan yang tidak
merokok.Efek nikotin, salah satu zat yang terkandung dalam rokok, adalah
stimulasi saraf simpatis dan pelepasan katekolamin. Keduanya ini akan
menyebabkan kenaikan tekanan darah.

Selain itu, rokok juga menyebabkan plasma darah mengental dan sel
pembekuan darah bekerja aktif.Akibatnya, darah berubah mengental
melebihi tingkat yang wajar. Jika keadaan ini terus berlangsung, aliran
darah dalam pembuluh darah akan tersumbat. Jika ini mengenai pembuluh
darah otak, maka bisa terjadi stroke (Sutrisno 2007, hlm.43).

4) Fibrilasi Atrium

Fibrilasi atrium meningkatkan terbentuknya bekuan darah yang bisa


mengakibatkan stroke.

5) Kolesterol

Kolesterol darah berperan pada pembentukan plak aterosklerosis


sepanjang dinding pembuluh darah.Plak ini meningkatkan risiko stroke.

6. Patofisiologi

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran


dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi
setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).

Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang


disebabkan oleh iskemia (misal, aterosklerosis, emboli).Perdarahan (akibat
trauma, aneurisma vaskular, hipertensi) juga menyebabkan iskemia
dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.

Dengan menghambat Na⁺/K⁺-ATPase, defisiensi energi menyebabkan


penimbunan Na⁺ dan Ca⁺₂ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K⁺
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi.Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl⁻ di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel.

Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang


mempercepat kematian sel melalui masuknya Na⁺ dan
Ca⁺₂.Pembengkakan sel, pelepasan mediator
vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh
granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah
dihilangkan.Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang
juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra)
(Ginsberg, 2005, hlm.34-40).

7. Gejala dan Manifestasi Klinis

Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan


pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke dapat berupa :

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang


timbul mendadak
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
(gangguan sensorik) c. Perubahan mendadak status mental
(delirium, letargi, stupor atau koma)
3. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan
memahami ucapan)
4. Disatria
5. Gangguan penglihatan atau diplopia

g.Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala (Arif dkk. 2000, hlm.33-34)

8. .Skoring Stroke

Terdapat beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk


membantu menegakan diagnosis baik stroke hemoragik maupun non
hemoragik, yaitu memakai Siriraj Score dan Gajah Mada Score.

1. Siriraj Score

(2,5xS) + (2xM) + (2xN) + (0,1-D) – (3xA) – 12


S : kesadaran 0 = kompos metis D : tekanan diastolik

1 = somnolen A : ateroma 0 = tidak ada

2 = stupor/koma 1 = salah satu atau lebih

M : muntah 0 = tidak ada


(DM,angina,penyakit PD)

1 = ada

N : sakit kepala 0 = tidak ada

1 = ada

Ket : Skor SSS > 1 : Stroke hemoragik

Skor SSS <-1 : Stroke non hemoragik

Skor SSS -1 s/d 1 : Meragukan

Pada pasien ini di dapatkan skore – 2,5 dengan hasil stroke non hemoragic

2. Gajah Mada Score

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan


kesadaran, nyeri kepala dan terdapat reflek babinski atau dua dari
ketiganya maka merupakan stroke hemoragik.Jika ditemukan penurunan
kesadaran atau nyeri kepala juga merupakan stroke non
hemoragik.Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski positif atau
tidak didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski
maka merupakan stroke non hemoragik.

Pada pasien ini terdapat penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek
babinski tidak ada dengan keterangan stroke hemoragik.
1. DIAGNOSIS SEMENTARA
2. Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, sesak dengan lateralisasi
dextra.
3. Diagnosis Topis : Hemisfere sinistra
4. Diagnosis Etiologi : Stroke infark dd stroke hemoragik
5. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan 24 Juli 2017 pukul 14.00 WIB di Bangsal WK.

1. Keadaan Umum : Sakit Berat


2. Kesadaran : Sopor
3. GCS : E2 Vx M3

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 70x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36,7 C

4. Status Internus
1. Kepala : mesocephal
2. Mata :konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor(3mm/3mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+),
reflek pupil indirek (+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)
3. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),septum deviasi (-/-
)
4. Telinga : serumen (+/+), sekret (-/-)
5. Mulut : bibir sianosis(-), karies dentis (-) stomatitis (+), nafas
lewat mulut (+)
6. Leher : simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (dalam batas
normal)
7. Thorax :
1. Cor :
1. Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV
3. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
4. Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-),
gallop (-)
2. Pulmo :

Depan Dextra Sinistra

Inspeksi

Pergerakan simetris, retraksi (-)


Pergerakan simetris, retraksi (-)
Vokal fremitus normal kanan =
Vokal fremitus normal kanan = kiri
kiri
Palpasi
Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru

Suara tambahan paru: wheezing (-),


Suara tambahan paru: wheezing
Perkusi ronki (+)
(-), ronki (+)

Auskultasi

Depan Belakang

1. Abdomen :
1. Inspeksi : dinding abdomen cembung, perabaan supel, spider
naevi (-),warna kulit sama dengan warna kulit sekitar
2. Auskultasi : bising usus (+) normal
3. Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
4. Palpasi : nyeri tekan(-), hepar & lien tak teraba
2. Status Neurologis
1. Sikap Tubuh : Simetris
2. Cara berjalan : Sulit dinilai
3. Pemeriksaan Saraf Kranial

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N. I. Olfaktorius Daya penghidu Sdn Sdn

Daya penglihatan Sdn Sdn

N. II. Optikus Pengenalan warna Sdn Sdn

Lapang pandang Sdn Sdn

Ptosis – –

Gerakan mata ke medial + +

Gerakan mata ke atas + +

N. III. Okulomotor Gerakan mata ke bawah + +

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +


Strabismus divergen – –

N. IV. Troklearis Gerakan mata ke lat-bwh + +

Strabismus konvergen – –

Menggigit – –

Membuka mulut – –

N. V. Trigeminus Sensibilitas muka sdn sdn

Refleks kornea + +

Gerakan mata ke lateral + +


N. VI. Abdusen
Strabismus konvergen – –

Kedipan mata + +

Lipatan nasolabial – –

N. VII. Fasialis Sudut mulut sdn sdn

Mengerutkan dahi sdn sdn

Menutup mata sdn sdn


Meringis sdn sdn

Menggembungkan pipi sdn sdn

Daya kecap lidah 2/3 ant Sdn Sdn

Mendengar suara bisik sdn sdn

N. VIII. Vestibulokoklearis Tes Rinne sdn sdn

Tes Schwabach sdn sdn

N. IX. Glosofaringeus Arkus faring sdn sdn

Daya kecap lidah 1/3 post Sdn sdn

Refleks muntah sdn sdn

Tersedak + +

N. X. Vagus Denyut nadi 70 x/menit

Arkus faring sdn

Bersuara –

Menelan +

N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +


Sikap bahu sdn sdn

Mengangkat bahu sdn sdn

N. XII. Hipoglossus Sikap lidah sdn

Artikulasi –

Fasikulasi lidah –

Menjulurkan lidah sdn

Trofi otot lidah –

1. Reflek patologis : negatif


2. Reflek fisiologi : ekstremitas sinistra (+), ekstremitas dextra (-)
3. Ekstremitas: terdapat lateralisasi dextra
4. Pemeriksaan sensibilitas : sulit dinilai
5. Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :

Miksi : tidak ada keluhan

Defekasi : tidak ada keluhan

1. Pemeriksaan Rangsang Meningeal

-Kaku kuduk : –

-Kernig Sign :–

-Brudzinski I : –

-Brudzinski II : –

-Brudzinski III :–

-Brudzinski IV: –
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium kimia klinik (15 Juli 2017)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Glukosa Puasa 135 H 82-115 mg/dl

SGOT 11 0-35 U/L

SGPT 7 0-35 IU/L

UREUM 48,3 10-50 mg/dl

Kreatinin 1,63 H 0,45 – 0,75 mg/dl

Bilirubin Total 0,94 0,45 – 0,75 mg/dl

Bilirubin Direk 0,29 H 0 – 0,2 mg/dl

HDL Direct 38 37 – 92 mg/dl

LDL-cholesterol 131,6 <150 mg/dl

Total Protein 6,39 6-8 g/dl

Albumin 3,98 3,4 – 4,8 g/dl

Globulin 2,41 2,0 – 4,0 g/dl


<200 dianjurkan

Cholesterol 193 200-239 Risiko Sedang

>=240 Risiko Tinggi

Trigliserida 117 70 – 140 mg/dl

Natrium 139,2 135 – 146 mmol/L

Kalium 2,79 L 3,5 – 5,1 mmol/L

Chlorida 95,0 L 98 – 106 mmol/L

Laboratorium Hematologi (15 Juli 2017)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 10,0 L 11,7 – 15,5 g/dl

Leukosit 11,8 H 3,6 – 11,0 ribu

Eritrosit 4,18 3,8 – 5,2 juta

Hematokrit 30,8 L 35 – 47 %

Trombosit 353 150 – 400 ribu

MCV 73,7 L 82 – 98 fL

MCH 23,9 L 27 – 32 pg

MCHC 32,5 32 – 37 g/dl


Monosit 0,3 L 2–8%

Neutrofil 81,5 H 50 – 70 %

Limfosit 13,9 L 25 – 40 %

Monosit 0,3 L 2–8%

PCT 0,295 0,2 – 0,5 %

Laboratorium Kimia Klinik (21 Juli 2017)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

pH 7,501 H 7,35 – 7,45

pCO2 38,0 35 – 40 mmHg

pO2 92,5 83 – 108 mmHg

BE acf 6,6 H -2 – 3 mmol/l

BE b 7,1 H -2 – 3 mmol/l

HCO3 30,3 H 21 – 28

TCO2 31,2 H 20 V% mmol/l

SO2 97,5 95 – 98 %
NA+ 127,0 L 136 – 146 mmol/l

K+ 3,73 3,5 – 5,1 mmol/l

CL- 98,2 98 – 106 mmol/l

ADO2 179,0 H

Total Protein 5,72 6 – 8 g/dl

Albumin 3,05 L 3,4 – 4,8 g/dl

Globulin 2,67 2,0 – 4,0 g/dl

1. DISKUSI II

1. STROKE INFARK
2. Definisi

Suatu kondisi dimana suplai darah tidak dapat disampaikan ke daerah di


otak oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat.Stroke infark dapat
dibagi menjadi stroke trombotik dan stroke embolik (Sidharta, 2004).

1. Faktor Resiko

Dapat dibagi menjadi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang
dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodisikasi antara lain:
usia, ras, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita penyakit vascular.
Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodisikasi antara lain : hipertesi,
penyakit jantung, obesitas, resistensi insulin, sindroma metabolik, diabetes,
merokok, dislipidemia, inaktifitas fisik, oral kontrasepsi, menderita TIA atau
stroke sebelumnya, (Hasan, 2011).

1. Patofisiologi

Stroke ischemik terjadi oleh karena ischemia serebri fokal. Turunnya aliran
darah fokal akan mengganggu metabolism dan fungsi dan metabolism
neuron. Bila kondisi ini tidak segera di atasi, maka akan menyebabkan
kerusakan sel irreversibel. Secara patologis jaringan infark terlihat sebagai
pan-nekrosis fokal sel neuron, glia, dan pembuluh darah.

Ischemia neuron adalah proses biokimia aktif yang berkembang dengan


berjalannya waktu. Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa
menyebabkan berkurangnya energy yang diperlukan untuk memelihara
potensial membrane dan gradient ion trans membrane.

Bila terjadi ischemia inkomplet, maka sel tersebut akan hidup lebih lama
seperti yang ada pada daerah disekitar infark yang disebut area penumbra.
Apabila aliran darah pada daerah ischemia membaik sebelum terjadi
kerusakan yang irreversibel, maka gejala yang timbul dalam beberapa
saat, namun bila hal ini menyebabkan ischemia jaringan otak irreversibel
maka defisit neurologis yang terjadi akan menetap.

Terdapat dua mekanisme pada stroke ischemia yaitu stroke yang


disebabkan oleh thrombus dan stroke yang disebabkan oleh emboli.Sekitar
2/3 stroke ischemia disebabkan oleh thrombosis sedang 1/3 nya
disebabkan oleh karena emboli, (Hasan, 2011).

1. Gejala Klinis:

Gambaran klinis stroke ischemia tergantung pada area otak yang


mengalami ischemia.

Gejala klinis berdasarkan letak oklusi:

 serebri anterior : biasa nya bersifat embolisasi. Paralisis kaki dan


tungkai kontralateral dengan hipestesia kontralateral , reflex
memegang pada tangan sisi kontralateral, hilangnya semangat hidup
(abulia)`, hilangnya pengendalian gerakan untuk melangkahkan
kedua tungkai, mengulang-ulangi saja suatu kata atau pernyataan
dan hilangnya kelola terhadap kandung kemih (ngompol), ( Sidharta,
2004)
 serebri media : biasanya bersifat embolisasi. Bila seluruh arteri yang
terkena maka gambaran klinisnya : hemiparalisis dan hemihipestesia
kontralateral, hemianopia homonym kontralateral dengan deviasi
kearah lesi, afasia jika hemisferiium dominan yang terkena. Jika
salah satu cabang arteri serebri media saja yang tersumbat , maka
akan dijumpai sindroma arteria cerebri yang tidak lengkap : afasia
motorik dengan hemiparesis dimana lengan dan muka bagian bawah
lebih lumpuh daripada tungkai (cabang a. serebri media atas), afasia
sensorik dengan hemihipestesia lebih jelas daripada hemiparesis
(cabang a.serebri media bawah), (Sidharta, 2004).
 karotis interna: oklusi arteri karotis dapat asimptomatik. Oklusi
symptomatic menyebabkan syndrome yang mirip dengan oklusi arteri
serebri media (hemiplegia kontralateral, deficit hemisensorik dan
homonimus hernianopsia, afasia pada hemigfer dominan), transient
monocular blindness, (Hasan, 2011)
 serebri posterior : abnormalitas ocular, parese N III, internuklear
ophtalmophegia, deviasi mata ke vertical. Oklusi di lobus occipital
terutama pada hemisphere dominan, pasien dapat mengalami afasia
anomik. Alexia tanpa agraphia, ataupun agnosia visual. Infark kedua
hemisphere arteri serebri posterior menyebabkan kebutaan kortikal,
gangguan memori, prospagnogsia (gangguan mengenal wajah yang
familiar), (Hasan,2011).

1. Pemeriksaan Laboratorium

 Darah lengkap : melihat anemia, leukositosis, dan jumlah platelet


 PT,aPTT : evaluasi pemberian warfarin.
 Kimia klinik dasar dan gula darah : peningkatan serum kreatinin
berhubungan dengan diabetes dan hipertensi. Kelainan elektrolit dan
glukosa dapt terjadi pada encephalopathy metabolic.
 Enzim jantung : mengeksklusi gangguan jantung
 Test Lain : Fungsi liver mengeksklusi encephalopathy hepatic

Toksikologi untuk stroke yang disebabkan narkoba

Kadar Homosistein, anti bodi anti fosfolipid, protein C, protein S, anti


thrombin III, faktor V Leiden dan gen protrombin 20210 A protein melihat
faktor resiko stroke.

CRP marker inflamasi, (Hasan, 2011).

1. Pemeriksaan Imaging
 CT scan dan MRI :memastikan stroke akut dan mengeksklusi adanya
perdarahan maupun neoplasma. Juga pentik untuk menyeleksi
pasien yang akan diberikan trombolitik.
 Angiografi : bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah baik ekstra
cranial maupun intra cranial.
 Ultrasonografi : Pemeriksaan non invasive diperlukan untuk
mengidentifikasi penyakit aterosklerosis pada pasien yang
mengalami TIA ataupun stroke.
 Echocardiography : perlu pada pasien stroke emboli yang dicurigai
berasal dari jantung. Dapat mendeteksoi adanya thrombus intra
kardiak
 EEG : pada pasien stroke yang dicurigai mengalami kejang.
 Lumbal pungsi : dilakukan bila ada kecurigaan subarachnoid
hemorrhage, (Hasan, 2011).

1. Klasifikasi Stroke Infark

 Stroke Infark Trombotik


1. Definisi

Adalah stroke yang disebabkan oleh karena terdapat oklusi pada pembuluh
darah serebral yang terdapat thrombus, (Sidharta,2004).

1. Gejala klinis :

Tergantung pada area otak yang mengalami ischemia.

1. Pemeriksaan Penunjang

 Darah lengkap
 PT dan aPTT
 Kimia darah, gula darah dan enzyme jantung
 MRI dan CT Scan

 Stroke Infark Emboli

1. Definisi

Stroke infark emboli adalah ischemia otak yang disebabkan oleh


emboli.Emboli dapat berasal dari jantung ataupun selain jantung, (Hasan,
2011).Emboli berupa suatu thrombus yang terlepas dari dinding arteri yang
aterosklerotik dan berulserasi, atau gumpalan trombosit yang terjadi karena
fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena endokarditis bacterial atau
gumpalan darah dan jaringan infark mural.Kini telah diperoleh bukti-bukti
bahwa embolisasi yang bersumber pada arteri serebral lebih sering terjadi
karena embolisasi yang berasal dari jantung.Embolus sendiri bukan
merupakan faktor satu-satunya, oleh karena embolus dapat menerobos
kapiler dan dapat lisis.Tetapi kondisi arteri serebral yang sudah
aterosklerotik atau arteriosklerotik ikut menentukan juga terjadinya oklusi
arterial pada embolisasi, (Sidharta, 2004).

Keadaan arteri yang tidak sehat:

 Secara structural arter-arteri tersebut mempermudah terjadinya


oklusi dan turbulensi (karena penyempitan lumen) sehingga
mempermudah pembentukan embolus.
 Secara fungsional arteri-arteri tersebut tidak dapat mengelola dilatasi
dan vasonstriksi vascular secara sempurna. Sehingga pada
keadaan-keadaan yang kritis akan timbul gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan terjadinya ischemia dan infark sendiri.

1. Gejala Klinik

Defisit neurologis pada emboli biasanya akut dan makasimal saat


onset.Sindroma stroke tergantung pada teritori arteri yang terkena.Dapat
pula terjadi deficit neurologis secara temporer yang disebut dengan
traveling embolus syndrome, hal ini terutama terjadi pada sirkulasi
posterior.

1. Pemeriksan Penunjang

 Laboratorium
 EKG
 Echocardiografi
 CT scan dan MRI

2. ANALISA GAS DARAH

Definisi Analisa Gas Darah

Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui


darah arteri.Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam
mengkaji dan memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta
homeostatis elektrolit. . Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara
luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun (Surahman,2010).

Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah


arteri,jika sampel darah arteri tida dapat diperoleh suatu sampel vena
campuran dapat digunakan. Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood
Gas Analysis) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan
keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan
dan/atau gangguan metabolic (Surahman,2010).

AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang


harus diketahui dalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2,
HCO3-, PO2, dan SaO2. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:
Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah,
Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah
penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan
suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan
asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya (Surahman, 2010)

Tujuan

1. Pengukuran pH Darah

pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen, dan juga


keasaman dan kebasaan darah. Akumulasi ion H+ menjadikan pH turun
dan terjadi asidemia (status asam dalam darah).Ion H+ turun berakibat pH
meningkat sehingga terjadi alkalemia (status alkali dalam darah). Kondisi
yang menjadikan asidemia dan alkalemia dipengaruhi banyak proses
fisiologi:

1. Fungsi pernapasan
2. Fungsi ginjal
3. Oksigenasi jaringan
4. Sirkulasi
5. Kehilangan elektrolit dari gastrointestinal (Pratiwi Anggi, 2010)
6. Pengukuran Oksigen Darah

Ada tiga cara mengukur O2 darah:

1. Kandungan O2 merupakan jumlah O2 yang terbawa oleh 100 ml


darah
2. PO2 atau tekanan yang diciptakan oleh O2 yang terlarut dalam
plasma
3. Saturasi oksigen hemoglobin yang merupakan pengukuran
persentase O2 yang dibawa Hb yang berhubungsn dengan jumlah
total yang dapat dibawa Hb. Mayoritas O2 dalam darah dibawa oleh
Hb, dan jumlah sangat sedikit dilarutkan dalam plasma. Persentase
saturasi Hb dengan O2 memberikan perkiraan mendekati jumlah
total O2 yang dibawa oleh darah (Pratiwi Anggi, 2010)

Interpretasi Hasil AGD

Hasil AGD terdiri atas komponen:

 pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis


atau alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
 PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah
menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan
adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya
pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100
mmHg
 PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat
metabolisme normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi.
PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula
sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat
menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai
normal PCO2 adalah 35-45 mmHg
 HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan
metabolisme, seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah
menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya.
HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi
gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal.
Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l
 Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat
yang harus ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah
memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl
dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis
metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi
asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l
 Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat
oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 % (Afri, 2009)
Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat
keadaan yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:

Asidosis respiratorik

Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar
HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis
tersebut. Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan
seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau
intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah
keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan
meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi
kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal (Afri, 2009)

Asidosis metabolic

Adalah gangguan ketika status asam-basa bergeser ke sisi asam akibat


hilangnya basa atau retesi asam nonkarbonat dalam tubuh. Asidosis
sendiri merupakan kondisi dimana terjadi akumulasi asam dan ion hidrogen
dalam darah dan jaringan tubuh sehingga menurunkan pH (Afri, 2009)

Alkalosis respiratorik

Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH


meningkat.Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga
banyak CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi.Penting bagi dokter untuk
menentukan penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri
atau kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab
hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri hebat, cemas, dan iatrogenik
akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi
bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik (Afri, 2009)

Alkalosis metabolik

Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat


pula.Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari
paru-paru. Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat
pemberian siuretik (terutama furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia
kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+,
kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian HCO3- atau
prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten metabolik
alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya
ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolic (Afri, 2009)

Keseimbangan Asam Basa

pH adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi


ion H+. Konsentrasi ion H+ ini diatur dengan sangat ketat, karena
perubahan pada konsentrasinya akan mempengaruhi hampir semua
proses biokimia, termasuk struktur dan fungsi protein, dissosiasi dan
pergerakan ion, serta reaksi kimia obat. Berbeda dengan ion-ion lain, kadar
ion H+ dijaga dalam nanomolar (36-43 nmol/l ~ pH 7,35-7,45)
(Djojodibroto, D.2009)

Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses
respirasi, yaitu CO2 yang membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya
berasal dari metabolisme lemak dan protein. Mekanisme tubuh untuk
menjaga pH tetap dalam rentang normalnya diketahui melalui tiga
mekanisme :

 Kontrol respirasi terhadap PaCO2 oleh pusat pernafasan yang


mengatur ventilasi alveolar. Semakin banyak ion H+ dalam darah,
semakin banyak CO2 yang dibuang melalui paru-paru. Mekanisme
ini cepat dan sangat efektif untuk mengkompensasi kelebihan ion
H+.
 Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam
non-volatil. Mekanisme ini relatif lebih lama (jam sampai hari) jika
dibandingkan dengan kontrol respirasi.
 Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang
meminimalkan perubahan asam-basa akut.

Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:

1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang
diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan
perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2
di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan
ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas
normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan
kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab
terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal
akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2
disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade
neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi
yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal,
seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler,
dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang
memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi
dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan
pH 7,30–7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan
perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal
melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan
tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya
pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak
adekuat serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60
mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia
yang ada sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian
oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal.
Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat
menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah
paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen
(Djojodibroto, D.2009).

Langkah-langkah untuk menilai gas darah:

1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami


asidemia, dengan
dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika
meningkat klien
mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau
alkalosis
respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang
memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang
normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada
gangguan
campuran)
2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah
gangguan primer
bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal,
meningkat atau
menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan
asam basa
sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama;
penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan
menunjukkan
adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi
telah terjadi (hal
ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai
bergerak
yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (Widjiati, 2010)

1. RESUME

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran apatis, GCS E3M3Vx,


tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 70x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,70C.
Pupil isokor 3mm/3mm, Reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+. Pada
pemeriksaaan neurologis didapatkan refleks patologis (-), refleks fisiologis
ekstremitas sinistra (+), ekstremitas dextra (-), pemeriksaan rangsang
meningeal (-), batuk berdahak (+), sesak (+), pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan alkalosis metabolik.

1. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis klinis : penurunan kesadaran, lateralisasi dextra

Diagnosis topis : hemisfere sinistra, bihemisferik difus

Diagnosis etiologi : stroke infark


Diagnosis tambahan : alkalosis metabolik, susp bronkopneumoni

DISKUSI III

1. Planning

 Rontgen Thorax
 CT Scan
1. Terapi

1.Citicolin

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan


sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak
melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan
kemampuan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada
pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan
darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif
dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan
mendapatkan citicoline.Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan
pada pasien yang mengalami gegar otak (Schachter, S.C, 2013).

2.Piracetam

Piracetam adalah agen nootropikyang mempunyai efek vasodilatasi


dengan cara memodulasi neurotransmisi serebral. Piracetam yang
merupakan derivat dari GABA diketahui memiliki potensi sebagai
antiiskemik, dan dapat mengembalikan perfusi yang abnormal pada kasus
stroke dan juga menurunkan kerusakan sel yang diinduksi oleh suatu jejas
iskemik lokal. Fungsi lain dari piracetam adalah menstimulasi glikolisis
oksidatif, meningkatkan konsumsi oksigen pada otak, serta mempengaruhi
pengaturan serebrovaskular (Qureshi, 2010)

3.Ranitidin

Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping


dan interaksi dari obat lain. Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor
H2 sehingga sekresi asam lambung dapat dihambat.

4.Meticobalamin
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai
koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi
ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi
saraf.Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya
terhadap reseptor NMDA dengan perantaraan S-adenosilmethione (SAM)
dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi
stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat
dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia
dan status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).

5.Clopidogrel

Penghambat agregasi platelet diluar heparin.Clopidogrel secara selektif


menghambat pengikatan adenosin difosfat (ADP) pada reseptor ADP di
platelet, dengan demikian menghambat aktivasi kompleks glikoprotein
GPIIb/IIIa yang dimediasi ADP, yang menimbulkan penghambatan
terhadap agregasi platelet.Biotransformasi Clopidogrel diperlukan untuk
menghasilkan penghambatan agregasi platelet. Clopidogrel juga
menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh agonis lain dengan
menghalangi amplifikasi aktivasi platelet dengan merilis ADP. Clopidogrel
bertindak dengan memodifikasi reseptor ADP platelet secara ireversibel.
Akibatnya, platelet yang terkena Clopidogrel terpengaruh untuk sisa jangka
hidup mereka dan pemulihan fungsi platelet normal terjadi pada tingkat
yang konsisten dengan pergantian platelet (Qurashi, 2010)

6.Ambroxol

Ambroxol adalah salah satu dari obat-obatan mukolitik yang


seringdigunakan untuk mengencerkan sekret saluran napas dengan cara
menurunkanviskositas mukopolisakarida (Anonim, 2010).

7.Siprofloxacin

Siprofloksasin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon, bekerja


dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase pada
bakteri.Siprofloksasin merupakan antibiotik untuk bakteri gram positif
dan negatif yang sensitif. Bakteri gram positif yang sensitif :
Enterococcus faecallis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus pyogenes (Anonim, 2010)

Anda mungkin juga menyukai