Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAPASAN

TUBERCOLOSIS PARU

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I yang Diampu Ns. Hermanto,MAN

Disusun oleh kelompok 3


1. Noviyani Eka Putri
2. Nur Widiana
3. Shandy Pradipta A.S.
4. Wulan Mitha Sari
5. Wulan mulyani

Program Studi Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes Kendal
Tahun 2017/2018
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAPASAN
TUBERCOLOSIS PARU

A. Definisi
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit
menularyang disebabkan oleh hasil Microbacterium tuberkulosis yang
merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang
sebagian besar dari tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui
airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal focus
primer (Hood,1995 dalam Wijaya, 2013)
Batuk darah (Hemoptisis) adalah darah atau dahak berdarah yang
dibatukkan berasal dari saluran pernapasan bagian bawah yaitu mulai dari
glottis kearah distal, batuk darah kan tidak luas, sehingga penutupan luka
dengan cepat terjadi (Hood Alsagaff, 1995, hal 301)

B. Etiologi
Agen infeksius utama, Mycobacterium tubrculosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar UV.
Mycobacterium bovis dan Mycobacterium avium pernah, pada
kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis.

C. Patofisiologi
Kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh melalui udara
pernapasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan napas ke
alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk
memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat dipindahkan melalui
sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis
menghancurkan bakteri dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli yang dapat menyebabkan bronchopnemonia. Infeksi awal biasanya
terjadi 2-10 minggu setelah pemajaman.
1. Tuberkolosis Primer
Penularan tuberkolosis paru terjadi karena kuman dibatukkan
atau dibersihkan lalu keluar menjadi droplet nucklei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknua sinar ulraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-
bulan. Partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat
masuk ke alveolar bila kuran partikel <5 mikrometer kuman akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan
oleh makrofak keluar dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak
dalam sito-plasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkolosis pneumonia kencil dan
disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru.
Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura.
Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring, dan kulit terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh
organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru
menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional=
kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8
minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan sedikit cacat. Ini
yang banyak terjadi
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-
garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada
lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan ± 10% diantaranya
dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
1) Perkontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
2) Secara bronkogen pada paru yan bersangkutan
maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus,
3) Secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya,
4) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan


tuberkulosis primer.

2. Tuberkolosis Sekunder
Kuman yang domrmant pada tuberkolosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkolosis dewasa (tuberkolosis post primer = TB pasca 90%.
Tuberkolosis skunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, deabetes, AIDS , gagal
ginjal. Tuberkolosis pasca skunder ini mulai dengan sarang dini
yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim
paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mila juga berbentuk sarang pneumia
kecil. Dalam 3-20 minggu sarang ini menjadi tuberkolosis yakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-
langhans ( sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen
dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis).
Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas
pasien, sarang dini ini dapat menjadi:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh
dengan serbukan jaringan fobrosis. Ada yang membungkus
diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini
yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukka keluar akan terjadilah kavitas.
Kavitas ini mula-mula berbanding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam
jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).
Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis
protein lipid dan asam nukleat oleh ensim yang diproduksi
oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan
TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic
disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia
lanjut.

Di sisi lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak.


Kavitas dapat :

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia


baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah
arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke
paru sebelahnya atau tertelan masuk lambunng dan
selanjutnya ke usus jadi TB usus. Serangan ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan
terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB
endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura
b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi
tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur
danmenyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan
jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah
kolonisasi oleh fungsi seperti Aspergillus dan kemudian
menjadi mycetoma
c. Besih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat
juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.
Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang
terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang
disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni :

1. Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu


pengobatan lagi
2. Serangan aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu
pengobatan yang lengkap dan sempurna
3. Sarang yang berbeda antara aktif dan sembuh, sarang
bentuk ini dapat sembuh spontan, tetap mengingat
kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaliknya
diberi pengobatan yang sempurna jjuga.

D. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bacteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi
sebagi Berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria :
- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif
1 kali disongkong radiologik positif 1 kali
b. TB Paru Negatif dengan kriteria :
Gejala klinik dan gambaran radiologi sesuai dengan TB Paru
aktif.
c. Bebas TB paru dengan kriteria : 1
- Bakteriologik mikroskopik dan biakan negatif
- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat
kelainan paru
- Radiologik ,menunjukan gambaran lesi TB inaktif,
menunjukan serial foto yang tidak berubah
- Ada riwayat pengobatan OAT yag adekuat (yang lebih
mendukung)

E. Penularan Dan Faktor Risiko


Tuberkolosis ditularakan dari orang ke orang oleh transmisi
melalui udara. Individu terinfeksi, melalu berbicara,batuk,bersin, tertawa
atu bernyanyi,melepaskan droplet. Droplet yang benar menetap, sementara
droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah :
 Mereka yang kontak dengan seorang yang mempunyai TB aktif
 Individu imunosupresiff (termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi yang kortikosteroid atau mereka yang
terinfeksi atau mereka yang terinveksi dengan HIV)
 Pengguna pbat-obat IV dan alkoholtik
 Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma
;tahanan ; etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah usia
15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia sampai 44tahun)
 Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(misalnya : diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan
gizi, bypass gastrektom atau yeyunoileal)
 Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Afrika, Amerika, Latin, Karbia)
 Individu yang tinggal diinstitusi (misalnya : fasilitas perawatan
jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara)
 Individu yang tinggal didaerah perumahan substandar kumuh
 Petugas kesehatan
 Resiko untuk tertukar TB tergantung pada banyak organisme yang
terdapat diudara

F. Manifestasi klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang respiratorik dan asimtomatik.
a. Gejala respiratorik, meliputi
Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan, Mula-mula bersifat non produktf
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan
Banyak darah : Daarah yang dikeluarkan dalam dahak barvariasi,
mungkin tampak berupa garis atay bercak-bercak darak, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas :Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pnemothorax, anemia dan lain-lain.
Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala in timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
b. Gejala sistematik, meliputi
Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
Gejala sistematik lain : Gejala sistematik lai ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan sert malaise.
Timbulnya gejala gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala pneumonia.
Paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan
demam tingkat rendah, keletiha, anorexia, penurunan BB, berkeringat
malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin
non ptodukftif, tetapi dapat berkemang ke arah pembentuk sputum
mukopurelem dengan hemoptisis.
Tuberkulosit dapat mempunyai manisfestasi atipikal pada lansia,
seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental, demam,
anorexia da penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50
tahun dalam keadaan dorman.

G. Test Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa TB paru, maka test diagnostik yang
sering dilakukan pada klien adalah:
1. Pemeriksaan Radiologis: Foto Rontgen Toraks
Tuberkulosis dapat memebrikan gambaran yang bermacam-
macampada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran
yang karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu:
a. Apabila lesi terdapat terutama di lapangan di atas paru
b. Bayangan berwarna atau bercak
c. Terdapat kavitas tunggal atau multipel
d. Terdapat klasifikasi
e. Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru
f. Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto
ulang beberapa minggu kemudian
Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi di segmen apikal
dan posterior lobus atas serta segmen apikal lobus bawah. Umunya lesi
tuberkulosis bersifat multiform, yaitu terdapat membran beberapa stadia
pada saat yang sama misalnya terdapat infiltrat, fibrosis, dan klasifikasi
bersamaan.
Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium
penyakit. Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pnemonia terdapat
gambaran bercakseperti awan dengan batas yang tidak jelas. Kemudian
pada fase berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas lebih jelas.
Apabila lesi diliputi oleh jaringan ikat maka akan terlihat bayangan
bulat berbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila lesi tuberkulosis
meluas maka akan terjadi perkijuan, yang apabila dibatukan akan
menimbulkan kavitas. Kavitas ini kana bermacam-macam bentuknya
“multioculatied”, dinding tebal dan sklerotik. Bisa juga ditemukan
atelektasis pada satu lobus bahkan pada satu paru, kadang-kadang
kerusakan yang luas ditemukan pada kedua paru. Gambaran fibrosis
tampak seperti garis-garis yang padat, sedangkan klasifikasi terlihat
sebagai bercak dengan densitas tinggi. Sering juga ditemui penebalan
yang tersebar merata di kedua paru. Gambaran efusi pleura dan
pneumotoraks juga sering menyertai tuberkulosis paru.
Foto toraks PA dan lateral biasanya sudah cukup memberikan
gambaran. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologik
khususnya seperti foto top lordotik, tomogram, dan bronkografi.
Penting sekali mellakukan evaluasi foto dan memandingkan hasilnya,
untuk mengetahui apakah ada kemajuan, perburukan atau terdapat
kelainan yang menetap.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah.
Pada TB paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit
dan laju endap darah(LED).
b. Sputum BTA
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman
tuberkulosis. Diagnosa pasti ditegakkan apabila pada biakan
ditemukan kuman TB. Pemeriksaan penting untuk diagnosa
definitive dan menilai kemajuan klien. Dilakukan 3x berturut-turut
dan biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu.
3. Test Tuberculin (Mantoux Test)
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk mengakkan diagnosa
terutama pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein
Perified Derivation) secara intra cutan 0,1 CC. Lokasi penyuntikan
umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan.
Penilaian test TB dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan
mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yan terjadi pada
lokasi penyuntikan. Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai
berikut:
a. Indurasi 0-5 mm: negatif
b. Indurasi 6-9 mm: meragukan
c. Indurasi > 10 mm: positif

Test tuberculin negatif berarti bahwa secara klinis tidak ada infeksi
mikrobakterium tuberculosa, dan bila hasil meragukan dapat
disebabkan karena kesalahan teknik reaksi silang. (Santa, 2009)

H. Penatalaksanaan Medis
Zain (2001) membagi penatalaksanaan TB paru menjadi 3 bagian,
yaitu pencegahn, pengobatan dan penemuan penderita (active case
finding.
1. Pencegahan TB baru
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pmeriksaan terhadap individu yang
bergail erat dengann penderita TB paru BTA positis.
Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologis. Bila
tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif berarti terjadi konversi
hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap
kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya:
1) Karyawan rumah sakit/ puskesmas/ balai pengobatan
2) Penghuni rumah tahanana
3) Siswa-siswi pesantren
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama
6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi
populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis
primer atau utama ialah bayi yang menyus pada ibu dengan
BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:
1) Bayi dibawah 5 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif
karena risiko timbulnya TB milier dan meningitis TB
2) Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB
yang menular
3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin
dari negatif menjadi positif
4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang
5) Penderita diabetes militus
e. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit TB
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat
rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru
Indonesia-PPTI). (Arif, 2008)
2. Pengobatan TB paru
Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional
menggunakan panduan OAT yang diberikan dalam bentuk
kombipak, sebagai berikut:

a. Kategori 1: adalah kasus baru dengan sputum positif dan


penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB
milier, perikarditis, pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis
dengan gangguan neurologis dan penderita dengan sputum
negatif tetapi kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran
perkemihan, dsb.\
Dimulai deengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan setiap hari
selama dua bulan.
b. Kategori II: 2RHZES/HRZE/5R3 H3E3
Diberikan untuk:
1)penderita TB paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan atau
pengobatan tidak selesai
c. Kategori III: 2 RHZ/4 R3H3
Diberikan untuk:
1) Penderita baru BTA (-) dan Ro (+) sakit ringan
2) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang. (Santa,
2008)
I. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada klien TB paru dapat berupa:
1. Malnutrisi
2. Empiema
3. Efusi pleura
4. Hepatitis, ketulian dan gangguan gastrointestinal (sebagai efek samping
obat-obatan). (Santa, 2009)
J. Pengkajian
a. Pengkajian
1. Identifikasi diri klien :
 Nama :
 Jenis kelamian :
 Umur :
 Tempat / tanggal lahir :
 Alamat :
 Pekerjaan :

b. Riwayat kesehatan
1. Kesehatan sekarang
 Keadaan pernapasan < napas pendek>
 Nyeri dada
 Batuk dan
 Seputum
2. kesehatan dahulu :
jenis gangguan kesehatan yang baru saja di alami,cedera
dan pembedahan
3. kesehatan keluarga
adakah anggota keluarga yang menderita empisema,
asama,alergi dan TB
4. Gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya :
 Demam
 Menggigil
 Lemah
 Keringat dingin malam merupakan gejala yang berkaitan
dengan TB
5. Status perkembangan, misalnya :
 Ibu yang melahirkan bayi prematur perlu di tanyakan apakah
sewaktu hamil mempunyai masalah-masalah risiko dan
apakah usia kehamilan cukup
 Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola
pernapasan, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernapas
sewaktu berbaring atau apakah bila flu sembuhnya lama
6. Data pola pemeliharaan kesehatan, misalnya :
 Tentang pekerjaan
 Obat yang tersedia di rumah
 Pola tidur istirahat dan setres
7. Pola keterlambatan atau pola peranan-kekerabatan,misalnya :
 Adakah pengaruh dari ganguan / penyakitnya terhadap
dirinya dan keluarganya,serta
 Apakah ganguan yang di alami mempunyai pengaruh
terhadap peran sebagai istri / suami dan dalam melakuhkan
hubungan seksual
8. Pola Aktifitas / istirahat
 Gejala
 Kelelahan umum dan kelemahan
 Napas pendek karena kerja
 Kesulitan tidur pada malam tau demam pada malam
hari, memnggigil dan atau berkeringat, mimpi buruk
 Tanda :
 Takikardia, takipnea / dispnea pada kerja
 Kelelahan otot, nyeri dan sesak ( tahap lanjut )
9. Pola integritas ego
 Gejala :
 Adanya / faktor setres lama
 Masalah keuangan, rumah
 Perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan
 Populasi budaya / etnik
 Tanda
 Menyangkal ( khususnya tahap dini )
 Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
10. Makanan /cairan
 Gejala :
 Kehilangan napsu makan
 Tidak dapat mencerna
 Penurunan BB

 Tanda :
 Turgor kulit,buruk, kering / kulit bersisik
 Kehilangan otot / hilang lemak subkutan
11. Nyeri / kenyamanan
 Gejala :
 Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
 Tanda
 Perilaku distraksi,gelisah
12. Pernapasan
 Gejala
 Batuk produktif atau tidak produktif
 Napas pendek
 Riwayat TB / terpanjan pada individu terinfeksi
 Tanda
 Peningkata frekuensi pernapasan ( penyakit luas atau
fibrosisi parenkim paru dan pleura )
 Poerkusi pekak dan penurunan fermitus, bunyi napas
menurun / tidak ada secara bilateral / unulateral. Bunyi
napas tubuler dan / atau bisikan pektoran di atas lesi
luas. Krekles tercatat diatas apek paru selama inspirasi
cepat setelah batuk pendek ( krekeles pusttussi )
 Karakteristik sputum adalah hijau / prulen, mukoid
kuning atau becak darah
 Deviasi trakeas (penyebaran bronkogenetik)
 Tidak perhatian,mudah terangsang yang
nyata,perubahan mental (tahap lanjut)
13. Keamanan :
 Gejala
 Adanya kondisi penekanan imun, contoh : AIDS, kanker
 Tanda
 Demam rendah atau sakit panas akut
14. Interaksi sosial :
 Gejala
 Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular
 Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab / perubahan
kapasitas fisik utuk melaksanan peran
15. Penyuluhan dan pembelajaran :
 Gejala
 Riwayat keluarga TB
 Ketidak mampuan umum / status kesehatan buruk
 Gagal untuk membalik / kambuhnya TB
 Tidak beradaptasi dalam terapi
16. Pertimbangan :
 DRG menunjukan rerata lama dirawat 6,6 hari
17. Rencana pemulangan :
 Memerlukan bantuan dengan / gangguan dalam terapi
obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharaan /
perawatan rumah
18. Pemeriksaan penunjang
 Rontegen dada
 Usap basil tahan asam BTA
 Kultur sputum
 Tes kulit tuberkulin

K. Diagnosis
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekret darah yang dibuktikan
dengan frekuensi dan bunyi napas dan lain-lain
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d batuk, anorexia
L. Intervensi
1. Diagnosis: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekret darah yang
dibuktikan dengan frekuensi dan bunyi napas dan lain-lain
Hasil yang diharapkan:
a. Mempertahankan jalan napas klien
b. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
c. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan
bersihan jalan napas
d. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/situasi

Intervensi:

a. Kaji fungi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan irama dan


kedalaman dan penggunaan otor aksesoti
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ batuk efektif. Catat
karakter, jumlah, sputum, adanya hemoptisis
c. Berikan pasien posisi semi/fowler, tinggi. Bantu pasien untuk batuk
dan latihan napas dalam
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea: pengisapan sesuai keperluan
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali
kontraindikasi
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi
g. Beri obat-obatan sesuai indikasi
h. Membantu intubasi darurat
2. Diagnosis: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d batuk,
anorexia
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan BB meningkat mencapai tujuan dengan nilai lab
normal dan bebas tanda malnutrisi
b. Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
atauu mempertahankan berat yang tepat

Intervensi:

a. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, BB


dan derajat kekurangan BB, integritas mukosa oral,
kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus riwayat
mual atau diare
b. Pastikan pola diet biasa pasien yang disukai/tidak disukai pasien
c. Awasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik
d. Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet
e. Konsul dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam
sebelum/setelah makan. (Wijaya, 2013)

Daftar Pustaka
Arif, Muttaqin. (2008). Buku Ajar Askep Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Santa, Manurung. (2009). Seri Askep Gangguan Sistem Pernapasan Akibat
Infeksi. Jakarta: Tran Info Medika.
Wijaya, Andra Saferi. (2013). Kmb 1 Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai