Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ansietas
1. Pengertian
Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara
subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).
Menurut Videbeck (2008) ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ansietas adalah suatu keadaan emosional yang tidak
menyenangkan yang ditandai oleh rasa takut serta gejala fisik yang menegangkan
serta tidak diinginkan. Gejala tersebut merupakan respons terhadap stres yang normal
dan sesuai, tetapi menjadi patologis bila tidak sesuai dengan tingkat keparahan stres,
berlanjut setelah streso menghilang, atau terjadi tanpa adanya stressor eksternal
(Craig, 2009).

2. Faktor yang mendukung terjadinya ansietas


a. Faktor predisposisi
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping yang dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas menurut
Stuart & Laraia (2005), yaitu :
1) Faktor biologik, menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.
Penghambat asam antinobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin
menaikkan peran utama dalam mekanisme koping berhubungan dengan
ansietas.
2) Faktor perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3) Faktor keluarga, anisetas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan gangguan
kecemasan dengan depresi.
4) Faktor interpersonal, bahwa ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama
mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
5) Faktor psikoanalitik, anietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan implus
primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau Aku,
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi
ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Faktor presipitasi
Menurut Stuart & Laraia (2005), stressor pencetus kecemasan mungkin berasal
dari sumber internal maupun eksternal. Stressor dapat dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu:
1) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri, dan fungsi sosial yang terinterograsi dalam diri seseorang. UN
adalah ujian yang menentukan kelulusan siswa. Banyaknya harapan yang
ditujukan pada para siswa dan juga tuntutan agar memiliki nilai di atas standar
dapat menjadi sumber stres pada siswa. Melihat kenyataan yang terjadi bahwa
masih terdapat siswa yang tidak lulus ujian, tidak mengikuti ujian karena
mengalami stres, bahkan yang lebih tragis lagi terdapat siswa yang bunuh diri
karena gagal dalam ujian, tampak bahwa UN dapat menjadi ancaman
tersendiri bagi seorang siswa (Hindun, 2007).
2) Integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan
datang dan menurunnnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari.

c. Penilaian siswa terhadap ujian nasional


Ujian Nasional menimbulkan tekanan dan ansietas pada diri siswa. Bagi mereka
yang gagal dalam Ujian Nasional sering dihinggapi rasa tidak berdaya, malu,
stres, bahkan sampai berujung pada kasus yang dramatis seperti percobaan bunuh
diri. Jumlah kasus ini meningkat signifikan pada masa menghadapi
dilaksanakannya ujian nasional dan setelah hasil ujian nasional diumumkan. Ujian
Nasional bagi sebagian siswa sering dirasakan sebagai stressor yang dapat
menimbulkan ansietas Purwanto (2007 dalam Prawitasari, 2012).
Banyak faktor yang menyebabkan ansietas bagi para siswa antara lain adalah
bahan ujian yang terlalu banyak (meliputi materi kelas 1, 2, dan 3 SMA), tidak
mampu menguasai materi, sulitnya soal-soal yang keluar pada saat UN, standar
nilai kelulusan yang tinggi dan selalu meningkat setiap tahunnya, banyaknya mata
pelajaran yang diujikan, hasil ujian jelek, takut tidak lulus karena merupakan salah
satu penentu kelulusan, dan jika tidak lulus maka secara psikis siswa yang tidak
lulus akan dihinggapi rasa malu, rendah diri, serta akan menghambat kelanjutan
pendidikan. Perasaan ansietas merupakan bentuk beban yang timbul pada mental
dan psikis siswa dalam menghadapi UN. Jika perasaan ini terus dirasakan oleh
siswa selama dan sampai berlangsungnya UN, maka akan mempengaruhi dan
menghambat siswa dalam mengerjakan soal-soal ujian, sehingga akan
mempengaruhi pula pada hasil ujian (Andrianto, 2009).

Salah satu upaya dari Pemerintah untuk memajukan pendidikan dan meningkatkan
kualitas pendidikan Indonesia adalah dengan melalui UN. Ujian Nasional
merupakan ujian akhir untuk penentuan kelulusan pada tingkat pendidikan. Setiap
tahun standar UN selalu meningkat, bobot soal yang cukup sulit, dan jumlah mata
pelajaran yang bertambah sejak tahun 2008 membuat para siswa semakin cemas.
Hal ini membuat situasi menghadapi Ujian Nasional menjadi menegang dan
banyak siswa yang mengalami ansietas, depresi dan ketakutan. Siswa mengalami
ansietas jika mereka tidak mampu mencapai standar kelulusan yang telah
ditetapkan (Rini, 2013).

Beberapa hasil penelitian tentang ansietas menghadapi UN, siswa menilai ansietas
yang dihadapi ketika mengahadapi ujian disebabkan oleh perasaan bahwa ia tidak
akan bisa menghadapi dan menyelesaikan ujian dengan baik, perasaan was-was
dan terfokus pada konsekuensi buruk yang sebenarnya tidak ia inginkan. Siswa
menganggap bahwa ujian yang akan dihadapinya begitu sulit, mengancam dan
menantang, perasan gagal yang terus terbayang-bayang dan kehilangan
kepercayaan diri ketika kegagalan itu benar-benar terjadi (Andrianto, 2009).
Penelitian lain menyebutkan bahwa dietahui 61,30 persen responden memiliki
kecemasan rendah dan hanya 2,40 persen responden memiliki kecemasan tinggi.
Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa memiliki ansietas rendah
dalam menghadapi UN. Kemungkinan besar siswa beranggapan bahwa tidak
menganggap UN sebagai suatu hal yang sulit, mengancam dan menentang dirinya,
sehingga UN tidak berpengaruh terhadap ansietas yang dialami siswa (Agustiar,
2013)

d. Sumber koping
Menurut Stuart & Sundeen (1997, diacu dalam Suliswati, 2005), individu akan
menanggulangi ansietas dengan menggunakan sumber koping personality,
ekonomi/materi, sistem nilai, dukungan sosial, dan spiritual. Penelitian yang
dilakukan oleh Ratih (2012) tentang hubungan tingkat kecemasan terhadap koping
siswa dalam menghadapi UN, hasil penelitian menunjukkan bahwa koping yang
dipilih setiap individu sangat berbeda tergantung jenis masalah dan lamanya
masalah itu terjadi. Siswa yang mengalami kecemasan tinggi masih menggunakan
koping adaptif, karena dengan koping adaptif masalah tersebut akan terselesaikan
dengan baik. Mekanisme koping yang digunakan oleh siswa untuk mengatasi
masalah kecemasan dalam menghadapi ujian nasional adalah meningkatkan
frekuensi kegiatan ibadah (sholat, berdoa, dan zikir) dan melakukan aktivitas yang
digemari (main game, jalan-jalan, dan olah raga). Sumber pendukung yang
dimiliki siswa adalah orang tua, teman di sekolah dan di luar sekolah, serta guru.
Sedangkan hambatan bagi siswa dalam mengatasi masalah ansietas adalah rasa
malas, sulit konsentrasi saat belajar, suasana belajar yang kurang kondusif,
fasilitas yang kurang memadai serta karakter guru yang tidak sesuai dengan
harapan siswa.

e. Mekanisme koping
Mekanisme koping menurut Bell (1996, dalam Rasmun, 2004) meliputi:
1) Mekanisme koping yang destruktif (mal adaptif)
Adalah suatu keadaan dimana individu mempunyai pengalaman atau
mengalami keadaan yang beresiko tinggi suatu ketidakmampuan untuk
mengatasi stressor. Koping maladaptif menggambarkan individu yang
mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap kejadian-kejadian yang
sangat menekan (Carpenito, 2001). Karakteristik koping maladaptif yaitu:
menyatakan tidak mampu, tidak mampu menyelesaikan masalah secara
efektif, perasaan lemas, takut, gangguan fisiologis, adanya stress kehidupan
dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
2) Mekanisme koping yang konstruktif (adaptif)
Merupakan suatu kejadian dimana individu dapat mengatur berbagai tugas
mempertahankan konsep diri, mempertahankan hubungan dengan orang lain
dan mempertahankan emosi serta pengaturan stress (Carpenito, 2000).
Karakteristik mekanisme koping adaptif yaitu: dapat menceritakan secara
verbal tentang perasaan, mengembangkan tujuan yang realistis, dapat
mengidentifikasi sumber koping, dapat mengembangkan mekanisme koping
yang efektif, memilih strategi yang tepat, dan menerima dukungan.

3. Tingkat ansietas
Tingkat ansietas menurut Stuart & Laraia (2005), dalam buku asuhan keperawatan
jiwa dibagi menjadi 4, yaitu:
a. Ansietas ringan
Ansietas ringan merupakan hal yang paling mendasar dan bersifat ringan yang
dialami seseorang. Ansietas yang berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga menyebabkan seseorang akan menjadi waspada
terhadap persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitasnya. Gejala atau respon dari ansietas ringan dapat
berupa muka berkerut, nafas pendek, tremor halus pada tangan, tidak dapat duduk
dengan tenang, tidak dapat berkonsentrasi terhadap masalah, tekanan darah naik.
b. Ansietas sedang
Ansietas dalam kategori sedang dapat memungkinkan individu untuk
mengesampingkan yang lain yang memusatkan pada hal yang penting. Sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah. Respon ansietas ini dapat berupa anoreksia, perasaan tidak
enak, lapang pandang menyempit, gelisah, insomnia, tekanan darah meningkat.
c. Ansietas berat
Individu cenderung memfokuskan pada sesuatu yang spesifik dan tidak dapat
memikirkan hal lain sehingga dapat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu
memerlukan banyak pengarahan dari pihak lain untuk berfokus pada area yang lain
dan semua perilaku individu dipusatkan untuk mengurangi ketegangan. Respon
ansietas ini dapat berupa sakit kepala, perasaan ancaman meningkat, tekanan darah
dan nadi meningkat, tidak mampu menyelesaikan masalah, verbalitas, nafas
pendek, berkeringat, ketegangan, penglihatan kabur, lapang pandang persepsi
sangat sempit.
d. Panik
Panik menyebabkan individu menjadi disorganisasi kepribadian dan terjadi
peningkatan aktifitas motorik karena mengalami kehilangan kendali sehingga tidak
mampu mengontrol diri dan tidak mampu melakukan suatu kegiatan walaupun
dengan adanya pengarahan. Tingkat panik berhubungan dengan ketakutan, teror
dan terperangah. Respon dari ansietas ini dapat berupa ketakutan, marah, rasa
tercekik, sakit dada, pucat disertai hipotensi, persepsi kacau, berteriak-teriak, nafas
pendek.

4. Faktor yang mendukung ansietas siswa menghadapi ujian nasional


Ansietas dapat dialami oleh siapapun dan dimanapun, termasuk juga oleh siswa di
sekolah. Ansietas sangat berkaitan dengan prestasi siswa di sekolah termasuk
keberhasilan dalam menempuh ujian. Apabila ansietas itu berlebihan, karena terlalu
banyaknya tekanan baik dari dalam diri dan maupun dari luar maka ansietas akan
berdampak negatif terhadap kesiapan mereka menghadapi ujian (Khaerudin, 2009).

Faktor-faktor pemicu timbulnya ansietas pada siswa dapat diklarifikasikan menjadi


tiga yaitu: faktor kurikulum, faktor guru dan faktor manajemen sekolah (Sudrajat
2008). Tidak efektifnya pembelajaran pada siswa adalah salah satu faktor yang
menyebabkan ansietas dalam menghadapi UN. Taraf ansietas siswa yang tinggi
semakin diperkuat dengan rendahnya nilai yang diperoleh dalam menghadapi ujian,
dan semakin menguatkan ketidaklulusan pada siswa. Banyak penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa kegagalan siswa dalam menghadapai ujian disebabkan oleh
berbagai hal seperti, kurang menguasai materi, situasi ujian yang terkadang membuat
kecemasan siswa tinggi, kondisi pada saat menghadapi ujian kurang memungkinkan
(Andrianto, 2009).
Adapun faktor pendukung lain yang menyebabkan ansietas siswa adalah tuntutan
yang besar dan berlebihan terhadap kemampuan akademik yang semata-mata melihat
dari hasil akademik saja, sedangkan siswa tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut
sehingga siwa mengalami ansietas (Amwalina, 2006).

B. Dukungan sosial
1. Pengertian
Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.
Taylor (2003) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi yang diterima orang
lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dan bernilai dan merupakan
bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua,
suami, atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan
komunitas. Dukungan sosial adalah pertukaran interpersonal dimana seorang individu
memberikan bantuan pada individu lain (Taylor, Peplau & Sears 2000).

2. Bentuk dukungan sosial


Menurut Sarafino (2002), ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu:
a. Dukungan emosional
Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin kepada
seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman,
tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres,
memberi bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada
orang yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun
perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu
dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima
dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai.
Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika individu mengalami stres karena
tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya.
c. Dukungan instrumental
Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan, yaitu dukungan
yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau
meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas orang yang sedang stres.
d. Dukungan informasi
Orang-orang yang berada di sekitar individu akan memberikan dukungan
informasi dengan cara menyarankan beberapa pilihan tindakan yang dapat
dilakukan individu dalam mengatasi masalah yang membuatnya stres. Terdiri dari
nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaiman individu melakukan
sesuatu. Misalnya individu mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana
mencegah penyakitnya kambuh lagi.
e. Dukungan kelompok
Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya
merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat saling
berbagi. Misalnya menemani orang yang sedang stres ketika beristirahat atau
berekreasi.

3. Dukungan siswa menghadapi ujian nasional


Ujian Nasional bagi sebagian siswa sering dirasakan sebagai stressor yang dapat
menimbulkan ansietas. Ansietas yang timbul pada saat UN diperkirakan dapat
mengganggu konsentrasi dan kemampuan dalam berpikir serta bertindak saat ujian.
Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap hasil yang dicapai pada saat ujian
tersebut Purwanto (2007 dalam Prawitasari, 2012).

Sistem dukungan sering kali diperlukan untuk bertahan terhadap kecemasan, salah
satu yang dibutuhkan siswa, selain belajar yang lebih intensif, adalah adanya
dukungan sosial untuk mengurangi ansietas yang dihadapinya (Santrock, 2003).
Keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain, terutama dengan keluarga dan
teman secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap ansietas
dalam kehidupan remaja. Pada penelitian yang dilakukannya, menemukan bahwa
teman sebaya adalah sumber utama dukungan yang menyeluruh bagi remaja
(Santrock, 2003). Sebagai remaja, mereka dapat memperoleh dukungan sosial dari
berbagai sumber, seperti dari keluarga, guru, orang tua, pasangan, sahabat, dan teman
sebayanya.
Hasil penelitian terkait yang dilakukan oleh Hindun (2007) membuktikan bahwa ada
hubungan yang negatif dan signifikan antara dukungan sosial dengan stres pada siswa
menghadapi UN. Artinya semakin tinggi dukungn yang diterima atau dirasakan siswa,
maka tingkat stres yang dirasakan oleh siswa semakin rendah, dan semakin tinggi
tingkat stres yang dialami siswa menghadapi UN. Hasil dari penelitian yang dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya hubungan yang negatif antara dukungan
sosial dan stres menghadapi UN. Siswa akan merasa tingkat stresnya berkurang
apabila dukungan tersebut datang dari orang-orang terdekat. Sebaliknya bila siswa
kurang mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat maka tingkat stres dan
beban siswa akan menjadi lebih berat.

Dukungan sosial mampu menolong individu mengurangi pengaruh yang merugikan


dan dapat mempertahankan diri dari pengaruh negatif stressor. Individu dengan
dukungan sosial tinggi memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang
lebih tinggi, serta pandangan hidup yang lebih positif dibandingkan dengan individu
yang memiliki dukungan sosial yang lebih rendah. Siswa dengan harga diri yang
tinggi cenderung memiliki rasa kepercayaan diri serta keyakinan diri bahwa mereka
mampu menguasai situasi dan memberikan hasil yang positif, dalam hal ini adalah
keyakinan diri dalam menghadapi UN. Keadaan ini akan membantu siswa dalam
mereduksi ansietas yang mereka rasakan menghadapi UN Hindun (2007).
C. Kerangka Teori

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor biologik
b. Faktor perilaku
c. Faktor keluarga
d. Faktor interpersonal
e. Faktor psikoanalitik

2. Faktor Presipitasi
a. Ancaman terhadap sistem diri
b. Integritas diri

3. Penilaian Siswa Terhadap Ujian Nasional


a. Ujian Nasional dinilai sebagian siswa
sering dirasakan sebagai stressor yang
dapat menimbulkan ansietas Purwanto
(2007 dalam Prawitasari 2012)
b. Ujian Nasional tidak dianggap siswa
sebagai suatu hal yang sulit,dan
mengancam dirinya sehingga UN tidak
mempengaruhi tingkat ansietas mereka
Ansietas siswa
Agustiar (2013).
menghadapi
4. Sumber Koping Stuart & Sundeen (1997,
UN
dalam Suliswati, 2005):
a. Personal ability
b. Material assets
c. Positive believe
d. Sosial support
1) Dukungan emosional
2) Dukungan penghargaan
3) Dukungan instrumental
4) Dukungan informasional
5) Dukungan kelompok
e. Spiritual

5. Mekanisme Koping Bell (1996, dalam


Rasmun, 2004):
a. Mekanisme koping destruktif (mal
adaptif).
b. Mekanisme koping konstruktif (adaptif).

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber : Purwanto (2007 dalam Prawitasari 2012); Agustiar (2013); Stuart & Sundeen
(1997, dalam Suliswati, 2005); Bell (1996, dalam Rasmun, 2004).

D. Kerangka konsep

Ansietas siswa
Dukungan Sosial
menghadapi UN
Bagan 2.2 Kerangka Konsep

E. Variabel penelitian
1. Varibel bebas : Dukungan Sosial
2. Variabel terikat : Ansietas siswa menghadapi UN

F. Hipotesis
Ada hubungan antara dukungan sosial terhadap ansietas menghadapi Ujian Nasional di
SMA Negeri 15 Semarang.

Anda mungkin juga menyukai