Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian bayi dapat didefinisikan sebagai banyaknya yang
meninggal sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1000 kelahiran
hidup pada tahun yang sama. angka kematian bayi merupakan indikator
yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
masyarakat (SDKI,2011)
Angka kematian bayi di negara tetangga seperti singapura 3% per
1000 kelahiran hidup, malaysia 6,5% per 1000 kelahiran hidup, thailan
17% per 1000 kelahiran hidup, vietnam 18% per 1000 kelahiran hidup
dan philipina 26% per 1000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian
bayi di indonesia cukup tinggi yakni 46,5% per 1000 kelahiran hidup
(Depkes,2011)
Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25-50% bayi baru lahir menderita
ikterus pada minggu pertama. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih
tinggi pada bayi kurang bulan , dimana terjadi 60% pada bayi cukup
bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 80%. Hiperbilirubinemia
adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standart deviasi atau lebih
dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari
persentil 90. Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek.
Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang
berlebih, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan
konjungsi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus dapat perhatian ,
terutama apabila ikterus ditemukan pada 24 pertama kehidupan bayi
atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dl dalam 24 jam. Proses
hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu
minggu serta bilirubin direk >1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis (hiperbilirubinemia).
Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus, yang didefinisikan
sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning. Ikterus merupakan suatu
gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL). Ikterus terjadi
pabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi
cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan, Menurut beberapa
penulis kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar 50% pada bayi
cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian
penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat
patologis . Hiperbilirubin dianggap patologis apabila waktu muncul lama,
atau kadar bilirubin serum yang ditemukan berbeda secara bermakna
dari ikterus fisiologis. Foto terapi merupakan terapi dengan
menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubin
pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu foto terapi ditentukan oleh
intensitas sinar . Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini
adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar , jarak sinar dari pasien
yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta
penggunaan media pemantulan sinar. (Niwang,2016)
Perawatan iketrus berbeda diantara negara tertentu, tempat
pelayanan tertentu, dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan pengelolaan bayi baru lahir, seperti pemberian makanan dini,
kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi pada ibu dan
bayi, foto terapi dan transfusi pengganti. Asuhan keperawatan pada
pasien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan
keluarga harus dibekali pengetahuan, keterampilan dan informasi tempat
rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan
perawatan dirumah. (Niwang,2016)

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari hiperbilirubin?
2. Apa etiologi dari hiperbilirubin?
3. Apa manifestasi klinis dari hiperbilirubin?
4. Apa patofisiologi dari hiperbilirubin?
5. Apa pemeriksaan laboratorium dari hiperbilirubin?
6. Apa penatalaksanaan klien dengan hiperbilirubin?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari infertilitas pria
2. Mengetahui etiologi terjadinya infertilitas pria
3. Mengetahui manifestasi klinis dari infertilitas pria
4. Mengetahui patofisiologi terjadinya infertilitas pria
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari infertilitas pria
6. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan infertilitas pria
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Hiperbilirubinemia


Hiperbilirubinemia (icterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Hyperbilirubinemia adalah
berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada
bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas
pada kulit, mukosa, sklera dan urine. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga
menimbulkan jaundice pada neonates. Hiperbilirubin adalah kondisi dimana
terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan
dapat menimbulkan efek patologis pada neonates ditandai joudince pada
sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh. Hiperbilirubin
adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hyperbilirubinemia) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan icterus.
Hyperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis. (Niwang,2016)
Hiperbilirubinemia adalah suatu kondis bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg%pada minggu pertamayang ditandai
dengan ikterus , yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubin yang merupakan suatu keadaan meningginya kadar bilirubin
di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva kulit dan mukosa
akan berwarna kuning ,keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadinya
ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak,
Bayi yang mengalami hiperbilirubin memiliki ciri sebagai berikut yaitu
adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama, meningkatnya konsentrasi
bilirubin serum 10% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10
mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang
kurang bulan , ikterus yang disertai proses hemolisis kemudian ikterus yang
disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram,
masagensi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan dan lain-lain.(Hidayat,2011)

2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin


Sistem endokrin adalah suatu sistem yang bekerja dengan perantara
zat-zat kimia (hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. kelenjar
endokrin merupakan klenjar buntu (sekresi interna) yang mengirim hasil
sekresinya langsung masuk ke dalam darah dan cairan limfe, beredar
dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus (saluran). Hasil sekresinya
disebut hormon, dan ekskresi hormonnya ke cairan intrasel (tidak langsung
ke pembuluh darah). Hormon ini masuk ke dalam darah dan dibawa oleh
sistem peredaran darah keseluruh bagian tubuh . Sistem endokrin terdiri
dari kelenjar-kelenjar endokrin dan bekerja sama dengan sistem saraf,
mempunyai peranan penting dalam pengendalian kegiatan organ-organ
tubuh. Meskipun darah menyebarkan hormon keseluruh tubuh namun
hanya sel sasaran tertentu yang dapat berespon terhadap masing-masing
hormon, karena hanya sel sasaran yang memiliki reseptor untuk mengikat
hormon tertentu. Jadi setelah dikeluarkan, hormon mengalir dalam darah ke
sel sasaran di tempat yang jauh, tempat bahan ini mengatur atau
mengarahkan fungsi tertentu. Kelenjar endokrin yang terdapat didalam
tubuh adalah sebagai berikut:
1. Hipofisis
Kelenjar hipofisis atau pituitary adalah suatu kelenjar endokrin yang
terletak di dasar tengkorak (sela tursika) fossa os sfeonid. Besarnya kira-
kira 10x13x6 mm dan beratnya sekitar 0,5 gram. Kelenjar ini memegang
peranan penting dalam menyekresi hormon dari semua organ endokrin (
sebagai pengatur), kegiatan hormon yang lain dan mempengaruhi kerja
kelenjar yang lain. Hipofisis dihubungkan oleh hipotalamus oleh sebuah
tangkai penghubung tipis .Fungsi hipofisis dapat diatur oleh susunan
saraf pusat melalui hipotalamus. Hormon-hormon yang mengatur fungsi
hipofisis disebut hipophysiotropic hormone dihasilkan oleh sel-sel
neorosekretori yang terdapat dalam hipotalamus. Kelenjar hipofisis
mempunyai dua lobus yaitu lobus anterior dan lobus posterior.
1) Lobus anterior (adenohipofise), berasal dari kantong rathke (dua
tulang rawan) yang menempel pada jaringan otak lobus posterior,
menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja sebagai pengendali
produksi dari semua organ endokrin yang lain.
a. Hormon somatotropik (growth hormone). Hormon pertumbuhan
yang berfungsi merangsang pertumbuhan tulang, jaringan lemak,
dan visera penting pada individu yang masih muda untuk
pertumbuhan. Efek langsung (efek anti-insulin)memerlukan
adanya kortisol untuk meningkatkan lipolysis dan glukosa darah.
Efek tidak langsung merangsang hati untuk membentuk
somatomedin (sekelompok peptida) untuk meningkatkan
pertumbuhan tulang rawan dan kerangka serta meningkatkan
sintesis protein meningkatkan poliferasi sel. Pengaturan sekresi
GH dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Stress, gerak badan,
suhu dingin, anethesia, pembedahan, dan perdarahan akan
meningkatkan sekresi
b. Hormon tirotropik, thyroid stimulating hormone (TSH)
mengendalikan kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormon
tiroksin. Sel-selnya besar dan berbentuk polyhedral mengandung
granula kecil yang berdiameter 50-100 mm. Fungsinya
menstimulasi pembesaran tiroid, menambah uptake yodium, dan
menambah sintesis tiroglobulin. Hormon-hormon dari kelenjar
tiroid menyebabkan menurunnya jumlah sel-sel tirotropik yang
merupakan reseptor terhadap thyroid releasing faktor (TRF)
menurunnya sekresi hormon TSH
c. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) mengendalikan kelenjar
suprarental dalam menghasilkan kortisol yang berasal dari korteks
kelenjar suprarental. Selnya mengandung granul sekretori
berdiameter 375-550 mm, merupakan yang terbesar ditemukan
dalam sel-sel hipofisis . Sel ini menyintesis hormon ACTH dan
beta lipoprotein , diproduksi dan disimpan dalam sel basophil
hipofisis anterior, mempunyai efek terhadap supraren dan
ekstradrenal
d. Hormon gonadrotropin, menghasilkan Follicle stimulating hormone
(FSH) yang memiliki fungsi berbeda pada wanita dan pria. Pada
wanita hormon ini merangsang pertumbuhan dan perkembangan
folikel ovarium, tempat berkembangnya ovum atau sel telur .
Hormon ini juga mendorong sekresi hormon estrogen dan ovarium
. Pada laki-laki FSH diperlukan untuk produksi sperma
e. Luteinzing hormone (LH) juga berfungsi berbeda pada wanita dan
pria. Pada wanita LH berperan dalam ovulasi dan luteinisasi (yaitu
pembentukan korpus luteum penghasil hormon di ovarium setelah
ovulasi). LH juga mengatur sekresi hormon-hormon seks wanita,
estrogen dan progesteron oleh ovarium. Pada pria hormon ini
merangsang sel interstisium leydig di testis untuk mengeluarkan
hormon seks pria , testosteron, sehingga hormon ini memiliki
nama alternative interstitial cell stimulating hormone (ICSH).
f. Prolaktin (PRL) meningkatkan perkembangan payudara dan
produksi susu pada wanita. Fungsinya pada pria belum jelas,
meskipun buktinya menunjukkan bahwa hormon ini mungkin
merangsang produksi reseptor LH di testis. Selain itu, studi-studi
terakhir mengisyaratkan bahwa prolaktin mungkin meningkatkan
sistem imun dan menunjang pembentukan pembuluh darah baru
di tingkat jaringan pada kedua jenis kelamin, kedua efek ini sama
sekali tidak berkaitan dengan perannya dalam fisiologi reproduksi.
2) Lobus posterior (neurohiphofisis)
Lobus posterior hipofisis terdiri dari jaringan saraf dan karenanya juga
dinamai neurohipofisis, berasal dari evaginasi atau penonjolan dasar
ventrikel otak ketiga menghasilkan dua macam hormon:
a. Vasopresin atau arginen vasopressin (APV), hormon anti deuretik
(ADH) yang bekerja melalui reseptor tubulus distal ginjal,
menghemat air, mengonsentrasi urine dengan menambah aliran
osmotic dari lumina-lumina ke intestinum medular yang membuat
kontraksi otot polos. dengan demikian ADH memelihara
konstannya osmolaritas dan volume cairan dalam tubuh.
b. Oksitosin merangsang kontraksi otot polos uterus untuk
membantu mengeluarkan janin selama persalinan, dan hormon ini
juga merangsang penyemprotan susu dari kelenjar mamae
selama menyusui.
2. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di dalam leher bagian
bawah melekat pada tulang laring, sebelah kanan depan trakea. Kelenjar
ini terdiri dari dua lobus (lobus dekstra dan lobus sinistra), saling
berhubungan, masing-masing lobus tebalnya 2 cm, panjang 4 cm, dan
lebar 2,5 cm. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin.
Pembentukan hormon tiroid bergantung pada jumlah yodium eksogen
yang masuk kedalam tubuh sumber utama untuk memelihara
keseimbangan yodium dalam makanan dan air minum.
3. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid terletak diatas selaput yang membungkus kelenjar
tiroid. Terdapat dua pasang (4 buah) terletak di belakang tiap lobus dari
kelenjar tiroid, dua sebelah kiri dan dua sebelah kanan . Besarnya setiap
kelenjar kira-kira 5x5x3 mm dengan berat 25-30 mg berat keseluruhan
lebih kurang 120 mg. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon paratiroksin
yaitu suatu peptida, terdiri dari 84 asam amino . dalam melaksanakan
kerjanya kelenjar tiroid diatur dan diawasi secara langsung oleh kelenjar
hipofisis . Produksi hormon paratiroid akan meningkat apabila kadar
kalsium dalam plasma menurun dalam keadaan fisiologis normal. Kadar
kalsium dalam plasma berada dalam pengawasan homeostatis dalam
batas yang sangat sempit. Pengawasan ini dipengaruhi oleh perubahan
diet setiap hari dan pertukaran mineral antara tulang dengan darah.
Mineral lain selain kalsium yang mempengaruhi fungsi kelenjar paratiroid
adalah magnesium di dalam darah atau sebaliknya. Fungsi kelenjar
paratiroid adalah:
- Memelihara konsentrasi ion kalsium plasma dalam batas yang sempit
meskipun terdapat variasi-variasi yang luas
- Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfor oleh ginjal, mempunyai efek
terhadap reabsorbsi tubuler dari kalsium di intestinum
- Mempercepat absorpsi kalsium di intestinum
- Jika pemasukan kalsium berkurang, hormon paratiroid menstimulasi
resorpi tulang sehingga menambah kalsium dalam darah
- Dapat menstimulasi transpor kalsium dan fosfat melalui membran
dari mitokondria
4. Thymus
Kelenjar timus terletak dalam rongga mediastinum di belakang os
sternum, di dalam rongga toraks, kira-kira setinggi bifukasi trakea.
Warnanya kemerah-merahan dan terdiri dari dua lobus. Pada bayi baru
lahir sangat kecil dan beratnya kira-kira 10 gram, ukurannya bertambah
setelah masa remaja antara 30-40 gram dan setelah dewasa akan
mengerut. Kelenjar timus menginduksi diferensiasi sel induk limfosit yang
mampu berpartisipasi dalam reaksi kekebalan. Di antara bukti tentang
adanya aktivitas endokin pada timus ialah kenyataan bahwa timus peka
terhadap hormon tiroid. Mengecilnya ukuran timus sementara
kedewasaan kelamin tercapai disebabkan oleh hambatan yang diberikan
oleh steroid gonald. Steroid adrenal juga menghambat timus, pengaruh
ini dipakai sebagai parameter untuk kortikosteroid. Kelenjar timus adalah
suatu sumber dari sel yang mempunyai kemampuan imunologis. Sumber
hormon timus mempersiapkan proliferasi dan maturitas sel-sel yang
mempunyai kemampuan potensial imunologis dalam jaringan lain.
Setelah dewasa pertumbuhan akan berkurang sehingga mengurangi
aktivitas kelamin
Fungsi kelenjar timus ialah:
- Suatu sumber sel yang mempunyai kemampuan imunologis
- Sumber hormon timik yang mempersiapkan proloferasi dan maturasi
sel-sel yang mempunya kemampuan potensial imunologi dalam
banyak jaringan lain
- Mengurangi aktivitas kelamin
5. Kelenjar Suprarenalis
Kelenjar suprarenalis atau adrenal berbentuk ceper terdapat pada
bagian atas dari ginjal. Beratnya kira-kira 5-9 gram berjumlah dua buah
sesuai dengan jumlah ginjal. Kelenjar ini terdiri dari dua bagian yaitu
bagian luar (korteks) yang berasal dari sel-sel mesodermal, bagian
dalam disebut medula yang berasal dari sel-sel ectodermal. Berdasarkan
perbedaan dari zat yang dihasilkan, fungsi dan peranan dalam mengatur
kehidupan sel di dalam tubuh juga berbeda. Bagian korteks
menghasilkan hormon-hormon yang dikategorikan sebagai hormon
steroid, sedangkan bagian medula menghasilkan katekolamin

2.3 Patofisiologi Hiperbilirubinemia


Bilirubin adalah produk pemecahan haemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBSs rusak maka produknya
masuk sirkulasi, dimana haemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan
dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatkan bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatic. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila
kadar protein-Z dan protein -Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi
dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan
konjungsi hepar (defisiensi enzim glukuronii transfense) atau bayi
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatica. Pada derajat tertentu,
bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini
terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya
kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,hipoglikemia
dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukannya
gangguan konjugasi Hepar atau neonates yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin
ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama
ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernicterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan BBLR,h ipoksia, hipoglikemia.(Niwang,2016)

2.4 Etiologi Hiperbilirubinemia


Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut;
1. Polychetemia
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (Hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis Ekstravaskuler
6. Cephalematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi
empedu (atresia biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia,
hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi.
Menurunnya ikatan albumin; lahir premature, asidosis.
a. Peningkatan produksi :
1) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis.
4) Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta)00, diol (steroid).
6) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
7) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalmbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasne.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Illeus Obstruktif.
(Niwang,2016)

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin
adalah;
a. Tampak icterus pada sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa.
b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic atau
infeksi.
c. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari
ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
d. Icterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, icterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada icterus yang berat.
e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul.
f. Perut membuncit, pembesaran pada lien dan hati.
g. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
h. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap.
i. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.
j. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
k. Nafsu makan berkurang
l. Reflek hisap hilang
m. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl. (Niwang,2016)

2.6 Pemeriksaan Laboratorium


a. Visual
1) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena icterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan yang kurang.
2) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna
dibawah kulit dan jaringan subkutan.
3) Tentukan keparahan icterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning. Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun
pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki
pada hari kedua, maka digolongkan sebagai icterus sangat berat dan
memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
b. Laboratorium (Pemeriksaan Darah)
1) Test Coomb pada tali pusat BBL
2) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh
positif, anti A, anti B dalam darah ibu.
3) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh
positif, anti A, anti B) SDM dari neonates.
4) Golongan darah bayi dan ibu: mengindentifikasi incompatibilitas ABO.
5) Bilirubin total.
6) Kadar direk (terkonjungasi) tidak boleh melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
7) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi preterm tergantung pada berat badan.
8) Protein serum total
9) Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi preterm.
10) Hitung darah lengkap
11) Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena hemolisis.
12) Hematokrit mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia, penurunan
(<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
13) Glukosa
14) Kadar dextrostix mungkin <45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum <40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemia
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
15) Daya ikat karbon dioksida
16) Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
17) Meter ikterik transkutan
18) Mengindentifikasi bayi yang memerlukan penentuan birilubin serum.
19) Pemeriksaan birilubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak
fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar biliribun yang lebih dari 14 mg/dl
tidak fisiologis
20) Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
21) Test Betke-Kleihauner
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.
c. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma.
d. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
e. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnose terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma. (Niwag,2016)

2.7 Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia


Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia adalah
sebagai berikut:
1. Apabila terjadi resiko tinggi cedera karena dampak peningkatan bilirubin,
maka intervensi yang dapat dilakukan adalah mengkaji dan mengawasi
dampak perubahan kadar bilirubin, seperti adanya jaundice, konsentrasi
urine, letarge,kesulitan makan, reflek moro, adanya tremor, iritabilitas,
memantau hemoglobin dan hematokrit, serta pencatatan penurunan,
melakukan fototerapi dengan mengatur waktu sesuai dengan prosedur,
dan menyiapkan untuk melakukan transfusi tukar. Dengan
mempertimbangkan risiko cedera karena efek dari transfusi tukar, maka
intervensi yang dapat dilakukan adalah memantau kadar bilirubin,
hemoglobin, hematokrit sebelum dan sesudah transfusi tukar tiap 4-6
jam selama 24 jam pasca tranfusi tukar, memantau tekanan darah, nadi,
dan temperatur, mempertahankan sistem kardiovaskuler dan
pernafasan, mengkaji kulit pada abdomen, ketegangan, muntah, dan
sianosis, mempertahankan kalori, kebutuhan cairan sampai dengan
pasca transfusi tukar, serta melakukan kolaborasi dalam pemberian obat
untuk meningkatkan transportasi dan konjugasi seperti pemberian
albumin atau pemberian plasma dengan dosis 15-20 ml/kg BB. Albumin
biasanya diberikan sebelum transfusi tukar karena albumin dapat
mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler,
sehingga bilirubin yang diikat lebih mudah keluar dengan transfusi tukar.
2. Foto terapi merupakan tindakan dengan pemberian terapi melalui sinar
yang menggunakan lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih
dari 500 jam untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh
lampu.
Cara melakukan foto terapi adalah sebagai berikut:
a. Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar
b. Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan
cahaya
c. Jarak bayi dan lampu kurang lebih 40 cm
d. Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali
e. Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam
f. Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 24 jam
g. Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama pada
pasien yang mengalami hemolisis
h. Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar
i. Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebanyak 8-10
buah yang disusun secara paralel
j. Berikan air susu ibu yang cukup. Pada saat memberikan ASI, bayi
dikeluarkan dari tempat terapi dan dipangku (posisi menyusui),
penutup mata dibuka, serta diobservasi ada tidaknya iritasi
3. Transfusi tukar merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan
mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian transfusi
tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek 20 mg%, kenaikan kadar
bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gagal
jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg%, dan uji coombs direk
positif
Cara pelaksanaan tranfusi tukar adalah sebagai berikut:
a. Dianjurkan pasien bayi untuk puasa 3-4 jam sebelum transfusi tukar
b. Pasien disiapkan dikamar khusus
c. Pasang lampu pemanas dan diarahkan kepada bayi
d. Baringkan pasien dalam keadaan terlentang dan buka pakaian pada
daerah perut
e. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap
f. Lakukan observasi keadaan umum pasien, catat jumlah darah yang
keluar dan masuk
g. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat
h. Periksa kadar hemoglobin dan bilirubin setiap 12 jam

Perawatan setelah transfusi


Dapat meliputi perawatan daerah yang dilakukan pemasangan kateter
transfusi dengan melakukan kompres NaCl fisiologis kemudian ditutup
dengan kasa steril dan difiksasi. lakukan pemeriksaan kadar hemoglobin
dan bilirubin serum setiap 12 jam dan pantau tanda vital
a. Mempertahankan intake cairan dengan menyediakan cairan per oral
atau cairan parenteral (melalui intravena), memantau output
diantaranya jumlah dan warna urine serta feses, mengkaji perubahan
status hidrasinya dengan memantau temperatur tiap 2 jam, serta
menkaji membran mukosa
b. Menutup mata dengan kain yang tidak tembus cahaya, mengatur
posisi setiap 6 jam, mengkaji kondis kulit, menjaga integritas kulit
selama terapi denga mengeringkan daerah yang basah untuk
mengurangi iritasi serta mempertahankan kebersihan kulit
c. Mencegah peningkatan kadar bilirubin dengan cara meningkatkan
kerja enzim dengan pemberian phenobarbital 1-2 mg/kg BB,
mengubah biilirubin yang tidak larut kedalam air menjadi larut dalam
air dengan melakukan fototerapi atau dengan cara pembuangan
kadar bilirubin darah dengan transfusi tukar (Hidayat,2011)

Anda mungkin juga menyukai