Laporan Kasus
Laporan Kasus
1. IDENTITAS PASIEN
2. Nama : Ny. M
3. Umur : 79 tahun
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Agama : Katolik
6. Alamat : Kayuwangi ½ Gedong Banyu Biru
Kab.Semarang
7. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8. Pendidikan : SD
9. Status : Janda
10. No CM : 080xxx-20xx
11. Tanggal masuk RS : 14 Juli 2017
1. DATA DASAR
2. Keluhan Utama : Rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
5. Anamnesis Sistem :
6. Sistem Serebrospinal : lateralisasi anggota gerak dextra (+)
7. Sistem Kardiovaskular : riwayat hipertensi (+), riwayat sakit jantung (-
)
8. Sistem Respirasi : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
9. Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-)
10. Sistem Muskuloskeletal : lateralisasi anggota gerak dextra (+)
11. Sistem Urogenital : BAK tidak ada keluhan
1. RESUME ANAMNESIS
1. DISKUSI I
1. Definisi Stroke
2. Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling sering adalah
aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan
perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme vaskuler. Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes melitus, atau penyakit
vaskuler perifer. Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit
degeneratif arteri SSP, atau juga berasal dari jantung:
4. Klasifikasi
5. Faktor Risiko
Faktor risiko stroke dikelompokkan dalam dua tipe utama, yaitu yang dapat
diubah dan yang tidak dapat diubah.Dengan perhatian khusus untuk
mengontrol faktor-faktor yang dapat diubah maka pengaruh dari faktor-
faktor yang tidak dapat diubah tersebut dapat dikurangi (Soeharto, 2004
hlm.63-81).
1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Ras
Suku Aborigin, orang Afrika, Hispan, Asia Selatan, dan kulit hitam
mempunyai angka hipertensi dan diabetes yang lebih tinggi kondisi yang
mengarah ke stroke.
4) Riwayat Keluarga
Risiko stroke lebih tinggi jika mempunyai orangtua atau keluarga yang
menderita stroke sebelum usia 65 tahun.
Sekitar sepertiga penderita stroke yang terkena TIA menderita stroke lagi
dalam rentang waktu 5 tahun. Menurut Robert G. Ojeman, lebih dari 75%
pasien stroke iskemik dengan defisit neurologis persisten, didahului oleh
serangan TIA (Hasyim 2001, hlm.45).
2) Diabetes
Selain itu, rokok juga menyebabkan plasma darah mengental dan sel
pembekuan darah bekerja aktif.Akibatnya, darah berubah mengental
melebihi tingkat yang wajar. Jika keadaan ini terus berlangsung, aliran
darah dalam pembuluh darah akan tersumbat. Jika ini mengenai pembuluh
darah otak, maka bisa terjadi stroke (Sutrisno 2007, hlm.43).
4) Fibrilasi Atrium
5) Kolesterol
6. Patofisiologi
g.Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala (Arif dkk. 2000, hlm.33-34)
8. .Skoring Stroke
1. Siriraj Score
1 = ada
1 = ada
Pada pasien ini di dapatkan skore – 2,5 dengan hasil stroke non hemoragic
Pada pasien ini terdapat penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek
babinski tidak ada dengan keterangan stroke hemoragik.
1. DIAGNOSIS SEMENTARA
2. Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, sesak dengan lateralisasi
dextra.
3. Diagnosis Topis : Hemisfere sinistra
4. Diagnosis Etiologi : Stroke infark dd stroke hemoragik
5. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan 24 Juli 2017 pukul 14.00 WIB di Bangsal WK.
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 70x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7 C
4. Status Internus
1. Kepala : mesocephal
2. Mata :konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor(3mm/3mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+),
reflek pupil indirek (+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)
3. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),septum deviasi (-/-
)
4. Telinga : serumen (+/+), sekret (-/-)
5. Mulut : bibir sianosis(-), karies dentis (-) stomatitis (+), nafas
lewat mulut (+)
6. Leher : simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (dalam batas
normal)
7. Thorax :
1. Cor :
1. Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV
3. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
4. Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-),
gallop (-)
2. Pulmo :
Inspeksi
Auskultasi
Depan Belakang
1. Abdomen :
1. Inspeksi : dinding abdomen cembung, perabaan supel, spider
naevi (-),warna kulit sama dengan warna kulit sekitar
2. Auskultasi : bising usus (+) normal
3. Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
4. Palpasi : nyeri tekan(-), hepar & lien tak teraba
2. Status Neurologis
1. Sikap Tubuh : Simetris
2. Cara berjalan : Sulit dinilai
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
Ptosis – –
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Strabismus konvergen – –
Menggigit – –
Membuka mulut – –
Refleks kornea + +
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial – –
Tersedak + +
Bersuara –
Menelan +
Artikulasi –
Fasikulasi lidah –
-Kaku kuduk : –
-Kernig Sign :–
-Brudzinski I : –
-Brudzinski II : –
-Brudzinski III :–
-Brudzinski IV: –
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematokrit 30,8 L 35 – 47 %
MCV 73,7 L 82 – 98 fL
MCH 23,9 L 27 – 32 pg
Neutrofil 81,5 H 50 – 70 %
Limfosit 13,9 L 25 – 40 %
BE b 7,1 H -2 – 3 mmol/l
HCO3 30,3 H 21 – 28
SO2 97,5 95 – 98 %
NA+ 127,0 L 136 – 146 mmol/l
ADO2 179,0 H
1. DISKUSI II
1. STROKE INFARK
2. Definisi
1. Faktor Resiko
Dapat dibagi menjadi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang
dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodisikasi antara lain:
usia, ras, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita penyakit vascular.
Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodisikasi antara lain : hipertesi,
penyakit jantung, obesitas, resistensi insulin, sindroma metabolik, diabetes,
merokok, dislipidemia, inaktifitas fisik, oral kontrasepsi, menderita TIA atau
stroke sebelumnya, (Hasan, 2011).
1. Patofisiologi
Stroke ischemik terjadi oleh karena ischemia serebri fokal. Turunnya aliran
darah fokal akan mengganggu metabolism dan fungsi dan metabolism
neuron. Bila kondisi ini tidak segera di atasi, maka akan menyebabkan
kerusakan sel irreversibel. Secara patologis jaringan infark terlihat sebagai
pan-nekrosis fokal sel neuron, glia, dan pembuluh darah.
Bila terjadi ischemia inkomplet, maka sel tersebut akan hidup lebih lama
seperti yang ada pada daerah disekitar infark yang disebut area penumbra.
Apabila aliran darah pada daerah ischemia membaik sebelum terjadi
kerusakan yang irreversibel, maka gejala yang timbul dalam beberapa
saat, namun bila hal ini menyebabkan ischemia jaringan otak irreversibel
maka defisit neurologis yang terjadi akan menetap.
1. Gejala Klinis:
1. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Imaging
CT scan dan MRI :memastikan stroke akut dan mengeksklusi adanya
perdarahan maupun neoplasma. Juga pentik untuk menyeleksi
pasien yang akan diberikan trombolitik.
Angiografi : bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah baik ekstra
cranial maupun intra cranial.
Ultrasonografi : Pemeriksaan non invasive diperlukan untuk
mengidentifikasi penyakit aterosklerosis pada pasien yang
mengalami TIA ataupun stroke.
Echocardiography : perlu pada pasien stroke emboli yang dicurigai
berasal dari jantung. Dapat mendeteksoi adanya thrombus intra
kardiak
EEG : pada pasien stroke yang dicurigai mengalami kejang.
Lumbal pungsi : dilakukan bila ada kecurigaan subarachnoid
hemorrhage, (Hasan, 2011).
Adalah stroke yang disebabkan oleh karena terdapat oklusi pada pembuluh
darah serebral yang terdapat thrombus, (Sidharta,2004).
1. Gejala klinis :
1. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
PT dan aPTT
Kimia darah, gula darah dan enzyme jantung
MRI dan CT Scan
Stroke Infark Emboli
1. Definisi
1. Gejala Klinik
1. Pemeriksan Penunjang
Laboratorium
EKG
Echocardiografi
CT scan dan MRI
Tujuan
1. Pengukuran pH Darah
1. Fungsi pernapasan
2. Fungsi ginjal
3. Oksigenasi jaringan
4. Sirkulasi
5. Kehilangan elektrolit dari gastrointestinal (Pratiwi Anggi, 2010)
6. Pengukuran Oksigen Darah
Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar
HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis
tersebut. Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan
seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau
intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah
keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan
meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi
kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal (Afri, 2009)
Asidosis metabolic
Alkalosis respiratorik
Alkalosis metabolik
Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses
respirasi, yaitu CO2 yang membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya
berasal dari metabolisme lemak dan protein. Mekanisme tubuh untuk
menjaga pH tetap dalam rentang normalnya diketahui melalui tiga
mekanisme :
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang
diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan
perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2
di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan
ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas
normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan
kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab
terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal
akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2
disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade
neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi
yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal,
seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler,
dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang
memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi
dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan
pH 7,30–7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan
perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal
melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan
tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya
pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak
adekuat serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60
mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia
yang ada sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian
oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal.
Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat
menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah
paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen
(Djojodibroto, D.2009).
1. RESUME
1. DIAGNOSIS AKHIR
DISKUSI III
1. Planning
Rontgen Thorax
CT Scan
1. Terapi
1.Citicolin
2.Piracetam
3.Ranitidin
4.Meticobalamin
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai
koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi
ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi
saraf.Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya
terhadap reseptor NMDA dengan perantaraan S-adenosilmethione (SAM)
dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi
stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat
dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia
dan status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).
5.Clopidogrel
6.Ambroxol
7.Siprofloxacin