Anda di halaman 1dari 18

Bab 5

Good Corporate Governance (GCG)

Kelompok :
- Valda B / 115160156
- Claudia / 115160164
- Rudy F / 115160199
- Dennis W / 115160200
- Welly / 115160272
- Ryan S / 115160274
LATAR BELAKANG MUNCUL NYA GCG
Mulai populernya istilah "tata kelola perusahaan yang baik" atau lebih dikenal dengan istilah
good corporate governance, tidak lepas dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa
perusahaan - perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika
Serikat.

Runtuhnya Sistem Ekonomi Komunis mejelang akhir abad ke-20, menjadikan Sistem
Ekonomi Kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh
dunia. Sistem Ekonomi Kapitalis ini makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan
perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh negera-negara maju penganut sistem
ekonomi kapitalis. Ciri umum sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan
kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/sektor swasta.

Pola krisis di Indonesia-sebagaimana juga di beberapa negara Asia lainnya sekitar tahun 1997
diawali oleh para spekulan mata asing sehingga memberikan tekanan berat pada mata uang
lokal di beberapa negera di Asia. Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang lokal,
naikknya suku bunga bank, meningkatnya kredit macet, dan anjloknya indeks harga saham
(I.P.G. Ary Suta dan Soebowo Musa, 2004). Sebelum krisis, perusahaan-perusahaan besar di
Indonesia mendomisasi pinjaman ke bank dalam valuta asing sehingga pada terjadinya krisis
pada tahun 1997 perusahaan-perusahaan tersebut mengalamai kebangkurat atau kesulitan
keuangan karena utang yang menggelembung akibat dari bunga bank yang meningkat dan
anjloknya nilai rupiah. Hal ini menimbulkan efek donomi dengan hancurnya sistem
perbankan di Indonesia pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang
sangat kompleks.

Beberapa perusahaan yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan
usahannya akibat adanya praktik tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate
governance), antara lain : PT. Indorayon, PT Lapindo Brantas, PT Dirgantara Indonesia, dan
bank-bank ini harus melakukan mergerBank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang
Negara (BDN) , Bank Bumi Daya - (BBD), Bank Export- Import- Bank Exim).

Pada intinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan pada tata kelola perusahaan
yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahaan yang buruk pula (bad
government governance) sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme.

Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga
terjadi di negara superpower Amerika Serikat (AS). Bahkan, yang menimpa AS terjadi secara
bergelombang dalam kurun waktu yang relatif singkat. Sama seperti di Indonesia, Kasus yang
terjadi di AS juga disebabkan oleh lemanya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan
kebangkrutan perusahaan terjadi pada sekitar awal tahun 2000-an menimpa perusahaan-
perusahaan raksana, seperti : Enron, Tyco, Adelphia, Global Crossing, Williams
Technologies Companies, WorldCom, Dynegy, JP Morgan, Chase, Citicorp, AOL,
TimeWarner, dan Lucent Technologies (Tuanakotta, 2007).

Akibat dari berbagai praktik tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahaan-perusahaan
besar ini bukan saja telah menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia tetapi juga memengaruhi
perekenomian AS dan dunia. Untuk mengatasi krisis global pertama pada awal tahun 2000-
an, pemerintah AS bertindak cepat untuk meredam kepanikan para investor dengan
mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley Act of 2002.
Undang-undang ini berisi penataan kembali Akuntansi Perusahaan Publik, tata kelola
perusahaan, dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, Undang-Undang ini
menjadi acual awal dalam menjabarkan dan menegakkan GCG, baik di AS maupun di
Indonesia.

PENGERTIAN GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)


Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry,
misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report –
mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah
prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan
antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya
kepada para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain
yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara
mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan
istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara
manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan
di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu
memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait
dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-
nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.

Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara


harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks
GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini,
bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu.
Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola
perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian
untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris,
Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan
yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan
aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
pengukuran kinerjanya.

1. Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)


2. Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat aturan, termasuk prinsip dan
nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat
3. Tujuan - Meningkatkan kinerja organisasi
- Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
- Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang
signifikan dalam pengelolaan organisasi
- Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak
dirugikan
4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang,
dan tanggung jawab :
- Dalam arti sempit : antar pemilik/pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi
- Dalam arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan

Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya
diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui
konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan
komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan
tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan
meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

Prinsip- prinsip GCG

Prinsip- prinsip OECD (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mencakup lima bidang utama, yaitu:

- Hak-hak para pemegang saham dan perlindungannya

- Peran para karyawan dan pihak yang berkepentingan lainnya

- Pengungkapan yang akurat dan tepat waktu

- Transparasi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan

- Tanggung jawab dewan (maksudnya Dewan Komesaris dan Direksi) terhadap


perusahaan, pemegang saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

Secara ringkas prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness)


b. Transparansi (transparency)
c. Akuntabilitas (accountability)
d. Responsibilitas (responsibility)
Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mentri Negara
BUMN juga mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan
GCG (Tjager dkk., 2003). Ada Lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu:

a. Kewajaran (fairness)
b. Transparansi
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kemandirian

Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh NCG hampir sama dengan yang diungkapkan oleh
Menteri Negara BUMN. Penjelasan singkat atas masing-masing prinsip yang telah
dikemukakan dapat diberikan sebagai berikut:

a. Perlakuan yang setara (fairness) merupakan prinsip agar para pengelola


memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik
pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal).
b. Prinsip transparasi (disebut juga prinsip keterbukaan), artinya kewajiban bagi
para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan
dan penyampaian informasi.
c. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk
membina system akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
(financial statements) yang dapat dipercaya.
d. Prinsip responsibilitas (lebih sering disebut prinsip tanggung jawab) adalah
prinsip dimana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua
tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan
sebagai wujud kepercayaan yang diberika kepadanya.
e. Kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu
keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari
tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.
Manfaat GCG

Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal di AS adalah buruknya
kinerja perusahaan – perusahaan besar yang sebagain besar merupakan perusahaan public
yang telat terdaftar di bursa. Buruknya kinerja ini disebabkan oleh berbagai praktik
kecurangan yang dilakukan oleh para eksekutif perusahaan-perusahaan tersebut.

Ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:

1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh Mc Kinsey & company


menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan
terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola
perusahaan.
3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal-
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, system ini dapat
menjadi dasar bagi berkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan
lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
5. Secara teoritis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari
penerapan GCG adalah:

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.


2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan
terhadap perusahaan.
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
CGC DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA

Kegiatan perseroan di Indonesia didasarkan atas payung hukum undang undang nomor 1
tahun 1995 tentang perseroan terbatas. Namun undang undang ini kemudian dicabut dan
diganti dengan undang undang nomor 40 tahun 2007. sebagaimanar dalam pasal 1 ayat 1 UU
nomer 40 tahun 2007 yang dimaksud dengan perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal,didirikan berdasarkan perjanjian,melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang Undang ini serta peraturan pelaksanannya.

Namun, ada beberapa ketentuan baru yang disempurnakan yaitu :

1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi


informasi yang ada, seperti : telekonferensi, video konferensi, atau sarana
media elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status
badan hukum dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan.
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab direksi dan
dewan komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independen dan
komisaris utusan.
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.

Undang-Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 juga mengatur tentang


mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata
cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dan organ minimal yang harus ada dalam
perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), direksi, dan Dewan Komisaris.

Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:
Ayat 4 Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah
Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseoran yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di
dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Ayat 6 Dewan komisaris adalan Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasehat kepada direksi.

ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN CGC

Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah di atur dalam undang undang perseroan
terbatas nomor 40 tahun 2007 dan selanjutnya di tuangkan kembali di alam anggaran dasar
perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata
kelolan perusahaan yang sehat. Hal ini karena sifat undang undang hanya mengatur ketentuan
ketentuan secara garis besar saja sehingga pasti ada ketentuan ketentuan dalam undang
undang yang memerlukan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis lebih lanjut dalam
bentuk peraturan atau pedoman yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang
serta institusi atau organisasi yang terkait.

Indra surya dan ivan yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat
tambahan untuk melengkapi penerapan gcg,yaitu:
1. Komisaris independen
2. Direktur independen
3. Komite audit
4. Sekretaris perusahaan

Komisaris dan direktur independen


Istilah independen sering diartikan sebagai merdeka,bebas,titak memihak, tidak dalam pihak
tertentu,netral,objektif,punya integritas,dan tidak dalam posisi konflik kepentingan.
Pindah surya dan ivan yustiavandana (2006) mengungkapkan apa yang di maksud dengan
independen, ada dua pengertian:

Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili
pemegeang saham independen(pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur dalam
undang undang perseroan, anggota direksi dan komisaris di angkat dan di berhentikan oleh
RUPS, sedangkan keputusan yang di ambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan
jumlah suara para pemegang saham, hak suara dalam RUPS tidak di dasarkan atas satu orang
atau satu suara, tetapi di dasarkan atas jumlah saham yang dimilikinya, sebagai
konsekuensinya,keputusan penetapan dan pemberhentian anggota komisaris dan direksi akan
selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas. Oleh karena itu,para anggota
Direksi dan komisaris tersebut tentunya akan selalu berpihak kepada kepentingan pemegang
saham mayoritas dan sering kali mengabaikan dan merugikan kepentingan para pemegang
saham minoritas atau para pemangku kepentingan lainnya, oleh karenaa itu, bila para
pemegang saham minoritas atau para pemangku kepentingan pemegang saham mayoritas .

Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang di tunjuk tidak dalam kapasitas
mewakili pihjak mana pun dan semata mata di tunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan pengalaman dan kahlian profesional yang di milikinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan.

Aturan dari PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Pasal III.1.6.,dijumpai


syarat menjadi direktur independen adalah sebagai berikut:
a. Tidak mempunyai hubungan afilasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan
tercatat yang bersangkutan sekurang kurang nya 6 bulan sebelum petunjukkan seagai
direktur tidak terafiliasi.
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan komisaris dan direktur lainnya dari
perusahaan tercatat
c. Tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain
d. Tidak menjadi orang dalam pada lembaga atau p rofesi penunjang pasar modal yang
jasanya di gunakan oleh perusahaan tercatat selama 6 bulan sebelum penunjukkan
sebagai direktur
Komite audit
Undang undang perseroan terbatas pasal 121 memungkinkan dewan komisaris untuk
membentuk komite tertentu yang di anggap perlu untuk membantu tuas pengawasan yang di
perlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi
dewan komisaris adalah komite audit. Tugas dan tanggung jawab serta wewenang komite
audit adalah membantu dewan komisaris, antara lain:
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai(prinsip tanggung
jawab)
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggup jawab komite audit selama tahun buku
yang sedang diperiksa eksternal audit

Syarat syarat menjadi komite audit menurut forum for coporate governance in indonesia dan
YPPMI institute :
● Komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris
● Terdiri atas sekurang kurang nya 1 orang komisaris independen dan sekurang
kurangnya 2 orang anggota berasal dari luar emiten atau perusahaan publik
● Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahyuan dan pengalaman yang memadai
sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomuinikasi dengan baik
● Salah satu dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan
dan akuntansi
● Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan
● Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik yang memberi jasa audit atau
non audit pada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam satu tahun
terakhir sebelum diangkat oleh komisaris sebagaimana dimaksud dalam peraturan
VIII.A.2. Tentang independensi akuntan y ang memberikan jasa audit di pasar modal
● Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten,komisaris,direktur atau pemegang
saham utama
● Tidak mempunyai hubumngan usaha baik langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha emiten
● Tidak merangkap sebagai komite audit pada emiten atau perusahaan publik yang pada
periode yang sama
● Sekretaris eprusahaan harus bertindak sebagai sekretasris komtite audit
Aturan mengenai komite audit ini, antara lain dapat dilihat pada:
1. SE ketua Bapepam nomr SE-03/PM/2000 tentang komite audit untuk
perusahaan publik
2. Keputusan direksi PT BEJ Nomor Kep-305/07-2004 tentang pencatatan saham
dan efek
3. Keputusan materi negara pendayagunaan badan usaha milik negara nomor
kep-133/m-bumn/1999 tentang pembentukan komite audit bagi BUMN

Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)


Sekretaris eksekutif biasanya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan para
eksekutif puncak suatu perusahaan, seperti: direksi, komisaris atau eksekutif puncak
lainnya. Fungsi utama sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat
eksekutif yang bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan,
jadwal rapat, dokumentasi surat masuk dan surat keluar, penerimaan telepon,
pengurusan tiket dan dokumen perjalanan dan sebagainya.

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung antar perusahaan
dengan pihak luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah
mendaftarkan sahamnya dibursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain
menyimpan dokumen perusahaan, daftar pemegang saham, risalah rapat direksi dan
RUPS serta meyimpan dan menyediakan informasi penting lainya bagi kepentingan
seluruh pemangku kepentingan.

Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain
pada:
1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 tahun 1996 tentang Pembentukan
Sekretaris Perusahaan bagi Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris
Perusahaan.
GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)
Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum BUMN
yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan). Tjager dkk
(2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya
dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut.

Tujuan GCG yang diatur dalam pasal 4 adalah :


1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efesien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN
terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5. Menyukseskan program privatisasi.

Prinsip CGC dalam pasal 3, yaitu :

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses


pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan


pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif.

3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan


terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu perusahaan dikelola secara professional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Fairness (kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Contoh kasus pengelolaan BUMN:

 Sebelum penerapan prinsip-prinsip GCG:


 Penunjukan anggota komisaris & anggota direksi BUMN lebih mempertimbangkan
aspek politis ( KKN, like & dislike) daripada aspek kompetisi dan profesionalitas.
 Kurang berfungsinya organ Satuan Pengawas Intern (SPI)
 Tidak adanya Komite Audit
 Kurang memperhatikan penerapan prinsip akuntabilitas, terutama kurangnya
perhatian direksi dalam penyusunan laporan keuangan yang berkualitas

 Setelah penerapan prinsip-prinsip GCG :


 Penunjukan anggota komisaris & direksi mulai memperhatikan aspek kompetensi dan
profesionalisme, dan betul-betul memperhatikan aspek independensi dan
profesionalitas.
 Diberdayakan organ SPI, khususnya yang menyangkut kualitas pejabat yang
menduduki organ SPI ( Satuan Pengawas Intern) tersebut
 Dibentuknya Komite Audit
 Penegasan pentingnya penyusunan laporan keuangan yang berkualitas dan bahwa hal
itu merupakan salah satu wujud tanggung jawab direksi.

GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA

Pasar modal didefinisikan sebagai pasar yang dimana berbagai instrumen keuangan/sekuritas
jangka panjang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang atau modal sendiri, baik
diterbitkan pemrintah, public authoritics atau perusahaan swasta.
Pasar modal lebih sempit dri pasar keuangan karena pasar modal hanya memperjualbelikan
instrumen keuangan jangka panjang sedangkan pasar keuangan mencakup instrumen jangka
pendek dan jangka panjang.

Keberadaan pasar modal ditentukan oleh beberapa lembaga penungjang pasar modal:

1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ( Bapepam LK ), yaitu


lembaga yang dibentuk pemerintah yang berfungsi mengawasi kegitan semua
lembaga terkait agar kegiatan pasar modal dan keuangan berjalan adil dan efektif.
2. Bursa Efek, yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas
pasar modal
3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang giral yang
dikenal dalam dunia perbankan.
4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk memperoleh dan
dari investor di bursa
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emitensukses dalam
menjual instumen sekuritas tersebut. Fungsinya memastikan bahwa instrumen
sekuritas yang diterbitkan emiten bisa terjual habis dengan harga wajar.
6. Investor/calon investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap saat melakukan
transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen sekuritas yang diperdagangkan di
bursa.
7. Akuntan Publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran laporan
keuangan emiten dan memberika opini audit atas kewajaran laporan keuangan emiten
yang diperiksanya.
8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara legal
berbagai peristiwa/kegiatan pentingdi dalam perusahan, seperti hasil RUPS, jual beli
aset tetap perusahaan, peminjaman uang dan sebagainya.
9. Konsultan Hukum, yaitu lembaga yang diperlukanemiten untuk memeriksa dan
memastikan bahwa emiten yang menerbitkan instrumen sekuritas tersebut tidak
memiliki sengketa hukum dengan pihak lain.
10. Konsultan Keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jasanyaoleh emiten untuk
memberikan nasehat dibidang keuangan sebelum menerbitkan suatu instrumen
sekuritas.
Fungsi dan peran Bapepam LK adalah untuk mengawasi semua lembaga terkait agar kegiatan
pasar modal dapat berjalan di bursa dapat berjalan secara adil, efisien, dan efektif. Kegitan
pasar modal disebut efektif bila investor dan calon investor tertarik untuk melakukan
transaksi di bursa. Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait
termasuk investor merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan di bursa dapat terselenggara
dengan cepat tanpa dibebani biaya yang berlebihan. Kegiatan pasar modal di anggap adil
bila semua pihak terkait termasuk calon investor tidak dirugikan oleh kegiatan di bursa
tersebut.

Beberapa peraturan yang berhubungan denga tata kelola yang sehat yang ditujukan oleh
lembaga lembaga penunjang, antar lain :

1. UU No 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, teruama yang berkaitan dengan sistem
transparasi penungkapan informasi penting seperti hak memesan efek terlebih dahulu,
benturn kepentingan, tender penggabungan usaha, dll
2. Peraturan Bapepam No IX.D.1T tentang Hak memesan efek terlebih dahulu terutama
menyangkut prinsip keadilan yang menyangkut antar investor
3. Peraturan Bapepam No VIII.G.2 tentang laporan keuangan, terutama berhubungan
dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab dalam penyusuna
laporan keuangan
4. Peraturan Bapepam No IX.E.1 tentang benturan kepentingan transaksi tertentu ubtuk
mejamin transaksi berjalan secara independen, jujur, dan tidak merugikan pihak
lainuntuk kepentingan pihak tertentu
5. Peraturan Bapepam No IX.E.2 tentang transaksi meterial dan perubahan kegiatan
usaha yang dilakukan perusahaan terbuka. Ini berkaitan dengan prinsip transparansi
dan akuntabilitas
6. Peraturan Bapepam No IX.G.1 tentang penggabungan usaha dan peleburan
perusahaan publik dan emiten. Ini berkaitan dengan prinsip keadilan
7. Peraturan Bapepam No IX.I.1 tentang rencana dan pelaksanaan RUPS, ini
menyangkut kepentingan pemegang saham minoritas agar tidak diberlakukan secara
tidak adil oleh pemegang saham mayoritas dalam RUPS
8. Peraturan Bapepam No IX.J.1 tentang pokok- pokok anggran dasar perseroan yang
melakukan penawaran umum fek bersifat ekuitas dan perusahaan publik. Ini
menyangkut prinsip tata kelola dan aturan main pokok perusahaan
9. Peraturan Bapepam No X.K.5 tentang keterbukaan informasi bagi emiten atau
perusahaan publik yang yang dimohonkan pernyataan pailit. Ini menyangkut prinsip
transparansi
10. Peraturan Bapepam No IX.I.4 tentang pembentukan sekretariat perusahaan. Ini
menyangkut prinsip transparansi dan tanggung jawab emiten
11. Peraturan Bapepam No IX.I.6 tentang direksi dan komisaris emiten dan perusahaan
publik. Ini menyangkut prinsip tata kelola perusahaan yang sehat

GCG PERBANKAN DI INDONESIA

BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang implementasi CGC


oleh bank bank komersial, peraturan ini mengatur tentang ;

1. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung


jawab, independensi, dan kesetaraan ( Pasal 1 ayat 6 )
2. Tujuan implemntasi CGC ( pasal 2 ), minimal untuk merealisasikan :
a. Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
b. Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal
audit bank
c. Kinerja ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal
d. Implementasi manejemen resiko termasuk sutem pengendalian internal
e. Ketentuan dana pihak pihak terkait dan dana dalam jumlah besar
f. Rencana strategis bank
g. Transpaansi kondisi keuangan dan non keuangan
3. Jumlah, komposisi, kriteria, dan independensi Dewan Komisaris ( Bab II Pasal 4-18 )
4. Jumlah, komposisi, kriteria, dan independensi Dewan Direksi ( Bab III Pasal 19-37 )
5. Komite ( Bab IV Pasal 38-48 )
6. Ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal ( Bab V Pasal 49-52 )
7. Implementasi Manajemen Resiko ( Bab VI Pasal 53 )
8. Ketentuan Dana ( Bab VII Pasal 54-55 )
9. Rencana Strategis Bank ( Bab VIII Pasal 56 )
10. Aspek transparansi kondisi Bank ( Bab IX Pasal 57-58 )
11. Konflik Kepentingan dan Pleporan Internal ( Bab X Pasal 59-60 )
12. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG ( Bab XI Pasal 61-66 )
13. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri ( Bab XII Pasal 67-68 )
14. Sanksi- sanksi ( Bab XIII pasal 69-75 )
15. Ketentuan Peralihan ( Bab XIV Pasal 76-77 )
16. Ketentuan Penutup ( Bab XV Pasal 78 )

Anda mungkin juga menyukai