Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian

Management jalan nafas adalah tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan
napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal.

Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke
paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

Untuk menilai nafas yang tidak adekuat maka seorang penolong


harus melakukan :

1. Look :apakah naik turunnya dinding dada seirama dengan alunan


nafas, kesimetrisan pergerakan dinding dada selama pernafasan antara sisi kiri-kanan,
kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, clan retraksi dinding dada.

2. Listen :suara udara yang masuk dan keluar dari hidung/mulut, apakah bebas,
seperti berkumur, tersengal, merintih ataupun mengi.
3. Feel :rasakan hembusan udara pernafasan.
Perhatikan pula adanya peubahan warna kulit menjadi keabuan atau kebiruan (sianosis).

Tanda pernafasan yang tidak adekuat adalah :

a) Gerakan dinding dada yang menghilang, minimal ataupun tidak simetris

b) Gerakan saat bernafas terbatas pada perut (pernafasan perut (abdominal)

c) Hilang atau berkurangnya suara atau hembusan udara nafas dari hidung/mulut

d) Suara nafas tambahan seperti rnendengkur, berkumur, tersengal clan mengi -


Pernafasan sangat dalam atau sangat dangkal.

e) Warna kulit, mukosa bibir, lidah, telinga ataupun membiru (sianosis).

f) Inspirasi yang memanjang (tanda sumbatan jalan nafas atas) ataupunekspirasi yang
memanjang (tanda sumbatan jalan nafas bawah)
g) Pasien tidak marnpu berbicara dalam kalimat lengkap karena nafas yangpendek

B. Etiologi
Banyak sebab yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas sebagian ataupun total,
seperti :
 Sumbatan pada lidah

Akibat berkurangnya tonus otot penahan lidah, lidah jatuh ke belakang dan menutupi
faring. Hal ini dijumpai pada pasien tidak sadar, intoksikasi alokohol ataupun obat lain
 Sumbatan kareana epiglotis
Akibat inspirasi paksa berlebihan sehingga epiglotis tertarik menyumbat jalan nafas

 Benda asing

 Kerusakan jaringan

Akibat luka tusuk ataupun benturan benda tumpul dan pembengkakan (edema) faring dan
trakea akibat trauma ataupun luka bakar

 Penyakit

Infeksi saluran pernafasan clan reaksi alergi mengakibatkan peradangan dan edema saluran
nafas

C. Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

 Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin


lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
 Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi :
finger sweep, pengisapan/suction.
 Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi,
trakeostomi.
D. Teknik management jalan nafas

Tehnik yang dapat dilakukan untuk mengelola jalan nafas meliputi tindakan yang non
invasif atau invasif tergantung dari sumbatan di atas atau di bawah glotis, dan apakah
bersifat surgikal atau non surgikal.

Tehnik yang dipilih tergantung dari masing-masing situasi, yang merupakan konsekuensi
dari interaksi faktor kondisi pasien, alat yang tersedia clan pengalaman tenaga medis.

1. Tehnik Non Invasif

a) Tanpa alat

Pada kondisi dimana tidak terdapat alat maka dilakukan upaya membebaskan jalan nafas
secara manual dengan cara triple airway manuver meliputi: ekstensi kepala, angkat dagu
(Chin Lift maneuver), dan mendorong mandibula/rahang bawah (Jaw thrust maneuver). Upaya
ini dilakukan untuk mengangkat lidah yang jatuh menutupi saluran nafas.jika terdapat
benda asing di jalan nafas.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk management airway tanpa alat yaitu :

1. Teknik Cross Finger untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi
atas dan bawah

Gambar : Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan


menggunakan teknik cross finger

2. Teknik sapuan jari. Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda
asing dalam rongga mulut

Gambar : Tehnik finger sweep

3. Teknik maneuver Heimlich, dilakukan jika Kegagalan membuka nafas dengan cara sapuan
jari. Ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau
adanya henti nafas (apnea) Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan
udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada
jalan nafas

Teknik maneuver Heimlich ada beberapa macam yaitu :

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.

Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan
kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan
kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum.
Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan
hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong
berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah
sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di
atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah
atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak
dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di
bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah
diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan
menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar :Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

Mengatasi sumbatan nafas parsial

Dapat digunakan teknik manual thrust

 Abdominal thrust
 Chest thrust
 Back blow
Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

 Gelisah oleh karena hipoksia


 Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
 Gerak dada dan perut paradoksal
 Sianosis
 Kelelahan dan meninggal
Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

 Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
 Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
 Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher
netral
 Nilai apakah ada suara nafas tambahan.
Ada beberapa cara untuk penanganannya :

1. Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban
pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian
angkat.

2. Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien
dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala
menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan

Gambar :tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri
melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

3. Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

Gambar : manuver Jaw thrust


4. Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti,
lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar
belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar : Back blow pada bayi

5. Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau
jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien).
Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda
asing, beri nafas buatan

b) Bag - Mask Ventilation

Kombinasi antara triple airway manuver dengan ventilasi menggunakan bag mask
merupakan upaya yang sangat dasar dalam menangani jalan nafas. tangan kiri melakukan
jaw trust sambil memegang sungkup muka sementara tangan kanan memompa baging.
Berbagai jenis sungkup muka tersedia tetapi yang disarankan adalah yang
transparansehingga dapat melihat langsung keadaan mulut dan hidung serta
ada tidaknya sumbatan.Kunci utama tehnik ini adalah kemampuanmempertahankan
seal antara sungkup muka clan wajah paten, jika tidak terjadi kebocoran maka
ventilasi akan adekuat. Komplikasi dari tehnik ini adalah HOW lambung dan
kemungkinan aspirasi paru.

c) Oro dan nasofaringeal airway

Pada pasien yang tidak sadar, obstruksi terjadi akibat ketidakmampuan untuk
mempertahankan tonus lidah sehingga akan jatuh menutupi jal an nafas.
Orofaringeal airway/gudel/mayo dapat menahan lidah pada posisi yang
seharusnya. Cara memasukkan guedel adalah dengan memasukkan pada posisi
lengkungnya menghadap keatas sampai menyentuh palatum kemudian diputar
180 0 sambil didorong.

Nasofaringeal airway terbuat dari karet atau plastik yang lembut yang
dimasukkan melalui lubang hidung dan diteruskan sampai faring posterior.
Komplikasi pemasangan NPA adalah epistaksis, aspirasi, laringospasme dan
masuk ke esofagus.

d) Laryngeal Mask Airway (LMA)

Alat ini dimasukkan kemulut sampai dengan faring kemudian cuffnya diisi udara
sehingga akan terjadi seal. Berbeda dengan ETT alat ini tidak masuk ke dalam trakea
hanya ada lubang pipa nafas di depan glotis/pita suara.

e) Kombitube (oesofageal – trakeal double lumen airway)

Alat ini merupakan kombinasi dari dua pipa, satu untuk esofagus dan yang satunya untuk
trakea. Dimasukkan secara blind ke dalam esofagus dan kemudian balon udara
dikembangkan.

2. Tehnik Invasif

a. Intubasi trakea

Pada kondisi gawat darurat jalan nafas merupakan komponaen yang paling penting dan
menjadi prioritas utama dalam penanganannya. Banyak sekali pasien yang tidak sadar
maupun yang sadar yang tidak dapt mempertahankan jalan nafasnya terbuka, tidak mampu
mengeluarkan sekret, mencegah aspirasi dan membutuhkan bantuan ventilasi mekanik.

Tujuan utama dari penatalaksanaan jalan nafas darurat adalah mempertahankan


integritas jalan nafas, meyakinkan ventilasi adekuat, dan mencgah aspirasi. Semua tujuan
tersebut dapat dicapai dengan bantuan inttubasi trakea. Indikasi utama intubasi trakea pada
situasi gawat darurat adalah :

1. Koreksi hipoksia atau hiperkarbia

2. Mencegah ancaman hipoventilasi

3. Mempertahankan patensi jalan

4. Jalan untuk pemberian obat – obatan emergensi seperti lidokain, stropin, nalokson, epinefrin.

Sebelum melakukan intubasi, persiapan alat merupakan hal yang sangat penting, jika
terjadi malfungsi alat atau tidak tersedianya alat yang dibutuhkan karena persiapan yang
kurang baik, maka akan sangat membahayakan keselamatan dan nyawa pasien. Untuk
menghindari hal itu maka setiap alat harus dipersiapkan dengan baik dan lengkap dan
dilakukan pengecekan terhadap fungsinya.

Untuk mempermudah dan agar tidak ada alat yang terlewatkan maka dibuatlah
singkatan untuk persiapan alat yaitu: "S T A T I C S'
S (scope)
Scope terdiri dari laringoskop dan stetoskop.Berdasarkan bentuk bilahnya terdapat dua
macam laringoskop dengan berbagi ukuran mulai dari bayi sampai dewasa.yaitu bilah yang
melengkung (macintosh) dan bilah yanglurus (magil).

Tidak ada perbedaan fungsi diantara keduanya, perbedaannya adalah bilah


lurus digunakan untuk visualisasi pita suara dengan caramengangkat epiglotis sedangkan
bilah lengkung tidak mengangkat epiglotis secara langsung tapi dengan cara menempatkan
ujung bilah di dalam valecula dan mengangkat epigfotis secara tidak langsung
dengan menarik frenulumnya tanpa menyentuh epiglotis. Penggunaannya tergantung dari
situsi klinis dan kondisi pasien. Bilah lengkung lebih sedikit menyebabkan trauma karena
sama sekali tidak menyentuh laring serta memberikan ruang yang lebih besar untuk
visualisasi saat menempatkan ETT sehingga sangat berguna untuk pasien yang gemuk.
Sedangkan bilah lurus lebih mudah dimasukkan terutama pada bayi dan lebih
mudahmencari pita suara karena secara langsung mencari epiglotis dan mengangkatnya.

Stetoskop digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap penempatan dan kedalaman


ETT. Jika terdengar suara baging di paru-paru berarti ETT beradi di posisi yang benar
yaitu di trakea, sedangkan bila terdengar suara baging di lambung berarti ETT pada posisi
yang salah, harus segera ditarik dan dilakukan intubasi ulang. Stetoskop juga digunakan
untuk mengecek kedalaman ETT, jika terlalu dalam maka ETT akan masuk ke bronkus
kanan sehingga suara nafas di paru kanan lebih keras daripada paru kiri, ETT harus ditarik
pelan-pelan 1 - 2 cm sambil terus didengarkan suara nafas dan jika suara nafas paru kiri dan
kanan telah sama maka penarikan dihentikan clan batas ETT di mulut
dilihat panjangnya kemudian ETT difiksasi di level tersebut di bibir.

T (tube)

ETT tersedia dalam berbagai jenis clan ukuran. Berdasarkan bahan pembuatnya ada
yang dibuat dari karet ada pula dari PVC, berda~arkan ada tidaknya Cuff (balon), ada
yang memakai balon ada pula yang tidak memakai balon, berdasarkan kemungkinan
tertekuk atau tergigit, ada yang bisa tertekuk (kinking) ada pula yang tidak bisa
tertekuk (non kinking) karera disekeliling ETT dilapisi oleh spiral yang terbuat dari
logam.
Tube atau pipa nafas (ETT) harus dipilih sesuai ukuran trakea pasien, jika ukuran yang
digunakan terlalu kecil maka akan terjadi kebocoran, begitu pula jika ukuran ETT terlalu
besar maka tidak akan masuk ke trakea dan bisa menimbulakan cedera apabila dipaksakan.

Pemilihan yang tepat berdasarkan umur dan jenis kelamin, biasanya wanita memiliki
ukuran trakea yang lebih kecil dari laki-laki. Rumus yang dapt digunakan untuk anak-anak
adalah 4+ (umur dalam tahun / 4) atau secara sederhana dapat dilihat ukuran dari jari
kelingking pasien. Ukursn untuk pasien laki-laki dewasa adalah 7,5 – 8 sedangkan untuk
wanita 7 – 7,5. Setelah didapatkan 1 ukuran yang pas harus pula disiapkan satu ukuran
dibawahnya dan 1 ukuran diatasnya. Misalnya ukuran yang akan dipakai adalah no 7 maka
disiapkan pula no 6,5 dan 7,5.

A (Airway)

Segala peralatan yang digunakan untuk membuka dan mengmankan jalan nafas sementara
harus disiapkan seperti orofaringeal airway (OPA/guedel/mayo) dan nasofaringeal airway
(NPA). Ukuran guedel atau NPA disesuaikan dengan ukuran jalan nafas. Panjangnya guedel
yang dibutuhkan diukur jarak dari sudut bibir sampai kebagian depan liang telinga.

T (Tape)

Tape atau plester berguna untuk melakukan fiksasi setelah intubasi selesai dilakukan. Tanpa
fiksasi kemungkinan ETT akan tercabuut atau terdorong akan lebih besar sehingga perlu
difiksasi dengan plester ke pipi atau wajah pasien.

I (Introducer)

Introducer digunakan untuk membantu intubasi.Alat yang biasa digunakan adalah


mandarin yaitu kawat yang bisa dimasukan ke dalam ETT dan dibentuk /
dilengkungkan sesuai dengan anatomi jalan nafas. Sehingga akan memudahkan
mengarahkan ujung ETT melewati pita suara. Alat lain adalah Klem magil, jerupa klem
yang bisa menjepit ETT di,dalam rongga mulut untuk diarahkan kemulut pita suara

C (Conector).

Merupakan a!at untuk merighubungkan ETT dengan alat lainnya yaitu baging, ventilator, dll.
Conecior ini mempunvai ukuran / diameter yang standar sehingga dapat dihubungkan
kesemua alat.

S (Suction)
Suction lengkap dengan kateter suction digunakan untuk menghisap lendir, sekret
ataupun darah yang berada di dalam rongga faring dan menghalangi pandangan.

Dalam melakukan intubasi trakea seorang tenaga medis harus melakukan


evaluasi terhadap anatomi jalan nafas meliputi: pemeriksaan gigi geligi, ukuran rongga
mulut, jarak tiroid dan os mentalis mandibula, mobilitas leher dan
mandibula. Evaluasi tersebut untuk menyingkirkan kemungkinan sulit intubasi.

Setelah semua perlengkapan disiapkan dengan baik dan lengkap, pasien diposisikan
daiam posisi snifing position yaitu; fleksi pada leher bagian bawah denganekstensi pada
atlantoocipital joint. Posisi ini akanmenyebabkan aksis orofaringeolaringeal berada
dalam satu garis dan memudahkan visualisasipita suara.

Penambahan bantal atau kain yang dilipat setinggi 6 - 10 cm akansangat membantu


menempatkan pasien pada snifing position.
Setelah posisi pasien benar maka diteruskan dengan preoksigenasi, yaitu pemberian oksigen
100 % selama beberapa menit melalui baging. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
konsentrasi oksigen di dalam darah dan paru-paru pasien sehingga mencegah
terjadinya hipoksia selama tindakan intubasi
Laringoskop dipegang oleh tangan kiri, kemudian bilah dimasukan dari sudut mulut pasien
sebelah kanan menyususri lidah.Setelah mendekati pangkal lidah, laringoskop digeserkan
ke sebalah kiri sampai berada di garis tengah dengan menyingkirkan lidah ke sebelah
kiri.Jika menggunakan bilah lengkung (macintosh), maka ujung bilah ditempatkan di
dalam valekula pada pangkal epiglotis, -sedangkan jika menggunakan bilah lurus, maka
ujung bilah ditempatkan di bawah epiglotis secara langsung.Setelah itu epiglotis
diangkat untuk melihat / visualisasi pita suara.Setelah pita suara terlihat maka tangan
kanan memasukan ETT.Untuk membantu melakukan visualisasi pita suara dapat
dilakukan tindakan menekan jakun / kartilago tiroid agar glotis turun sehingga pita
suara terlihat.

Setelah ETT masuk ke daiann $rakhea, balon udara dikembangkan sampai tidak
terdengar kebo=an di rongga mulut, untuk konfirmasi posisi ETT dilakukan auskultasi pada
dada kiri kanan serta lambung. setelah suara nafas di paru kiri clan kanan sama, lalu
dilakukan fiksasi dengan menggunakan pester di wajah atau pipi. Kemudian ETT
dihubungkan dengan manual baging atau ventilator.

Komplikasi intubasi
Tindakan laringoskopi dapat mengakibatkantrauma jalan nafas jika tidak
dilakukan dengan hati-hati.Cedera pada bibir, atau gigi patah merupakan kejadian yang
spring terjadi.Tindakan laringoskopi merupakan tindakan yang menyakitkan, untuk itu
perlu diberikan analgetik atau anastetik lokal, jika nyeri ini terjadi maka dapat
mengakibatkan gangguan irama jantung sampai henti jantung.
Tindakan intubasi juga mempunyai komplikasi ringan sampai berat yang dapat
membahayakan nyawa pasien.Edema pada pita suara yang mengakibatkan nyeri clan suara
serak, ETT yang didorong terlalu dalam sehingga masuk ke bronkus sebelah kanan dapat
mengakibatkan hipoksia clan hiperkarbia.Begitu pula ETT yang masuk ke dalam
esofagus menyebabkan distensi lambung sampai perforasi.Untuk itu posisi ETT harus
diyakinkan berada pada posisi yang tepat.

b. Krikotirodotomi
Merupakan upaya emergensi untuk membypass sumbatan dengan cara membuat lubang
pada membrana krikoid. Dalam keadaan emergensi dapat dilakukan penusukan di
membran krikoid dengan menggunakan Abocath no 14.

c. Trakeostomi
Trakeostomi dilakukan jika tidak memungkinkan untuk dilakukan intubasi. Merupakan
upaya bypass jalan nafas dengan membuat lubang secara langsung pada cincin trakea.

Anda mungkin juga menyukai