Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS

DI SMC RS. TELOGOREJO

Suharti*)
Hanifah Meira, Heny Udhiyah, Monica rizky**)
*)
Dosen Program Studi D3 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**)
Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STKES Telogorejo Semarang

ABSTRAK
Terapi intravena merupakan prosedur dalam pelayanan dirumah sakit yang diberikan pada pasien
rawat inap, pemberian terapi interavena dapat menimbulkan komplikasi salah satunya yaitu
plebitis. Plebitis adalah suatu inflamasi pada pembuluh darah yang di karenakan oleh lamanya
pemasangan infus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara lamanya
pemasangan infus dengan kejadian plebitis di SMC RS Telogorejo. Desain penelitian ini adalah
deskriptif korelasi, dengan populasi pasien yang terpasang infus diruang rawat inap SMC RS
Telogorejo. Jumlah sampel 82 responden dengan teknik Purposive Sampling. Penelitian ini
menggunakan uji rank spearman dengan tingkat kemaknaan yang ditetapkan α ≤ 0,05. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lama pemasangan infus pada hari ke-5 (72,7%)
dan yang mengalami plebitis sebanyak 24 responden. Sedangkan dari keseluruhan responden
yang terjadi plebitis sebanyak 42 responden (51,2%). Berdasarkan uji analisis didapatkan nilai r
= 0,384 didapatkan kekuatan hubungan sedang dengan nilai p value = 0,000, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis di SMC RS
Telogorejo. Lama pemasangan infus dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme kedalam
jaringan yang mengalami trauma dan terjadi plebitis. Dengan demikian diperlukan rotasi tempat
pemasangan infus setelah terpasang selama 3 hari, selain itu perlu di perhatikan faktor-faktor lain
yang menyebabkan plebitis.

Kata kunci : lama pemasangan infus, kejadian plebitis

ABSTRACT
Intravenous therapy is in hospital procedure in the service given to the patient hospitalization, granting
therapy interavena inflicts complication plebitis one of them is. Plebitis is an inflammatory on vein in
perpetuity because of carelessness by mounting infusion. Research is to analyze the relation between old
when mounting infusion with gen. plebitis in Semarang Medical Center, Telogorejo Hospital. Design this
research is the correlation, descriptive with patient populations attached infusion room inpatient
Semarang Medical Center, Telogorejo Hospital. The number of samples 82 respondents with technique
purposive sampling. This research use test rank spearman to level kemaknaan set α ≤ 0,05.The result
showed that most long mounting infusion on the 5 (72,7 % ) and suffered from plebitis were 24
respondents. While of the respondents happened plebitis about 42 respondents ( 51,2 % ). Based on test
analysis obtained value r = 0,384 which means relations power is worth p value = 0,000, then
can be concluded that there is a long mounting infusion with keadian plebitis in Semarang Medical
Center, Telogorejo Hospital. Long mounting infusion can cause the entry of microorganisms inside
tissue that suffered from trauma and occurring plebitis. Thus necessary rotation place mounting
infusion after attached for 3 days, besides needless in watch other factors that causes plebitis.

Keywords: old installation of infusion, Genesis plebitis

1
PENDAHULUAN
Upaya pencegahan kejadian plebitis dapat
Rumah sakit merupakan institus pelayanan dilakukan dengan secara rutin mengganti dan
kesehataan yang menyelenggarakan pelayanan merotasi sisi intravena setidaknya setiap 72 jam
penggobatan memberikan pelayanan unit gawat dan teknik aseptik saat pemasangan kateter
darurat, rawat jalan dan rawat inap (Kemenkes, intravena. Menurut Owen (1997, hlm.88)
2008, hlm.6). Setiap pasien yang dirawat inap Secara teknik lama penggunaan terapi intravena
membutuhkan tindakan keperawatan, salah harus dirotasi lokasi penusukan setiap 72 sampai
satunya adalah terapi intravena. Terapi intravena 96 jam dan ganti selang setiap 48 sampai dengan
merupakan prosedur yang sering digunakan 72 jam. Di samping itu teknik ini lebih
dalam pelayanan pengobatan di rumah sakit mencegah atau menurunkan resiko infeksi
(Hindley, 2004, dalam Triyanto, Handoyo dan (Nursalam, 2011, hlm.318). Menurut
Pramana, 2007, ¶1). (Communicable Disease Centre, 2002 dalam
Perry & Potter, 2010, hlm.150)
Tindakan terapi intravena diberikan kepada merekomendasikan pengantian set selang terapi
pasien dengan berbagai kondisi seperti intravena dapat di pertahankan selama 72 jam
perdarahan dalam jumlah banyak dan dehidrasi untuk mempertahankan sterilisasi. Menurut
(Aryani, et al., 2009, hlm.111). Tujuan Gardener (1996 dalam Perry & Potter, 2005,
pemberian terapi intravena adalah untuk hal.1662) mengemukakan penggantian terapi
mengoreksi atau mencegah gangguan cairan dan intravena setiap 3hari sekali yaitu bersamaan
elektronik. Terapi intravena harus terus dengan penggantian daerah pemasangan infus
diregulasi secara continue karena perubahan untuk menurunkan kejadian plebitis.
yang terjadi pada keseimbangan cairan dan
elektrolit yang dibutuhkan pasien (Perry & Kejadian plebitis dapat disebabkan oleh
Potter, 2010, hlm.125). Pemasangan terapi beberapa faktor diantaranya adalah jenis, ukuran
intravena merupakan tindakan memasukan dan bahan kateter, lama waktu pemasangan,
jarum (Abocat) melalui transkutan yang pemilihan tempat insersi, jenis penutup tempat
kemudian disambungkan dengan selang infus penusukan (dressing), teknis insersi/penusukan,
(Edward, 2011, hlm.79). sterilitas perawatan terapi intravena, cairan
intravena, obat parenteral dan frekuensi
Tindakan yang dilakukan dalam pemberian perawatan terapi intravena (Asrin, 2006, dalam
terapi intravena merupakan salah satu cara untuk Triyanto, Handoyo dan Pramana, 2007, ¶13).
pemberian cairan, nutrisi parental, vitamin dan
obat–obatan kedalam tubuh pasien sesuai Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui
dengan program terapi yang diberikan oleh hubungan lama pemasangan infus dengan
dokter. Tidak jarang, dalam proses kejadian plebitis di SMC RS Telogorejo.
pemasangan terapi interavena menimbulkan
komplikasi salah satunya yaitu plebitis METODE PENELITIAN
(Prawiroharjo, 2004, hlm. 24).
Metode penelitian ini menggunakan jenis
Plebitis merupakan peradangan pada daerah penelitian deskriptif korelasi dengan rancangan
vena yang disebabkan oleh iritasi kimia atau cross sectional,yaitu suatu penelitian yang
mekanik. Hal ini ditandai dengan adanya menghubungkan antara faktor risiko dengan efek
daerah yang merah, nyeri, edema dan dan diobservasi atau pengumpulan data
pembengkakan di daerah penusukan. sekaligus pada waktu yang sama. Bertujuan
Komposisi cairan atau obat yang diinfuskan untuk mengetahui hubungan lamanya
(terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan t pemasangan infus dengan kejadian plebitis
yang lebih lama sehingga pasien harus (Notoatmodjo, 2010, hlm.40). Populasi dalam
mengeluarkan biaya yang lebih banyak penelitian ini adalah keseluruhan obyek
(Nursalam, 2011, hlm. 318). penelitian (Nursalam, 2008, hlm.90). Populasi

2
dalam penelitian ini menggunakan data pada responden (2.4%). sesuai pernyataan Potter &
bulan januari 2015 dimana pasien yang dirawat Perry (2005, hlm.716) pada usia 41-60
di 3 ruang rawat inap yang terdiri dari ruang dewasa pertengahan yang mengalami
Mawar: 168 pasien, Alamanda: 157 pasien, perubahan fisiologis seperti usia dapat
Anggrek: 156 pasien. Dari data pasien yang di mempengaruhi kondisi vena. Semakin
rawat inap diruang Mawar, Alamanda dan
bertambahnya usia terjadi perubahan fisik
Anggrek dengan jumlah 481 pasien.
salah satunya pada sistem kardiovaskuler.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang
terpasang infus di ruang Mawar, Alamanda, dan Kemampuan jantung dalam memompa darah
Anggrek di SMC RS Telogorejo. Pengambilan menurun 1% setiap tahun, sehingga
sampel pada penelitian ini menggunakan menyebabkan menurunnya kontraksi
nonrandom sampling yaitu dengan teknik pembuluh darah dan pembuluh darah vena
purposive sampling (Notoatmojo, 2010, mengalami kekakuan, sehingga pada saat
hlm.124). Sampel diambil dengan dipasang terapi intravena mengalami kesulitan
menggunakan rumus slovin dengan hasil saat proses penusukan yang dapat menimbulkan
sebanyak 82 sampel. trauma pada jaringan yang dapat menyebabkan
terjadi plebitis (Smeltzer & Bare, 2002, hlm
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini .173).
adalah dengan lembar observasi. Analisis yang
dipergunakan adalah univariat dan bivariat. 1. Lama Hari Pemasangan Infus.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaska
atau mendeskripsikan karakteristik setiap Tabel 2
variable penelitian (Notoatmojo,2010, hlm.182). Distribusi Frekuensi Responden Lama Hari
Pemasangan infus di SMC RS Telogorejo
Analisa bivariat pada penelitian ini (n=82)
menggunakan rumus menggunakan Spearman Lama Frekuensi Presentase
Rank. untuk mengetahui hubungan antara pemasangan infus
variabel independent yaitu lama pemasangan
1 5 6,1
infus, dan variabel dependent yaitu kejadian
2 7 8,5
plebitis (Notoatmojo, 2010, hlm.183).
3 14 17,1
4 12 14,6
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5 33 40,2
1. Usia Responden 6 11 13,4
Tabel 1 Total 82 100
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan usia responden di SMC RS Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 82
Telogorejo (n=82) responden yang lamanya pasien terpasang infus
sebagian besar pada hari k-5 sebanyak 33
Usia Frekuensi Presentase responden (40.2%) dan yang paling cepat pada
21-40 33 40,2 hari ke-1 sebanyak 5 responden (6,1%). Lama
41-60 47 57,3 waktu pemasangan infus dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pada saat pemberian infus
>60 2 2,4
terapi intravena (Asrin, 2006, dalam Triyanto,
Total 82 100
Handoyo dan Pramana, 2007, ¶13 ).
Hasil penelitian diketahui bahwa jumlah
Hal ini di karenakan lama pemasangan infus
responden terbanyak berusia 41-60 tahun
yang erat dengan memasukkan benda asing
sebanyak 47 responden (57,3%) sedangkan
kedalam tubuh tanpa perawatan dapat
yang paling sedikit pada usia > 60 yaitu 2
menyebabkan reaksi infeksi, di mana jaringan

3
yang mengalami trauma dapat menyebabkan tempat pemasangan infus yang tepat adalah vena
masuknya mikroorganisme yang dapat yang cukup besar untuk memungkinkan aliran
mengakibatkan terjadinya plebitis (Perry & darah yang adekuat ke dalam kateter, pastikan
Potter, 2010, hlm. 142). Menurut Darmadi lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas
(2008, hlm.122) bahwa pemasangan terapi pasien sehari-hari (Aryani, et.al, 2009.hlm 111).
intravena semakin lama terpasang akan
menimbulkan masuknya kuman ke dalam Mencegah kejadian plebitis bisa menggunakan
pembuluh darah vena sehingga mikroba teknik Aseptik dressing, yaitu teknik balutan
pathogen tersebut akan berkembang biak dan pada terapi intravena yang harus diganti setiap
menyebar melalui darah yang menyebabkan hari. Jenis balutannya ada 2 jenis di antaranya
kerusakan jaringan yang semakin luas yang balutan trasparan dan balutan kasa. Balutan
akan mengakibatkan terjadinya plebitis. trasparan dapat mempermudah dalam
mengidentifikasi kejadian plebitis, tidak mudah
2. Kejadian plebitis. kotor atau lembap dan tidak perlu diganti dengan
Tabel 3 sering dibandingkan balutan kasa yang harus
Distribusi Frekuensi Responden diganti setiap hari (Potter & Perry, 2010,
Berdasarkan Kejadian Plebitis hlm.150).
di SMC RS Telogorejo (n=82)
1. Skala plebitis
Kejadian Frekuensi Presentase Tabel 4
plebitis Distribusi Frekuensi Responden Skala
Plebitis dengan Kejadian Plebitis di SMC
Terjadi 42 51,2
RS Telogorejo (n=82)
Tidak terjadi 40 48,8
total 82 100
Skala plebitis Frekuensi Presentase
0 40 48,8
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian
1 10 12,2
besar responden yang mengalami kejadian
plebitis sebanyak 42 responden (51,2%) 2 17 20,7
dibandingkan yang tidak terkena plebitis 3 10 12,7
sebanyak 40 responden (48,8%). 4 5 6,1
Total 82 100
Plebitis adalah suatu inflamasi pada daerah
pembuluh darah vena. Plebitis dapat disebabkan Hasil penelitian diatas dapat diketahui responden
oleh beberapa faktor-faktor antara lain, Lama yang mengalami plebitis terbanyak pada skala
pemasangan infus yang tidak di ganti lebih dari plebitis 2 yaitu 17 responden (20,7%). Menurut
72-96 jam dapat menyebabkan bekuan dan Perry & Potter (2010, hlm. 143) Tanda – tanda
sumbatan pada selang kateter sehingga plebitis pada skala 2 adalah rasa nyeri pada sisi
menyebabkan aliran balik dan cairan infus akses dengan eritema dan bengkak pada daerah
mengalir tidak lancar sehingga semakin besar penusukan, yang dapat memperburuk kondisi
resiko terjadinya plebitis. Selain itu, ukuran responden dan dapat meningkatkan lama waktu
kateter dengan penggunaan kateter yang tidak perawatan. Sehingga perlu di terapkan pada
sesuai dapat menimbulkan kejadian plebitis. tenaga kesehatan untuk melakukan observasi
Dalam penggunaan jarum harus disesuaikan tiap hari pada daerah penusukan dan
dengan kebutuhan pasien biasanya pada dewasa memperhatikan tanda dan gejala plebitis
nomer 24-26 dan pada anak-anak nomer 22-24. pada responden (Aryani, et al., 2009,
Sedangkan untuk perpindahan lokasi atau tempat hlm.129).
penusukan yang paling efektif adalah selama
72-96 jam, kecuali jika sudah ada gejala
kejadian plebitis maka infus harus segera
diganti meskipun blm ada 72 jam. Pemilihan

4
2. Hasil analisis Hubungan Lama Pemasangan infus secara terus-menerus tanpa diganti dan
infus dengan Kejadian Plebitis. digunakan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami plebitis.

Menurut (Asrin, 2006, dalam Triyanto,


Handoyo dan Pramana, 2007, ¶13).
Kejadian plebitis disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah jenis, ukuran dan
bahan kateter, lama waktu pemasangan,
pemilihan tempat insersi, jenis penutup tempat
penusukan (dressing), teknik insersi/penusukan,
sterilitas perawatan terapi intravena, cairan
intravena, obat parenteral dan frekuensi
perawatan terapi intravena menujukan bahwa
faktor yang paling dominan terjadinya plebitis
Berdasarkan uji sperman rank didapatkan hasil p adalah lama waktu pemasangan infus terapi
value kurang dari 0,05 dan nilai r= 0,384 intravena.
(berada diantara 0,25-0,55) artinya kekuatan
hubungan sedang dan berpola positif maka Dengan demikian, untuk mengurangi angka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang kejadian plebitis diperlukan perawatan pada area
signifikan antara lama pemasangan infus dengan penusukan dengan melakukan rotasi penusukan
kejadian plebitis. Semakin lama pemasangan intravena sesuai dengan standar oprasional
infus maka semakin besar terjadi plebitis. prosedur, sehingga dibutuhkan adanya standar
oprasional prosedur pemasangan infus di rumah
Menurut Owen (1997, hlm.88) Secara teknik sakit. Selain itu, perlu diperhatikan faktor lain
lama penggunaan terapi intravena harus dirotasi yang mempengaruhi terjadinya plebitis.
lokasi penusukan setiap 72 sampai 96 jam dan
ganti selang setiap 48 sampai dengan 72 jam. SIMPULAN
Namun telah diketahui dari hasil penelitian ini
didapatkan bahwa paling lama pemasangan infus 1. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dari
pada hari ke-5, sebanyak 33 responden (40,2%). 82 responden, lama pasien terpasang infus
Hasil observasi penelitian menunjukan bahwa sebagian besar pada hari ke-5 sebanyak 33
perawat tidak mengobservasi atau tidak responden (40,2%) dan yang paling cepat
melakukan perawatan pada area tempat pada hari ke-1 sebanyak 5
penusukan seperti halnya tidak melakukan rotasi responden(6,1%).
tempat pemasangan infus setelah infus terpasang 2. Dari hasil penelitian diperoleh sebagian
selama 3 hari. Hal ini akan menyebabkan reaksi besar responden sebanyak 42 responden
infeksi, karena masuknya mikroorganisme (51,2%) mengalami kejadian plebitis
kedalam jaringan yang mengalami trauma dibandingkan yang tidak terkena plebitis
sehingga terjadi plebitis. sebanyak 40 responden (48,8%).
3. Ada hubungan lama pemasangan infus
Hasil penelitian menujukkan bahwa sebagian dengan kejadian plebitis di SMC RS
besar responden yang mengalami kejadian Telogorejo, dengan p value sebesar 0,000
plebitis sebanyak 42 responden (51,2%) dan
paling banyak mengalami plebitis dengan skala SARAN
2 sebanyak 17 responden (20,7%). Terjadinya
plebitis dalam penelitian ini dikarenakan 1. Bagi pelayanan keperawatan saat ini:
sebagian besar responden terpasang infus paling Di harapkan hasil penelitian ini dapat
lama pada hari ke-5. Hal ini didukung oleh bermanfaat bagi pelayanan keperawatan
Nursalam ( 2010, hlm.318) bahwa pemasangan dan untuk menambah wawasan kepada

5
tenaga kesehatan sehingga dalam proses Dilakukan pada Pasien dengan
pemberian tindakan terapi intravena bias Phlebitis di RSUD PROF DR.
mempertimbangkan lama pemasangan Margono Soekardjo
terapi intravena dan melakukan rotasi Purwokerto.Volume2,No2.jos.unso
pemasangan terapi intravena. ed.ac.id/index.php/keperawatan/arti
2. Bagi penelitian lebih lanjut : Diharapkan cle/download/265/110. Di peroleh
untuk penelitian selanjutnya dapat tanggal 22 November 2012
mempertimbangkan faktor-faktor lain Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
selain lama pemasangan infus dengan 129/Menkes/SK/II/2008. Standar
kejadian plebitis, contoh ukura dan bahan Pelayanan Minimal Rumah Sakit
kateter, pemilihan tempat insersi, jenis Mentri Kesehatan Republik
penutup tempat penutup (dressing), teknik Indonesia.www.litbang.depkes.go.i
insersi/ penusukan,sehingga akan di d/sites/download/KMK No. 129 th
peroleh hasil yang lebih baik. 2008. Di peroleh tanggal 12
3. Bagi perkembangan pendidikan Desember 2012.
keperawatan : di harapkan dari hasil Notoatmodjo, soekitjo. (2010). Metodologi
penelitian ini dapat menjadi bahan Penelitian Kesehatan. Jakarta :
tambahan informasi dasardan memberikan Rineka Cipta
wawasan dalam pemberian terapi intravena Nurjanah, D., Solehan, A., & Kristiawati,S,P.
dengan mempertimbangkan lama (2011). Hubungan Antara Lokasi
pemasangan infus dengan kejadian plebitis. Penusukan Infus dan Tingkat Usia
Dengan Kejadian Plebitis diruang
DAFTAR PUSTAKA Rawat Inap Dewasa di SMC RS
Telogorejo.http://ejurnal.stikestelog
Ariyani, R.,Tutiyani, Mumpuni, Mulyani, S. & orejo.ac.id/index.php/ilmukeperawa
Sumiati, Lestari,T. R., et al., tan/article/downlod/48/49.
(2009). Prosedure Klinik Diperoleh tanggal 10 desember
Keperawatan Pada Mata Ajar 2012
Kebutuhan Manusia . Jakarta: TIM Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan
Asrin., Triyanto, E., & Upoyo, A.S. (2006). Metode Penelitian Ilmu
Analisa Faktor-Faktor yang Keperawatan, edisi 2. Jakarta :
Berpengaruh Terhadap Kejadian Salemba medika
Plebitis di RSUD Purbalingga. Owen, A. (1997). Pemantauan Perawatan
Volume 1 no.1. Purbalingga: Kritis, alih bahasa indriani naulia &
Universitas Jendral Sudirman. R. yeni mauliawati editor, setiawan.
http://keperawatan. Jakarta: EGC
unsoed.ac.id/sites/default/files/jks- Perry & Potter. (2010). Fundamental
200607-00110743-52.pdf diperoleh Keperawatan. Edisi 7. Jakarta:
tanggal 12 Desember 2012. Salemba Medika.
Darmanto. (2011). Hubungan Pemasangan Infus Prawirohardjo, Sarwono. (2004). Panduan
dengan Kejadian Phlebitis pada Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pasien dengan Tingkat Usia Kesehatan dengan Sumber Daya
diruang Cempaka RSUD Sunan Terbatas. Jakarta: Yayasan bina
Kalijaga Demak. Semarang: pustaka
poltekes Smeltzer, Bare, (2002). Buku Ajar Keperawatan
Edward. (2011). Penuntun Praktikum Medikal Bedah Brunner &
Keterampilan Kritis II untuk Suddarth. Edisi 8.Jakarta : EGC.
Mahasiswa D-3 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Handoyo., & Triyanto,E. (2007). Analisis
Tindakan Perawatan yang

Anda mungkin juga menyukai