Kelompok VI
Kelompok VI
CROHN DISEASE
B. Epidemiologi
Penyebaran crohn disease telah mencapai kasus global yang
prevalensinya jauh lebih tinggi di AS, Inggris, dan Skandinavia dibandingkan
di Negara-negara eropa tengah dan jarang di asia serta afrika. Di Amerika
Serikat, insidensi tahunannya adalah 3 sampai 5 per 100.000 populasi, yang
sedikit lebih rendah daripada insidensi colitis ulserativa. Insidensi dan
prevalensi kasus crohn disease di AS dan Eropa Barat terus menerus
meningkat.
Penyakit ini menyerang semua usia, dari anak hingga usia lanjut
(lansia). Perempuan sedikit lebih sering terkena daripada laki-laki. Orang
berkulit putih tempaknya dua sampai lima kali lebih sering terkena dibanding
orang bukan kulit putih.
C. Patologi
1. Lokasi keterlibatan
Paling sering terjai pada daerah ileum dan kolon (50%). Crohn
disease yang terjadi pada kolon sering disebut dengan kolitis
granulomatosa, 75% penderita crohn disease mengalami lesi perianal
seperti abses, fistula, dan pertumbuhan polipoid dermis dan jaringan
fibrovaskular dermis (skin tags).
2. Gambaran makroskopis
Crohn disease secara khas berbentuk segmental, di mana antara
bagian usus yang normal dan bagian usus yang terkena berbatas tegas satu
sama lain (skip lesions) dan biasanya transmural serta menyebabkan
kerusakan mukosa.
Pada fase akut,
usus membengkak dan
kemerahan, mukosa usus
hiperemi difus,
peradangan akut serta
ulserasi. Pada fase
kronis, segmen yang
terkena mengalami
penebalan hebat dan
kekakuan. Fibrosis hebat
menyebabkan
peyempitan lumen
disertai obstruksi usus.
Selain karena fibrosis, akibat adanya edema, peradangan, dan hipertrofi
muskularis mukosa dapat mengakibatkan penebalan dinding usus. Secara
radiografis ditemukan “string sign”, adanya arus sempit barium yang
melewati segmen yang sakit. Serosa menjadi suram dan granular. Pada
gambar di samping, hasil dari CT scan enterography menunjukkan
penebalan ileum terminal (panah) pada seorang pasien dengan crohn
disease. Pada segmen ileum yang terkena lemak mesentrik merambat dari
mesentrium mengelilingi dinding usus (creeping fat). Permukaan mukosa
menunjukkan ulkus serpiginosa longitudinal yang dipisahkan oleh pulau-
pulau mukosa edematosa yang tidak teratur sehingga menyebabkan efek
batuan (cobblestone) yang khas. Fisura dapat terbentuk dari antara lipatan
mukosa yang bila perluasannya lebih lanjut akan membentuk fistula atau
saluran sinus yang dapat membentuk abses local pada lumen usus.
3. Gambaran mikroskopis
Ditandai dengan distorsi arsitektur kripte mukosa, peradangan
transmural, dan adanya granuloma epiteloid (pada 65% penderita) pada
pemeriksaan histologi. Kelenjar getah bening mesentrik regional sering
kali membesar dan berisi granuloma nonkaseosa.
Gambaran mikroskopik yang
menjadi perhatian pada crohn disease
adalah lapisan mukosa. Mukosa
memperlihatkan kenampakan antara
lain: (1) peradangan, dengan
infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan
epitel dan akumulasi di dalam
kriptus untuk membentuk abses
kriptus; (2) ulserasi, merupakan hasil
akhir penyakit aktif; dan (3)
kerusakan mukosa kronis dalam bentuk distorsi arsitektur, atrofi, dan
metaplasia yang mungkin saja berupa rudimenter di usus yang metastase ke
lambung. Granuloma dapat ditemukan di mana saja dalam saluran cerna,
bahkan pada pasien dengan CD yang terbatas di satu segmen usus. Namun,
tidak adanya granuloma tidak menyingkirkan diagnosis CD. Pada segmen
yang sakit, muskularis mukosa dan muskularis propria biasanya sangat
menebal, dan fibrosis mengenai semua lapisan jaringan. Pada gambar di atas,
memperlihatkan crohn disease pada colon yang memperlihatkan sebuah
fisura dalam yang meluas hingga ke dinding otot, ulkus kedua yang dangkal
(kanan atas), dan mukosa diantaranya yang relatif utuh. Terdapat banyak
agregat limfosit, yang terlihat sebagai bercak-bercak padat biru sel di
pertemuan antara mukosa dan submukosa.
D. Gambaran Klinis
Crohn disease paling umum melibatkan bagian terminal ileum dan
caecum. Bagaimanapun, pola Crohn disease dapat bervariasi. Pada fase akut,
demam, diare, nyeri pada kuadran kanan bawah menyerupai apendisitis akut.
Sedang pada fase kronis ditandai dengan remisi dan relaps dalam waktu yang
lama. Gambaran ditentukan oleh lokasi, luas, beratnya penyakit, dan
komplikasi dari intestinum dan penyakit extraintestinum. Pasien biasanya
menunjukkan dengan penyakit kronis dengan lebih dari 6 minggu gejala,
tetapi Crohn disease dapat menjadi akut, memperlihatkan dengan nyeri
abdominal hebat, penyempitan intestinum, atau hemorrhage. Diarrhea kronis
adalah komplikasi yang paling umum ditunjukkan dan nyeri abdominal serta
kehilangan berat badan menunjukkan lebih 60 % dari diagnose pasien. Nyeri
abdominal adalah suatu gambaran umum Crohn disease dibanding ulcerative
colitis oleh karena perluasan transmural radang yang mengakibatkan
rangsangan reseptor nyeri di serosa dan peritoneum. Penebalan usus dapat
juga menyebabkan nyeri pada abdominal akibat pembentukan massa. Kram
abdominal dan nyeri setelah makan adalah gejala umum yang sering
menyertai diarrhea, pendarahan rectal, pergerakan usus pada malam hari,
demam, keringat malam, dan kehilangan berat badan. Mual dan muntah
timbul dari penyempitan intestinum yang menghasilkan sebagian atau
lengkap obstruksi usus. Penyakit transmural biasanya bermanifestasi di
daerah perianal sebagai kulit berlabel atau abses perirectal atau fistula yang
terjadi kira-kira 10% dari pasien pada waktu diagnosa, tetapi juga dapat
menunjukkan sebagai suatu massa radang di kuadran kanan bawah.
Manifestasi extraintestinal mencakup gejala musculoskeletal dengan atritis
peripheral atau axial, atau lesi kulit, terutama erythema nodosum, boleh
mendahului, atau menyertai, gejala intestinum dan yang paling umum ketika
colon dilibatkan. Pada anak-anak dan remaja, sering menunjukkan lebih
tersembunyi dan membahayakan, dengan kehilangan berat badan, kegagalan
untuk bertumbuh atau berkembang pada karakteristik sex sekunder, radang
sendi, atau demam dengan asal tak dapat ditentukan. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan menggunakan kombinasi dari radiografis, endoscopi, dan
adanya criteria dari pemeriksaan histology, namun tidak ditemukan adanya
suatu penanda patologi
ataupun biomarker untuk
mendiagnosis penyakit ini.
Komplikasi yang
timbul dapat menyebabkan
seperti malabsorbsi akibat
kolonisasi ileum dan bakteri kolon setelah terbentuknya fistula antara ileum
dan colon. Fistula enterovesika menyebabkan infeksi saluran kemih dan
keluarnya gas dan tinja dan urine. Fistula enterovagina menyebabkan
keluarnya sekret vagina bertinja. Sindrom malabsorbsi juga dapat terjadi pada
penyakit ileum terminalis dan dapat mengakibatkan kegagalan absorpsi
vitamin B12 dan asam empedu, menyebabkan anemi megaloblastik dan
malabsorpsi lemak. Perdarahan samar kronis dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi, dan enteropati kehilangan protein pada mukosa yang
meradang. Crohn disease dapat menyebabkan sedikit peningkatan resiko
karsinoma kolon lebih sedikit dibandingkan kolitis ulseratif.
B. Patogenesis
D. Gambaran Klinis
Tumor (T)
0 = tidak ada
1 = in situ (terbatas di mukosa)
2 = invasi ke muskularis propria
3 = invasi ke subserosa atau lemak perikolon nonperitoneum
4 = invasi ke struktur di dekatnya
Ulkus peptikum adalah lesi kronis, umumnya solitar, yang dpat terjadi di
setiap saluran cerna yang terpajan getah asam-peptik. Paling sedikit 98% ulkus
terjadi di bagian pertama duodenum atau di lambung, dengan perbandingan
sebebsar 4:1.
A. Epidemiologi
Ulkus peptikum adalah lesi yang hilang timbul dan paling sering
didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan sampai lanjut, tetapi lesi ini
mungkin sudah muncul sejak usia muda. Lesi yang sering timbul tanpa faktor
pemicu yang jelas dan kemudian dapat sembuh setelah periode aktif beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Walaupun telah sembuh, kecenderungan
mengalami ulkus peptikum tetap ada. Oleh karena itu, sulit diperoleh data
akurat tentang prevalensi penyakit aktif. Perkiraan terbaik mengisyaratkan
bahwa di Amerika Serikat, sekita 2,5% laki-laki dan 1,5% perempuan
mengidap ulkus peptikum. Untuk laki-laki dan perempuan Amerika Serikat,
risiko seumur hidup mengidap ulkus peptikum adalah 10%.
Pengaruh genetik atau ras tampak sedikit atau tidak berperan
menimbulkan ulkus peptikum. Ulkus duodenum lebih sering dengan sirosis
alkoholik, penyakit paru obstruktif kronis, gagal ginjal kronis, dan
hiperparatiroidisme. Dalam kaitannya dengan dua penyakit terakhir,
hiperkalsemia, apapun penyebabnya, merangsang pembentukan gastrin dan
karenanya terjadi sekresi asam.
B. Patogenesis
1. Hipersekresi Asam
Pada keadaan aklorhidria. Inti penggobatan ulkus peptikum adalah dengan
mengurangi sekresi asam; Antagonis reseptor histamin H2 (contoh
simetidine) dan penghambat pompa proton (contoh, omeprazole), terbukti
sangat efektif.
Namun, belum dapat dipastikan peran asam sebagai penyebab
sesungguhnya. Pasien ulkus duodenum memiliki peningkatan sekresi asam
dengan peningkatan respon terhadap rangsangan normal., tetapi pasien
ulkus lambung sering kali memiliki produksi asam lambung yang normal
atau bahkan rendah. Ulkus lambung paling sering terjadi pada daerah
peralihan antara mukosa antrium pilorus. Lokasi ini sangat bervariasi pada
berbagai individu. Hipersekresi asam merupakan faktor yang sangat
penting, tetapi tidak menjelaskan keseluruhan penyakit ulkus peptikum ini.
Sekresi asam yang sangat meningkat pada pasien sindrome zollinger-
Ellison, disebabkan oleh gastrin yang dihasilkan oleh neoplasma
pankreas. Tingginya kadar gastrin merangsang sekresi asam yang
maksimal secara terus-menerus oleh sel parietal. Pasien-pasien ini
menderita ulkus peptikum yang sulit di obati pada lambung, duodenum,
dan jejunum. Pada sindrome zollinger-Ellison, pengeluaran asam yang
tinngi merupakan penyebab primer ulkus peptikum.
2. Penurunan Ketahanan Mukosa Terhadap Asam
Penurunan ketahanan mukosa terhadap asam merupakan penyebab primer
sebagian besar ulkus lambung. Kadar prostaglandin E2 pada cairan
lambung menurun secara konsisten pada pasien ulkus peptikum. Kadar
PGE2 naik selama fase penyembuhan dan tetap rendah pada pasien dengan
ulkus yang tidak sembuh. Penghambat sintesis prostaglandin, seperti
aspirin, seperti ibuprofen, dan indometasin- dan merokok sigaret-
diketahui mempunyai efek merugikan pada penyembuhan ulkus peptikum.
Analog PGE2 sintetik (seperti, misoprosol) memepercepat penyembuhan
pada penelitian percobaan.
3. Infeksi Helicobacteri pylori
Infeksi H.pylori pada antrum pilorus terjadi pada hampir semua pasien
ulkus duodenum kronis. Pada lambung, organisme ini tumbuh pada
lapuisan mukosa permukaan, yang kemudian dapat berubah, menurunkan
ketahanan mukosa. Mekanisme infeksi H Pylori pada lambung yang
menyebabkan ulkus duodenum, tidak diketahui. Tidak didapatkan infeksi
secara langsung pada duodenum oleh H Pylori.
4. Motilitas Lambung Abnormal
Pasien ulkus duodenum mengalami peningkatan kecepatan pengosongan
lambung. Isi lambung yang masuk secara cepat dapat melebihi
kemampuan duodenum dalam menetralisir asa sehingga menyebabkan
ulserasi peptikum.
5. Pepsinogen
Peningkatan kadar pepsinogen terjadi pada beberapa keluarga yang rentan
ulkus. Namun, pada sebagian besar pasien penyakit ulkus peptikum tidak
terjadi perubahan sekresi pepsinogen.
C. Patologi
Ulkus peptikum kronis biasanya soliter, sering besar (lebih dari 1cm,
kadang lebih besar dari 5cm), dan berbentuk bundar sampai oval dengan
tampilan melesak dengan penonjolan keluar. Tepinya kemerahan dengan
permukaan mukosa sedikit menonjol karena edema. Lantai ulkus halus, dan
dasarnya tebal dan keras karena fibrosis. Lipatan mukosa yang tampak
mengelilingi ulkus seperti jari-jari roda ke arah luar disebabkan oleh kontraksi
jaringan ikat pada dasar ulkus.
Ulkus peptikum kronis berbeda dari gastropati erosif akut pada faktor
etiologi, ukuran, jumlah, dan penyebaran lesinya. Ulkus pada gastropati erosif
akut cenderung kecil (<1cm), multipel, dan tersebar diseluruh lambung,
sedangkan ulkus kronis berukuran besar, soliter, dan biasanya terdapat pada
kurvatura minor atau pada antrum piloris.
D. Morfologi
Semua ulkus peptikum, bagi lambung atau duodenum, memperlihatkan
gambaran makroskopik dan mikroskopik yang identik. Berdasarkan deffinisi,
ulkus ini adalah defek di mukosa yang menembus palig sedikit hingga
submukosa, dan sering hingga muskularis propria atau lebih dalam. Sebagian
besar berupa kawah punched-aout bundar berbatas tegas dengan garis tengah
2-4 cm. Ulkus di duodenum cenderung lebih kecil, sementara lesi di lambung
mungkin secara bermakna lebih besar. Tempat yang di sukai adalah dinding
anterior dan posterior bagian pertama duodenum dan kurfatura minor lambung.
Lokasi di dalam lambung ditentukan oleh luas gastritis yang menyertai ;
gastristis antrum, merupakan bentuk yang sering ditemukan, dan ulkus sering
terletak di sepanjang kulfatura minor ditepi daerah yang radang dan mukosa
korpus penghasil asam di sebelah hulu. Kadang-kadang ulkus lambung
terbentuk di kurfatura mayor atau dinding anterior atau posterior lambung,
yaitu lokasi yang persis sama dengan likasi sebagian besar kanker lambung.
Biasanya tepi kawah tegak lurus dan terdapat sedikit edema di mukosa
sekitar, tetapi tidak seperti ulkus kanker tidak ditemukan peninggianyang
sanggat terlihat atau pembentukan semacam bubungan di tepi ulkus. Lipatan
mukosa disekitarnya mungkin menyebar seperti jari-jari roda. Dasar kawah
tampak bersih, karena eksudat peradangan dan jaringan nekrotik tercerna oleh
pepsin. Kadang-kadang di dasar ulkus tampak sebuah arteri yang telah
mengalami erosi (biasanya berkaitan dengan riwayat perdarahan signifikan)
bilah kawah ulkus menembus didnding duodenum atau lambung, dapat terjadi
peritonitis lokal atau generliasata. Namun, perforasi dapat tertutup oeh struktur
di dekatnta seperti omentum, hati, atau pankreas.
Gambaran histologi berfariasi sesuai aktifitas, keparahan dan derajat
penyembuhan. Pada ulkus kronis terbuka, dapat dibedakan menjaddi empat
zona yaitu :
1. Dasar dan tepi memiliki sebuah lapisan tipis debris fibrinoid nekrotik.
2. Suatu zona infiltrat peradangan nonspesifik aktif dengan predominannsi
neutrofil.
3. Jaringan granulasi.
4. Jaringan parut fibrosa kolagenosa yang menyebar luas dari tepi ulkus.
Pembuluh yang terperangkap dalam jaringan parut dapat menebal dan dapat
mengalami trombosis atau juga menjadi paten.
E. Manifestasi Klinis
Sebagian besar ulkus petikum menyebabkan rasa perih, rasa panas, atau
nyeri tumpul epigastrium, tetapi sebagian kecil datang sudah dengan penyulit
seperti perdarahan atau perforasi. Nyeri cenderung lebih berat pada malam hari
dan terjadi biasanya satu sampai tiga jam setelah makan siang. Biasanya nyeri
meredah dengan alkali atau makanan, tetapi banyak terdapat pengecualian.
Mual, muntah, kembung, bersendawa, dan penurunan berat signifikan ( jika
ada keganasan) merpakan kelainan tambahan.
Perdarahan adalah keluhan utama, terjadi pada hampir sepertiga pasien, dan
mungkinn membahayakan nyawa. Perforasi terjadi pada lebih sedikit pasien.
Obstruksi saluran pylorus jarang terjadi.
Ulkus peptikum terkenal merupakan lesi kronis rekuren (menurunkan
kualitas hidup). Apabila tidak diobati, pasien biasanya memerlukan waktu 15
tahun untuk sembuh. Bagaimanapun, dengan terapi antibiotik dan lain-lain,
sebagian pasien ulkus dapat di tolong walau tidak sembuh tetapi dapat
menghindari pembedahan.
IV. KOLITIS ULSERATIVA
1. Etiologi
a) Mikroba yang terdapat di lumen
b) Antigen makanan
c) Rangsangan inflamasi endogen
3. Patogenesis
a) UC berawal dari adanya infiltrat peradangan difus, yang terutama
terdiri atas sel mononukleus, di lamina propria. Infiltrat neutrofilik di
lapisan epitel dapat menyebabkan terbentuknya kumpulan neutrofil di
lumen kriptus (abses kriptus)namun tidak spesifik.
b) Terjadi detruksi mukosa lebih lanjut yang menyebabkan terjadinya
ulkus
c) Ulkus yang terjadi meluas, jika meluas sampai ke dalam
submukosa,kadang-kadang menyebabkan muskularis propria terpajan.
d) Kawah ulkus terisi oleh jaringan granulasi, diikuti oleh regenerasi
epitel mukosa.
e) Fibrosis submukosa serta kacaunya arsitektur mukosa dan atrofi
merupakan gejala sisa dari penyakit yang sudah sembuh.
f) Lamanya penyakit dan luasnya lesi dapat menyebabkan timbulnya
Karsinoma Kolon.
4. Gambaran Klinis