Anda di halaman 1dari 42

Clinical Science Session

Aspek Etik dan Medikolegal dari Aborsi

Oleh :
Alvin Danil Putra 1740312612
Dini Ulfa 1740312432
Deril Ridwan 1740312444
Yola Anggreka Taufik 1740312618
Ahmad Muhtar 1740312619
Joko Purnama 1740312423
Sylvia Alicia Salim 1840312300
Cyntia Harkhansa 1840312777
Noptriani 1840312783
Latifah Hanum 1840312738
Ulfa Syukrina 1840312752
Rahmi Adila Putri 1740312435
Siti Patimah 1740312202

Preseptor :
dr. Rika Susanti, Sp.F
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
PERIODE 19 JUNI – 21 JULI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M.DJAMILPADANG
2019

1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T dan
shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah Clinical Science Session dengan judul “Aspek
Etik dan Medikolegal dari Aborsi”. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas
kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada preseptor
dr. Rika Susanti, Sp.F yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah
ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk
menyempurnakan makalah ini.

Padang, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 5
1.3 Metode Penulisan ...................................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................................... 5
BAB II....................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 6
2.1 Definisi Aborsi .......................................................................................................... 6
2.2 Faktor Penyebab Tindakan Aborsi ............................................................................ 6
2.3 Jenis Aborsi ............................................................................................................... 7
2.2.1. Abortus spontan ...................................................................................................... 7
2.2.2. Abortus Provokatus ................................................................................................. 8
2.4 Metode Aborsi dan Efek Sampingnya .................................................................... 10
2.5 Komplikasi Aborsi .................................................................................................. 17
2.6 Pembuktian Kasus Aborsi ....................................................................................... 18
2.7 Aborsi dalam Aspek Hukum ................................................................................... 20
2.8 Aborsi dalam Aspek Agama ................................................................................... 26
2.9 Aborsi dalam Aspek Sosial ..................................................................................... 36
BAB III ................................................................................................................................... 39
Kesimpulan ............................................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 40

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan hak dasar yang
hanya boleh dicabut oleh Sang Maha Pencipta. Hak untuk hidup adalah salah satu hak
asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi : “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”.1
Penghilangan hak hidup tersebut dapat diancam dengan hukuman pidana. Pada
dunia medis Aborsi merupakan metode yang paling tua untuk mencegah kelahiran
yang tidak di inginkan. Makna aborsi lebih mengarah kepada suatu tindakan yang
disengaja untuk mengakhiri kehamilan seorang ibu ketika janin sudah ada tanda-
tanda kehidupan dalam rahim. Sedangkan abortus adalah berakhirnya kehamilan atau
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Abortus sendiri terbagi
dua yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah
merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan
sebelum berumur 20 minggu. Sedangkan abortus provokatus adalah suatu upaya yang
disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu,
dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia
luar.2
Diseluruh dunia setiap tahun diperkirakan 20 juta kasus aborsi tidak aman, dari
20 juta aborsi tidak aman tersebut 70 ribu perempuan meninggal dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Sekitar 95% kasus aborsi terjadi di
negara berkembang. Di Indonesia kasus aborsi terjadi kurang lebih 2 juta setiap
tahunnya, dari 100 kelahiran hidup terjadi 43 kasus aborsi.3 Menurut Data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 kasus aborsi mencakup
perempuan usia sekitar 15-49 tahun dan sekitar 7,2% kelahiran tidak di inginkan.4
Menurut Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia
masih cukup besar. Kasus aborsi secara Legalitas, normalitas, budaya dan pandangan

4
di seluruh Negara berbeda-beda. Isu aborsi adalah permasalahan menonjol salah
satunya dari aspek etika dan medikolegal.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui definisi abortus
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam abortus
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan metode-metode abortus
4. Mampu menjelaskan komplikasi abortus
5. Mampu mengetahui dan melakukan pemeriksaan terhadap korban abortus
6. Mampu mengetahui landasan hukum,etika dan agama mengenai abortus

1.3 Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk pada
beberapa literature.
1.4 Manfaat Penulisan
Dengan penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui definisi
abortus, macam-macam abortus, metode-metode abortus, komplikasi abortus,
pemeriksaan terhadap korban abortus, landasan hukum,etika dan agama mengenai
abortus

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Aborsi
Aborsi menurut kontruksi yuridis Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
adalah tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan yang dilakukan dengan
sengaja oleh seorang wanita atau orang yang disuruh untuk melakukan itu. Wanita
hamil dalam hal ini adalah wanita yang hamil atas kehendaknya ingin menggugurkan
kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat disuruh untuk
melakukan itu adalah dokter, bidan atau juru obat. Pengguguran kandungan atau
pembunuhan janin yang ada didalam kandungan dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara,misalnya: dengan obat yang diminum atau dengan alat yang di
masukkan kedalam rahim wanita melalui lubang kemaluan wanita.5
Tindakan aborsi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di
Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau lebih dikenal dengan istilah
Abortus Provocotus Criminalis. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) tindak pidana aborsi diatur dalam pasal 299, pasal 346-349. Ketentuan
mengenai aborsi dapat dilihat dalam Bab XIV Buku Kedua Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) tentang Kejahatan terhadap nyawa (khususnya Pasal 346-
349).6
Abortus dalam istilah kedokteran berarti berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Abortu dapat terjadi spontan dan dapat pula terjadi karena
unsur kesengajaan (provokatus). Tanpa adanya alasan medis, abortus provokatus
dianggap sebagai abortus provokatus kriminalis atau pengguguran kandungan
sebagaimana diatur dalampasal-pasal KUHP.7

2.2 Faktor Penyebab Tindakan Aborsi


Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, juga mengupas masalah
abortus, yaitu pada pasal 75 ayat 1 “setiap orang dilarang melakukan aborsi”. Namun
dikecualikan dalam ayat 2, yaitu :8
a. Indikasi kedaruratan medis

6
Yang dideteksi sejak dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/
atau janin yang yang menderita cacat bawaan maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan , atau
b. Kehamilan akibat perkosaan.
Perbuatan aborsi sukar sekali dibuktikan oleh yang berwajib. Meskipun
dalam kenyataannya banyak yang melakukan perbuatan ini, tetapi selalu di
lakukan secara sembunyi-sembunyi. Alasan yang bisa dikemukakan antara
lain adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Dalih tersebut terutama
dipengaruhi oleh berbagai latar belakang seperti kesehatan, sosial,
ekonomi dan budaya.
2.3 Jenis Aborsi
Jenis-jenis abortus menurut terjadinya dibagi menjadi:
2.2.1. Abortus spontan
Terjadi tanpa intervensi dari luar dan hanya disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah. Berdasarkan aspek klinis, abortus spontan dibagi menjadi :9
a. Abortus iminens, merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih
baik dalam kandungan.
b. Abortus insipiens, ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri
telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.
c. Abortus kompletus, ditandai dengan semua hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga
perdarahan sedikit.
d. Abortus inkompletus, ditandai dengan sebagian hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
e. Missed abortion (abortus tertunta), ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
f. Abortus habitualis, adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih

7
berturut-turut.
g. Abortus infeksious, adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
h. Abortus sepsis, adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum.

2.2.2. Abortus Provokatus


Abortus Provokatus adalah abortus yang sengaja dibuat atau merupakan suatu
upaya yang disengaja, baik dilakukan oleh ibunya sendiri atau dibantu oleh orang
lain, untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu, dimana
janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar. 10,11
Abortus provokatus dapat dibedakan menjadi:
 Abortus provokatus Medisinalis/Therapeutikus
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa Ibu. Syarat-syaratnya adalah10,11:
o Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya (yaitu seorang dokter kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
o Mengkonsultasikan dengan sedikitnya dua orang ahli, yaitu ahli
obstetric/gynekologi dan ahli penyakit dalam atau ahli jantung yang
berpengalaman.
o Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
o Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
o Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/ peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
o Prosedur tidak dirahasiakan.
o Dokumen medik harus lengkap.
 Abortus Provokatus Kriminalis

8
Abortus yang sengaja dilakukan dengan tanpa adanya indikasi medik
(ilegal) dan dilarang oleh hukum. Biasanya pengguguran dilakukan dengan
menggunakan alat-alat atau obat-obatan tertentu, atau dengan kekerasan
mekanik lokal.10,11
Kekerasan dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan
dari luar dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain, seperti
melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh, pemijatan/pengurutan perut bagian
bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada
serviks dan sebagainya. 10,11,12
Kekerasan dari dalam yaitu dengan melakukan manipulasi vagina atau
uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan
air sabun atau air panas pada porsio, aplikasi asam arsenik, kalium
permanganat pekat, atau jodium tinktur; pemasangan laminaria stift atau
kateter ke dalam serviks; atau manipulasi serviks dengan jari tangan.
Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau dengan
penyuntikan ke dalam uterus. 10,11,12
Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat
apa saja yang cukup panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau
penyemprotan cairan biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson
tipe syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air
biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara. 10,11,12
Obat / zat tertentu Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan
yang mengandung minyak eter tertentu yang dapat merangsang saluran cerna
hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus dan hormon
wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi mukosa uterus.
Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas
individu dankeadaan kandungannya (usia gestasi). 10,11,12
Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nanas
muda, bubuk beras dicampur lada hitam, dan lain-lain. Ada juga yang agak
beracun seperti garam logam berat, laksans dan lain-lain; atau bahan yang

9
beracun, seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan lain-
lain. Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin)
ternyata sangat efektif. Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika (aminopterin)
sebagai abortivum. 10,11,12
2.4 Metode Aborsi dan Efek Sampingnya
Trimester Pertama
 Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan
dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan
untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung
tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja
dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan
menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah,
cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol
yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian
dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya
rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang
terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat
terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari
janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi
yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.13
 Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa
untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong
berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding
rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak
dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan
rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode
D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim
(seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang

10
sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga
ke kandung kencing. 13

Keterangan gambar:
Alat kuret dimasukkan ke dalam rahim untuk mulai mengerok janin, ari-ari, dan air ketuban
dari rahim.

 PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini
menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk
secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat,
prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang
mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan
pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak
ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi,
kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian pada wanita
hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486. 13,14
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang
berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena
pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi
kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan
pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya
misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat
janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu

11
dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal
ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat
lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan
ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk
mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu
dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari
penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari
kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit
hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan
beberapa lainnya mengalami serangan jantung. Efek jangka panjang dari RU
486 belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa alasan yang dapat dipercaya
mengatakan bahwa RU 486 tidak saja mempengaruhi kehamilan yang sedang
berlangsung, tetapi juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu
kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung. 13,14
 Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini
disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan
pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir
asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan
pertumbuhan pesat trophoblastoid - selaput yang menyelubungi embrio yang
juga merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi
sebagai 'sistim penyanggah hidup' untuk janin yang sedang berkembang,
mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang
karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi
hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada
corpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna
untuk mencegah gagal rahim dan keguguran. 13,14,15
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang,
melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan
nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol

12
dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya
janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya
misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis
misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan
MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan
mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah
studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur
kapan saja - di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket,
dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik
aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan
janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi seringkali
enggan untuk memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah
racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat diprediksi. 13,14,15
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa
sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah
depresi sumsum tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan
sakit paru-paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan
keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa
kasus artritis dan psoriasis, "kematian pernah dilaporkan pada orang yang
menggunakan MTX", dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter
yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang terapi antimetabolik
saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter aborsi yang
menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan MTX
dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi
lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi
juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis
rendah. 13,14,15
Trimester Kedua
 Metode Dilatasi dan Evakuasi

13
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu.
Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit
(forsep) dengan ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini
dilakukan berulang-ulang hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim.
Karena pada usia kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras, maka
tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim. Jika
tidak berhati-hati dalam pengeluarannya, potongan tulang-tulang yang runcing
mungkin dapat menusuk dinding rahim dan menimbulkan luka rahim.
Pendarahan mungkin juga terjadi. Dr. Warren Hern dari Boulder, Colorado,
Amerika Serikat, seorang dokter aborsi yang sering melakukan D&E
mengatakan, hal ini sering membuat masalah bagi karyawan klinik dan
menimbulkan kekuatiran akan efek D&E pada wanita yang menjalani aborsi.
Dokter Hern juga melihat trauma yang terjadi pada para dokter yang
melakukan aborsi, ia mengatakan, "tidak dapat disangkal lagi, penghancuran
terjadi di depan mata kita sendiri. Penghancuran janin lewat forsep itu seperti
arus listrik." 13,14,15

Keterangan : Tang penjepit dan alat sedot tengah dimasukkan ke dalam rahim untuk
menghancurkan janin.

 Metode Racun Garam (Saline)


Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat
kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin.
Jarum disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air

14
ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang
sudah mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga
membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu
jam, janin akan mati. Kira-kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu
bekerja, si wanita hamil itu akan melahirkan anak yang telah mati dengan
kulit hitam karena terbakar. Kira-kira 97% dari wanita yang memilih aborsi
dengan cara ini melahirkan anaknya 72 jam setelah suntikan diberikan.
Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek samping pada wanita
pemakainya yang disebut "Konsumsi Koagulopati" (pembekuan darah yang
tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat
dan efek samping serius pada sistim syaraf sentral. Serangan jantung
mendadak, koma, atau kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline
lewat sistim pembuluh darah.

Keterangan : Jarum suntik ditusuk hingga mencapai air ketuban. Jarum ini
kemudian menyedot dari sedikit air ketuban keluar, lalu diganti dengan larutan
racun garam.
 Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa
dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan
biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin
agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi

15
sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan
janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang
sering ditemui adalah pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum
dalam aborsi pada trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari
perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna
metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim. 13,14,15
 Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh
tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke
dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan
janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk
hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih
dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam
keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan
secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan
prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak
luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi,
pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim. 13,14
 Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin
dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia
kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan
alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin
ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir
(kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu,
gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar
terjadi lubang yang cukup besar. Setela itu, kateter penyedot dimasukkan
untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari
dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
13,14,15

16
 Histerektomi (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika
cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan.
Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban
dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang
membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang
membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan
wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim. Dalam 2 tahun
pertama legalisasi aborsi di kota New York, tercatat 271,2 kematian per
100.000 kasus aborsi dengan cara ini. 13,14,15

2.5 Komplikasi Aborsi


Komplikasi yang dapat terjadi karena aborsi adalah16 :
1. Perdarahan (hemorrhage)
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu dilakukan pemberian transfusi darah. Bila terjadi perdarahan harus
cepat ditangani karena dapat menyebabkan kematian.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperrentrofleksi. Jika hal ini terjadi, maka perlu diamati bila ada tanda bahaya,
perlu segera dilakukan laparotomi. Dilakukan penjahitan luka perforasi atau
perlu histerektomi tergantung dari luas dan bentuk perforasi. Perforasi juga bisa
terjadi sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
4. Syok,
Pada abortus dapat disebabkan oleh:

17
- Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik
- Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik
5. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek
infeksi dan hipovolemik yang terjadi. Bentuk syok bakterial yang sangat berat
sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi
klostridium yang disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif, maka
gagal ginjal pasti terjadi.
2.6 Pembuktian Kasus Aborsi
Peranan dokter dalam pembuktian perkara aborsi ada 2 yaitu sebagai pembuat
visum et repertum dan sebagai saksi ahli. Untuk tujuan medikolegal abortus dapat
dikategorikan dalam 3 grup yaitu spontan, terapeutik, dan kriminalitas. Untuk dapat
membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat dari tindakan
abortus yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk:
1. Adanya kehamilan
2. Umur kehamilan
Dimana untuk abortus adalah terminasi kehamilan pada saat usia hamil < 22
minggu/20 minggu
3. Adanya hubungan sebab akibat antara abortus dengan kematian
4. Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan saat
kematian
5. Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus sesuai
dengan metode yang dipergunakan
6. Alasan atau motif untuk melakukan abortus itu sendiri

Pemeriksaan Korban Hidup


Pada pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter
adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara pengguguran
yang dilakukan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh Sp.OG. 17

18
Untuk menentukan tanda-tanda sisa kehamilan diusahakan melakukan
anamnesis secara teliti dan pemeriksaan fisik berupa adanya payudara yang
membesar dan pengeluaran ASI serta dijumpai adanya kolustrum pada pemeriksaan
laboratorium, Warna kehitaman disekitar payudara, uterus masih membesar, dijumpai
adanya striae, lochia dari vagina, dan perlukaan pada portio. 17
Untuk menentukan usaha penghentian kehamilan dilakukan pemeriksaan
toksikologi, pemeriksaan PA jaringan hasil aborsi atau sisa plasenta yang tertinggal
dirahim, luka, peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama, sisa
bahan abortivum. Pada masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA
untuk pemastian hubungan ibu dan janin. 17

Pemeriksaan Korban Mati


Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam
(autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada17:
a) Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk ini
diperiksa :
 Payudara secara makroskopis maupun mikroskopis
 Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik
 Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara
mikroskopik adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua
b) Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan
 Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan jalan
lahir
 Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril. Jika
digunakan zat kimia secara lokal maka pada liang senggama atau cavum
uteri dapat ditemukan zat-zat tersebut.
 Jika digunakan obat-obatan oral atau suntikan maka tentunya obat-obatan
tersebut akan dapat dilacak melalui pemeriksaan toksikologik.
c) Menentukan sebab kematian.

19
Dengan otopsi yang teliti disertai pemeriksaan penunjang maka dapat diketahui
penyebab kematiannya:
 Vagal refleks : Komplikasi ini terjadi karena adanya rangsangan pada
permukaan sebelah dalam dari canalis servikalis. Kematian khas terjadi di
meja operasi.
 Perdarahan : Terjadi karena robeknya vagina, serviks, atau uterus sehingga
menyebabkan perdarahan yang masif.
 Emboli udara : Komplikasi ini sering terjadi pada aborsi dengan alat
semprot. Dimana udara ikut masuk ke dalam pembukuh darah dan dapat
menyebabkan emboli udara pada arteri coronaria atau arteri otak. Kematian
terjadi dalam waktu 10 menit. Jumlah udara yang mematikan tergantung
dari banyak faktor. Udara sebanyak 10 mililiter saja sudah dapat
menyebabkan kematian, tetapi pernah ada laporan bahwa penderita dapat
sembuh sesudah mengalami emboli sebanyak 100 mililiter.
 Sepsis : Dapat terjadi karena alat-alat yang digunakan tidak steril, uterus
tidak bersih, dan robeknya usus besar.

2.7 Aborsi dalam Aspek Hukum


Pasal KUHP terkait pengguguran kandungan mengancam perilaku, antara
lain:18
 Perempuan yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh
orang lain melakukannya (KUHP pasal 346, hukuman maksimum 4 tahun)
 Seseorang yang menggugurkan kandungan perempuan tanpa seizinnya
(KUHP pasal 347, hukuman maksimum 12 tahun, jika perempuan tersebut
meninggal hukuman maksimum 15 tahun)
 Seseorang yang menggugurkan kandungan perempuan dengan seizin
perempuan tersebut. seizinnya (KUHP pasal 348, hukuman maksimum 5
tahun 6 bulan, jika perempuan tersebut meninggal hukuman maksimum 7
tahun)

20
 Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP
pasal 349, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan hak
pekerjaannya)
 Barangsiapa mempertunjukan alat/cara menggugurkan kandungan kepada
anak di bawah usia 7 tahun atau di bawah umur (KUHP pasal 283,
hukuman maksimum 9 bulan)
 Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seorang
perempuan dengan memberi harapan agar gugur kandungannya (KUHP
pasal 299, hukuman maksimum 4 tahun).
 Barangsiapa mempertunjukan secara terbuka alat/cara menggugurkan
kandungan (KUHP pasal 535, hukuman maksimum 3 bulan).
Undang-undang (UU) kesehatan yang mengatur aborsi yakni UU No. 36
tahun 2009 tercantum dalam pasal 75,76, dan 77:19
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

21
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan
norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan pemerintah yang menjelaskan tentang pengecualian


penyelenggaraan aborsi tercantum pada BAB IV Indikasi Kedaruratan Medis
dan Perkosaan sebagai Pengecualian Atas Larangan Abrosi dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 tentang kesehatan
reproduksi. BAB IV terdiri dari beberapa pasal yakni:20
Pasal 31 (Umum)
(1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis; atau
b. Kehamilan akibat pemerkosaan.
(2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia
(empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Pasal 32 (Indikasi Kedaruratan Medis)

22
(1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat
(1) huruf a meiputi:
a. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau
b. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk
yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
amupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan.
(2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.

Pasal 33
(1) Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2
(dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki
kompetensi dan kewenangan.
(3) Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana
dimaksud ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai standar.
(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan
kelayakan aborsi.

Pasal 34 (Indikasi Perkosaan)


(1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (1)
huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya
persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan:
a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang
dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan

23
b. Keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya
dugaan perkosaan.

Pasal 35 (Penyelenggaraan Aborsi)


(1) Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat
perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu dan bertanggung
jawab.
(2) Praktik aborsi yang aman, bermutu dan bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a. Dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b. Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat
yang ditetapkan oleh menteri;
c. Atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang
bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e. Tidak diskriminatif; dan
f. Tidak mengutamakan imbalan materi.
(3) Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan aborsi dapat
diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
(4) Dalam hal suami tidak dapat dihubungi, izin sebagaimana dimaksud
ayat (2) huruf d diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.

Pasal 36
(1) Dokter yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis
dan kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (2) huruf a harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara
pelatihan yang terakreditasi.
(2) Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan
anggota tim kelayakan aborsi atau dokter yang memberikan surat
keterangan usia kehamilan akibat perkosaan.

24
(3) Dalam hal di daerah tertentu jumlah dokter tidak mencukupi, dokter
sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berasal dari anggota tim
kelayakan aborsi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 37
(1) Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan
kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling.
(2) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konseling pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan
oleh konselor.
(3) Konseling pra tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan tujuan:
a. Menjajaki kebutuhan dari perempuan yang ingin melakukan
aborsi;
b. Menyampaikan dan menjelaskan kepada perempuan yang ingin
melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dapat atau tidak dapat
dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang;
c. Menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan
kemungkinan efek samping atau komplikasinya;
d. Membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi untuk
mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi atau
membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah
mendapatkan informasi mengenai aborsi; dan
e. Menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.
(4) Konseling pasca tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan tujuan:

25
a. Mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan
aborsi;
b. Membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah
menjalani aborsi;
c. Menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan
konseling lanjutan atau tindakan rujukan bila diperlukan; dan
d. Menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk
mencegah terjadinya kehamilan.

Pasal 38
(1) Dalam hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan
untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai
aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d atau
tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi
sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), korban perkosaan
dapat diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan.
(2) Anak yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diasuh oleh keluarga.
(3) Dalam hal keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak
untuk mengasuh anak yang dilahirkan dari korban perkosaan, anak
menjadi anak asuh yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39
(1) Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan
provinsi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan.
2.8 Aborsi dalam Aspek Agama
Beberapa pandangan agama tentang aborsi adalah sebagai berikut :

26
1. Islam
Dalam ensiklopedi hukum Islam, aborsi adalah pengakhiran kehamilan
sebelum masa gestasi (kehamilan) 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat
1.000 gram.Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-
akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar
kandungan. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa aborsi adalah
tindakan yang dimaksudkan secara sengaja untuk menggugurkan kandungan yang
belum cukup waktu untuk hidup. Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang
menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak
sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia.21,22
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka
seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya”. (QS. al-Maidah:32). “Dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan, kamilah yang akan memberi rezki
kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu
dosa yang besar”. ( QS al-Isro’: 31) “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar”.
(QS al –Isro’:33) .Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Islam memberikan landasan hukum
yang jelas bahwa kehidupan manusia itu suci sehingga harus dipelihara dan tidak
boleh dihancurkan (diakhiri) kecuali dilakukan karena suatu sebab atau alasan yang
benar, seperti dalam eksekusi hukuman mati, dalam perang atau dalam pembelaan
diri yang dibenarkan oleh syariat. Namun, Berikut ini akan dipaparkan beberapa
pandangan ulama-ulama fiqh mengenai aborsi.22
Yusuf Qardawi mengatakan bahwa pada umumnya, merujuk pada ketentuan
hukum Islam, praktik aborsi adalah dilarang dan merupakan kejahatan terhadap
makhluk hidup, oleh karena itu hukumannya sangat berat bagi siapa yang
melakukannya. Muhammad Mekki Naciri, menyatakan pula bahwa semua literatur
hukum Islam dari berbagai mazhab yang ada sepakat mengatakan aborsi itu haram,

27
karena merupakan perbuatan aniaya dan sama sekali tidak diperbolehkan, kecuali jika
aborsi didukung oleh alasan yang benar. Meskipun demikian, pendapat para ulama,
berkaitan dengan pendapat di atas, sangat beragam, khususnya dalam hal penentuan
kapankah diperbolehkan pengguguran kandungan dengan alasan yang dibenarkan
tersebut.23
Mazhab Hanafi membolehkan pengguguran kehamilan kandungan sebelum
kehamilan berusia 120 hari dengan alasan belum terjadi penciptaan. Pandangan
sebagian ulama lain dari mazhab ini hanya memperbolehkan sebelum kehamilan
berusia 80 hari dengan alasan penciptaan terjadi setelah memasuki tahap mudgah atau
janin mamasuki usia 40 hari kedua. Mayoritas ulama Hanabilah membolehkan
menggugurkan kandungan selama janin masih dalam bentuk segumpal darah
(‘alaqoh) karena belum berbentuk manusia. Syafi’iyyah melarang aborsi dengan
alasan karena kehidupan sudah mulai sejak konsepsi, diantaranya dikemukakan oleh
al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin. Beliau berpendapat aborsi adalah tindakan pidana
yang haram tanpa melihat apakah sudah ada ruh atau belum, karena kehidupan sudah
mulai sejak pertemuan antara air sperma dengan ovum di dalam rahim perempuan.
Jika sudah ditiupkan ruh pada janin, maka itu merupakan tindakan pidana yang sangat
keji, setingkat dengan pembunuhan dibawah bayi hidup. Namun al-Ghazali dalam
kitab al-Wajiz pendapatnya berbeda dengan tulisannya dalam al-Ihya, beliau
mengakui kebenaran pendapat bahwa aborsi dalam bentuk segumpal darah (‘alaqoh)
atau segumpal daging (mudghoh) tidak apa-apa karena belum terjadi penyawaan.24
Aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari hukumnya boleh
(ja'iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum
menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan
darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal
sebagai manusia. Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari
segi hukum dapat disamakan dengan 'azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya kehamilan. 'Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang
tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab cara ini merupakan
tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perempuan. Tindakan ini akan

28
mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel
telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur
yang tentunya tidak akan menimbulkan kehamilan. Rasulullah SAW telah
membolehkan 'azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai
tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak menginginkan
budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Lakukanlah 'azl
padanya jika kamu suka.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).24
Persoalan lain yang terus menerus menyertai perdebatan ulama berkaitan
dengan aborsi adalah mengenai batasan darurat, meskipun secara agama (syari’i)
sangat jelas, yaitu apapun yang dapat mengancam kebinasaan terhadap agama, jiwa,
akal, dan keturunan dan harta disebut darurat. Artinya, segala situasi dan kondisi
apapun yang dapat mengantarkan dan mengakibatkan pada rusaknya lima tersebut
dapat dilakukan, meskipun harus bertentangan dengan hal-hal yang dalam situasi
normal dilarang, misalnya memakan sesuatu yang dilarang untuk obat diperbolehkan.
Dalam hal ini, ketika dihadapkan pada dua kondisi yang sama-sama membahayakan,
maka dapat memilih salah satu kondisi yang tingkat bahayanya paling ringan,
sebagaimana kaidah fikih mengatakan yang lebih ringan diantara dua bahaya dapat
dilakukan demi menjaga yang lebih membahayakan. Kaidah-kaidah lain
menyebutkan : “Jika dihadapkan pada sebuah dilema yang sama-sama
membahayakan, maka ambillah resiko yang paling kecil dengan menghindari resiko
yang lebih besar. 24
Dengan demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan
janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan
bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan
janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: “Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya. (QS Al Maidah : 32). 21,24

29
Di samping itu, aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk
berobat. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali
menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR.
Ahmad). Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan: “Jika berkumpul dua
madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.
Berdasarkan kaidah ini, seorang perempuan dibolehkan menggugurkan
kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun
ini berarti membunuh janinnya. Memang menggugurkan kandungan adalah suatu
mafsadat, begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan
kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tidak diragukan lagi bahwa
menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada
menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan
keberadaan janin tersebut.21,24
Pertimbangan-pertimbangan tersebut sebagai dasar pembentukan hukum tidak
dapat dipisahkan dengan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan terhadap ibunya
karena ibu merupakan induk dari janin sehingga harus dipertahankan dan harus
dilindungi. Ibu telah memiliki tanggung jawab kemanusiaan terhadap keluarganya
maupun masyarakatnya. Sementara janin belum memiliki tanggung jawab apapun.
Dalam hal ini, sifatnya memang relatif sekali, tidak bisa digerenalisir secara kondisi
yang dianggap darurat dan maslahat seseorang belum tentu sama dengan kondisi
darurat dan maslahat bagi orang lain. Disamping itu, ada argumen klasik di kalangan
ulama bahwa pencegahan atau mendahulukan preventif lebih baik, karena dengan
memperbolehkan praktek aborsi akan memuluskan jalan bagi perzinahan dan
pergaulan bebas.
Perdebatan diantara ahli fiqh dalam hal aborsi tersebut berakar pada batas
kehidupan, sejak kapan sesungguhnya kehidupan itu dimulai. Bahasa yang digunakan
teks al-Quran sulit untuk diklarifikasi, hanya menyatakan sebelum tercipta atau
sebelum menjadi manusia (qabla takhalluq). Al-Quran menyebutkan proses
pentahapan penciptaan manusia terdiri dari nutfah, ‘alaqah dan mudgah, kemudian

30
Allah menjadikan makluk dalam bentuk lain, sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah Swt : “Sesungguhnya Kami telah menciptakaan manusia itu dari saripati tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu menjadi air mani yang tersimpan di tempat yang
aman dan kokoh. Dalam perkembangan selanjutnya, air mani itu Kami olah menjadi
segumpal darah, dan segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu
segumpal daging itu Kami olah menjadi tulang-belulang. Selanjutnya tulang belulang
itu Kami bungkus dengan daging, dan menjadi makhluk yang berbentuk lain dari
yang sebm sebelumnya. Maha Suci Allah Pencipta yang Paling Baik.” (Q.S. Al-
Mukminun;23:12-14). Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan secara tegas kapan
sesungguhnya kehidupan sebagai manusia dimulai, apakah sejak tersimpan dalam
rahim atau dalam istilah kedokteran sejak zigot melekat dalam endometrium sebagai
makhluk yang berbentuk lain dari yang sebelumnya (khalqan akhar). Mengenai batas
awal kehidupan manusia, kapan pada hakekatnya roh ditiupkan, dalam hadispun tidak
dijelaskan. Hanya disebutkan bahwa proses sperma (nutfah) berlangsung selama 40
hari pertama, empat puluh hari kedua segumpal darah (‘alaqah) dan empat puluh hari
ketiga berupa segumpal daging (mudghah), setelah itu baru ditiupkan ruh.24
Pandangan ahli fiqh yang membolehkan aborsi tersebut dalam realitas sosial
tidak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi perempuan yang tidak menghendaki
kehamilannya. Meskipun demikian, dalam konteks Indonesia, berdasarkan keputusan
Fatwa Musyawarah Nasional VI Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 1/MUNAS
VI/MUI/2000 tanggal 29 Juli 2000 ditetapkan: 1) Melakukan aborsi (pengguguran
janin) sesudah nafkh al-ruh (dihembuskan ruh) hukumnya adalah haram, kecuali jika
ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu; 2) Melakukan aborsi
sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah
haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam;
3) Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan
aborsi. Sebagaimana ahli fiqh pada umumnya, ketetapan MUI tersebut pada dasarnya
mengharamkan praktek aborsi, termasuk di dalamnya pihak-pihak yang ikut serta
melakukannya, membantu atau mengizinkan aborsi. Namun demikian terdapat
kebolehan aborsi apabila memenuhi beberapa unsur: Pertama, melakukan aborsi

31
sebelum ditiupkan ruh (nafkh al-ruh); kedua, melakukan aborsi sebelum ditiupkan
ruh, hanya boleh dilakukan apabila: (1) jika ada alasan medis, seperti untuk
menyelamatkan jiwa si ibu; dan (2) alasan yang lain yang dibolehkan syariat Islam.24
2. Kristen
Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas
pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.
“Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki
nyawa”
Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah
mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah
menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-
bangsa.”
Ayat – ayat lain yang berhubungan dengan abortus. Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos
12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22; Yes 7:14; Yes 44:2,24; Yes 46:3; Yes 49:1-2; Yes
53:6; Ayb 3:11-16; Ayb 10:8-12; Ef 1:4; Mat 25:34; Why 13:8; Why 17:8
Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
Keluaran 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka
tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga
keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka
pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya,
dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim. Tetapi jika perempuan itu
mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa
ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki,
lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.
Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.
Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini
sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia
dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus
dinyatakan di dalam dia…”

32
Ayat lain yang berhubungan dengan aborsi karena alasan janin cacat : Kis
17:25-29; Mzm 94:9; Rom 8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang
lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa
orang Moab yang sekarang. Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki,
dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 50:20; Rom 8:28
Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan. Apapun
alasannya.
Kel 1:15-17 ~ Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong
perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya:
“Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus
memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya,
tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup.” Tetapi bidan-bidan itu takut akan
Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan
membiarkan bayi-bayi itu hidup.
Ayat lain yang berhubungan dengan aborsi karena menyembunyikan aib : Yeh
16:20-21; Yer 32:35; Mzm 106:37-42 ; II Raj 16:3; 17:17 ; 21:6 ; Ul 12:31; 18:10-13;
Im 18:21, 24 dan 30
Anak-anak adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.
Kej 30:1-2 ~ Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub,
cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub: “Berikanlah
kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati.” Maka bangkitlah amarah Yakub
terhadap Rahel dan ia berkata:” Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi
engkau mengandung?”
Mzm 127:3-5 ~ Sesungguhnya, anak laki-laki adalah milik pusaka dari pada Tuhan,
dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan
pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang

33
telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan
mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.
Secara singkat di dalam Al Kitab dapat disimpulkan bahwa aborsi dalam bentuk dan
alasan apapun dilarang karena :
1. Apabila ada sperma dan ovum telah bertemu maka unsur kehidupan telah ada.
2. Abortus pada janin yang cacat tidak diperbolehkan karena Tuhan mempunyai
rencana lain pada hidup seorang manusia.
3. Anak adalah pemberian Tuhan.
4. Bila terjadi kasus pemerkosaan, diharapkan keluarga serta orang-orang terdekat
dapat memberi semangat.
5. Aborsi untuk menyembunyikan aib tidak dibenarkan.
3. Katolik
Hampir sama dengan pernyataan agama Kristen, dalam agama katolik aborsi juga
dilarang.
4. Hindu
Aborsi dalam teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa
karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh,
meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai
“menghilangkan nyawa” mendasari falsafah “atma” atau roh yang
sudah berada dan melekat
pada jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti
tubuh manusia. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan
menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hinduantara lain Rgveda 1.114.7
menyatakan : “Ma no mahantam uta ma no arbhakam” artinya : Janganlah
mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29 : “Anagohatya vai
bhima” artinya : Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvave da
X.1.29 : “Ma no gam asvam purusam vadhih” artinya : Jangan membunuh manusia
dan binatang.Dalam epos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup
3000 tahun dalam penderitaan karena asvatama telah membunuh semua bayi yang
ada dalam kandungan istri - istri keturaunan pandawa, serta mebuat istri – istri itu

34
mandul selamanya. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa agama hindu menolak praktik
aborsi.
5. Budha
Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran
kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.
Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup:
1. Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita
2. Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
3. Gandhabo paccuppatthito : adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam
siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti
citta), yang memiliki energi karma.
Dari penjelasan diatas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya
tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama
yaitu panatipata. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai
berikut:
1. Ada makhluk hidup (pano)
2. Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
3. Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
4. Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
5. Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah
terjadi pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma
maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung
pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku
saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang
sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan
mendapatkan akibat di kemudian hari, baik dalam kehidupan sekarang maupun yang
akan datang.
Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang
membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas

35
kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan
dilahirkan kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir,
umurnya tidaklah akan panjang".
Hendaknya kasus aborsi yang sering terjadi menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Bagi para remaja tidak menyalahartikan cinta sehingga tidak melakukan perbuatan
salah yang melanggar sila. Bagi pasangan yang sudah berumah tangga mengatur
kelahiran dengan program yang ada dan bagi pihak-pihak lain yang terkait tidak
mencari penghidupan dengan cara yang salah sehingga melanggar hukum, norma dan
ajaran agama.
2.9 Aborsi dalam Aspek Sosial
Kehamilan yang tidak diinginkan adalah penyebab perempuan ingin melakukan
aborsi. Sebuah penelitian di Kepolisian Resor kota Jayapura terkait faktor penyebab
terjadinya tindak pidana abortus dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan
eksternal, yang masing-masing terdiri dari:25
1. Faktor internal:
a. Belum ada kesiapan dari ibu. Hal ini banyak dialami pada ibu berusia
remaja atau masih berstatus pelajar, sehingga sang ibu tidak
menginginkan kehamilan tersebut.
b. Adanya perasaan malu dari sang ibu. Kehamilan yang terjadi diluar
hubungan pernikahan umumnya dipandang akan membawa aib dalam
keluarganya.
c. Perasaan takut diusir dari rumahnya, sehingga wanita yang hamil
biasanya nekat melakukan aborsi walaupun resikonya sangat besar
yaitu bisa menyebabkan kematian.
d. Ada perasaan bersalah kepada orang-orang terdekatnya, kebanyakan
kepada keluarganya.
2. Faktor eksternal:
a. Tidak ada pertanggungjawaban pihak laki-laki akibat melakukan
hubungan seksual secara bebas tanpa berpikir lebih jauh lagi.

36
b. Tidak dikehendaki oleh orang tua dari wanita hamil tersebut, sehingga
aborsi merupakan jalan terbaik dari pada membuat malu orang tua
wanita tersebut.
Aborsi provokatus memberikan berbagai dampak bagi pelakunya baik risiko
ekonomi, fisik, psikis, maupun sosial. Tingginya tingkat aborsi provokatus kriminalis
mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi sosial masyarakat karena dampak dari
aborsi itu sendiri mempengaruhi kondisi mental dan psikis individu, keluarga, dan
lingkungan yang bersangkutan. Dampak sosial yang bisa terjadi berupa pengucilan
dan rasa stress yang berkepanjangan apabila tindakan tersebut diketahui lingkungan
sekitar pelaku.26
Perempuan yang belum siap menghadapi kehamilan memutuskan untuk melakukan
aborsi karena beberapa alasan yang menimbulkan inisiatif untuk melakukan aborsi
provokatus kriminalis. Terlebih, nilai-nilai dalam lingkungan pertemanan yang
menganggap bahwa aborsi provokatus kriminalis ilegal adalah hal yang wajar
dilakukan apabila dalam kondisi terdesak, maka nilai-nilai tersebut akan dianut pula
dalam diri pelaku.26
Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin
memprihatinkan. Sampai saat ini, perilaku pengguguran kandungan banyak
menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada masyarakat luas. Hal
ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan
bangsa. Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi, semua pihak dihadapkan
pada pertentangan baik secara moral dan kemasyarakatan maupun secara agama dan
hukum.27
Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang
harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan,
hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang
mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak
yang dilahirkan dalam kondisi dan lingkungan seperti ini lambat-laun memiliki
kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang
normal, kurang mendapat perlindungan dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan

37
oleh anak yang tumbuh dalam lingkungan yang wajar, dan tidak tertutup
kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.27

38
BAB III
Kesimpulan
Aborsi dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (aborsi provokatus)
maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti
bukan karena perbuatan manusia (aborsi spontaneus). Aborsi yang terjadi karena
perbuatan manusia dapat terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya
karena wanita yang hamil menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa
wanita tersebut maka kandungannya harus digugurkan (aborsi provokatus
therapeutics atau bisa disebut aborsi terapeutik). Di samping itu terdapat juga karena
alasan-alasan lain yang tidak dibenarkan oleh hukum (aborsi provokatus criminalis
atau disebut aborsi kriminalis). Definisi aborsi sendiri dapat dibedakan berdasarkan
secara umum, hukum, medis, kedokteran forensik dan medikolegal). Insidens aborsi
sukar ditentukan karena aborsi buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi
komplikasi.
Metode aborsi terdiri dari banyak cara, antara lain: dengan obat-obatan,
kekerasan mekanik, dan operasi medis. Metode aborsi tersebut dilakukan berdasarkan
usia janin yang akan diaborsi. Aborsi dapat menimbulkan berbagai komplikasi
terhadap pelakunya. Berbagai komplikasi tersebut antara lain : perdarahan, infeksi,
emboli, sepsis, bahkan dapat berujung kematian. Pemeriksaan pada kasus abortus
provokatus kriminalis dapat dilakukan pada korban hidup ataupun korban meninggal.
Pemeriksaan tersebut dapat berupa: pemeriksaan tanda-tanda kehamilan, pemeriksaan
alat genitalia interna, pemeriksaan mikroskopis/PA, pemeriksaan dalam, tes emboli
udara, dan lain sebagainya.
Peraturan yang berkaitan dengan aborsi provokatus kriminalis diatur dalam
KUHP, yaitu pasal 299, 346,347,348, 349 KUHP. Sedangkan untuk aborsi
provokatus terapeutik atas indikasi medis diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3).

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB XA :


Hak Asasi Manusia Pasal 28A tentang Setiap orang berhak untuk hidup.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Jakarta. 2002
2. Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (Edisi
Pertama). Jakarta. Binarupa Aksara
3. Chadha, PV. Abortus dalam Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan
Toksikologik. 1995. Jakarta : Widya Medika. 91 – 9.
4. SDKI. (2002).Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002.Jakarta : Badan Pusat Statistik
5. Taufan Nugroho. Kasus Emergency Kebidanan.Nuha Medika Yogyakarta
2010.
6. Masrudi Muchtar. Bidan dan Dinamika Hukum Kesehatan Reproduksi Di
Indonesia. CV. Aswaja Pressindo. Yogyakarta 2014.
7. Susanti R, Manela C, Hidayat T. Modul Kedokteran Forensik. FK Universitas
Andalas : 2019
8. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
9. Azhari. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Palembang:
Bagian Obstetri danGinekologi FK UNSRI.
10. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 246.
11. Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC, 604-
605.
12. Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC, 447-
449.
13. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http
://www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/ 2003/gendervaw 02. htm, accessed on
may 2, 2004

40
14. Pradono, Julianty et al. Pengguguran yang Tidak Aman di Indonesia, SDKI
1997. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Volume 5 Edisi I-2001. hal. 14-
19Adami Chazawi. 2002. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta.
Raja Grafindo Persada
15. World Health Organization.Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates
of Incidence of and Mortality due to Unsafe Abortion with a Listing of
Available Country Data. Third Edition. Geneva: Division of Reproductive
Health (Technical Support) WHO, 1998.
16. Cunningham, Gary, F. dkk. 2006. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC,
951-964. ( komplikasi abortus)
17. Apuranto, H dan Hoediyanto. 2006. Ilmu Kedokteran Forensik Dan
Medikolegal. Surabaya: Bag. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran UNAIR (pembuktian kasus)
18. Christ, T. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. 2014. Jakarta: Media
Aeskulapius.
19. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi. 2014. Jakarta: Sekretariat Negara.
20. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. 2009. Jakarta: Sekretariat Negara.
21. Dewan redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Ikhtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, 1994.
22. Abu Fadl Mohsin Ibrahim, Biomatical Issues, islamic Perspectif, Terj. Aborsi,
Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan, Mizan, Jakarta, 156
23. Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema
Insani Press, Jakarta , h. 127-12
24. Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, h. 81;
M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, h. 57; CholilUman, 1994, Agama Menjawab
Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, h. 91-93; Mahjuddin, 1990,

41
Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa
Kini, h.77-79
25. Ariyanto. Abortus provocatus bagi korban pemerkosaan ditinjau dari
perspektif penegakan hukum pidana di wilayah Kota Jayapura. Legal
Pluralism. 2014;4(1):77-101
26. Ridwan, R, Prawitasari, S, Prawirodiharjo, L. Interaksi sosial dalam kejadian
abortus provokatus kriminalis di kabupaten Bulukumba provinsi Sulawesi
Selatan. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 2016;3(3):149-54
27. Langie, YN. Tinjauan yuridis atas aborsi di Indonesia (Studi kasus di kota
Manado). Lex et Societatis. 2014;2(2):51-61

42

Anda mungkin juga menyukai