Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 9

PERANAN ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN KONSUMSI DAN INVESTASI

A. Pengertian Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu
’keberkahan’ dan ash-shalahu ’keberesan’.1 Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama
mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dan lainnya, akan tetapi pada
prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu,
yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.2 Zakat sudah disyariatkan sejak zaman Nabi
Muhammad SAW, Allah menurunkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengingatkan orang-orang
mukmin agar menyisihkan sebagian hartanya kepada orang-orang miskin. Ayat ini
diturunkan ketika nabi Muhammad SAW masih berada di Mekkah dan belum hijrah ke
Madinah. Pada awalnya perintah tersebut masih berupa anjuran, sebagaimana wahyu Allah
yang terdapat dalam surah Ar-Rum ayat 39,

Artinya: ” Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

1
Majma Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al Wasith, (Mesir: Daar el Ma’arif, 1972), juz 1 hlm. 396.
2
Ibid, hlm. 396.
Dan Surah At-Taubah ayat 103,

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,dengan zakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kata, yang walaupun mempunyai arti yang
berbeda dengan zakat, tetapi kadangkala dipergunakan untuk menunjukkan makna zakat,
yaitu infak, sedekah dan hak, 3sebagaimana dinyatakan dalam surah at-Taubah: 34, 60 serta
surah al-An’aam: 141,

Surah at-Taubah: 34

Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan
rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengn jalan yang batil, dan (mereka)
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan

3
Infak dalah menyerahkan harta untuk kebajikan yang diperintahkan Allah SWT. Sedekah adalah sesuatu yang
diberikan dengan tujuan untuk mendekatkan diri keoada Allah SWT. Hak salah satu artinya adalah ketetapan
yang bersifat pasti. Lihat Majma’ Lughah al-‘Arabiyyah, ibid, hlm. 189, 511 dan 942.
perak dan tidak menginfakkanya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih”

Surah at-Taubah: 60

Artinya: “Sesungguhya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat,
yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk
(mmbebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Zakat disebut infaq (at-Taubah:34) karena hakikatnya zakat itu adalah penyerahan
harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah SWT. Disebut sedekah (at-
Taubah: 60 dan 103) karena memang salah satu tujuan utama zakat adalah mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Allah SWT. Zakat disebut hak oleh karena memang zakat itu merupakan
ketetapan yang bersifat pasti dari Allah SWT yang harus diberikan kepada mereka yang
berhap menerimanya (mustahik).4

B. Ekonomi Modern

Perekonomian modern yang benihnya mulai muncul sejak terjadinya Revolusi


Industri telah bergerak selama dua abad dengan berbagai fluktuasinya. Secara garis besar
Kondratief dalam Djojohadikusumo5 mengungkapkan tiga gelombang jangka panjang
perekonomian negara-negara industri, yaitu sebagai berikut.

4
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 9.
5
Djojohadikusumo, op. cit., hlm. 325.
Gelombang Pertama (1780-1840) mulai akhir abad XVIII dengan tahap awal Revolusi
Industri. Tenaga manusia diganti oleh mesin. Investasi secara besar-besaran dilakukan dalam
pembuatan berbagai rupa dan jenis peralatan mesin. Satu sama lain itu membawa perubahan
pda sifat dan corak ketenagakerjaan. Efek sekunder dari investasi itu dengan munculnya
indistri-industri baru juga menimbulkan permintaan baru dalam tingkatnya maupun dalam
sifatnya.

Gelombang Kedua (1840-1890) berawal sekitar tahun 840 dan berkenaan dengan
perluasan jaringa kereta api, mekanisasi di bidang pertanian dan penggunaan pupuk kimia.
Hal itu juga ada hubungannya dengan pembukaan kawasn baru dalam dunia Barat (terutama
di Amerika Serikat) dan imperialisme negara-negara industri Barat untuk menguasai wilayah-
wilayah baru di berbagai benua lain. Gelombang kedua ini berlangsung sampai pada tahap
perekonomian ekonomi dimana jaringan kereta api mendapat saingan berat dari kendaraan
bermotor (industri otomotif).

Gelombang Ketiga (1890-1940) ditandai oleh banyaknya investasi di bidang tenaga


listrik, yang pada gilirannya diterapkan secara luas di berbagai bidang dan jenis industri. Hal
itu disertai oleh investasi dalam bidang pengangkutan dan komunikasi. Munculnya era
kendaraan bermotor membawa serta investasi dalam prasarana fisik (jaringan jalan,
jembatan).Menjelang Perang Dunia I (yang dua dasawarsa kemudian disusul oleh Perang
Dunia Kedua) sangat menonjol peningkatan dan perluasan industri persenjataan beserta
industri-industri pendukungnya.

Berdasarkan beberapa gelombang jangka panjang perekonomian negara-negara


industri di atas, kita bisa mengetahui bahwa perekenomian modern ini telah ada sejak tiga
abad yang lalu. Dan telah membawa banyak perubahan di sektor ekonomi dan akhirnya
berdampak pada manusia zaman sekarang ini, dan perekonomian modern itulah yang
menyebabkan munculnya mesin-mesin yang bekerja untuk menggantikan tenaga manusia.

C. Sumber-sumber Zakat dalam Perekonomian Modern

Dalam sektor perekonomian bisa diperoleh berbagai macam sumber-sumber zakat.


Sektor-sektor perekonomian tersebut meliputi sektor pertanian, sektor perternakan, sektor
industri, dan sektor jasa. Sumber-sumber zakat yang diperoleh dari sektor pertanian berupa
berupa makanan pokok seperi beras, gandum, jangung dan sejenisnya. Dari sektor peternakan
dapat diperoleh sumber-sumber zakat berupa hewan ternak yang diperjual belikan, madu
serta produk-produk hewani lainnya (daging sapi, susu sapi, susu kambing dan sebagainya).
Sedangkan dari sektor industri dapat diperoleh sumber zakat seperti bahan tambang, emas,
perak dan sejenisnya. Dan yang terakhir dari sektor jasa, terdapat sumber zakat yang berupa
asuransi syariah.

Menurut Dr. K.H. Didin Hafudhuddin, M.Sc. sumber-sumber zakat dalam


perekonomian modern ada 10 macam, yaitu:
a) zakat profesi,
b) zakat perusahaan,
c) zakat surat-surat berharga,
d) zakat perdagangan mata uang,
e) zakat hewan ternak yang diperdagangkan,
f) zakat madu dan produk hewani,
g) zakat investasi properti
h) zakat asuransi syariah
i) zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias, dan sektor modern
lainnya yang sejenis, dan
j) zakat sektor rumah tangga modern.

D. Pengaruh Zakat dalam Mewujudkan Keseimbangan Ekonomi

Menurut Dr. Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly dalam bukuya yang berjudul
‘Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah’ terdapat lima pengaruh
zakat dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi, yaitu:

a) Zakat Diambil Sebagian Secara Vertikal dan Pembagiannya Secara Horizontal

Zakat diambil secara vertikal apabila telah mencapi nisabnya, yaitu sebagai batasan
minimal wajibnya zakat yang dikeluarkan. Begitu pula dengan ukuran barang yang wajib
dikeluarkan untuk berzakat. Kelebihan harta yang dimiliki ditentukan sesuai ketetapan dari
ahli fiqih. Sedangkan pembagian zakat dilakukan secara horizontal atau merata kepada setiap
kelompok yang membutuhkan, yaitu delapan kelompok yang disebutkan dalam ayat tentang
zakat.
Pada masalah di atas bahwa pengambilan harta zakat tidak ada batasan maksimal,di
samping itu pembagian zakat dilakukan secara horizontal (merata) kepada orang-orang yang
benar-benar membutuhkan sehingga keseimbangan ekonomi bisa terwujud secara terus
menerus. Paling sedikit unsur pembagian kepada delapan kelompok tersebut menjadi batasan
diberikannya harta zakat.

b) Zakat yang Dikeluarkan dan Dapat Menutupi Kebutuhan adalah sebagai


Ukuran Pengeluarannnya

Jika ukuran zakat yang diberikan kepada fakir miskin sudah menutupi kebutuhan
hidup mereka, maka itu adalah ukuran pengeluaran zakat yang tepat. Ukuran zakat yang
dikeluarkan harus sesuai dengan harga-harga yang berlaku di pasaran serta kebutuhan hidup.
Oleh karena itu, bank-bank Islam harus mengadakan pengkajian, penelitian tentang kondisi
dan keadaan ekonomi masyarakat, sehingga bank bisa mengetahui apa saja kebutuhan-
kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat, pemasukan mereka, dan tingkat ekonomi secra
fakta bukan perkiraan.

c) Pengaruh Zakat dalam Permintaan Ekonomi

Permintaan Ekonomi adalah kumpulan dari permintaan-permintaan individu yang


menginginkan suatu barang dengan harga yang sesuai dengan kemmpuan mereka dan mereka
berusaha untuk membelinya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa zakat adalah salah satu tambahan pemasukan atau
sebagai pemasukan baru. Zakat akan menyebabkan adanya peningkatan permintaan suatu
barang. Sedangkan pada sektor produksi akan menyebabkan bertambahnya produktivitas
karena meningkatnya permintaan suatu barang, sehingga perusahaan-perusahaan yang sudah
ada bisa bergerak maju, bahkan bisa memunculkan perusahaan-perusahaan baru untuk ikut
menghadapi permintaan-permintaan tersebut serta modal yang masuk ke perusahaan juga
akan bertambah banyak. Setiap barang merupakan sesuatu yang penting dan merupakan
kebutuhan mendasar bagi masyarakat, setiap itu pula permintaan tidak akan berubah. Hal
inilah yang akan menyebabkan tingginya produktivitas perusahaan dan modal-modal yang
diinvestasikan.

Timbulnya peningkatan permintaan, akan dibuktikan dengan zakat yang diberikan


kepada orang-orang yang membutuhkan.Dan peningkatan pembelian tidak akan terjadi
kecuali dengan adanya tambahan pemasukan, salah satunya adalah zakat.

d) Zakat adalah Kebiasaan yang Harus Dijalankan untuk Mengembalikan


Pemerataan Keuangan

Dapat diambil kesimpulan dari hukum-hukum zakat, di antaranya;

1. Batalnya hailah pemilik harta yang telah mencapai nisab pada jenis harta apa
pun yang wajib di keluarkan zakatnya. Penjualan, perusakan, penghibahan
pada harta zakat yang telah mencapai nisab sebelum sampai haul tidak akan
menggugurkan kewajiban zakat.
2. Pemberi zakat dilarang untuk membeli zakatnya sesuai yang diriwayatkan
oleh Abdullah Ibn Umar r.a. bahwa’Umar r.a. melihat kuda yang digunakan
untuk peperangan sedang dijual dan dia ingin membelinya. Kemudian
Rasulullah SAW bertanya tentang hal itu.Dan beliau mengatakan, “Janganlah
kamu beli kuda ini!. (HR.Bukhari, Muslim, Abu Daud dan An-Nasa’i)
3. Pemberi zakat dilarang untuk membagikan harta zakat kepada mereka yang
wajib dia nafkahi yang tidak mempunyai hak menerima zakat.6
4. Tidak boleh memberikan harta zakat kepada Imam, hakim,7 keluarga nabi dan
keturunannya.
5. Tidak diperbolehkan bagi orang yang kaya untuk menghindari dari kewajiban
membayar zakat.8
6. Tidak diperbolehkan memberi zakat kepada orang yang mempunyai
penghasilan besar.9

6
Al-Mughny, Jilid II, 647. Nail al-Authar, Jilid. IV, hlm. 189.
7
Al-Bahr al-Zukhar, Jilid III, hlm. 185.
8
Al-Mughny, Jilid II, hlm. 523.
9
Al-Majmu Li al-Nawawy, Jilid,VI, hlm. 161.
e) Pengaruh Zakat pada Tingkat Ekonomi

Ketika zakat diambil dari orang yang mempunyai pemasukan tinggi dan zakat
diberikan kepada orang yang mempunyai pemasukan terbatas, maka kecondongan konsumtif
dari orang yang berpenghasilan tinggi akan lebih sedikit dibandingkan orang yang
berpenghasilan terbatas. Pengaruh optimistic dari zakat adalah pengecilan tingkat perbedaan
antara kecondongan konsumtif akan menjadi semakin besar ketika zakat telah dilaksanakan
dibandingkan dengan sebelumnya. 10

E. Efek Zakat Terhadap Perilaku Konsumsi

Yusuf Qardlawi (1993) menyatakan bahwa Allah SWT., mewajibkan zakat dan
menjadikannya sebagai salah satu penyangga agama Islam, zakat diambil dari golongan kaya
dan didistribusikan kepada golongan miskin, agar dengan zakat mereka dapat memenuhi
kebutuhan material primernya seperti sandang, pangan, papan, dan juga kebutuhan
psikologisnya seperti perkawinan, juga kebutuhan intelektual. Hal ini seiring dengan
hipotesis yang dikemukakan Metwally (1995: 48). Pengaruh zakat terhadap fungsi konsumsi
dalam pendapatan, dalam diagram diilustrasikan sebagai berikut:

Pengaruh zakat terhadap fungsi konsumsi dalam pendapatan

C = Fungsi konsumsi dapat zakat


C = Fungsi konsumsi dengan zakat

Sumber: Metwally: terjemahan: 1995

10
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ibid, hlm. 128.
Dengan begitu, secara kalkulasi materiil, pemberlakuan zakat dalam ekonomi Islam
akan menguntungkan pihak yang mempunyai hasrat konsumsi yang lebih tinggi, di mana
pihak surplus mengorbankan pengalihanaset sebesar 2,5% dari jumlah asetnya untuk
konsumsi pihak deficit. Hal ini artinya zakat tidak saja mampu meningkatkan aset pihak
defisit tetapi juga segala macam pendapatan. Di lain pihak Metwally (1995:49) menegaskan
bahwa hasrat konsumsi seorang penerima zakat lebih tinggi dibandingkan dengan pembayar
zakat. Maka, upaya pendayagunaan dana zakat dalam bentuk distribusi produktif tentunya
harus memperhitungkan perilaku konsumsi dari pihak deficit agar tujuan dari fungsi zakat
sebagai instrumen pemerataan pendapatan dapat tercapai.

Di samping itu, zakat juga membantu umat Muslim untuk mengekang (Zuhud)
keinginannya dan kecintaanya pada harta, sebagaimana zakat dapat membinanya untuk
melakukan instrospeksi dan pengendalian diri serta membiasakan umat Muslim untuk
mensyukuri nikmat dari Allah dan bersyukur kepada orang yang dijadikan Allah SWT
sebagai perantara nikmat tersebut.11

Di sisi lain zakat juga mempunyai pengaruh besar pada kepribadian orang yang
berzakat sehingga ia akan selalu berlapang dada dalam menghadap Allah SWT., sebab ia
telah memberikan sesuatu untuk kepentingan akhiratnya engan meyakini bahwa setiap
dirham dan dinar yang telah dinafkahkannya dalam bentuk zakat dan sedekah akan menjadi
suatu kebaikan bagi dirinya. Allah SWT., berfirman:

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa.”

11
M. Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun
Jaringan,(Jakarta:Kencana Predana Media Group) hlm. 232-233.
Dengan begitu, sistem ekonomi Islam sangat menekankan pentingnya solidaritas di
kalangan umat Islam. Hal ini akan terwujud dengan baik dalam bentuk keadilan distributif,
dengan cara menggunakan peranti dan metode-metode untuk mengalokasikan kesejahteraan
di antara pribadi-pribadi dalam masyarakat. Muhammad Al Buraey (1986:99) menekankan
bahwa zakat memenuhi dua tujuan distributif yaitu: “ Pendistribusian kembali (retribusi)
pendapatan di antara yang memerlukan dan yang berlebih, serta adanya alokasi antara
konsumsi dan investasi”. Dengan cara ini maka akan terjadi distribusi pendapatan dalam diri
sendiri (intergenerasi).12

F. Peranan Zakat Terhadap Ekonomi


1. Zakat sebagai alternatif penanggulangan kemiskinan
Menurut para ulama, yang menjadi sasaran zakat adalah fakir miskin. Zakat
diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara
mereka. Dengan istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan
kekayaan dari golongan orang kaya kepada golongan yang tidak punya kekayaan,
berarti pengalihan sumber-sumber tertentu yang bersifat ekonomis. Umpamanya
saja seseorang yang menerima zakat bisa mempergunakan untuk memproduksi
atau berkonsumsi. Walaupun zakat pada dasarnya ibadah kepada Allah, bisa juga
bersifat ekonomi.
Dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat dapat berkembang menjadi
konsep muamalat atau kemasyarakatan, yakni konsep tata cara manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam bentuk ekonomi. Apabila kita telusuri
turunnya kewajiban zakat, akan dijumpai alasan-alasan yang kuat untuk
menghubungkannya dengan konsep kemasyarakatan, bahkan juga kenegaraan.
Surah at-Taubah ayat 60 secara rinci membeberkan perihal zakat.
2. Zakat sebagai alat untuk memerangi masalah riba.
Siapapun orang yang berkutat dengan riba maka cepat atau lambat, mereka
akan mengetahui bahwa riba itu akan menggerogoti system perekonomian,
mungkin di salah satu sisi menyebabkan riba tersebut menguntungkan namun
disisi lain dan pada saat yang sama riba menyebabkan kehancuran dan
penindasan, karena itulah Allah dan rasulNya melaknat ke atas pihak-pihak yang

12
M. Arief Mufraini, Ibid, hlm. 232-235.
terlibat dalam proses perlaksanaan riba. Dengan penyediaan modal berarti
tertutuplah pintu sistem pinjaman yang dikenakan riba. Modal daripada zakat itu
boleh diberikan kepada fakir miskin yang berhajat untuk membuka sesuatu
pekerjaan yang termampu olehnya, sama ada sebagai pemberian hangus atau
sebagai pinjaman tanpa faedah.
3. Zakat sebagai sistem nilai dalam Islam
Pengelolaan zakat dapat diorientasikan pada nilai-nilai Islam yang lebih luas.
Konsep lain yang terdapat dalam Alquran adalah mengenai 'Aqobah yang dapat
diterjemahkan sebagai The great ascend untuk meminjam istilah ekonomi Robert
Heibroner atau pendakian yang tinggi. Maksudnya ialah upaya mengandung
tantangan berat, seperti memerdekakan budak, memberi makanan di hari
kelaparan, memelihara serta menolong anak yatim, menolong fakir miskin yang
dalam kelaparan (lihat surah al-Balad).
Antara konsep 'aqobah birr dan zakat terdapat titik persamaan. Tindakan zakat
perlu dilandasi dengan semangat birr yaitu: kamu tidak akan mendapat nilai
kebajikan (birr) sehingga kamu membelanjakan dari apa yang kamu cintai (Ali-
Imran: 29). Demikian pula suatu tindakan individual atau kolektif (termasuk
kebijakan ekonomi) untuk merealisasikan aqobah dapat dilakukan melalui zakat
yang dilandasi oleh motivasi birr. Dengan demikian, zakat mengandung makna
etis sosial yang luas guna menuju sasaran yang jelas.
4. Zakat Sebagai Tatanan Kehidupan Sosial
Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengakui hak individu dan hak
kolektif masyarakat secara bersamaan. Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya
perbedaan pendapatan penghasilan) dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat
bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan
keterampilan, insiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh
menimbulkan kesenjangan yang terlalu dalam antara yang kaya dengan yang
miskin sebab kesenjangan yang terlalu dalam tersebut tidak sesuai dengan syariah
Islam yang menekankan sumber-sumber daya bukan saja karunia Allah,
melainkan juga merupakan suatu amanah. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk
mengkonsentrasikan sumber-sumber daya di tangan segelintir orang.
Syariah Islam sangat menekankan adanya suatu distribusi kekayaan dan
pendapatan yang merata sebagaimana yang tercantum dalam Al Quran Surah Al
Hasyr ayat 7, "Jangan sampai terjadi harta kekayaan itu beredar di kalangan kecil
orang-orang kaya." Ini berarti bahwa Islam tidak menghendaki adanya
kecenderungan konsentrasi kekayaan pada sekelompok elite masyarakat..
Pada pokoknya Islam mengajarkan tolong-menolong, membebaskan manusia
dari perbudakan menegakkan yang baik, dan menghalau segala yang buruk dalam
kehidupan bermasyarakat. Zakat sejalan dengan ajaran-ajaran itu, maka dapat
dikatakan secara pasti merupakan salah satu bentuk kongkret bagaimana mencapai
nilai-nilai tersebut.
Zakat merupakan komitmen seorang Muslim dalam bidang soiso-ekonomi
yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang,
tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan
oleh sistem sosialisme dan negara kesejahteraan modern.
5. Zakat Sebagai Landasan Sistem Perekonomian Islam
Zakat adalah landasan sistem perekonomian Islam dan menjadi tulang
punggungnya. Karena sistem perekonomian Islam berdasarkan pengakuan bahwa
Allah adalah pemilik asal, maka hanya Dia yang berhak mengatur masalah
pemilikan, hak-hak dan penyaluran serta pendistribusian harta. Zakat adalah
pencerminan dari semua itu. Karena ia merupakan salah satu hak terpenting yang
dijadikan Allah di dalam pemilikan.
Disamping itu, dalam harta yang kita miliki, masih ada hak-hak lain diluar
zakat. Dalam sebuah hadits dikatakan : "Sesungguhnya di dalam harta itu ada hak
selain zakat". Tetapi zakat merupakan hak terpenting di dalam harta. Karena itu ia
menjadi penyerahan total kepada Allah dalam persoalan harta. Sabda Nabi
Muhammad SAW: "Zakat adalah bukti (penyerahan)".
Dalam masalah modal, Islam memiliki prinsip-prinsip tertentu, antara lain:
Penumpukan dan pembekuan harta adalah tindakan tidak benar dalam masalah
harta. Harta harus dikembangkan dan zakat merupakan pengejawantahan dalam
masalah ini. Sebab, modal yang tidak dikembangkan, pemilik tetap berkewajiban
membayar zakat. Berarti dia harus mengurangi bagian modal itu setiap tahunnya.
Akhirnya akan mengakibatkan semakin menipisnya modal.
Misalnya, seorang memiliki uang lima juta rupiah yang tidak dikembangkan.
Dia akan membayar zakat uang tersebut setiap tahunnya sebanyak 2.5 %. Dalam
beberapa tahun harta yang lima juta rupiah tersebut, kecuali nishab, pasti akan
habis seluruhnya. Karena itu, pemilik modal terpaksa harus mengembangkan
hartanya bila ingin menjaga modal agar tidak habis. Sehingga zakatnya dibayar
dari keuntungan, bukan dari itu sendiri.
Dengan demikian, sistem zakat menjadikan modal selalu dalam perputaran.
Dengan ini pula kita dapat memahami firman Allah: "Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih
(Qs. At Taubah:34)"
Selama infaq di jalan Allah ditunaikan, atau sekurang-kurangnya dengan
membayar zakat, maka penimbunan harta benda itu tidak akan pernah terjadi.
Rasulullah SAW bersabda: "Selama kamu tunaikan zakatnya, maka ia bukan
timbunan".
Jadi, tidak mungkin terjadi bersama-sama antara penimbunan dengan zakat.
Modal, sebagai modal yang tidak dikembangkan, tidak memiliki keuntungan.
Tetapi, di dalamnya ada hak orang lain, yaitu penerimaan zakat. Modal, berhak
mendapatkaan keuntungan setelah dikembangkan sebagai imbalan atas
kesediaannya menanggung kerugian. Misalnya, dalam satu syarikat mudharabah
(usaha bagi hasil) pemilik modal berhak mendapat keuntungan sebagai imbalan
kesediaan modal tersebut menanggung kerugian, bila terjadi kerugian. Ini
menunjukan perbedaan pokok dalam memandang persoalan harta sebagai modal
antara Kapitalisme dan Komunisme di satu pihak dengan sistem Islam di pihak
lain.
6. Zakat sebagai asas sistem fiskal
Zakat merupakan suatu sistem yang cukup lengkap dan mampu merangkumi
semua jenis kegiatan ekonomi dan harta. Ringkasnya ia merupakan asas kepada
suatu sistem fiskal yang lengkap. Hanya jika jumlah zakat yang dikutip itu tidak
mencukupi bagi keperluan negara, maka Islam mengharuskan mencari segala
sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
Implikasi zakat secara langsung terhadap perekonomian dalam suatu negara,
yaitu : Pertama, zakat mampu meningkatkan permintaan. Pada dasarnya, zakat
diambil dari yang kaya dan diberikan kepada yang miskin. Distribusi zakat kepada
golongan fakir miskin sudah tentu akan dapat menambahkan kemampuan mereka
untuk meningkatkan penggunaan (utility) mereka. Hal ini amat jelas sekali karena,
pada dasarnya, golongan fakir miskin tidak mempunyai daya permintaan yang
tinggi. Pendapatan mereka yang rendah itu sudah tentu tidak mencukupi untuk
menampung keperluan hidup mereka. Maka kecenderungan daya beli di kalangan
mereka adalah sangat rendah dibanding dengan kecenderungan daya beli di
kalangan orang-orang kaya. Dengan yang demikian, zakat yang diterima akan
membuat mereka meningkatkan penggunaan mereka terutama bagi barang
keperluan. Peningkatan kepada permintaan ini sudah tentu boleh mendorongkan
pengeluaran yang lebih terutama bagi barang keperluan.
Zakat merupakan alat yang paling ampuh untuk membantu golongan fakir
miskin. Islam, semenjak awal, telah memberi dorongan yang amat kuat untuk
penganutnya memberi perhatian sewajarnya terhadap golongan fakir dan
miskin.Zakat itu sangat diperlukan perlu untuk pembangunan negara. Negara
Brunei Darussalam tidak memberlakukan pajak pendapatan karena
pemerintaha/kerajaan di negara terebut sudah mampu menyediakan anggaran
untuk keperluan negara. Namun jika suatu negara seperti Indonesia yang masih
kekurangan maka Pemerintah boleh mencari sumber-sumber lain yang tidak
bertentangan dengan syariah.

7. Zakat dalam pengembangan potensi ekonomi umat.


Agar pelaksanaannya dapat efektif, Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa
urusan zakat sebaiknya jangan dikerjakan sendiri oleh muzakki (orang yang
mengeluarkan zakat), melainkan dipungut oleh petugas zakat yang telah ditunjuk
oleh negara (dalam konteks Indonesia adalah Badan atau Lembaga Amil Zakat).
Betapa penting peran dan manfaat zakat sehingga pada masa Rasulullah SAW
dan pemimpin Islam setelahnya tidak menyerahkan urusan zakat kepada kerelaan
orang-perorang semata, tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah (lembaga yang
ditunjuk oleh negara), baik dalam proses pemungutan maupun pendistribusian.
Oleh karenanya, yang aktif menarik dan mendistribusikan zakat adalah pejabat
yang telah ditunjuk oleh negara. Dalam melaksanakan tugasnya mereka diberi
kewenangan untuk menggunakan “paksaan” seperti yang pernah dilakukan oleh
Abu Bakar r.a. dengan memerangi orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.
Pada akhirnya apabila zakat benar-benar dapat berjalan efektif, diharapkan
tercapai sosial safety nets (kepastian terpenuhinya hak minimal kaum papa) serta
berputarnya roda perekonomian umat, mendorong pemanfatan dana ‘diam’ (idle),
mendorong inovasi dan penggunaan IPTEK serta harmonisasi hubungan si kaya
dan si miskin. Sehingga pada akhirnya kehidupan umat yang ideal dengan
sendirinya akan terwujud.

G. ZAKAT INVESTASI
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan atas harta yang diperoleh dari hasil
investasi. Dalam terminologi Fiqh Islam, ulama menamakannya dengan zakat
mustagballat. Di antara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau
kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak
atau tambak, dll.
Zakat investasi masuk dalam zakat harta tetapi memiliki karakteristik yang
khas, sehingga para ulama berbeda pendapat tentangnya. Ada yang menyamakan
dengan zakat harta (emas dan perak), ada yang memasukkan pada zakat perdagangan,
dan ada uga yang memasukkan ke dalam zakat pertanian. Secara rinci, terdapat tiga
pendapat dalam zakat investasi ini.
Pendapat pertama, ulama yang menganalogikan ke dalam zakat perdagangan
sehingga zakat yang dikeluarkan setiap tahun dengan nishab 85 gram dan tarif 2,5 %
dikenakan terhadap modal dan keuntungan. Pendapat ini diyakini oleh Ibnu Aqil dan
Madzhab Hambali alasannya, zakat investasi mirip dengan perdagangan yang
bermotif bisnis.
Pendapat kedua, memasukkan ke dalam zakat uang akan tetapi diambil dari
hasilnya saja dan dikeluarkan pada saat menerimanya tanpa mensyaratkan haul.
Ulama yang berpendapat demikian adalah sebagian Madzhab Maliki dan sebagian
ulama salaf seperti Ibu Mas’ud, Ibnu Abbas dan Umar bin Abdul Aziz.
Pendapat ketiga, menganalogikan ke dalam zakat pertanian yaitu dikeluarkan
pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dieknal zakat. Sedangkan tarifnya 5%
atau 10%. 5% untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih.
Pada macam-macam zakat harta, para ulama sepakat adanya zakat
perdagangan dan zakat pertanian. Zakat perdagangan untuk harta yang modalnya ikut
disertakan dalam proses perdagangan dan berpengaruh terhadap untung dan ruginya
perdagangan. Adapun untuk pertanian, hartanya (tanah) tidak terpengaruh terhadap
untung rugi produk pertanian. Sehingga tarif zakat pertanian lebih besar dari tarif
zakat perdagangan. Dilihat dari karakteristik investasi di mana modal tidak bergerak
dan tidak terpengaruh oleh hasil produksi, maka investasi lebih dekat ke zakat
pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qardhawi,
Muhammad Abu Zahrah, Abdul wahab Khalaf, Abdur Rahman Hasna, dll13.
H. PENGARUH ZAKAT TERHADAP MOTIVASI UNTUK BERINVESTASI
Dalam ekonomi Islam tidak akan terjadi biaya oportunitas sebesar nol (
oportunitas untuk tidak menginvestasikan asset yang menganggur ). Dengan kata lain,
semua bentuk asset yang kurang atau tidak produktif ( termasuk pinjaman tanpa
bunga ) yang melebihi nishab dan kebutuhan hidup akan dikenakan zakat. Dalam
ekonomi Islam, pinjaman tidak mengandung unsure bunga, sehingga alternative
adalah memegang dana tersebut, yang dalam hal ini tentu akan terkena beban zakat.
Alternative lain adalah menginvestasikan dana tersebut ke sector riil sehingga hanya
dikenai zakat 2,5 % dari hasil keuntungan investasi. Hal ini diikuti oleh harapan
investasi bersih yang efektif akan sama dengan tingkat zakat atas asset yang tidak atau
kurang produktif.
Dalam persamaan ( 5,11 ), investasi dalam ekonomi islam akan berhenti bila
tingkat keuntungan yang diharapkan nilainya menjadi negative atau g=0. Permintaan
investasi baru dalam ekonomi yang diatur oleh hukum islam merupakan fungsi dari
tingkat keuntungan yang diharapkan tersebut menentukan volume investasi dalam
ekonomi yang mengenal zakat tanpa bunga. Sebab itu, bila tingkat keuntungan yang
diharapkan menjadi nol, maka investasi masih terus berlangsung. Hal ini tentu tidak
diperoleh dari suatu perekonomian yang tingkat bunganya positif seperti pada praktik
ekonomi konvensional. Semakin besar tingkat keuntungan yang diharapkan, maka
semakin besar volume investasinya. Dalam ekonomi islam, permintaan investasi baru
akan menurun sampai nol pada titik dimana tingkat keuntungan menjadi negative.

13
Ahmadi, Sari Yeni Priyanti. Zakat, Pajak Dan Lembaga Keuangan Islami Dalam Tinjauan Fiqh. (Solo:Era
Intermedia, 2004). Hal 51-52.

Anda mungkin juga menyukai