Al Islam KLMPK7
Al Islam KLMPK7
I. PENDAHULUAN
Kata “khalaq“, artinya telah berbuat, menciptakan, atau mengambil keputusan unutk bertindak.
Secara termonologis, akhlak adalah tindakan yang tercermin pada akhlak Allah SWT., yang salah satunya
dinyatakan sebagai pencipta manusia dari segumpal darah; Allah SWT. Sebagai sumber pengetahuan
yang melahirkan kecerdasan manusia, pembebasan dari kebodohan, serta peletak dasar yang paling utama
dalam pendidikan. Selanjutnya, istilah akhlak sudah sangat akrab di tengah kehidupan kita, mungkin
hamper semua orang mengetahui arti kata “akhlak“ karena perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan
tingkah laku manusia. Akan tetapi, agar lebih jelas dan meyakinkan, kata “akhlak” masih perlu untuk
diartikan secara bahasa maupun istilah. Dengan demikian, pemahaman terhadap kata “ akhlak” tidak
sebatas kebiasaan praktis yang setiap hari kita dengar, tetapi sekaligus dipahami secara filosofis, terutama
makna subtansialnya. Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu Jama’ dari kata “khuluqun” yang
secara linguistik diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tata karma, sopan
santun, adab, dan tindakan. Kata “ akhlak “ juga berasal dari kata “khlaqa“ atau “khalqun“, artinya
kejadian, serta erat hubungannya dengan “Khaliq“, 58 Sulesana Volume 11 Nomor 2 Tahun 2017 artinya
menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata “al-Khaliq“, artinya pencipta atau dan
“makhluq“, artinya yang diciptakan.
Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang tidak bisa menggapai kesempurnaan
idealnya kecuali dengan bantuan manusia lain. Dalam islam hubungan itu lebih dalam dan lebih luas lagi
bahwa yang lain itu adalah dirinya sendiri. Yang lain adalah cermin (mir’at) bagi dirinya. Apa yang
terlihat dari yang lain itu adalah dirinya sendiri dan apa yang ada dalam dirinya, baik kebaikan atau
keburukan akan terefleksi pada yang lain. Ketika ia menyukai,menghormati, mengasihi, menolong,
memberikan harta, tenaga dan ilmu kepada yang lain pada hakikatnya ia memberikan kepada dirinya
sendiri.
Dan jika ia tidak peduli kepada yang, tidak memberikan perhatian kepada tetangga, kepada
keluarga, kepada masyarakat yang lain, ia sebetulnya sedang menyiksa dirinya. Jika ia tidak merasa sakit
berarti ia sudah mengalami kematian sosial. Seorang mayat tidak akan mengalami rasa apapun, dan tidak
akan merasakan sakit apapun jika digerogoti berbagai penyakit.
Jadi dalam Islam (esoteris islam), individu muslim yang tidak merasa bersalah, yang cuek,
dengan berbagai persoalan masyarakatnya bahkan yang lebih buruk lagi ia justeru merasa terganggu atau
muak dengan kesulitan-kesulitan orang lain di sekitarnya itu tidak berbeda dengan mayat.
Ada dua penjelasan yagn menjadi argumen mengapa individu-individu itu adalah satu kesatuan
dari satu sisi dan juga hal yang distingtif dari sisi lain. Pertama argumentasi yang diajukan oleh
Muhammad Bagir Shadr. Menurutnya jika kapitalisme menganut aslat syakhsi (individualism) dan
komunisme menganut asalat ijtima’iyyha (sosialisme), Islam mengembangkan kedua asalat. Dari satu sisi
Islam memberikan tempat kepada individu untuk mandiri, memiliki hak individu, memiliki hak ikhtiyar
dan memberikan tempat kepada kreatifitasnya dan berhak mendapatkan keistimewaan dan menghargai
setiap ide, karya dan segala aktivitasnya. Individu berhak memiliki hak apapun kekayaan, kedudukan,
penghormatan karena prestasi-prestasinya. Dan juga mengapresiasi hak komunitas yaitu karakter sosial
yang tumbuh dari kebersamaan, gotong royong, modal sosial, cita-cita bersama dan aktifitas saling
mendukung, saling menolong, saling membantu. Individu insan dari aspek kedua ini adalah satu kesatuan
dengan yang lain. Ia harus melebur dalam kebaikan bersama, menolong yang lain, peduli dan menderita
dengan penderitaan yang lain dan bahagia dengan kebahagiaan orang lain.
Argumentasi kedua yaitu yang ditawarkan oleh narasi-narasi hadis. Diantaranya tentang ruh-ruh
kita dahulu pra keberadaan adalah satu kesatuan, yang akrab akan terus akrab di dunia dan yang tidak bisa
menyatu akan selalu berjauhan. Adakalanya seseorang menjadi mudah menyatu, bergaul dengan yang
lain, seperti ada chemistri yang merekatkan psikogolisnya namun adalanya seseorang begitu susah untuk
menyatu dan dekat, akrab dengan seseorang meskipun berdekatan secara fisik. Tapi itu tidak menghalangi
dirinya untuk terus berbuat baik. Bisa aja itu adalah dark side (aspek negatif ) dari dirinya yagn harus
dibersihkan egonya lewat penyucian ego, ia akan bergabung dengan ego yang lebih besar.
Individu dan masyarakat adalah entitas yang berbeda tapi satu sama lain saling mempengaruhi.
Karena pengaruh inilah maka setiap orang kadang-kadang terinspirasi dengan berbagai gagasan,
keyakinan, dan tradisi. Identitas sosial itu bukan ilusi yang terbentuk dari individu-individu. Identitas
sendiri memang tidak kasat mata sebab itu adalah abstraksi dari himpunan individu.
Identitas sosial ini lahir dari individu-individu, Identitas sosial ini kemudian pada gilirannya
berpengaruh pada identitas individu-individu. Setiap individu merasa bahwa identitas sosial itu
merupakan identitas dirinya. Ia bisa sharing dengan dengan sebagian besar individu yang merasa
memiliki identitas baru. Sebagian individu sangat istimewa sehingga mewarnai masyarakatnya. Identitas
sosial lebur dalam dirinya. Ia mentransformasi secara total masyarakatnya.
Fenomena seperti ini yang mengukuhkan asalat individu dan asalat sosial yang juga mendapatkan
afirmasi dari al-Quran. Al-quran menganggap individu memiliki tanggung jawab secara hakiki. “Setiap
jiwa tergadai dengan apa yang dilakukannya.” Setiap insan akan mendapatkan sesuai dengan apa yang
telah diusahakannya.”
“Siapa yang mendapatkan petunjuk maka ia akan mendapatkan petunjuk untuk dirinya dan siapa yang
tersesat maka ia tersesat untuk dirinya. “
Di ayat lain, Al-Quran menganggap umat itu memiliki ajal tertentu. “Yaitu umat yang telah lewat akan
mendapatkan apa yang telah diusahakannya dan kalian akan mendapatkan apa yang telah kalian lakukan.
Setiap umat memiliki ajalnya dan jika telah datang ajalnya maka tidak bisa diundurkan waktunya dan
tidak bisa didahulukan.”
Identitas bersama masyarakat itu tercipta bukan hasil paksaan tapi kerelaan masing-masing.
Setiap individu memiliki kebebasan untuk tetap bertahan dengan identitas lama atau melawan keluar. Al-
Quran mengafirmasinya :” Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian menjaga diri kalian dan
tidak ada yang dapat menyesatkan kalian jika kalian mendapatkan petunjuk. “
“baladtun tayyibatun wa rabbun ghafur”, (negri yang sejahtra dan sentosa). Dengan membangun
kemakmuran di muka bumi, Maka cita-cita kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat akan
terwujud sesuai dengan janji Allah, hal tersebut dapat di capai dengan iman dan amal, bermakna
manusia harus mengikuti kebenaran yang dibawa Rasulullah saw. Dan melaksanakan usaha
bersama sistem politik islam di dasarkan atas tiga prinsip, tauhid, ( kemaha esaan tuhan), Risalah
Ada lima asas untuk materi muatan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
masyarakat.
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
Tingkah laku manusia di batasi oleh kaidah-kaidah normatif yang berlaku didalam
kehidupan bermasyarakat dengan tujuan tercapainya kehidupan yang tertib, aman dan dami.Akan
tetapi untuk mencapai tujuan normatif tersebut diperlukan sosialisasi yang membutuhkan waktu
relatif lama, sehingga norma yang ada disepakati dan cukup efektif didalam mengendalikan