Anda di halaman 1dari 20

C.

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA


Dari berbagai proses tersebut, Indonesia kemudian menjadi negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Pada perkembangannya ajaran Islam disalurkan melalui
berbagai kerajaan yang berkembang di Indonesia. Kerajaan Islam yang pertama ada dan
berkembang adalah kerajaan Samudera Pasai, dengan raja pertamanya yang bernama Sultan
Malik al-Saleh (1297 M/696 H). Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh. Selain
Samudera Pasai, di Aceh juga ada kerajaan Aceh Darussalam, yang berdiri di atas kerajaan
Lamuri.
Di Jawa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Demak, yang dipimpin oleh
raja pertamanya, Raden Patah. Kemudian ada pula kerajaan Pajang yang dipimpinoleh Jaka
Tingkir. Kerajaan ini berdiri setelah meninggalnya sultan Demak tahun 1546 M. Ada pula
kerajaan Mataram yang dipimpin pertamakali oleh Senopati.
Kemudian kerajaan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Selain di Sumatera dan
Jawa, kerajaan Islam juga tumbuh di tempat lain di nusantara, seperti Kalimantan, Sulawesi
dan Maluku. Di Kalimantan ada kerajaan Banjar (Kalimantan Selatan), Kerajaan Kutai
(Kalimantan Timur). Di Sulawesi ada kerajaan Gowa-Tallo, dengan sultan Alauddin (1591-
1636) sebagai raja Islam yang pertama. Selain Gowa-Tallo, di Sulawesi ada kerajaan Bone,
Wajo, Soppeng dan Luwu). Mereka juga menerima Islam pada awal abad 17 M. Sementara
itu di Maluku ada kerajaan Ternate yang memeluk Islam sekitar tahun 1460 dengan pimpinan
seorang raja yang bernama Vongi Tidore.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu,
Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia.
Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur
perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha. Melalui
aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha lambat laun
mengenal ajaran Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut
yang lebih terbuka terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah
pedalaman dan pegunungan melalui aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner,
cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Dan dalam
perkembangan selanjutnya bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti
samudera pasai dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.
B. Saran
Kami sebagai pembuat makalah bukanlah makhluk yang sempurna. Apabila ada
kalimat yang tidak berkenan pada tempatnya. Kami berharap kritik dan saran dari Bapak
pembimbing dan rekan mahasiswa/i sekalian yang bersifat membangun agar kami bisa
membuat makalah yang lebih baik pada waktu yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (ed.).1991.Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia.
Badri, Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Poesponegoro,
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Soekmono, R.1973.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 2 dan 3. Yogyakarta:
Kanisius.
Sudarmanto.Y.B..1996.Jejak-Jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf.
Jakarta: Grasindo.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Meneruskan Sejarah – Wacana Pergerakan Islam di
Indonesia. Bandung: Mizan.
o Fase dan Tahapan Islamisasi

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Proses Islamisasi di Indonesia terjadi dengan jalan yang sangat pelik dan panjang,
yang didasari pada teori-teori yang beagam pula. Diterimanya Islam oleh penduduk
pribumi, secara bertahap membuat Islam terintegrasi dengan tradisi, norma dan
tatanan kehidupan keseharian penduduk lokal. Hal ini menunjukan bahwa bangsa
Indonesia mudah menerima nilai-nilai dari luar dan menjadi bukti akan keterbukaan
sikap mereka. Sikap ini pada gilirannya telah ikut membentuk komunitas-komunitas
muslim di daerah pesisir yang pada mulanya sebagai tempat interaksi antara
penduduk local dengan bangsa- bangsa asing, seperti yang disebutkan para pakar
dalam teori di atas, yaitudari Arab, Persia, India dan China. Salah satu bukti kehadiran
bangsa-bangsa asing tersebut adalah adanya pekampungan yang disebut Pakojan
(perkampunga norang-orangArab), Pachinan (perkampungan orang-orang china),
Keling (perkampungan orang-orang India) dan lain sebagainya di Indonesia.
Komunitas pribumi yang telah terintegrasi ke dalam Islam, selanjutnya terlembagakan
secara politis dalam bentuk kerajaan-kerajaan Islam di kawasan ini sejak masa yang
palingawal.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mansur Suryanegara.1998.Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di

Indonesia.Bandung : Mizan.

G.W.J. Drewes.1983.New Light on the Coming of Islam Indonesia.Singapore :


Institute of

A
.
Proses Masuknya Islam di Indonesia Kedatangan Islam di berbagai daerah
Indonesia tidak
lah bersamaan. Demikian
pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didat
anginya mempunyai situasi
politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses ma
suknya Islam ke Indonesia
memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang meng
emukakan pendapat itu
diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang ma
suk dan tersebarnya budaya
serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yan
g melalui berbagai bentuk
penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang
barat (eropa) yang datang ke
Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemer
intahnya di Indonesia. Tokoh-
tokoh itu diantaranya, Marcopolo,
2
Muhammad Ghor, Ibnu Bathuthah,
3
Dego Lopez
de Sequeira, Sir Richard Wainsted.
4
Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di
Indonesia
diantaranya adalah:
2
Kennet W. Morgan menjelaskan bahwa berita yang dapa
t dipercaya tentang Islam di Indonesia
mula-mula sekali adalah dalam berita Marcopolo. Dal
am perjalanannya kembali ke Venezia pada
tahun 692 (1292 M), Marcopolo setelah bekerja pada
Kubilai Khan di Tiongkok, singgah di perlak,
sebuah kota dipantai utara Sumatra. Menurut Marcopo
lo, penduduk perlak pada waktu itu diislamkan
oleh pedagang yang da sebut kaum Saracen. Marcopolo
menanti angin yang baik selama lima bulan.
Di situ ia beserta rombongannya harus menyelamatkan
diri dari serangan orang-orang biadab di
daerah itu dengan mendirikan benteng yang dibuatnya
dari pancang-pancang. Kota samara menurut
pemberian Marcopolo dan tempat yang tidak jauh dari
situ, yang dia sebut Basma yang kemudian
dikenal dengan nama sanudera dan Pasai, dua buah ko
ta yang dipisahkan oleh sungai Pasai yang tidak
jauh letaknya di sebelah utara Perlak (P.A. Hoesain
Djajadiningrat,
Tinjauan Kritis Tentang Sejarah
Banten
, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), hlm.119).
3
Ibnu Bathuthah (1304-1369 M), merupakan pengembara
terbesar bagsa Arab yang terakhir. Ia
berhasil menyaingi orang besar yang hidup sezamanny
a, Marcopolo al-Bandaqi. pengembaraannya
meliputi seluruh dunia Islam. Dia telah menempuh le
bih dari seratus tujuh puluh lima mil, yang
dimulai dari Thanjah, tempat kelahirannya, pada saa
t berusia 28 tahun, pada tahun 1326 M. dan
berakhir di Fez pada tahun 1353. (Lihat Husayn Ahma
d Amin,
Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam
,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 232).
4
Uka Tjandrasasmita (Ed.),
Sejarah Nasional Indonesia III
, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984),

YANG KEEMPAT

6
Interpretasi ini sesuai dengan pendapat Drs. Uka Sasmita yang
pernah
mengemukakan pendapatnya bahwa untuk menebus jiwa
suaminya yang
dicintai itu ia (Ratu Kalinyamat) bertekat melakukan tapa dengan
tidak
menghiraukan pakaian dan makanan apapun.
12
Dengan mengemukakan
pendapat tadi maka
Topo Wudo
Ratu kalinyamat harus diartikan secara kias
bukan secara harfiyah.
Adapun per
tapaan Ratu Kalinyamat berada di desa Tulakan
Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara. Ratu Kalinyamat adalah
putri dari
Sultan Trenggono, Raja Islam ke
-
tiga di Demak dan cucu dari Raden Fatah
Raja Islam pertama di Jawa. Ratu Kalinyamat memimpin dibagian
utara
pulau
Jawa yang terkenal bijaksana, kuat dan strateginya yang matang,
walaupun
beliau adalah seorang putri.
Bertolak dari kenyataan diatas, penulis berupaya untuk mengupas
persepsi masyara
kat mengeni makna
-
makna
yang terkandung dalam topo
wudho Ratu Kali
nyamat, bukan sekedar sebagai nilai
-
nilai semu yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari
-
hari
Penyebaran Islam menurut sejumlah catatan

Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus
diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama,
yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Seperti
banyak diketahui jika daerah penghasil batu kapur yaitu Kota Barus (Sibolga-Sumatra Utara)
sudah digunakan oleh para firaun di mesir untuk proses pemakaman mumi firaun.
Berdasarkan hal tersebut membuktikan jika jauh sebelum islam datang, masyarakat
Nusantara sudah berhubungan dengan dunia luar. Ada kemungkinan Islam sudah masuk di
Nusantara terjadi pada masa Kenabian atau masa hidupnya Nabi Muhammad. Mengenai
tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan
terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga
teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat –
India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori
Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para
pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia
melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat
sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Mereka berargumen akan fakta bahwa
banyaknya ungkapan dan kata-kata Persia dalam hikayat-hikayat Melayu, Aceh, dan bahkan
juga Jawa.[1] Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17,
jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten
Fakfak, Papua Barat.

Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di Indonesia mulai abad 13 adalah
tidak benar, Abdul Malik Karim Amrullah berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah
naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah
bermukim di pantai Barat Sumatra (Barus).[2] Pada saat nanti wilayah Barus ini akan masuk
ke wilayah kerajaan Sriwijaya.

Pada tahun 30 Hijriyah atau 651 M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan
(644-656 M), memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah
Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah
raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.[3] Namun menurut Hamka sendiri,
itu terjadi tahun 42 Hijriah atau 672 Masehi.[4]

Pada tahun 718 M raja Srivijaya Sri Indravarman setelah pada masa khalifah Umar bin Abdul
Aziz (717 - 720 M) (Dinasti Umayyah) pernah berkirim surat dengan Umar bin Abdul Aziz
sekaligus berikut menyebut gelarnya dengan 1000 ekor gajah, berdayang inang pengasuh di
istana 1000 putri, dan anak-anak raja yang bernaung di bawah payung panji. Baginda
berucap terima kasih akan kiriman hadiah daripada Khalifah Bani Umayyah tersebut. [5]
Dalam hal ini, Hamka mengutip pendapat SQ Fatimi yang membandingkan dengan The
Forgotten Kingdom Schniger bahwa memang yang dimaksud adalah Sriwijaya tentang
Muara Takus, yang dekat dengan daerah yang banyak gajahnya, yaitu Gunung Suliki. Apalagi
dalam rangka bekas candi di sana, dibuat patung gajah yang agaknya bernilai di aana. Tahun
surat itu disebutkan Fatemi bahwa ia bertarikh 718 Masehi atau 75 Hijriah. Dari situ, Hamka
menepatkan bahwa Islam telah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah. [6]

Selain itu, fakta yang juga tak bisa diabaikan adalah bahwa adanya kitab Izh-harul Haqq fi
Silsilah Raja Ferlak yang ditulis Abu Ishaq al-Makrani al-Fasi yang berasal dari daerah
Makran, Balochistan menyebut bahwa Kerajaan Perlak didirikan pada 225 H/847 M
diperintah berturut-turut oleh delapan sultan.[7]

Sanggahan Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui Pedagang Gujarat

Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat, menurut pendapat
sebagian besar orang, adalah tidaklah benar. Apabila benar maka tentunya Islam yang akan
berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syi'ah karena Gujarat pada masa itu
beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Syafi'i.
Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam pada masa awal dengan bukti Tarikh
Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.[8]

Masa kolonial

Anak-anak mengaji Al Quran di Jawa pada masa kolonial Hindia Belanda

Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara
untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini.
Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh
wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan
proses penyebaran dakwah terpotong.

Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek
kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu.
Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan,
para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan
penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-potensi tumbuh dan
berkembang pada abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat
dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya
berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda.

Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din
Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir
banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad
Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat
didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah
Putri (1911), dan Sumatra Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin
menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang
terbit koran dwi-mingguan al-Munir.[9]

Demografi
Sebagian besar ummat Islam di Indonesia berada di wilayah Indonesia bagian Barat, seperti
di pulau Sumatra, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan untuk wilayah Timur,
penduduk Muslim banyak yang menetap di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan
Maluku Utara dan enklave tertentu di Indonesia Timur seperti Kabupaten Alor, Fakfak,
Haruku, Banda, Tual dan lain-lain.
Pengadaan transmigrasi dari Jawa dan Madura yang secara besar-besaran dilakukan oleh
pemerintahan Suharto selama tiga dekade ke wilayah Timur Indonesia telah menyebabkan
bertambahnya jumlah penduduk Muslim disana.

Arsitektur
Artikel utama: Arsitektur Islam di Indonesia

Islam sangat banyak berpengaruh terhadap arsitektur bangunan di Indonesia. Rumah


Betawi salah satunya, adalah bentuk arsitektur bangunan yang banyak dipengaruhi oleh
corak Islam. Pada salah satu forum tanya jawab di situs Era Muslim[10], disebutkan bahwa
Rumah Betawi yang memiliki teras lebar, dan ada bale-bale untuk tempat berkumpul,
adalah salah satu ciri arsitektur peradaban Islam di Indonesia.

Masjid

Masjid Raya Medan al Ma'shun, adalah salah satu ciri bangunan berarsitektur Islam yang
ada di Indonesia

Masjid adalah tempat ibadah Muslim yang dapat dijumpai diberbagai tempat di Indonesia.
Menurut data Lembaga Ta'mir Masjid Indonesia, saat ini terdapat 125 ribu masjid yang
dikelola oleh lembaga tersebut, sedangkan jumlah secara keseluruhan berdasarkan data
Departemen Agama tahun 2004, jumlah masjid di Indonesia sebanyak 643.834 buah, jumlah
ini meningkat dari data tahun 1977 yang sebanyak 392.044 buah. Diperkirakan, jumlah
masjid dan mushala di Indonesia saat ini antara 600-800 ribu buah.[11] Adapun menurut
penuturan Komjen Pol Syafruddin Wakil Ketum Dewan Masjid Indonesia menyebut sesuai
data tahun 2017, bahwa Indonesia memiliki sekitar 800 ribu masjid. Dalam pada itu,
pengelolaan masjid di Indonesia berbeda dengan masjid di negara lain. Pemerintah tak
secara langsung membangun dan mengelola masjid, tetapi lewat swadaya masyarakat,
begitu juga dalam hal pengelolaannya.[12]

Pendidikan
Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang
khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendidikan paling tua di Indonesia.[13] Di
Indonesia, Kementerian Agama merupakan pemangku tanggung jawab pendidikan agama
dan pendidikan keagamaan menyiapkan rencana strategis yang ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Agama Nomor 39 tahun 2015. Hal-hal yang ada di sana kemudian
dituangkan dalam rumusan tugas dan fungsi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok
Pesantren Kemenag sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 42 tahun 2016. Lingkup
layanan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren meliputi jalur pendidikan
formal, yang mencakup pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan muadalah, dan
ma'had 'ali. Pendidikan diniyah non formal mencakup madrasah diniyah takmiliyah,
pendidikan al-Quran, dan program pendidikan kesetaraan serta pondok pesantren sebagai
penyelenggara maupun satuan pendidikan.[14] Selain itu, dalam pendidikan Islam di
Indonesia juga dikenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (dasar), Madrasah Tsanawiyah
(lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah). Untuk tingkat universitas Islam di Indonesia
juga kian maju seiring dengan perkembangan zaman, hal ini dapat dilihat dari terus
beragamnya universitas Islam. Hampir disetiap provinsi di Indonesia dapat dijumpai Institut
Agama Islam Negeri serta beberapa universitas Islam lainnya seperti Universitas Islam
Negeri (UIN) dengan nama yang berbeda-beda berdasarkan nama tokoh penyiaran islam
masa lampau semisal di Makassar dengan nama Universitas Islam Negeri Sultan Alauddin
disingkat (UINAM).

Berdasar pada data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam pada awal 2018, dari 326.327
lembaga pendidikan Islam yang dinaungi, 76,1% atau 248.290 lembaga merupakan
pendidikan diniyah dan pondok pesantren. Terbagi lagi menjadi 28.194 pondok pesantren,
84.966 madrasah diniyah takmiliyah, serta pendidikan al-Quran sebanyak 135.130.
Selebihnya 23,9% lembaga pendidikan Islam lainnya terbagi jadi raudhatul athfal (27.999),
madrasah ibtidaiyah (24.560), madrasah tsanawiyah (16.934), madrasah aliyah (7.843) dan
perguruan tinggi agama (756). Itu belumlah mencakup sejumlah lembaga pendidikan yang
berupa program pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren (1.508), pendidikan diniyah
formal (59), pendidikan muadalah (80), dan ma'had 'aliy (29).[14]

Kemudian berbicara mengenai statistik lainnya, dari total 2.378.566 tenaga pendidik, 63%
atau 1.4999.859 mengajar di pendidikan diniyah dan pondok pesantren. Para pengajar ini
bertanggung jawab pada 18.196.034 siswa atau 64,2% dari semua peserta didik pendidikan
Islam (28.324.088 orang).[14]

Politik
Artikel utama: Politik Islam di Indonesia

Dengan mayoritas berpenduduk Muslim, politik di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
dan peranan umat Islam. Kebangunan akan kesedaran berpolitik ini diawali kalangan kaum
haji yang membawa kabar-kabar akan serangan Prancis terhadap Maroko, umat Islam Libya
diserang, dan gerakan nasionalis Mesir melawan imperialis Inggris. Ini juga membentuk
perasaan setia kawan sesama kaum Muslimin, dan membangkitkan ketidaksukan terhadap
kolonialisme dan imperialisme Eropa.[15] Walau demikian, Indonesia bukanlah negara yang
berasaskan Islam, namun ada beberapa daerah yang diberikan keistimewaan untuk
menerapkan syariat Islam, seperti Aceh.

Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah.
Pada Pemilu 1999, 17 partai Islam—yaitu 12 partai Islam dan 5 partai lain berazaskan Islam
dan Pancasila—ikut berlaga dalam pemilihan tersebut. Kesiapan mereka dalam hal
administrasi—terkecuali PPP yang memang sudah tua—mengagumkan mengingat mereka
dapat mengikuti segala syarat pemilu yang cukup ketat, serupa bahwa setiap partai harus
punya cabang sekurangnya di 14 provinsi. Namun demikian, seluruh partai Islam itu kalah
jauh dari PDI yang meraup sekitar 34% suara.[16] Dalam Pemilu tersebut, PPP meraih
11.329.905 suara (10,7 persen) dan bercokol pada peringkat ketiga,[17] karena itu Partai
Persatuan Pembangunan meraih 5 besar. Partai Bulan Bintang mampu membentuk fraksi
sendiri walau cuma 13 anggota, dan Partai Keadilan hanya memperoleh 7 kursi DPR saja. [16]
Bila sebelumnya hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan-
akibat adanya kebijakan pemerintah yang membatasi jumlah partai politik, pada pemilu
2004 terdapat enam partai politik yang berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan
Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Amanat Nasional,
Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang.

WAJIB

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan
damai pada abad ke-7 dan mengalami perkembangannya pada abad ke-13. Sebagai pemegang
peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan
melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh
pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan
masyarakat Indonesia. Pada kesempatan itu dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam.
Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan
perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan adanya
perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan ada yang sampai menikah
dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.

Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang
menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun
wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh
rakyat Indonesia.

Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para
pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan
mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan
Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:

1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di
Jawa Timur.

2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel
Surabaya.

3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim,
menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).

4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan
Islam di daerah Gresik/Sedayu.

5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)

6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah
Kudus.

7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam
di daerah Demak.

8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan
islamnya di daerah Gunung Muria.

9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat
(Cirebon)

Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian
memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga
dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah.
C. Wujud Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam

Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali
mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena
percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru
yaitu kebudayaan Islam Indonesia.

Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya
sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi
juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.

1. Seni Bangunan

Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana.

Gambar 1.1. Masjid Aceh merupakan salah

satu masjid kuno di Indonesia.

Masjid adalah tempat ibadahnya orang Islam. Di Indonesia, istilah masjid biasanya menunjuk
pada tempat untuk menyelenggarakan shalat jumat.

Masjid di Indonesia pada zaman madya biasanya mempunyai cirri khas tersendiri,
diantaranya :

1. Atapnya berbentuk “atap tumpang” yaitu atap bersusun. Jumlah atap tumpang itu
selalu ganjil, 3 atau 5 seperti di Jawa dan Bali pada masa Hindu.
2. Tidak adanya menara. Pada masa itu masjid yang mempunyai menara hanya masjid
Banten dan masjid Kudus.
3. Biasanya masjid dibuat dekat istana, berada di sebelah utara atau selatan. Biasanya
didirikan di tepi barat alun-alun. Letak masjid ini melambangkan bersatunya rakyat
dan raja sesama makhluk Allah. Selain di alun-alun, masjid juga dibangun di tempat-
tempat keramat, yaitu makam wali, raja atau ahli agama.

Bentuk perkembangannya sesuai dengan perkembangan zaman. Sekarang kebanyakan masjid


atasnya berbentuk kubah dan ada menara, ini merupakan pengaruh dari Timur tengah dan
India.

Gambar 1.2

Makam Sendang Duwur (Tuban)

Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:

a. makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang keramat.


b. makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga
terbuat dari batu.

c. di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba.

d. dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan
makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori
agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak
berpintu).

e. Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya
makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang
Duwur seperti yang tampak pada gambar 1.2. tersebut.

2. Seni Rupa

Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula
Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, misalnya ragam
hias pada gambar 1.3. ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.

gambar 1.3. Kera yang disamarkan

3. Aksara dan Seni Sastra

Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau
tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai
untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti
lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi
yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.

Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra
yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak
mendapat pengaruh Persia.

Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang
dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga
ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.

Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:

a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk
gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001
Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).

b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah
contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.

c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa,
Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.

d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang
berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.

Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.

Kedatangan Islam ke Indonesia membawa pengaruh cukup besar bagi kebudayaan Indonesia.
Tetapi bukan berarti menghapus semua yang ada sebelumnya. Misalnya, kesenian wayang
yang telah ada sebelum kedatangan Islam. Bahkan wayang ini digunakan para wali untuk
menyebarkan agama Islam.

4. Sistem Pemerintahan

Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang
bercorak Hindu ataupun Budha. Tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-
kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya.

Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti

halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan
tetapi dimakamkan secara Islam.

5. Sistem Kalender

Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender
Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-
nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam
Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan
peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).

Nama-nama bulan yang digunakan adalah 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi
Islam). Demikian pula, nama-nama bulan mengacu pada bahasa bulan Arab yaitu Sura
(Muharram), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir),
Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban),
Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun,
penanggalan hariannya tetap mengikuti penanggalan Saka karena penanggalan harian Saka
saat itu paling banyak digunakan penduduk Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal
1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus
1633 M.

Gambar 1.4. Kalender Jawa


Kesimpulan

Banyak teori yang menyatakan tentang masuknya Agama Islam ke Indonesia, teori-teori
tersebut dibuat berdasarkan masing-masing bukti tentang awal mula masuknya islam ke
Indonesia.

Masuknya Islam berpengaruh besar pada kebudayaan yang ada di Indonesia. Sebelumnya,
kebudayaan di Indonesia adalah kebudayaan yang bercorak Hindu-Budha. Namun setelah
masuknya Islam, berdirilah kerajaan-kerajaan islam yang menjadikan kebudayaan Islam
tersebut mengalami akulturasi dengan kebudayaan yang ada di Indonesia. Kebudayaan
tersebut terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

YANG BKEBERAPA
a. Bidang Politik
Dalam bidang politik masuknya budaya Islam, kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha mulai
runtuh dan peranannya mulai digantikan oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Dalam
sistem pemerintahan rajanya bergelar Sultan atau Sunan. Nama raja juga disesuaikan dengan
nama Islam. Dalam ajaran Islam menyebutkan bahwa manusia merupakan wakil Tuhan di
dunia. ketika menjalankan roda pemerintahan, sultan didampingi oleh ulama.
b. Bidang Sosial
Dalam ajaran agama Islam tidak menerapkan sistem kasta serti agama Hindu. Hal ini
menyebakan pengaruh Islam berkembang pesat dan mayoritas masyarakat Indonesia
memeluk agama Islam. Begitu juga dengan sistem penanggalan, pada awalnya masyarakat
Indonesia mengenal kalender Saka yang merupakan kalender Hindu. Dalam kalender Saka
terdapat nama hari pasaran seperti pahing, pon, wage, kliwon, dan legi.

Seiring perkembangan Islam, Sultan Agung dari kerajaan Mataram menciptakan Kalender
Jawa. Kalender itu menggunakan perhitungan seperti Hijriah (Islam). Sultan Agung
mengganti nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadan diganti dengan
Pasa. Nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab dan hari
pasaran pada Kalender Saka juga dipergunakan.

c. Bidang Pendidikan
Pada awal-awal masuknya Islam di Indonesia, mulanya pendidikan agama dilaksanakan di
Masjid, Langgar, atau Surau. Pelajaran yang diberikan adalah membaca Al-Qur’an, tata cara
peribadatan, akhlak, dan keimanan. Seiring berjalannya waktu, kemudian muncul pesantren
yang merupakan pengadopsian dari agama Hindu.

Pesantren adalah sebuah asrama tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal bersama untuk
belajar ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru atau sering dikenal dengan sebutan Kiai.
Siswa diajarkan mendalami ilmu agama Islam sesuai dengan syariat-syariat agama Islam.
Pesantren dalam bahasa Jawa memiliki makna seseorang yang mengikuti aktivitas gurunya.

d. Bidang Agama
Pada masa Islam, sebagian besar masyarakat di Indonesia menganut agama Islam. Meskipun
demikian, masih terdapat masyarakat yang menganut agama Hindu-Buddha, atau menganut
kepercayaan roh halus. Hingga saat ini, sebagaian besar masyarakat di Indonesia menganut
agama Islam.

e. Bidang Kebudayaan
Adat istiadat dan kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan
salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai
seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan sholawat. Kita juga melihat
pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banyak
dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.

Demikianlah ulasan mengenai Pengaruh Islam terhadap Masyarakat Indonesia, yang


pada kesempatan kali ini dapat dibahas dengan singkat. Semoga ulasan di atas, bermanfaat
dan untuk kurang lebihnya mohon maaf. Terima kasih, anda selalu berkunjung di site ini.
*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negera, serta jagalah kesehatanmu!!!

Anda mungkin juga menyukai