Anda di halaman 1dari 2

Pidato Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendapat perhatian dari seluruh petinggi negara dan

korporasi yang hadir di Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss,
Jumat (26/1) waktu setempat. Trump adalah Presiden AS pertama yang menghadiri forum tersebut
setelah Bill Clinton di tahun 2000. Karena itu, wajar bila pidato Presiden AS ke-45 itu sangat
ditunggu.

Dalam pidatonya di pertemuan tahunan kalangan elite dan globalis dunia itu, Trump
memperingatkan para mitra dagangnya bahwa negaranya tidak lagi memberi toleransi terhadap
perdagangan yang tidak adil (unfair trade) serta praktik-praktik predator yang mendistorsi pasar.
Amerika Serikat pun tidak akan menutup mata terhadap praktik perdagangan yang tidak adil.

Trump juga mengingatkan para pemimpin dunia bahwa perdagangan bebas dan terbuka tidak akan
tercipta jika sejumlah negara mengeksploitasi sistem yang harus dibayar mahal oleh negara lainnya.
Trump juga menegaskan kembali bahwa dia selalu menggaungkan America First (Amerika Pertama),
namun tidak berarti Amerika akan berjalan sendirian (alone). Bahkan, dunia sedang menyaksikan
kemunculan kembali Amerika Serikat yang kuat dan makmur.

America First adalah agenda yang didengungkan Trump selama masa kampanye dan setahun masa
kepemimpinannya untuk mengutamakan kepentingan dan ketersediaan lapangan pekerjaan bagi
warga Amerika dalam segala hubungannya dengan negara lain. Retorika itu membuat banyak negara
khawatir AS akan menerapkan kebijakan perdagangan protektif.

Dengan agenda America First, Trump mengancam akan keluar dari Kesepakatan Perdagangan Bebas
Amerika Utara (NAFTA), tidak menyepakati kesepakatan perubahan iklim, dan mengkritik banyak
institusi global, termasuk NATO dan PBB. Di Davos, banyak pihak khawatir ekonomi dunia akan
semakin gelap ketika ancaman proteksionisme, perubahan iklim, perang cyber, dan perang nuklir
akan terjadi pada 2018.

Di saat yang sama, pemotongan pajak Trump yang ramah pebisnis dan pergerakan Wall Street yang
terus mencetak rekor telah membuat banyak pihak di Davos terkagum-kagum. Apa yang
disampaikan Trump di Davos kemarin sebenarnya bukan hal yang baru. Para pemimpin dunia dan
konglomerat yang hadir di ajang WEF ke-48 ini pun sudah menduga Trump akan menegaskan
kembali pendiriannya soal America First. Namun, mereka juga berharap Trump akan “melunakkan”
kebijakannya terkait proteksionisme.

Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, perekonomian AS menunjukkan tingkat ekspansi


membaik. Tercatat, pada kuartal ketiga 2017 ekonomi AS tumbuh 3% setelah di kuartal kedua
tumbuh 3,1%. Pertumbuhan itu didorong oleh peningkatan investasi persediaan dan mengecilnya
defisit perdagangan yang mampu mengimbangi perlambatan konsumsi domestik serta penurunan
sektor konstruksi. Sedangkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, pada kuartal
ketiga 2017 Amerika Serikat mengalirkan investasi sebesar US$ 600 juta dengan tingkat kontribusi
7,2%, atau berada di urutan keempat di bawah Singapura, Jepang, dan Tiongkok. (*)

Bagi Indonesia, AS merupakan mitra strategis di bidang ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), sepanjang 2017, Amerika Serikat adalah negara tujuan ekspor nonmigas terbesar
kedua dengan nilai US$ 17,14 miliar atau 11,20% dari total ekspor Indonesia, di bawah Tiongkok
dengan nilai US$ 21,32 miliar (13,94%).

Di sisi lain, penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah bisa meningkatkan ekspor Indonesia,
khususnya ke AS. AS akan lebih murah mengimpor dari Indonesia dengan nilai tukar dolar yang
mengalami penguatan terhadap rupiah. Misalnya dari segi pariwisata, wisatawan mancanegara
cenderung memilih untuk berlibur di Indonesia dibandingkan ke AS karena risiko nilai tukar AS yang
menguat. Sektor pariwisata ini dianggap paling strategis karena menawarkan jasa. Sektor ini juga
bisa menyerap lapangan kerja lebih banyak dibandingkan industri sektor lain.

Anda mungkin juga menyukai