Anda di halaman 1dari 13

Hubungan Ekonomi dan Kesehatan

2.1 Pengertian Ekonomi dan Kesehatan


Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah
keadaaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pada batasan yang
terdahulu, kesehatan itu hanya mencakup tiga aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial,
tetapi menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, disempurnakan dengan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009, kemudian kesehatan itu mencakup lima aspek yakni: fisik
(badan), mental (jiwa), sosial, spiritual, dan ekonomi.
Sedangkan, istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος
(oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti
"peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah
tangga" atau "manajemen rumah tangga”. Ekonomi adalah ilmu untuk membuat pilihan
dikarenakan sumber daya yang terbatas, sedangkan keinginan atau wants manusia tidak
pernah terbatas. Jumlah dokter, obat-obatan, tempat tidur rawat inap juga terbatas,
sedangkan permintaan atau demand justru selalu meningkat dan disinilah ekonomi
berperan. (Sayati, 2015).
Pada pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun
2009, di dalamnya terdapat kata “ekonomi” sebagai salah satu dari kelima aspek
kesehatan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ilmu ekonomi juga mengambil bagian
dalam sektor kesehatan atau ilmu ekonomi memiliki keterkaitan terhadap sektor
kesehatan maupun sebaliknya. Maka dari itu, ekonomi kesehatan dapat didefinisikan
sebagai penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan (Mills
dan Gillson, 1999).
Secara umum, ekonomi kesehatan akan berkonsentrasi pada industri kesehatan.
Ada 4 bidang yang tercakup dalam ekonomi kesehatan, yaitu:
1. Peraturan (regulation)
2. Perencanaan (planning)
3. Pemeliharaan kesehatan (the health maintenance) atau organisasi
4. Analisis cost dan benefit
Pembahasan dalam ilmu ekonomi kesehatan mencakup: consumer (dalam hal ini
adalah pasien/ pengguna pelayanan kesehatan), provider (yang merupakan professional
investor, yang terdiri dari public maupun private), dan pemerintah (government).
Dengan diterapkannya ilmu ekonomi dalam bidang kesehatan, maka kegiatan yang
akan dilaksanakan harus memenuhi kriteria efisiensi, atau apakah kegiatan tersebut
bersifat cost effective.

2.2 Hubungan Antara Ekonomi dan Kesehatan


Ekonomi dan kesehatan memiliki suatu keterkaitan yang sangat erat. Pembangunan
ekonomi sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat, dan perbaikan pada
kondisi kesehatan masyarakat akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sehat adalah
suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial tidak terbatas pada bebas dari
penyakit atau kelemahan saja. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam sistem
kesehatan nasional adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bermutu, merata,
dan terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis, serta tersedianya pelayanan kesehatan
tidak semata-mata berada di tangan pemerintah melainkan mengikutsertakan sebesar-
besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat (Suryandari, 2008).
Pelayanan kesehatan untuk masyarakat merupakan hak asasi manusia yang harus
dilaksanakan negara. Pemerintah harus mampu memberikan perlakuan yang sama
kepada warganya dalam pelayanan kesehatan maupun pelayanan publik lainnya. Dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, masyarakat dengan status ekonomi lebih tinggi
mempunyai askses terhadap pelayanan kesehatan lebih baik dibandingkan dengan
mereka dengan status ekonomi rendah (Susanto dan Mubasysyir, 2006). Peningkatan
pelayanan kesehatan diharapkan dapat menghasilkan derajat kesehatan masyarakat lebih
tinggi sehingga memungkinkan masyarakat hidup lebih produktif, baik secara ekonomi
maupun sosial sehingga tercipta masyarakat sehat secara keseluruhan.
Pembangunan sosial ekonomi harus sejalan, karena dengan adanya peningkatan
kesehatan masyarakat saja tanpa adanya upaya memerangi kemiskinan akan
memperlambat penurunan angka kematian di masa mendatang yang memang sangat erat
hubungannya dengan bidang kesehatan tersebut. Aspek ekonomi seperti pendapatan
merupakan syarat utama untuk dapat menikmati fasilitas kesehatan dalam upaya
meningkatkan kesehatan masyarakat. Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat
kesehatan antara lain, tersedianya sarana kesehatan, keadaan lingkungan yang memadai,
dan mutu makanan yang di konsumsi. Penanganan faktor tersebut harus dilakukan
terarah dan terpadu dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi yang berkaitan
(Rahmi, 2008).
Keadaan faktor sosial ekonomi juga berpengaruh dalam memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia, seperti pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan yang
diperoleh oleh rumah tangga (Yulia, 2009). Tingkat pendidikan memegang peranan
cukup penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah
membuat mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan sanitasi
lingkungan perumahan dalam mencegah terjangkitnya penyakit menular. Dengan
sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap
upaya pencegahan penyakit menular (BPS, 2011). Jenjang pendidikan yang banyak
ditamatkan di kecamatan ini adalah pendidikan Sekolah Dasar/ sederajat berjumlah 3.784
orang, dan Sekolah Menengah Pertama 1.245 orang.
Hal ini dapat dikatakan rendahnya tingkat pendidikan di kecamatan tersebut,
kemungkinan masyarakat banyak bekerja pada sektor informal, sehingga pendapatan
yang diperoleh rendah, dan dalam melengkapi kebutuhan akan makanan lebih sehat yang
dikonsumsi sehari-hari sangat jarang. Kebutuhan anggota keluarga akan makanan
berbeda-beda tergantung dari struktur umur. Menurut Akmal (2001), distribusi
kebutuhan pangan dalam keluarga tidak merata, artinya setiap anggota keluarga tersebut
mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan
keadaan fisiknya. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang
masih muda pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa, tetapi kalau
dinyatakan dalam kuantum absolut, anak-anak tentu membutuhkan kuantum makanan
yang lebih kecil dibandingkan dengan kuantum makanan yang diperlukan oleh orang
dewasa (BPS, 2011).
Keadaan lingkungan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena
menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti peledakan penduduk,
penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan
pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat,
populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang
dapat menimbulkan satu model penyakit (Taringan, 2004). Lingkungan yang bersih akan
terbebas dari serangan penyakit, sehingga bagi lingkungan yang bersih tersebut akan
terhindar dari penyakit, dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menggunakan
pelayanan kesehatan.
Pekerjaan seseorang juga merupakan suatu determinan risiko dan determinan
terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor status
kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja (Widyastuti dalam Wulandari, 2009).
Mereka yang bekerja pada sektor formal akan memperoleh pendapatan yang lebih besar
bila dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor informal. Besarnya pendapatan
yang diterima akan mempengaruhi pola konsumsi seseorang, karena mereka dapat
membeli makanan yang lebih sehat sehingga kesehatan mereka dapat terbebas dari
penyakit.
Berdasarkan pengertian dari ekonomi dan kesehatan di atas, dapat dikatakan bahwa
ekonomi dan kesehatan memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini dikarenakan dalam
bidang kesehatan ternyata ada begitu banyak penerapan ilmu ekonomi di dalamnya.
Beberapa contohnya adalah pengalokasian sumber daya dalam berbagai upaya kesehatan,
pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan, serta efisiensi
pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya. Jika saja tidak ada ilmu ekonomi
dalam pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat, dapat dibayangkan betapa akan
kacaunya dan tidak terorganisirnya pelaksanaan upaya kesehatan dalam masyarakat. Di
samping itu, bidang ekonomi juga mendukung kesehatan dalam arti bidang ekonomi
menyediakan sarana dan prasarana untuk bidang kesehatan.
Perpaduan antara hubungan ekonomi dan kesehatan juga akan berdampak pada
pembangunan suatu negara, hal tersebut dapat dilihat dari bagan di bawah ini:

Pembangunan Pendapatan Negara Daya beli barang/jasa


Ekonomi Berhasil & Masyarakat kesehatan & gizi layak
meningkat meningkat

Produktivitas Status Kesh, Status Kesh, gizi & sanitasi


meningkat, Gizi lebih baik lingkungan lebih baik
hari absen sekolah
dan kerja turun

Melalui bagan di atas dapat diketahui bahwa jika pembangunan ekonomi berhasil
maka baik pendapatan negara maupun pendapatan masyarakat akan meningkat. Hal
tersebut nantinya akan meningkatkan daya beli barang maupun jasa dalam pelayanan
kesehatan. Pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan perorangan yang menjadi lebih
baik dengan gizi layak serta didampingi oleh sanitasi lingkungan yang lebih baik
sehingga angka kesakitan hingga kematian akan menurun dan memperpanjang angka
harapan hidup. Dalam kasus ini status kesehatan dan status gizipun menjadi lebih baik
yang pada akhirnya membuat produktivitas suatu negara meningkat dan dihasilkannya
sumber daya manusia yang berkualitas.
Jikalau yang terjadi adalah sebaliknya, pembangunan ekonomi yang gagal
menyebabkan kemiskinan merajalela dimana-mana dan harus membuat negara berhutang
kepada negara lain sehingga pendapatan negara dan masyarakat justru menjadi menurun.
Masyarkat pun tidak bisa mendapatkan barang maupun jasa dalam pelayanan kesehatan
yang mungkin harganya melambung tinggi. Pada akhirnya status kesehatan perorangan,
status gizi dan status sanitasi lingkungan menjadi sangat buruk dan menyebabkan
penyakit dapat dengan mudah menyebar dan menimbulkan wabah dalam masyakat. Hal
ini pastinya akan sangat berdampak pada pembangunan yang justru akan menjadi beban
bagi negara. Seperti itulah pentingnya hubungan antara ekonomi dan kesehatan jika
dilihat dalam segi pembangunan suatu negara.
Dalam perspektif masyarakat, ekonomi berpengaruh besar terhadap kesehatan. Hal
ini dikarenakan jika ingin memiliki kesehatan yang baik maka harus mapan dalam segi
ekonomi. Penyataan tersebut dikarenakan melambungnya biaya pelayanan kesehatan saat
ini. Masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah pada saat sakit cenderung
mengobati penyakitnya dengan caranya sendiri atau pergi ke dukun setempat yang
biayanya cenderung lebih murah dibandingkan jika menggunakan fasilitas kesehatan
seperti rumah sakit. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan masyarakat kelas
menengah ke atas.
Terdapat kaitan yang sangat siginifikan dan tidak dapat dipisahkan antara ekonomi
dan kesehatan. Bidang ekonomi akan mendukung keberhasilan kesehatan, dalam hal ini
menyediakan sarana dan prasarana yang mutlak dibutuhkan bagi kemajuan bidang
kesehatan. Apabila pendapatan baik negara maupun keluarga meningkat karena
keberhasilan pembangunan bidang ekonomi maka akan dapat menyediakan dana yang
cukup untuk membangun fasilitas kesehatan serta meningkatkan kemampuan membeli
pelayanan kesehatan.
Sebaliknya, keberhasilan pembangunan bidang kesehatan akan mendukung
keberhasilan ekonomi karena adanya kenaikan produktivitas penduduk. Seperti
diketahui, keberhasilan bidang kesehatan akan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas penduduk itu sendiri.
1. Taraf ekonomi tinggi, penyakit tidak menular
Sebaliknya, penyakit tidak menular terdapat banyak pada masyarakat dengan status
ekonomi sosial tinggi, sehingga berstatus gizi tinggi, keadaan kesehatan lingkungan baik,
penyakit menular rendah, angka kematian bayi rendah, usia harapan hidup
tinggi,sehingga penyakit usia lanjut yang tidak menular menjadi tetap tinggi,
demikianlah siklus penyakit tidak menular menjadi lengkap.
Melihat bahwa penyakit selalu didapat pada berbagai taraf perkembangan ekonomi
masyarakat, yakni dari yang masih sedang berkembang sampai yang telah maju, timbul
pertanyaan, apakah ada manfaat dari suatu perkembangan ekonomi dilihat dari segi
kesehatan? Penyakit tampaknya selalu ada, hanya polanya yang berbeda. Dengan kata
lain, dapat pula dipertanyakan apakah ada manfaat pemberantasan penyakit menular,
apabila nantinya hanya akan diganti saja oleh yang tidak menular.
Untuk dapat memahami keuntungan yang diperolah dari segala usaha masyarakat
yang ingin maju, perlu dikembalikan persoalannya pada populasi masyarakat yang
diserang penyakit tersebut. Pada penyakit menular, anak-anaklah yang diserang,
sedangkan pada penyakit tidak menular, kebanyakan adalah orang yang sudah tua.
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa menurunkan kematian diantara anak-anak
merupakan suatu keuntungan, karena anak itu merupakan investasi masyarakat yang
tentunya diharapkan dapat hidup sampai dewasa dan dapat mengembalikan investasi
yang ditaruh padanya, atau bahkan dapat memberi keuntungan pada masyarakatnya.
Bagi negara yang telah maju, dimana masyarakatnya dapat hidup lebih lama, maka
tentunya pengembalian investasi dapat terlaksana. Selain itu, kesehatan merupakan pra-
syarat utama bagi meningkatkan produktivitas masyarakat. Bahwa pada akhirnya
populasi yang tua ini menderita penyakit yang bersifat tidak menular, tampaknya wajar
saja. Namun hal ini masih pula dapat dipertanyakan, apakah perubahan pada perilaku
(lingkungan sosial) dapat mencegah terjadinya ataupun mengurangi insidensinya.
Sebagai contoh, menghentikan merokok dapat mengurangi insidensinya carcinoma paru-
paru di antara populasi tua; olah raga dapat memelihara kebugaran jasmani manula.
2. Taraf ekonomi rendah, penyakit menular
Pola penyakit di Indonesia ini setara dengan negara-negara lain yang
berpenghasilan kurang lebih sama. Hal ini tampak jelas apabila ditelaah keadaan
penyakit di berbagai negara; ternyata bahwa, negara tergolong ‘miskin’ banyak
menderita penyakit menular, sedangkan negara yang tergolong ‘kaya’, banyak menderita
penyakit tidak menular. Keadaan seperti ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Negara / masyarakat miskin atau berstatus sosial ekonomi rendah, keadaan gizinya
rendah, pengetahuan tentang kesehatannya pun rendah, sehingga keadaan kesehatan
lingkungannya buruk dan status kesehatannya buruk. Di dalam masyarakat demikian,
akan mudah terjadi penularan penyakit, terutama anak-anak yang merupakan golongan
yang peka terhadap penyakit menular. Sebagai akibatnya, banyak terjadi kematian anak,
sehingga usia harapan hidup pendek. Keadaan ini juga mendukung tingginya angka
kelahiran, sehingga terdapat populasi yang muda; jadi tergolong populasi dengan resiko
tinggi terhadap penyakit menular, sehingga penyakit menular terus-menerus terdapat,
dengan demikian siklus penyakit menular menjadi lengkap.
Hubungan antara kesehatan dan ekonomi berdasarkan tingkat, yaitu:
1. Pada tingkat mikro yaitu tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar
bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk mendapatkan pendidikan. Tenaga kerja
yang sehat secara fisik dan mental akan lebih produktif dan mendapatkan
penghasilan yang tinggi.
2. Pada tingkat makro yaitu penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan
masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan
pembangunan ekonomi jangka panjang.
Pada tingkat mikro ekonomi menjelaskan bahwa kondisi kesehatan dan pendidikan
yang rendah mengalami tantangan dalam mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan jika
dibandingkan dengan kesehatan dan pendidikan yang tinggi. Angka harapan hidup yang
tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Kesehatan hanya memiliki value in
use dan bukan value in exchange. Pada umumnya konsumen dalam hal ini adalah pasien,
hanya dapat ditunjukkan oleh suatu utility tertentu, misalnya perubahan dari status
kesehatannya. Pelayanan kesehatanlah yang berfungsi sebagai komoditi.
Terminologi ekonomi memperkenalkan hubungan antara kesehatan dan pelayanan
kesehatan, yang menjabarkan lebih lanjut konsep velue ekonomi. Teori expected utility
menguraikan prinsip dasar dalam landasan pokok ilmu ekonomi neoclassic. Pokok
pembahasan ilmu ekonomi akan selalu mengarah kepada demand, supply dan distribusi
komoditi. Komoditi adalah pelayanan kesehatan, bukan kesehatan itu sendiri. Kesehatan
tidak dapat diperjualbelikan, kesehatan hanya berupa salah satu ciri komoditi.
Ekonomi kesehatan perlu dipelajari, karena terdapat hubungan antara kesehatan
dan ekonomi. Kesehatan mempengaruhi kondisi ekonomi, dan sebaliknya ekonomi
mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh:
1. Kesehatan yang buruk seorang menyebabkan biaya bagi orang tersebut karena
menurunnya kemampuan untuk menikmati hidup, memperoleh penghasilan, atau
bekerja dengan efektif. Kesehatan yang lebih baik memungkinkan seorang untuk
memenuhi hidup yang lebih produktif.
2. Kesehatan yang buruk individu dapat memberikan dampak dan ancaman bagi orang
lain. Sebagai contoh :
a. Seorang yang terinfeksi penyakit infeksi dapat menular ke orang lain. Misalnya,
AIDS.
b. Kepala rumah tangga pencari nafkah yang tidak sehat atau sakit akan
menyebabkan penurunan pendapatan keluarga, makanan dan perumahan yang
buruk bagi keluarga.
c. Anggota keluarga yang harus membantu merawat anggota keluarga yang sakit
akan kehilangan waktu untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan.
d. Pekerja yang memiliki kesehatan buruk akan mengalami menurunan
produktivitas.
Jadi pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu
dan masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik. Status kesehatan
penduduk yang baik meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan per kapita,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

2.3 Dampak dari Hubungan Ekonomi dengan Kesehatan


1. Dampak Kesehatan terhadap Pembangunan

Kondisi kesehatan Produktivitas meningkat


baik (kerja efektif&efisien)

Nilai tambah
dalam pembangunan ekonomi

Dampak dari kesehatan terhadap pembangunan ekonomi Negara dapat dilihat


seperti gambar di atas. Sebab, kesehatan merupakan dasar dari produktivitas kerja.
Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih semangat dan bertenaga,
lebih produktif, dan mampu mendapatkan penghasilan yang tinggi. Tenaga kerja yang
berkualitas serta berpenghasilan tinggi tentu akan memberikan kontribusi yang besar
terhadap pendapatan nasional suatu negara. Sedangkan, pendapatan nasional yang
tinggi merupakan salah satu ciri-ciri dari negara maju.
Selanjutnya, derajat kesehatan yang baik seorang individu atau keluarga akan
mampu menurunkan tingkat kemiskinan suatu negara. Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, kondisi kesehatan yang baik memungkinkan seseorang memiliki
produktivitas kerja yang baik dan berpenghasilan tinggi. Tentunya, seseorang yang
memiliki penghasilan tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Apabila mayoritas penduduk suatu negara seperti halnya individu tersebut, maka
mereka mampu menurunkan angka kemiskinan negara tersebut. Tingkat kemiskinan
yang rendah pun termasuk dalam kategori negara maju.
2. Dampak Pembangunan Terhadap Kesehatan
a. Dampak Positif
 Pemenuhan fasilitas kesehatan semakin baik
Pembangunan ekonomi telah mendatangkan berbagai peralatan teknologi
modern khususnya di bidang kesehatan seperti CT Scan, gamma camera,
ESMR, dan lain-lain. Dengan teknologi yang canggih, maka tenaga kesehatan
akan lebih mudah memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan.
 Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau
Pembangunan ekonomi akan mendorong kebijakan stakeholders dalam
pemenuhan pelayanan kesehatan. Pondok bersalin desa (Polindes) salah satu
bentuk kemudahan masyarakat (desa, khususnya) mengaskes pelayanan
kesehatan dalam penyediaan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan
kesehatan ibu dan anak termasuk KB di desa. Hal ini sesuai dengan Depkes RI
1999.
b. Dampak Negatif
 Kesehatan dan keselamatan manusia terancam
Pembangunan ekonomi akan mendorong manusia untuk terus
mengeksploitasi sumber daya alam (SDA). Padahal SDA yang tidak dapat
diperbaharui suatu saat akan habis, seperti minyak bumi, emas, batu bara dan
lain-lain.
Selama melakukan proses/ kegiatan eksploitasi SDA, tentunya akan
mampu menyebabkan kerusakan lingkungan dan menimbulkan bencana alam
akibat kelalaian manusia itu sendiri.
 Perubahan gaya hidup
Pembangunan ekonomi akan memicu manusia untuk memiliki gaya
hidup yang konsumtif, individualis, materialistis dan hedonistis, apabila
pembangunan ekonomi tersebut tidak diiringi dengan pemantapan keimanan
dan jati diri.

Aspek Ekonomi Kesehatan


1. Aspek produksi (Supply). Menelaah aspek pembiayaan secara keseluruhan, seperti
sumber pembiayaan kesehatan dari pemerintah, swasta, out of pocket, berapa besarnya,
kecenderungannya dan sistem mobilisasi pembiayaan kesehatan, yang terpenting dari
pelayanan kesehatan adalah kesehatan yang akan menghasilkan output.
Contohnya menelaah biaya dari berbagai input program kesehatan, seperti sarana
gedung, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan. Analisis pembiayaan dari berbagai
alternatif program yang dapat memberikan gambaran tentang Cost Efficiency, Cost
Effectiveness, dan Cost Utilization.
2. Aspek konsumsi (Demand). Menelaah pola penggunaan pelayanan kesehatan dan
differensiasinya menurut fasilitas, strata pendidikan, kelompok umur, pekerjaan,
bagaimana pengaruh tarif, subsidi, asuransi, pendapatan terhadap pola konsumsi
pelayanan kesehatan. Dari sudut pandang demand masyarakat ingin memperbaiki status
kesehatannnya, sehingga mereka memerlukan pelayanan kesehatan sebagai salah satu
cara untuk mencapai status kesehatan yang lebih tinggi, hal ini didorong oleh adanya
keinginan untuk dapat menikmati hidup sebaik mungkin.
Terdapat hubungan yang sangat kompleks antara keinginan sehat dan permintaan akan
pelayanan kesehatan, penyebab utamanya adalah karena kesenjangan informasi berupa status
kesehatan saat ini, status kesehatan yang membaik, informasi tentang macam perawatan yang
tersedia, efektivitas pelayanan, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena permintaan
pelayanan kesehatan mengandung masalah ketidakpastian, sehingga persoalan informasi
tidak hanya dalam hal pelayanan saja, menjadi penting untuk mengeliminir keadaan yang
tidak pasti tadi. Arrow menjelaskan pelayanan kesehatan dengan segala kelebihan dan
kekurangan yang disebarluaskan kepada masyarakat, kemudian hal itulah yang menjadi
pengaruh atas permintaan atau penggunaan.
Konsumsi pelayanan kesehatan pada saat yang genting mungkin bisa digolongkan
sebagai kemampuan untuk melepaskan persoalan pengambilan keputusan kepada dokter,
persoalan informasi dan pengambilan keputusan merupakan masalah pokok dalam teori
relationship. Pada teori relationship dokterlah yang melakukan keputusan bagi kebutuhan
pesiennya.
Karakteristik pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi
lainnya. Perlu dicatat bahwa pada saat kita membahas persoalan ciri komoditi kesehatan akan
kita lihat sebenarnya konsumen komoditi pelayanan kesehatan tidak mempunyai cukup
pengetahuan tentang komoditi yang akan dikonsumsinya. Pelayanan kesehatan atau
pelayanan medis sangat heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan pelayanan yang
bertujuan memelihara, memperbaiki, memulihkan kesehatan fisik dan jiwa seseorang. Karena
sifat yang sangat heterogen, pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Beberapa
karakteristik khusus pelayanan kesehatan sebagai berikut:
1. Intangibility. Pelayanan kesehatan tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen
(pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan, mengecap pelayanan
kesehatan.
2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara simultan
(bersama). Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama
digunakan oleh pasien.
3. Inventory. Pelayanan kesehatan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat
dibutuhkan oleh pasien nantinya.
4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari
seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan yang digunakan antar
pasien bervariasi.
Evaluasi ekonomi dalam pelayanan kesehatan mampu menyediakan berbagai cara
untuk menanggulangi masalah manajemen, dengan menggunakan berbagai pertimbangan
pilihan masyarakat. Penekanannya terletak pada penentuan bagaimana penyediaan pelayanan
kesehatan yang terbaik, bukan penentuan prioritas dalam investasi.
Langkah-langkah yang harus dilalui dalam evaluasi ekonomi pelayanan kesehatan
adalah:
1. Identifikasi berbagai biaya dan berbagai konsekuensinya sehingga tidak menimbulkan
kesalahan dalam memperhitungkan kebutuhan kesehatan masyarakat.
2. Perhitungan biaya dan konsekuensi yang berkaitan dengan dampak terhadap status
kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Penilaian dan pengukuran biaya serta konsekuensinya dengan konsep opportunity cost
dan teknik shadow pricing.
4. Penyesuaian biaya dan konsekuensi untuk waktu yang berbeda, misalnya program
pencegahan yang memiliki dampak yang lama, hasilnya tidak dapat dilihat langsung
seperti program pengobatan penyakit. Untuk itu dilakukan metode discounting dengan
asumsi bahwa orang lebih menyukai manfaat yang diperoleh secara cepat.
Informasi dari dokter kepada pasien khusus mengenai status kesehatan pasien, jenis
pelayanan beserta efektivitasnya akan menempatkan posisi dokter sebagai supplier, dan
pengaruhnya akan langsung kepada utility konsumen. Informasi yang berkaitan dengan
kesehatan dapat diberikan oleh dokter dan para medis, tetapi tidak selamanya informasi ini
menjadi pengetahuan bagi pasien, pada beberapa hal terkadang pemberian informasi malah
akan memberi beban pada pasien.
Sifat komoditi pelayanan kesehatan terdiri dari dua sisi pasar, yaitu permintaan dan
penawaran yang mencerminkan apa yang diminta (kesehatan) dan apa yang disediakan
(pelayanan kesehatan). Dari sudut permintaan penawaran mempunyai kecenderungan muncul
secara bersamaan yang dimanifestasikan melalui permintaan (relationship).
Karakteristik komoditi antara lain ialah ketidaksempurnaan informasi, ketidakpastian
permintaan, monopoli penawaran, komoditi tidak pernah homogen. Dalam hal ini pemerintah
bertindak mengatur pasar, terutama untuk menghindari konsumen dari pemilihan pelayanan
yang salah.
Persoalan meningkatnya penggunaan asuransi kesehatan, dampak negatif ini sering
disebut moral hazard, yang memiliki dua bentuk yaitu 1) konsumen yang merasa tidak ada
beban biaya apapun pada saat melakukan konsumsi komoditi pelayanan kesehatan, 2)
produsen mengetahui bahwa konsumennya dilindungi oleh asuransi kesehatan sehingga
melakukan pelayanan yang tidak diperlukan yang akan menimbulkan ketidakefisienan.
Ekonomi kesehatan dari pelayanan kesehatan Need, Demand dan Want
1. Need (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan yang secara objektif dipandang
terbaik untuk digunakan memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Need biasanya
ditentukan oleh dokter, tetapi kualitas pertimbangan dokter tergantung pendidikan,
peralatan dan kompetensi dokter.
2. Demand (permintaan) adalah barang atau pelayanan yang sesungguhnya dibeli oleh
pasien, dipengaruhi oleh pendapat medis dari dokter dan harga obat.
3. Want (keinginan) adalah barang atau pelayanan yang diinginkan pasien karena dianggap
terbaik bagi mereka, misalnya, obat yang bekerja cepat.
Persoalan need di bidang kesehatan mencatat beberapa ide pokok, antara lain:
1. Terdapat banyak kekaburan dan pemikiran yang tidak logis tentang konsep need tersebut.
2. Need tidak selalu harus dijelaskan dengan tanpa mempertimbangkan apakah hasil akhir
yang ingin dicari serta jenis pelayanan kesehatan manakah yang dijadikan instrumennya.
3. Pengabaian kemungkinan pertukaran dalam rangka memenuhi suatu need tampaknya
akan merupakan persoalan awal dari timbulnya masalah ketidakefisienan.
4. Need hampir selalu timbul usaha baik bagi pihak ketiga yang terlibat dalam persoalan
penilaian.
5. Need harus diranking dan dihitung.
Ekonomi kesehatan tidak dapat dilepaskan dengan pembiayaan, pembiayaan kesehatan
bukan hanya persoalan sektor kesehatan saja, melainkan juga mencerminkan kesulitan
perekonomian secara menyeluruh. Strategi nasional sangat diperlukan mengatasi kesulitan
tersebut antara lain dengan adanya kesepakatan nasional dengan tetap ditahan di sektor
kesehatan daripada memotong anggaran atau ditransfer dari sektor lain. Prioritas pertama
mengatasi kesulitan pembiayaan kesehatan dengan memperbaiki efisiensi meliputi
mempertinggi mutu kesehatan dalam lingkup nasional, memperbaiki manajemen dengan cara
pelatihan staf dan pengembangan peralatan yang tepat guna. Penggunaan sumber daya secara
tepat guna meliputi prioritas perawatan preventif dari pada kuratif, sedangkan pada waktu
bersamaan pilihan untuk menaikkan dana dapat dipertimbangkan lebih lanjut menggunakan
kriteria evaluasi yang tepat.
Karakteristik pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi
lainnya, karakteristik khusus pelayanan kesehatan adalah:
1. Intangibility. Pelayanan kesehatan tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen
(pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan, mengecap pelayanan
kesehatan.
2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara simultan
(bersama). Seperti tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama
digunakan oleh pasien.
3. Inventory. Pelayanan kesehatan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat
dibutuhkan oleh pasien nantinya.
4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari
seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan yang digunakan antar
pasien bervariasi.
5. Perencanaan kesehatan harus berdasarkan kepada pandangan yang realistis terhadap
tersedianya sumber daya.

Anda mungkin juga menyukai