Anda di halaman 1dari 34

Laporan Tutorial

MODUL 2 BLOK 14

Tentang

PENYAKIT GINGIVA dan PERIODONTAL

Oleh Insisivus 2
Oryza Shafira Aldi
Mutia Oktori Yelfitri
Muhammad Gheza Akbar
Farhan Muhammad Nouve
Eunike Yemima Sembiring
Putri Habci Amran
Yulia Asri Efendi
Hasya Prana Dewi
Dinda Ratna Juwita
Hanifa Denis

Tutor : drg.Reni Nofika, Sp.Kg

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2019
Modul 2

PENYAKIT GINGIVA dan PERIODONTAL

Skenario 2
Gusi dora sakit

Dora (42 tahun ) datang ke Rumah sakit gigi dan mulut dengan keluhan gigi belakangnya
terasa sakit dan berdenyut sejak 1 minggu yang lalu, saat menyikat gigi gusi sering berdarah
dan hampir di semua gigi. Dari anamnesa diketahui dora menderita diabetes melitus yang
terkontrol sejak 2 tahun yang lalu, sehingga gigi nya banyak yang goyang dan gusinya mudah
berdarah

Pemeriksaan intra oral, terlihat gingiva abses gii 31 dan 41, gingivitis hampir di semua regio,
kegoyahan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah, beberapa gigi karies di sertai
mobility grade 1, oral hygiene buruk. Pada rontgen foto, terlihat kerusakan tulang horizontal
hampir di semua regio. Terdapat area radiolusen sepanjang akar gigi dan periapikal gigi 12
yang telah dilakukan perawatan endodontik. Regio posterior rahang bawah dan atas
mengalami periodontitis kronis, dengan adanya poket periodontal yang cukup dalam bleeding
on probing. Jika tidak segera dirawat, kondisi tersebut dapat berlanjut dengan timbulnya
abses periodontal.

Dapatkah saudara menguraikan kondisi yang dikeluhkan dora?


Langkah Seven Jumps :

1. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang


dapat menimbulkan kesalahan interpretasi
2. Menentukan masalah
3. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge
4. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan mencari
korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat solusi secara
terintegrasi
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
6. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain
7. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh

URAIAN

Langkah I

Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi.

1. Periodontitis Kronis
Penyakit jaringan periodontal akibat infeksi yang menyebabkan inflamasi yang
melibatkan struktur pendukung sebagai kelanjutan dari gingivitis kronis yang tidak
dirawat
2. Bleeding on probing
Kondisi dimana terjadi pendarahan saaat probing
3. Abses periodontal
abses yang terbentuk karena timbulnya peradangan ligamen periodontal.
4. Gingivitis
Perubahan patologis yang disertai gejala inflamasi pada gingiva, belum terjadi
kehilanagn perlekatan dan kerusakan jaringan periodontal
5. Poket periodontal
Adalah sulkus gingiva yang bertambah dalam secara fisiologis karna kerusakan
jaringan pendukung

Langkah II

Menentukan masalah

1. Apa saja prosedur pemeriksaan dan diagnosis jaringan periodontal?


2. Apa sjja bagian dari prognosis penyakit periodontal?
3. Apa saja klasifikasi penyakit periodontal?
4. Apa saja klasifikasi gingivitis?
5. Apa saja tanda klinis gingivitis dan periodontitis?
6. Apa saja faktor penyebab gingivitis dan periodontitis?
7. Apa saja tanda dan gejala klinis poket periodontal?
8. Apa penyebab poket periodontal dora dalam?
9. Mengapa jika kondisi ibu dora tidak dirawat akan menyebabkan abses periodontal?
10. Penyebab gigi yang banyak plak terhadap kondisi gingiva?
11. Hubungan penyakit diabetes melitus dengan penyakit periodontal?

Langkah III

Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge

1) Pemeriksaan
a. Mengenal pasien : menjalin kedekatan dengan pasien : anamnesa, attitude,
phisiological, mental dan status emosional, tempramen
b. Medical history : alergi, pendarahan
General medical history penting untuk proteksi pasien high risk
c. Intraoral radiography (penunjang) : apabila pemeriksaan objektif dan subjektif
belum mendapatkan hasil
d. Pemeriksaan oral (stain, debris)
e. Pemeriksaan pendarahan (inflamasi, berdarah)

2) Prognosis
Excellent Prognosis
Good Prognosis
Fair Prognosis
Poor Prognosis
Questionable Prognosis
Hopeless Prognosis

3) Klasifikasi Penyakit Periodontal


Gingival disease : plak, non plak
Periodontitis : Kronik, agresif, manifestasi sistemik
Necrotizing Periodontal desease : NUG, NUP
Abses : Gingival, Periodontal, Koronal

4) Klasifikasi Gingivitis
a. Akut : Pembentukan vesikle : tiba tiba – ANUG, stomatitis herpetic akut
b. Kronis : pembengkakan lunak, infiltrasi cairan dan eksudat : simple, complicated,
desquamasi

5) Tanda periodontitis :
- Inflamasi gingiva
- Akumulasi plak
- Kehilangan tulang > 40 %
- Adanya pket
- Mobiliti gigi
- Adanya ppuus
Tanda gingivitis :
- Perdarahan saat probing
- Perubahan warna
- Perubahan konsistensi
- Perubahan tekstur permukaan

6) Faktor penyebab gingivitis dan periodontitis


a. Lokal : trauma oklusi, akumulasi plak, kalkulus,
b. Lingkungan : stressm rokok
c. Sistemik : DM, HIV/AIDS, obat obatan, hormonal

7) Tanda Klinis Poket Periodontal


- Gingival berwarna merah kebiruan
- Tepi gingiva margin membulat dan terlepas dari permukaan gigi

8) Penyebab poket periodontal dalam


- Terjadi kehilangan perlekatan gingiva dan tulang karena epitel penyatu
bermigrasi ke arah apikal
- Bergeraknya gingiva ke arah korona karena perbesaran gingiva

9) Adanya poket yang dalamyang disebabkan oleh inflamasi karena bakteri


menyebabkan sel radang didaerah tersebut meningkat, jika akkses drainase daerah
tersebut tidak ada maka eksudat yang terbentuk akan terakumulasi dan lama – lama
akan menjadi abses

10) Enlargement Gingiva : pelebaran gingiva dari normal yang menimbulkan masalah
pada kebersihan gigi geligi
Ketika plak semakin menumpuk – gigi meradang – gingivitis – dilakukan scalling –
radang sehat/jadi normal

11) - Terjadinya penebalan membran basal menyebabkab migrasi sel radang terhambat
sehingga menyebabkan penurunan sistem imun
- Perlekatan kolagen menurun
- DM akan menyebabkan kadar glukosa tubuh meningkat sehingga akan terjadi
peningkatan induksi bakteri. Selain itu kerja enzim kolagenase meningkat yang
menyebabkan sintesa kolagen mengalami penurunan, jika hal ini dibiarkan maka
akan terjadi mobiliti gigi
- Jika tidak dikontrol akan terjadi kerusakan tulang
Langkah IV

Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan mencari


korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat solusi secara
terintegrasi.

Wanita ( 42th )

RSGM
Pemeriksaan Pemeriksaan
Pemeriksaan Objektif Penunjang
Subjektif

Gigi 31 dan 41 gingil Rontgen


Gigi posterior terasa sakit abses
dan berdenyut Kegoyahan pada gigi RA Kerusakan tulang
Nyeri kena angin dan RB alveolar horizontal
Perdarahan saat sikat gigi Gingivitis di semua regio Radiolusen pada akar
Beberapa gigi karies dan gigi dan periapikal gigi
DM Terkontrol
mobility grade 1 12 pasca endo
OH buruk
BOP

Penyakit gingiva dan periodontal

Pemeriksaan
diagnosa dan
Lesi endo
prognosa Manifestasi
perio
jar.periodontal penyakit
Pola Kerusakan sistemik
Tulang terhadap
Langkah V Klasifikasi penyakit
periodontal dan penyakit perio
Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
patofisiologisnya
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pemeriksaan diagnosa dan prognosa
jaringan periodontal
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Klasifikasi penyakit periodontal
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pola kerusakan tulang
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Lesi Endo perio
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Manifestasi penyakit sistemik
terhadap penyakit periodontal
Langkah VI

Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain

Langkah VII

Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh

URAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pemeriksaan diagnosa


dan prognosa

DIAGNOSIS KLINIS
Kunjungan pertama
Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai
beberapa hal seperti:
1. Penilaian pasien secara keseluruhan
Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah status mental dan emosional
pasien, tabiat, sikap, dan umur fisiologi (Carranza, 1990).
2. Riwayat sistemik
Menurut Carranza (1990), suatu riwayat sistemik akan menolong
operator dalam hal (1) diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2)
penemuan kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi respon jaringan
periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan kondisi sistemik yang
membutuhkan suatu tindakan pencegahan dan modifikasi dalam
perawatannya. Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Apakah pasien sedang dalam perawatan dokter; jika iya, tanyakan asal,
durasi penyakit serta terapinya. Penyidikan dapat dilakukan berdasarkan dosis dan
durasi terapi dengan antikoagulan dan kortikosteroid.
b. Riwayat rheumatic fever, rheumatic atau penyakit jantung kongenital,
hipertensi, angina pectoris, myocardial infarction, nefritis, penyakit ginjal,
diabetes, dan/atau pingsan.
c. Kecendrungan perdarahan yang abnornal seperti hidung yang berdarah,
perdarahan yang lama pada luka kecil, ecchymosis spontan, kecendrungan
terhadap memar yang berlebihan, dan perdarahan menstruasi yang
berlebihan.
d. Penyakit infeksi, termasuk berkontak dengan penyakit infeksi di rumah
atau di kantor, atau baru saja mendapat rontgen di bagian dada.
e. Kemungkinan memiliki penyakit akibat pekerjaannya.
f. Riwayat alegi, termasuk hay fever, asma, sensitif terhadap makanan, atau
sensitif terhadap obat misalnya aspirin, codeine, barbiturat, sulfonamide,
antibiotik, prokain, dan laxatives atau terhadap bahan dental seperti
eugenol atau resin akrilik.
g. Informasi onset pubertas dan menopause dan mengenai kelainan menstrual atau
hysterectomy, kehamilan, atau keguguran.

3. Riwayat kesehatan gigi


Pada saat mencari riwayat kesehatan gigi, praktisi mendapat
kesempatan untuk menulai perilaku pasien, membangun hubungan, dan
mempelajari penyakit gigi yang telah lalu serta responya terhadap perawatan.
Juga penting untuk mengetahui cara pemeliharaan kebersihan mulut yang
selama ini dilakukan oleh pasien di rumah yang mencerminkan pengetahuan
pasien tentang kesehatan gigi (Fedi dkk, 2005). Menurut Carranza (1990),
pada saat pengumpulan riwayat kesehatan gigi, harus ditanyakan pula keluhan
utama pasien. Gejala pasien dengan penyakit gingival dan periodontal
berhubungan dengan perdarahan pada gusi, spacing pada gigi yang
sebelumnya tidak ada, bau mulut, dan rasa gatal pada gusi yang dapat
berkurang melalui pencungkilan dengan tusuk gigi. Selain itu juga terdapat
rasa nyeri dengan variasi tipe dan durasi, misalnya konstan, tumpul, gnawing

4. Survey radiografi intraoral


Survey radiografi minimum terdiri dari 14 film intraoral dan 4
bitewing posterior. Survey lengkung gigi dan struktur sekitarnya dapat dilihat
dengan mudah melalui radiograf panoramik. Radiograf panoramik
menyediakan gambar radiografi keseluruhan yang informatif untuk melihat
distribusi dan keparahan kerusakan tulang pada penyakit periodontal

Kunjungan kedua
1. Pemeriksaan rongga mulut
Menurut Carranza (1990), pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene,
bau mulut, pemeriksaan rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah
bening.

Oral hygiene
Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat
akumulasi debris makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi.
Pemeriksaan jumlah kualitatif plak dapat membantu menegakkan diagnosis.
Bau Mulut
Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau atau aroma
menyengat yang berasal dari rongga mulut. Adanya halitosis dapat membantu
dalam menegakkan diagnosa. Halitosis berhubungan dengan penyakitpenyakit
tertentu, dan dapat berasal dari faktor lokal maupun ekstraoral.
Sumber lokal penyebab halitosis dapat berasal dari impaksi makanan diantara
gigi, coated tongue, acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG),
dehidrasi, karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan pasca operasi
atau pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat mudah
diidentifikasi.
Pemeriksaan Rongga Mulut
Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum,
dan daerah oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil
pemeriksaan tidak berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter
gigi harus mendeteksi perubahan patologis yang terjadi.
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening dapat membesar dan/atau mengeras sebagai
respon episode infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual fibrotik.
Kelenjar yang inflamasi menjadi membesar, terpalpasi, empuk, dan tidak
bergerak. Acute herpetic gingivostomatitis, ANUG, dan abses periodontal akut
menghasilkan pembesaran kelenjar getah bening.

2. Pemeriksaan gigi
Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah
kariesnya, perkembangan kecacatan, anomali bentuk gigi, wasting,
hipersensitifitas, dan hubungan kontak proksimal.
Wasting disease of the teeth
Wasting diartikan sebagai pengurangan substansi gigi secara
berangsur-angsur yang terkarakteristik oleh pembentukan permukaan yang
halus, dan mengkilat. Bentuk dari wasting adalah erosi, abrasi, dan atrisi.
Erosi adalah depresi berbentuk baji pada daerah servik permukaan fasial gigi.
Abrasi adalah hilangnya substansi gigi yang disebabkan oleh penggunaan
mekanis mastikasi. Atrisi adalah terkikisnya permukaan oklusal akibat kontak
fungsional dengan gigi antagonis.
Dental Stains
Dental stains adalah deposit yang terpigmentasi pada gigi. Dental stain harus diperiksa
dengan teliti untuk menentukan penyebabnya.
Hipersensitifitas
Akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva menjadi sensitif terhadap
perubahan suhu atau stimulasi taktil. Pasien sering menunjuk langsung lokasi
yang sensitif. Hipersensitifitas dapat diketahui melalui eksplorasi dengan
probe atau udara dingin.
Hubungan kontak proksimal
Terbukanya kontak yang tipis menyebabkan impaksi makanan. Hal ini
dapat dicek melalui obeservasi klinis dan dengan dental floss.
Kegoyahan gigi
Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan:
i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalam
batas ligamen periodontal. Hal ini berbungan dengan distorsi
viskoelastisitas ligamen periodontal dan redistribusi cairan peridontal, isi
interbundle, dan fiber. Pergerakan inisial ini terjadi dengan tekanan sekitar
100 pon dan pergerakan yang terjadi sebesar 0.05 sampai 0.1 mm (50
hingga 100 mikro)
ii. Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik
tulang alveolar sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan horizontal.
Ketika mahkota diberi tekanan sebesar 500 pon maka pemindahan yang
terjadi sebesar 100-200 mikro untuk incisivus, 50-90 mikro untuk caninus,
8-10 mikro untuk premolar dan 40-80 mikro untuk molar.

GAMBARAN RADIOGRAFI
Radiograf merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosa penyakit periodontal, tetapi radiograf semata tidak dapat
menentukan diagnosa. Beberapa persyaratan umum dalam pemeriksaan
radiografik yang lengkap, yaitu:
1. Rangkaian film yang dibuat, meliputi:
a) Rangkaian foto rontgen periapikal seluruh gigi (full-mouth)
b) Empat foto rontgen sayap gigit periodontal
c) Foto panoramik sebagai tambahan
2. Kualitas foto rontgen yang baik, melipuit densitas, kontras dan pengambilan sudut
yang tepat, serta harus mencakup seluruh detail anatomi daerah yang dimaksud

Gambaran yang diperoleh dari foto rontgen, antara lain:


1. Morfologi dan panjang akar
2. Perbandingan mahkota : akar klinis
3. Perkiraan banyaknya kerusakan tulang
4. Hubungan antara sinus maksillaris dengan kelainan bentuk jaringan
periodontal
5. Resorpsi tulang horizontal dan vertikal pada puncak tulang interproksimal.
Harus diingat bahwa tinggi tulang interseptal yang normal biasanya sejajar
dan sekitar 1-2 mm lebih ke apikal bila dibandingkan dengan garis khayal
yang ditarik melalui pertemuan sementoemail gigi-gigi.
6. Pelebaran ruang ligamen periodonsium di daerah mesial dan distal akar.
7. Keterlibatan furkasi tingkat lanjut
8. Kelaianan periapeks
9. Kalkulus
10. Restorasi yang mengemper (overhang)

Radiografi tidak dapat memperlihatkan aktivitas penyakit, tetapi dapat


menunjukkan efek penyakit. Hal-hal yang tidak dapat ditunjukan rontgen adalah
1. Ada atau tidaknya poket
2. Morfologi kelainan bentuk tulang yang pasti, khususnya cacat uang berliikuliku,
dehisensi, dan fenestrasi
3. Kegoyangan gigi
4. Posisi dan kondisi prosesus alveolar di permukaan fasial dan lingual
5. Keterlibatan furkasi tahap awal
6. Tingkat perlekatan jaringan ikat dan epitel jungsional

ADVANCE TECHNIQUE
Advance technique diagnostik merupakan pengembangan teknik atau
teknik lanjutan yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit, misalnya:
1. Pemeriksaan tingkat inflamasi gingiva.
Pada pemeriksaan klinis, tingkat inflamasi gingiva hanya dilihat berdasarkan
kondisi klinis melalui tanda kemerahan, bengkak dan perdarahan. Namun saat
ini tingkat inflamasi gingiva dapat diketahui dengan pengukuran aliran cairan
crevicular gingiva. Cairan clevicular gingiva dikumpulkan dengan
microcapillary tubes dan dengan menempatkan filter paper strips pada celah
jalan masuk dan mengukur jumlah cairan yang meresap dalam filter paper.
Selajutnya pengukuran dapat dilakukan dengan ninhydrin area methode
(NAM) atau dengan alat elektronik, Periotron 6000 (Carranza, 1990).
2. Pemeriksaan kedalaman poket dengan electronic periodontal probe
Menurut Carranza (1990), kelebihan electronic periodontal probe dibandingkan periodontal
probe klasik, antara lain:
a) Presisi hingga 0.1 mm
b) Jangkauan hingga 10 mm
c) Tekanan saat probing yang konstan
d) Non-invasif, ringan, dan nyaman digunakan
e) Dapat mengakses seluruh lokasi pada semua gigi
f) Sistem panduan untuk menjamin angulasi probe
g) Tidak terdapat bahaya material dan shok elektris
h) Output digital
3. Xeroradiography
Xeroradiography adalah sistem penggambaran menggunakan proses duplikasi
xerographic untuk merekam gambaran x-ray. Jika dibandingkan dengan
radiografi intraoral, hasil xeroradiography menunjukkan gambar yang lebih
bagus, terutama pada struktur yang tajam seperti trabekula dan daerah dengan
perbedaan kepadatan misalnya jaringan lunak. Dengan hasil gambar yang
lebih bagus, maka memudahkan operator untuk menilai kerusakan tulang yang
berhubungan dengan periodontitis (Carranza, 1990).
4. ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi. ELISA terutama
digunakan untuk menentukan serum antibodi pada periodontophatogen
(Carranza, 1990).

PENERAPAN KLINIS PROGNOSIS

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan prognosis dari gigi geligi secara
keseluruhan dan individual telah dijelaskan di atas. Dari hasil analisis mengenai faktor-faktor
tersebut diatas, praktisi dapat menentukan kategori prognosis secara klinis sebagai berikut :

Prognosis sempurna, apabila tidak ada kehilangan tulang, kondisi gingiva bagus, dan
pasien kooperatif.
Prognosis bagus, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut : kondisi
tulang penyangga memadai, dapat menghilangkan faktor etiologi yang memperlihatkan
kemungkinan gigi dipertahankan, dan pasien kooperatif.

Prognosis sedang, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut : kondisi
tulang penyangga kurang memadai, beberapa gigi goyang, terjadi kelainan furkasi derajat I
(permulaan, poket supraboni), kemungkinan yang memadai untuk dipertahankan, kooperasi
pasien yang masih dapat diterima.

Prognosis jelek, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut : kehilangan
tulang yang moderat sampai berat, gigi goyang, kelainan furkasi derajat I dan derajat II
(kerusakan tulang sedikit, prob periodontal dapat masuk sedikit, sedikit radiolusensi) dan
kooperasi pasien meragukan.

Prognosis yang dipertanyakan, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal
berikut : kerusakan tulang lanjut, kelainan furkasi derajat II dan derajat III (kehilangan
sebagian tulang furkasi, tanpa kehilangan gingiva), gigi goyang, area yang tidak terjangkau
oleh sikat gigi/alat.

Prognosis tanpa harapan, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut :
kerusakan tulang lanjut, tidak ada area yang dapat dipertahankan, indikasi pencabutan.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Klasifikasi Penyakit


Periodontal

Klasifikasi gingivitis :
1. Diinduksi oleh plak
a. Oleh plak saja
b. Oleh faktor sistemik
o Sistem endokrin : pubertas, menstruasi, kehamilan
o Kelainan darah : leukimia
c. Obat – obatan, bisa terjadi gingiva enlargement dan gingivitis
d. Malnutrisi : ascorbic acid

2. Tanpa di induksi plak


a. Bakteri spesifik
o Neisseria gonnoroe
o Streptococcus Sp
o Treponema pallidum
b. Virus spesifik
o Herpes virus : primer herpetik gingivistomatitis
c. Jamur
o Species candida
o histoplasmosis
d. Keturunan
o Hereditary gingival fibromatosis
e. Kondisi sitemik
o Mucocutaneus disorder : lichen planus, pemphigoid
o Reaksi alergi : karena mercury, nikel, pasta gigi

Klasifikasi penyakit gingiva dan periodontal yang dimodifikasi :

a. Penyakit gingiva
 Gingivitis
Merupakan penyakit gingiva yang berupa inflamasi yang disertai dengan
tanda – tanda inflamasi yaitu perubahan warna, konsistensi, tekstur
permukaan, besar dan kontur perdarahan pada probing dan perubahan
sulkus gingiva yang menjadi saku gusi
 Gingivitis kronis
Gingivitis smple
Inflamasi merupakan perubahan primer dan etiologi satu –
satunya dan tidak ada komplikasi faktor sistemik
Gingivitis terkomplikasi
Inflamasi merupakan perubahan sekunder yang bertumpang
tindih diatas kelainan faktor sistemik, misalnya pengaruh
overgrowth karena obat. Faktor pemicu mengakibatkan
terjadinya perubahan klinis pada gingiva akibat faktor
sistemik mengalami perubahan mikroskopis yang secara
klinis belum terlihat misalnya pregnancy gingivitis
Gingivitis deskuamatif
Radang kronis pada gingiva dengan ciri – ciri gingiva
bewarna sangat merah disertai pengelupasan epitel
permukaan
 Gingivitis akut
Gingivitis ulseratif nekrosis akut ( ANUG )
Merupakan infeksi akut gingiva tanpa melibatkan jaringan
periodonsium lain. Keadaan dimana diperoleh lesi
berbentuk kawah ( ulkus ) di bagian proksimal dengan
daerah nekrosis luas, ditutupi / tidak ditutupi lapiisan
pseudomembran warna putih keabuan
ANUG yang tidak berkaitan dengan HIV
ANUG yang berkaitan dengan HIV
Gingivostomatitis herpetik akut
 Hiperplasia gingiva non inflamasi yang diinduksi obat – obatan
Obat seperti penithoin, nifedipine, ciklosporin dapat menyebabkab
hiperplasia gingiva. Bila kelainan ini terkomplikasi radang, keadaannya
berubah menjadi gingivitis terkomplikasi.

b. Penyakit periodontal
Merupakan inflamasi yang melibatkan struktur gingiva dan struktur periodontal
pendukkung. Peraliahan gingivitis menjadi periodontitis akan membentuk saku
periodontal. Tanda klinisnya adalah : mobiliti gigi, kehilangan tulang dan cacat
tulang, lesi furkasi, abses periodontal dan terjadi miggrasi patologis
 Periodontitis berkembang lambat
Dulu disebut periodontitis dewasa. Namun APP world workshop 1999
mengganti nama penyakit ini dengan periodontitis kronis. Merupakan
perluasan gingivitis kronis yang melibatkan struktur periodontal
pendukung. Timbul setelah usia 35 tahun namun bisa terjadi pada usia
muda. Yang jadi patokan adalah laju destruksi yang lambat. Disertai
dengan penumpukan plak dan kalkulus yang banyak dan inflamasi gingiva
mencolok.
 Periodontitis pra pubertas
Terjadi pada usia pubertas. Lesi bermula setelah gigi desidui erupsi. APP
world workshop menyebutnya dengan nama periodontitis agresif.
 Periodontitis juvenile
Terjadi pada anak – anak dan remaja. Ditandai dengan destruksi tulang
alveolar yang cepat terutama pada M1 / I tapi inflamasi gingiva ringan.
 Periodontidi berkembang cepat
Terjadi pada remaja usia 20 an. Tanda klinisnya ditandai dengan destruksi
tulang alveolar yang cepat terutama pada M1 / I tapi inflamasi gingiva
ringan.
 Periodontitis berkaitan dengan faktor sistemik
Faktor etiologi : sindrom down, DM tipe 1, sindrom papillon leverfe,
AIDS
 Periodontitis ulseratif nekrosis
Merupakan lanjutan dari GUNA yang ditandai dengan terbentuknya krater
tulang
 Periodontitis rekraktori
Tidak disertai dengan penyembuhan meskipun dirawat dengan terapi
periodontal konvensional secara adekuat
 Resesi gingiva non inflamasi
Terjadi pada gingiva sehat. Merupakan lesi terisolasi maupun menyeluruh.
Timbul karena menyikat gigi yang salah dan diperhebat dengan adanya
malposisi gigi / permukaan gigi terlalu cembung.
 Periodonttis kronis
Gejalanya kemerahan / pendarahan dari gusi saat menyikat gigi dan saat
menggunakan benang gigi, menggigit makanan keras, halitosis, resesi
gingiva sehingga gigi tampak panjang, saku gusi, kadang adanya rasa
sakit. Biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gii sulung ataupun gigi
tetap.
 Periodontitis agresif
Kehancuran tulang terjadi secara cepat, jumlah mikroba tidak konsisten
dengan tingkat keparahan hiperresponsif makrofag, peningkatan kadar
prostaglandin dan interleukin lokal.
Terbagi atas :
 Lokal : hanya satu M atau satu I yang terkena
 General : sedikitnya 3 gigi permanen terkena selain M dan I
 Abses periodonsium
 Abses gingiva : infeksi dan bernanah hanya melibatkan gusi,
jaringan lunak dekat gingiva margin / papilla interdental
 Abses periodontal : infeksi bernanah melibatkan dimensi yang
lebih besar dan jaringan gusi, memperpanjang apical dan
berdekatan saku periodontal, semacam lesi pada kerusakan ligamen
periodontal dan tulang alveolar
 Abses perikoronal : infeksi bernanah dalam gusi yang mengelilingi
mahkota gigi
 NUG
Daerah ulserasi dan nekrosis pada interdental papil yang ditutupi lapisan
lunak bewarna kuning / pseudomembran sebagai karakteristik lesi NU
dimana tepi ulserasi dikelilingi lesi eritematous. Lesi ditandai nyeri dan
perdarahan ringan, sering tanpa rangsanngan, oral malador, limfadenopati
yang terlokalisir, demam dan malaise.

Secara mikroskopis NUG menunjukkan inflamasinekrosis yang tidak


spesifik dengan adanya PMN leukosit predominan ( PMN, netrofil ) yang
berinfiltrasi ke dalam daerah ulserasi dan juga terdapat sel – sel inflamasi
kronik yang berinfiltrasi seperti limfosit daan sel plasma kedalam
peripheral dan daerah yang lebih dalam.

4 zona NUG menurut mikroskopis :


a. Zona bakteri mengandung masa yang besar dengan bermacam tipe
termasuk spirosit
b. Zona netrofil mengandung beberapa netrofil predominan dan
leukosit dengan beberapa spirosit dan bakteri lain diantara sel
c. Zona nekrosis mengandung sel mati, beberapa spirosit, bakteri lain
d. Zona infiltrasi spirosit mengandung jaringan yang terinfiltrasi oleh
spirosit tapi tak ada bakteri lain

Bakteri NUG :

a. Provotella intermedia
b. Fusobakterium
c. Terponema
d. Selenomonas

 NUP
Merupakan mekrosis dan ulserasi dari koronal ke interdental papil dan
margin gingiva dengan rasa nyeri, kemerahan pada margin gingiva dengan
perdarahan ringan.
Gambaran klinis : kehilanngan perlekatan dan kehilangan tulang,
kegoyangan gigi, kehilangan gigi.
Gambaran mikroskopis NUP mengindikasikan kondisi yang parah dan
adanya bakteri oportunis pada host yang mengalami imunitas ( HIV positif
). Pada penderita HIV positif terjadi kehilangan tulang sampai 90 %
selama 3 – 6 bulan
Faktor penyebab penyakit gingiva dan periodontal dibagi atas:
o Plak bakteri
Bakteri yang terkandung dalam sulkus gingiva mempermudah terjadinya
kerusakan jaringan. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara
tidak langsung dengan jalan :
a. Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh
b. Mengurangi pertahanan jaringan tubuh
c. Meggerakkan proses imunopatologi

o Kalkulus
Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis dan lebih
banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan faktor utama terjadinya
penyakit periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak
bakteri yang tidak bermineralisasi, melekat pada kalkulus, mempengaruhi
gingiva secara tidak langsung.

o Impaksi makanan
Gigi yang berjejal atau miring merupakakan tempat penumpukan sisa
makanan dan juga tempat terbentuknya plak sedangkan gigi dengan oklusi
yang baik mempunyai daya self cleansing yang tinggi.
Tanda – tanda yang berhubungan dengan impaksi makanan yaitu :
a. Perasaan tertekan pada daerah proksimal
b. Rasa sakit yang sangat dan tidak menentu
c. Inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering
berbau
d. Resesi gingiva
e. Pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari
soketnya sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan
sensitif terhadap perkusi
f. Kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar

o Pernafasan mulut
Keadaan ini menyebabkan viskositas saliva akan bertambah pada permukaan
gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri
bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya
memudahkan terjadinya penyakit periodontal.

o Sifat fisik makanan


Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi
massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah. Makanan yang
demikian tidak dikunyah secara biasa tetapi dikulum didalam mulut sampai
lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair, penumpukan makanan ini
akan memudahkan terjadinya penyakit.

o Iatrogenik dentistry
Merupakan iritasi yang ditimblkan karena pekerjaan dokter gigi yang tidak
hati – hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan jaringan
sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi.

o Trauma dari oklusi


Trauma dari oklusi menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, tekanan
oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi.
Trauma oklusi disebabkan oleh :
a. Perubahan tekanan oklusal. Misalnya adanya gigi yang elongasi
b. Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan oklusal
c. Kombinasi keduanya

Faktor sistemik yang menyebabkan penyakit gingiva dan periodontal adalah :


Demam yang tinggi
Defisiensi vitamin
Defisiensi vitamin C sendirinya tidak menyebabkan penyakit periodontal
tetapi dengan adanya iritasi lokal menyebabkan jaringan kurang dapat
memeprtahankan kesehatan jaringn tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi.
Defisiensi vitamin C memperlemah jaringan.
Obat
Obat – obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anak
– anak penderita epilepsi yang mengkonsumsi obat anti kejang, yaitu
phenytoin ( dilantin )
Hormonal
Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan hormon
estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat inflamasi
margen gingiva bila ada faktor lokal penyakit periodontal

3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pola kerusakan tulang

Kehilangan Tulang dan Pola Kerusakan Tulang

Meskipun perodontitis merupakan suatu penyakit jaringan gingiva, perubahan yang


terjadi pada tulang alveolar sangat berperan penting karena kehilangan tulang dapat
menyebabkan kehilangan gigi.

Tinggi dan kepadatan tulang alveolar pada keadaan normal memiliki keseimbangan
antara besarnya pembentukan dan resorpsi yang diatur oleh faktor sistemik dan faktor lokal.
Saat nilai resorpsi lebih besar dari nilai pembentukan tulang, tinggi dan kepadatan tulang
alveolar dapat menurun.

1 Kerusakan Tulang Akibat Inflamasi Gingiva yang Meluas

Penyebab utama kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah perluasan


inflamasi marginal gingiva ke jaringan penyokong. Invasi dari inflamasi gingiva ke
permukaan tulang dan permulaan dari kehilangan tulang merupakan ciri utama transisi dari
gingivitis ke periodontitis.
Periodontitis selalu didahului oleh gingivitis, sedangkan tidak semua gingivitis
berkembang menjadi periodontitis. Faktor yang menyebabkan perluasan inflamasi ke jaringan
penyokong dan menginisiasi perubahan gingivitis menjadi periodontitis belum diketahui,
namun dikaitkan dengan komposisi bakterial yang terdapat pada plak. Pada penyakit
periodontal yang parah, kandungan bakteri yang bergerak (motile) dan spirochaeta meningkat
sedangkan bakteri kokus dan batang berkurang.

Perluasan inflamasi dikaitkan pula dengan potensi pathogenik dari plak, resistensi
host, termasuk pula reaksi imunologi manusia, dan reaksi-reaksi jaringan seperti derajat
fibrosis gingiva, luas attached gingiva, fibrogenesis dan osteogenesis yang reaktif. Sistem
fibrin-fibrinolitik disebut sebagai “walling off” dari peningkatan lesi.

2 Histopatologi

Inflamasi gingiva meluas sepanjang bundel serat kolagen dan menyebar mengikuti
jalur “blood vessel” menuju tulang alveolar. Pada regio molar, inflamasi dapat meluas ke
sinus maksilaris dan mengakibatkan penebalan sinus mukosa.

Pada bagian interproksimal, inflamasi menyebar ke jaringan ikat longgar di sekitar


pembuluh darah melalui serat-serat, lalu menyebar ke tulang melalui saluran pembuluh lalu
memperforasi puncak septum interdental di tengah-tengah puncak alveolar, lalu menyebar ke
sisi-sisi septum interdental. Jarang tejadi inflamasi yang menyebar langsung ke tulang
menemui ligamen periodontal. Pada bagian fasial dan lingual, inflamasi gingiva menyebar
melalui lapisan periosteal luar pada tulang dan berpenetrasi melalui pembuluh darah.

Setelah inflamasi mencapai tulang, inflamasi menyebar ke dalam ruangan kosong dan
mengisi ruangan tersebut dengan leukosit, cairan eksudat, pembuluh darah yang baru, dan
memploriferasi fibroblast. Jumlah multinuklear osteoklast dan mononuklear fagositosis
meningkat lalu lapisan tulang menghilang, diganti dengan lakuna.

3 Mekanisme Kerusakan Tulang

Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada
penyakit periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang
menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang
memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja
dari osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi tulang
meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan
tulang.

4 Pola Kerusakan Tulang

1 Hilangnya tulang secara horizontal

Hilangnya tulang secara horizontallah yang paling sering dijumpai. Tulang alveolar
berkurang tingginya, margin tulang berbentuk horizontal atau agak miring. Resopsi tulang
pada pola ini terjadi karena adanya aktivitas yang sama besar pada semua bagian tulang.
Sehingga kerusakan sama rata, dan cacat yang terbentuk adalah puncak alveolar yang datar.

2 Cacat tulang pada tulang alveolar

Cacat ini dijumpai pada septum interdental maupun permukaan tulang sebelah luar (oral atau
vestibular).

3 Cacat tulang pada septum interdental

Adanya cacat tulang ini dapat dilihat secara radiografis, tetapi paling jelas diketahui
dengan mengadakan probing sewaktu diadakan pembukaan flap dalam prosedur operatif.
Cacat tulang pada septum interdental ini adalah

1. Crater (cupping)

Cacat tulang ini merupakan kavitas pada crest septum interdental yang dibatasi oleh dinding
oral dan vestibular dan kadang-kadang dijumpai antara permukaan gigi dengan vestibular
atau dasar mulut

2. Infrabony

Cacat tulang ini dapat bermacam-macam tergantung pada jumlah dinding tulangnya.

4 Cacat Tulang Alveolar Pada Permukaan Oral atau Vestubular

Cacat tulang pada permukaan luar (oral atau vestibular)ini sangat bervariasi,
diantaranya adalah:

1. Kontur tulang yang bulbous

Kontur tulang yang bulbous biasanya disebabkan adanya eksositosis atau terbentuknya
pilling.

2. Hemisepta

Sedangkan hemisepta akan menunjukkan adanya bagian interdental septum yang rusak
sepanjang penyakit. Bagian yang rusak ini dapat terjadi pada bagian mesialnya ataupun
bagian distalnya.

3. Margin Tulang inkonsisten

Bentuk margin tulang yang inkonsisten merupakan cacat tulang angular atau terbentuk U
pada permukaan oral atau vestibular. Pada agambaran radoografik hal ini akan sukar
diketahui oleh oleh karena terrindih oleh gambaran gigi atau gambaran tulang lainnya.

4. Ledge

Bentuk ledges terlihat sebagai penonjolan kecil dan rata akibat adanya bony plato yang tebal
mengalami resopsi.
5. Spine

Cacat tuang spine menunjukkan adanya penonjolan tulang yang tajam

6. Margin tulang terbalik

Bentuk margin tulang terbalik maksudnya pincak crest alveolar yang tertinggi terdapat di
pertengahan gigi.

5 Cacat Furkasi

Cacat furkasi juga dapat dikelompokkan menurut derajat kerusakan tulang di daerah
furkasi yang diukur pada bidang horizontal. Cacat furkasi ini diklasifikasikan menjadi 3
kelas, yaitu:

1. Kelas 1

Disebut juga cacat tahap awal. Merupakan cacat yang berpenetrasi kurang dari 2mm ke arah
furkasi.

2. Kelas 2

Merupakan cacat dimana kerusakan tulang lebih dari 2 mm ke arah interradikular, tetapi tidak
semua daerah furkasi sehingga ada sebuah aspek tulang yang tetap utuh.

3. Kelas 3

Merupakan cacat yang sedemikian rupa sehingga sebagian besar tulang interradikular sudah
rusak, dan sonde dapat dimasukkan melewati dearah antara akar-akar gigi dari salah satu sisi
ke sisi lainnya.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Lesi Endo Perio

KLASIFIKASI ENDODONTIK-PERIODONTIK
Klasifikasi lesi endodontik-periodontik ada bermacam-macam, yaitu menurut
Walton & Torabinejab (1996), menurut Oliet & Pollock (Grossman, 1988) dan
menurut Cohen & Burn (1994) dan Simon dkk (Harty, 1990)

1 Klasifikasi menurut Walton & Torabinejab


Klasifikasi ini berdasarkan defek (kerusakan) periodontium hasil prosedur
diagnosis klinis, terbagi menjadi tiga defek, yaitu defek yang berasal dari endodontik,
defek yang berasal dari periodontik dan defek yang berasal dari endodontikperiodontik
atau lesi kombinasi murni (Walton & Torabinejab, 1996).
1.1 Defek yang Berasal dari Endodontik
Defek periodontium yang berasal dari pulpa dihubungkan dengan gigi yang
pulpanya nekrosis atau gigi yang telah mendapat perawatan endodontik yang kurang
baik. Biasanya probing menunjukkan sulkus yang normal di sekeliling gigi kecuali
pada satu daerah dengan defek kecil. Bila terdapat fistula, pasien dapat sensitif atau
tidak, kadang-kadang terjadi abses lokal. Lesi primer endodontik, lesi sekunder
periodontik merupakan lesi periapikal yang menjalar ke koronal.
Keadaan lesi ini dimulai dan diperparah oleh iritan di dalam sistem saluran
akar melalui periapikal, sehingga pembersihan dan pembentukan saluran akar yang
cukup serta obturasi yang baik biasanya menghasilkan penyembuhan. Lesi ini tidak
memerlukan perawatan periodontik tambahan. Prognosisnya baik dan bergantung
pada keberhasilan perawatan saluran akar.
1.2 Defek yang Berasal dari Periodontik
Penyakit periodontium biasanya menyeluruh, adanya periodontitis merupakan
akibat pertama dari pembentukkan plak dan kalkulus, gigi biasanya masih vital. Defek
yang berasal dari penyakitperiodontium cenderung melebar dan berbentuk V.
Gambaran radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periodontium
biasanya memperlihatkan kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun
horisontal sepanjang permukaan pada ketinggian yang berbeda-beda.
Prognosis lesi-lesi ini bergantung pada perawatan periodontik, perawatan
saluran akar tidak merupakan indikasi, terutama bila jaringan pulpanya masih vital.
Kadang-kadang perawatan saluran akar diperlukan sebagai pendukung perawatan
periodontik, misalnya perawatan yang diberikan bersama-sama dengan amputasi akar
atau hemiseksi untuk mengangkat akar yang periodontiumnya telah terkena dan tidak
dapat dipertahankan lagi.
1.3 Kombinasi Murni Lesi Endodontik-Periodontik
Lesi-lesi kombinasi murni endodontik-periodontik terdiri atas dua lesi yang
terjadi bersamaan, satu merupakan lesi periradikuler yang berasal dari pulpa nekrosis,
yang lain lesi periodontik yang berdiri sendiri yang meluas ke apikal menuju
periradikuler.
Gigi dengan lesi kombinasi endodontik-periodontik tidak bereaksi terhadap
dingin, panas, listrik atau tes kavitas. Pada gambaran radiologi, terlihat adanya
beberapa kerusakan krista tulang dan lesi periradikuler yang berasal dari pulpa. Pemeriksaan
periodontium dan probing menunjukan adanya plak, kalkulus,
periodontitis dan poket yang lebar dan konus, khas kerusakan periodontium.
Perawatan lesi kombinasi terdiri atas terapi endodontik dan periodontik.
Prognosis keseluruhannya bergantung pada masing-masing faktor. Pada kasus lesi
periradikuler karena jaringan pulpa nekrosis yang berhubungan dengan lesi
periodontium, pembersihan dan obturasi yang baik akan menghambat masuknya iritan
dari lesi periradikuler ke dalam defek periodontium. Perawatan saluran akar yang
baik, harusnya menghasilkan penyembuhan lesi periradikuler, jadi prognosis gigi
yang terkena, bergantung pada hasil perawatan periodontiumnya.

2 Klasifikasi menurut Oliet dan Pollock


Menurut Oliet dan Pollock (dalam Grossman, 1988) lesi endodontikperiodontik
diklasifikasikan berdasarkan pada prosedur perawatan, terdapat dalam
tiga kategori perawatan yang berbeda, yaitu lesi yang hanya memerlukan prosedur
perawatan endodontik, lesi yang hanya memerlukan prosedur perawatan periodontik
dan lesi yang memerlukan perawatan gabungan endodontik-periodontik.
2.1 Lesi yang Hanya Memerlukan Prosedur Perawatan Endodontik
Golongan ini merupakan lesi-lesi yang hanya memerlukan perawatan
endodontik saja, tanpa memerlukan perawatan tambahan mengenai periodontiumnya,
yaitu pada keadaan :
1. Tiap gigi dengan jaringan pulpa nekrosis dan jaringan granulomatus apikal yang
menggantikan membran periodontium dan tulang, dengan atau tanpa fistula (abses
periapikal kronis). 2. Abses periapikal kronis dengan fistula melalui krevis gingival, lewat
melalui
struktur pendukung pada seluruh panjangnya disisi akar.
3. Fraktur akar, longitudinal dan hirisontal.
4. Perforasi akar, patologik dan iatrogenik.
5. Gigi-gigi denganperkembangan akar apikal yang tidak sempurna dan pulpa
nekrotik atau terinflamasi, dengan dan tanpa patosis periapikal.
6. Implan endodontik.
7. Replantasi, intensional atau traumatik.
8. transplantasi, autotranplantasi atau alotransplantasi.
9. Gigi yang memerlukan hemiseksi atau radiseksi.
10. Akar terpendam sebagian (submergence).
2.2 Lesi yang Hanya Memerlukan Prosedur Perawatan Periodontik
Pada golongan ini lesi-lesi hanya memerlukan perawatan periodontik, tanpa
memerlukan perawatan endodontik, hal ini terdapat pada keadaan :
1. Trauma oklusal yang menyebabkan pulpitis reversibel.
2. Trauma oklusal dengan inflamasi gingival yang menyebabkan pembentukan poket
dengan :
1) Sensitivitas pulpa yang reversibel tetapi meningkat disebabkan oleh
trauma atau oleh tubuli dentin terbuka.
2) Sensitivitas pulpa yang reversibel tetapi meningkat disebabkan oleh
terbukanya saluran lateral atau aksesoris yang menuju ke dalam
periodontium. 3. Pembentukan poket supraboni atau infraboni yang dirawat dengan
pengikisan akar
(root planing) dan kuretase yang berlebihan, sehingga menyebabkan sensitivitas
pulpa.
4. Pembentukan poket infraboni yang ekstensif, meluas melebihi apeks akar dan
kadang-kadang disertai dengan resorpsiapikal atau lateral, tetapi pulpa bereaksi
dalam batas-batas normal terhadap tas klinis.
2.3 Lesi yang memerlukan Prosedur Perawatan Gabungan
Endodontik-Periodontik
Lesi yang memerlukan perawatan gabungan endodontik-periodontik terdapat
pada keadaan :
1. Tiap lesi pada kelompok satu yang menghasilkan reaksi ireversibel pada membran
periodontium dan memerlukan perawatan periodontik.
2. Tiap lesi kelompok dua yang menghasilkan reaksi ireversibel pada jaringan pulpa
dan memerlukan perawatan endodontik.
3 Klasifikasi menurut Cohen & Burn dan Simon
Menurut Cohen & Burn (1994) dan Simon dkk (Harty, 1990) lesi endodontikperiodontik
diklasifikasi berdasarkan sumber utamanya, terbagi atas lima kelas, yaitu
lesi endodontik primer, lesi endodontik primer dan lesi periodontik sekunder; lesi
periodontik primer; lesi periodontik primer dan lesi endodontik sekunder; lesi
kombinasi.
3.1 Lesi Endodontik Primer
Eksaserbasi akut dari lesi apikal kronis pada gigi dengan pulpa nekrosis dapat
menyebar ke koronal melalui membran periodontium ke sulkus gingiva. Pada keadaan
ini terdapat gejala sakit, bengkak dan mobilitas gigi yang mirip dengan abses
periodontal. Lesi endodontik primer biasanya sembuh setelah terapi saluran akar,
gejala-gejala klinis menghilang bila pulpa dirawat.
3.2 Lesi Endodontik Primer dan Lesi Periodontik Sekunder
Lesi endodontik primer meluas ke sulkus gingiva atau daerah furkasi, biasanya
pada tahap kronis tanpa gejala. Prognosisnya bergantung pada keberhasilan perawatan
endodontik dan perawatan periodontik. Lesi endodontik primer dengan lesi
periodontik sekunder dapat terjadi sebagai akibat perfokasi akar selama terapi saluran
akar atau adanya fraktur akar pada gigi yang dirawat endodontik atau yang direstorasi
dengan mahkota pasak. Gejalanya dapat akut, dengan terjadinya abses periodontal
yang menyebabkan rasa sakit, bengkak, eksudat nanah, pembentukan poket dan
goyangnya gigi. Respon yang kronis kadang-kadang terjadi tanpa menimbulkan rasa
sakit.
3.3 Lesi Periodontik Primer
Lesi periodontik primer disebabkan oleh penyakit periodontium, proses
periodontitis kronis berkembang perlahan di sepanjang permukaan akar sampai
mencapai apikal. Gigi biasanya masih vital. Perawatan saluran akar tidak akan
menghasilkan perubahan, karena lesi ini bukan berasal dari pulpa. Prognosis lesi ini
seluruhnya bergantung pada perawatan periodontik.
3.4 Lesi Periodontik Primer dan Lesi Endodontik Sekunder
Masih diperdebatkan apakah periodontitis progresif mempunyai efek terhadap
vitalitas pulpa. Jaringan pulpa mempunyai pertahanan yang baik, selama suplai darah
melalui apikal masih utuh. Dari segi klinis, penyakit periodontium yang berhubungan
dengan plak jarang menimbulkan perubahan patologis pada jaringan pulpa. Kerusakan
jaringan pulpa dapat terjadi bila poket periodontal sudah mencapai foramen apikal.
3.5 Lesi Kombinasi
Lesi kombinasi terjadi bila lesi endodontik berkembang ke koronal, serta
berhubungan dengan poket yang terinfeksi, yang meluas ke apikal. Diagnosis,
perawatan dan prognosisnya bergantung pada karakteristik ke dua lesi. Bila derajat
kerusakan pelekatan pada tipe lesi ini sangat besar, maka prognosisnya buruk, ini
berlaku untuk gigi berakar tunggal.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Manifestasi Penyakit


sistemik terhadap jaringan periodontal
1 AIDS

Lesi rongga mulut sering dijumpai pada penderita Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS). Hal ini disebabkan karena pada penderita AIDS terjadi gangguan pada
sistem imun dan cenderung menjadi infeksi oportunistik.
Dokter gigi merupakan profesional pertama yang dapat mendiagnosa lesi rongga
mulut yang berkaitan dengan HIV. Keahlian dokter gigi dibutuhkan untuk menangani secara
tepat komplikasi rongga mulut pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Klinisi harus mampu
mengenali penyakit rongga mulut berkaitan dengan HIV, menentukan perawatan yang tepat
dan merujuk pasien ke dokter spesialis. Profesi dokter gigi mempunyai resiko yang tinggi
untuk tertular infeksi ketika sedang melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi HIV.
Karena dalam perawatan tersebut dokter gigi selalu berkontak dengan saliva dan
darah. Untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada waktu perawatan, dokter gigi harus
melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi pasien dan melindungi dirinya sendiri.
Dokter gigi dapat menggunakan teknik pelindung yang akurat meliputi pemakaian
sarung tangan, masker, kacamata pelindung, pakaian klinis, dan isolatorkaret pada pasien.
Perawatan periodontal berkaitan dengan infeksi HIV biasanya dibagi dalam dua tahap yaitu
tahap perawatan akut dan tahap perawatan pemeliharaan. Pada tahap perawatan akut
perhatian utama yang dilakukan dokter gigi adalah pengendalian rasa sakit pada pasien.
Sedangkan pada tahap perawatan pemeliharaan, berkenaan langsung dengan penyingkiran
agen penyebab, pencegahan terhadap destruksi jaringan lebih lanjut, dan mempercepat
penyembuhan. Pada bab ini akan dibahas mengenai prinsip perawatan periodontal pada
eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis.

1.1 Hubungan dengan penyakit periodontal

1.1.1 Eritema gingiva linear


Prinsip terapi yang diberikan terhadap eritema gingiva linear sama dengan yang
dianjurkan pada gingivitis margin. Daerah subgingival diirigasi dengan klorheksidin atau
povidone iodine 10%. Pasien diinstruksikan untuk berhati-hati dalam melaksanakan prosedur
oral hygiene. Evaluasi dapat dilakukan kembali dua sampai tiga minggu setelah perawatan
inisial. Apabila pasien patuh terhadap prosedur perawatan di rumah tetapi lesi tetap persisten,
kemungkinan adanya infeksi Candida harus dipertimbangkan.
Gambar 2.1 Eritema Linear Gingiva

Eritema gingiva linear yang tidak memberikan respon terhadap terapi konvesional
disebabkan invasi Candida pada jaringan gingiva, maka pada keadaan ini pemberian
antijamur juga bermanfaat untuk mengurangi inflamasi. Untuk mencegah pertumbuhan
Candida yang berlebihan, biasanya digunakan antijamur topikal seperti clostrimazole troches
atau nystatin vaginal tablet, dan flukonazol sistemik bila terdapat immunosuppression yang
parah.
Penting diingat bahwa eritema gingiva linear dapat menjadi refraktori terhadap
perawatan. Oleh karena itu, pasien harus terus dimonitor terhadap perkembangan kondisi
periodontal yang lebih parah seperti gingivitis ulseratif nekrosis, periodontitis ulseratif
nekrosis atau stomatitis nekrosis. Pasien harus menjalani terapi pemeliharaan dengan interval
kunjungan berkala dua hingga tigabulan dan apabila diperlukan dapat dilakukan perawatan
ulang.

1.1.2 Gingivitis Ulseratif Nekrosis


Perawatan gingivitis ulseratif nekrosis pada pasien HIV positif dilakukan perawatan
lokal berupa pembersihan dan debridemen pada daerah yang terlibat dengan bulatan kapas
(cotton pellet) yang direndam dengan peroksida setelah dilakukan aplikasi anastesi topikal.
Gambar 2.2 Gingivitis Ulceratif Nekrosis

Pasien harus berkunjung setiap hari pada minggu pertama dan setiap kali kunjungan
dapat dilakukan debridemen pada daerah yang terlibat serta diintruksikan prosedur kontrol
plak secara bertahap. Prosedur kontrol plak sebaiknya diajarkan secara cermat dan dimulai
secepat mungkin untuk daerah yang sensitif. Setelah terjadi penyembuhan inisial, dapat
dilakukan prosedur penskeleran dan penyerutan akar pada pasien. Pasien harus menghentikan
penggunaan tembakau dan alkohol. Antimikroba diberikan sebagai obat kumur seperti
klorheksidin glukonat 0.12%. Antibiotika sistemik seperti metronidazol atau amoksisilin
dapat diresepkan untuk pasien dengan kerusakan jaringan peridonsium tingkat sedang sampai
dengan parah, yang disertai gejala limfadenopati lokalisir maupun sistemik atau keduanya.
Penggunaan antijamur sebagai propilaksis dapat dipertimbangkan jika ada pemberian
antibiotika. Jaringan periodonsium dievalusi kembali setelah satu bulan masa penyembuhan
gejala akut untuk memeriksa hasil akhir perawatan dan menentukan terapi lanjutan yang
diperlukan.

1.1.3 Periodontitis Ulseratif Nekrosis


Perawatan periodontitis ulseratif nekrosis mencakup debridemen lokal, penskeleran
dan penyerutan akar, irigasi dengan menggunakan antimikroba yang efektif seperti
klorheksidin glukonat atau povidon iodin (Betadine) serta pengendalian oral hygiene,
termasuk pemakaian antimikroba untuk obat kumur atau irigasi dirumah. Irigasi povidin iodin
disarankan dilakukan selama proses debridemen karena memiliki efek anastesi dan antiseptik.

Gambar 2.3 Necrotizing Ulcerative Periodontitis

Pada dasarnya klorheksidin sebagai obat kumur sangat dianjurkan sebagai terapi yang
efektif untuk mengurangi gejala akut darieritema gingiva linear dan periodontitis ulseratif
nekrosis serta mencegah lesi kambuh kembali. Pada periodontitis ulserasi nekrosis yang
parah, terapi antibiotik sangat diperlukan tetapi harus diberikan secara hati-hati kepada pasien
HIV untuk mencegah terjadi infeksi oportunistik yang berpotensi serius, seperti kandidiasis
lokal atau candidal septicemia.
Pemberian antibiotika seperti metronidazol 250 mg dikombinasikan dengan
amoksisilin klafulanat potassium 250 mg tiga kali sehari selama lima hingga tujuh hari, dapat
menjadi perawatan yang efektif untuk periodontitis ulseratif nekrosis.
Antibiotika sistemik seperti metronidazol, tetrasiklin, klindamisin,amoksisilin, dan
amoksisilin klafulanat potassium, dapat dikombinasikan dengan debridemen pada jaringan
nekrosis. Penggunaan antibiotika sistemik dapatmeningkatkan resiko perkembangan Candida
pada pasien, sehingga perlu diberikan bersama-sama dengan penggunaan antijamur.
2 Infeksi Endocarditis
Infeksi endokarditis merupakan infeksi yang meliputi katup atau endothelial dari
jantung, hal ini terjadi jika bakteri masuk kedalam pembuluh darah dan menyerang jaringan
di jantung yang abnormal, dan orang yang mempunyai defek pada jantung lebih mungkin
terjadi infeksi endokarditis (Shafer,1974 ; Taubert,1998).
Terdapat 1000 kasus terkait dental prosedur dengan timbulnya infeksi endokarditis,
hal tersebut terjadi pada pencabutan gigi dan pro scaling. Secara epidemiologi dari tahun
1930 sampai 1996 infeksi endokarditis terjadi antara 0,7 s.d. 6,8 dibanding 100000 orang
setahun, 50 % dari semua kasus infeksi endokarditis tidak terkait dengan dental prosedur, dan
sekitar 8 % terkait dengan penyakit periodontal tanpa prosedur dentis, resiko akibat prosedur
dentis sekitar 1/3000 –5000 kejadian . Kejadian bakterimia awal menyebabkan terjadinya
penebalan katup jantung yang rentan terhadap kolonisasi dari bakteri, dan bakterimia yang
berkelnjutan berakibat pada kerusakn katup yang dapat bersifat fulminan (Shafer,1974 ;
Taubert,1998).
Gejala endokarditis terjadi dalam beberapa minggu transmisi. Kadang-kadang
menyebabkan endokarditis merah, bintik-bintik lembut di bawah kulit jari-jari. Ini dikenal
sebagai node Osler itu. Dalam kebanyakan kasus, endokarditis berkembang perlahan-lahan.
Gejala cenderung muncul secara bertahap, biasanya selama beberapa minggu atau bulan.
Bintik serupa dapat muncul di bagian putih mata Anda atau di dalam mulut Anda. Orang
dengan kondisi ini mungkin perlu minum antibiotik pencegahan sebelum prosedur medis atau
gigi tertentu untuk mencegah endokarditis. Pria dua kali lebih mungkin akan terpengaruh
oleh endokarditis dibanding perempuan. Endokarditis dapat terjadi pada usia berapapun,
tetapi lebih umum pada orang berusia 50 tahun ke atas. Tingkat keparahan gejala akan
tergantung pada bagaimana berbahaya bakteri atau jamur yang menyebabkan infeksi.

2.1 Terapi
Pengobatan dini dapat membantu untuk menghindari komplikasi. Selama terapi
periodontal, antibiotik dosis tinggi diberikan melalui rute intravena untuk memaksimalkan
difusi molekul antibiotik ke dalam vegetasi dari darah mengisi bilik jantung. Hal ini
diperlukan karena tidak katup jantung maupun vegetasi patuh terhadap mereka yang dipasok
oleh pembuluh darah. Antibiotik dilanjutkan untuk waktu yang lama, biasanya dua sampai
enam minggu. Endokarditis jamur memerlukan spesifik anti-jamur perawatan, seperti
amfoterisin B. Organisme yang paling umum bertanggung jawab atas sebagian dari
endokarditis infektif streptokokus viridans, yang sangat sensitif terhadap penisilin
(Anonim,2011).

3 Khemoterapi
Khemoterapi sebagai suatu perawatan kanker dengan menggunakan obat-obatan tidak
terlepas dari efek samping. Obat anti kanker dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehat,
seperti sumsum tulang, epitel saluran pencernaan, sel kulit dan folikel rambut, sistem
reproduksi dan sistem syaraf.
Manifestasi di rongga mulut merupakan suatu komplikasi dari berbagai efek samping
yang terjadi, karena komplikasi oral dapat terjadi secara langsung sebagai efek dari obat anti
kanker dan dapat juga tejadi sebagai akibat dari kerusakan jaringan tubuh yang lain. Oleh
karena itu kornplikasi oral tidak dapat dihindari, tetapi dapat diminimalkan dengan tindakan
pra perawatan oral. Keparahan komplikasi oral yang terjadi tergantung pada dosis dan jangka
waktu pemberian obat serta kondisi rongga mulut pasien ketika akan menjalani khemoterapi
(Lynch et al., 1994).

3.1 Terapi dan Perawatan

Terapi dengan mengurangi dosis obat apabila sakitnya menjadi parah dan nutrisi serta
cairan tidak cukup. Pemberian anastesi lokal untuk mengurangi rasa gejala, sedangkan
tindakan kebersihan ronggga mulut, termasuk bahan-bahan antimikrobial seperi khlorhexidin
penting untuk mencegah infeksi sekunder, nekosis jarigan lunak dan nekrosis tulang.
Konsultasi dan komunikasi terbuka antara dokter umum dan dokter gigi dapat membantu
mengurangi komplikasi dan meningkatkan kenyamanan mulut (Langlais & Miller, 2000).

4 Leukemia
Penyakit leukemia merupakan neoplasia ganas dari prekursor sel darah putih yang
disebabkan oeh difusi penempatan ulang dari sumsum tulang dengan proliferasi sel leukemia,
jumlah yang abnormal, dan bentuk sel darah putih yang belum dewasa di dalam sirkulasi
darah, dan infiltrasi secara luas pada hati, limpa, nodus limfe dan bagian tubuh lain.
Menurut turunan sel darah putih, leukemia diklasifikasikan sebagai limfositik atau
mielositik, sebuah sub kelompok dari leukemia mielositik adalah leukemia monositik.
Berdasarkan evolusi, leukemia dapat bersifat akut (dimana dapat berakibat fatal secara cepat),
sub akut, atau kronik. Pada leukemia akut sel-sel blast primitif dilepaskan kedalam sirkulasi
perifer, pada leukemia kronik sel-sel abnormal cenderung untuk lebih matang dengan
karakteristik morfologi serta fungsi yang normal saat dilepaskan dalam sirkulasi.

4.1 Jaringan Periodontal pada pasien Leukemia


Manifestasi periodontal dari leukemia terdiri infiltrasi leukemia, perdarahan, ulser di
mulut dan infeksi. Ekspresi dari tanda-tanda tersebut adalah biasa pada akut dan bentuk
subakut dari leukemia dari pada bentuk kronik.
Manifestasi oral dan periodontal leukemia terdiri dari infiltrasi leukemia, perdarahan,
ulserasi oral, dan infeksi. Ekspresi dari tanda-tanda ini lebih sering terjadi dalam bentuk akut
dan subakut leukemia dibandingkan dalam bentuk kronis. Sel-sel leukemia dapat menyusup
pada gingiva dan kurang sering tulang alveolar. Infiltrasi gingiva sering mengakibatkan
pembesaran gingiva leukemia.
Sebuah studi dari 1.076 pasien dewasa dengan leukemia menunjukkan bahwa 3,6%
dari pasien dengan gigi memiliki lesi proliferatif leukemia gingiva, dengan insiden tertinggi
pada pasien dengan leukemia akut monocytic (66,7%), diikuti oleh akut leukemia
myelocytic-monocytic ( 18,7%) dan akut leukemia myelocytic (3,7%). Perlu dicatat,
bagaimanapun, bahwa leukemia monocytic adalah penyakit yang sangat jarang . Pembesaran
gingiva leukemia tidak ditemukan pada pasien edentulous atau pada pasien dengan leukemia
kronis. Pembesaran gingiva leukemia terdiri dari infiltrasi dasar gingiva oleh sel leukemia
sehingga menambah ketebalan gingiva dan menciptakan sulkus gingiva dimana plak bakteri
terakumulasi, memulai lesi inflamasi sekunder yang memberikan kontribusi untuk
pembesaran gingiva. Secara klinis, gingiva awalnya muncul merah kebiruan dan sianosis,
dengan pembulatan dan ketegangan dari margin gingiva, maka peningkatan ukuran, paling
sering pada papilla interdental dan sebagian menutupi mahkota gigi.
Infeksi (bakteri) gingiva pada pasien leukemia dapat hasil dari infeksi bakteri eksogen
atau infeksi bakteri yang ada (misalnya penyakit, gingiva atau periodontal). Akut gingivitis
dan lesi ulseratif nekrosis menyerupai radang gusi lebih sering dan parah dalam kasus-kasus
leukemia akut terminal.

4.2 Perawatan dan Terapi


Manajemen yang diberikan merupakan Causatif dan Suportif, dikarenakan untuk
menghilangkan secara permanen manifestasi oral yaitu dengan memperbaiki keadaan umum
terlebih dahulu. Pencabutan atau ekstraksi gigi tidak dianjurkan atau dihindari karena
ditakutkan terjadi resiko infeksi berat, perdarahan, dan anemia. Bila terpaksa dilakukan
ekstraksi, dapat dibantu dengan transfusi darah dan pemberian antibiotik. Berikut ini
merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan dokter gigi terhadap penderita leukemia
(Anonim,2011):
a. DHE (Dental Health Education)
Memberitahukan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan gigi dan mulutnya agar
tidak menjadi fokal infeksi yang berhubungan dengan penyakit yang diderita. Seperti
pemilihan sikat gigi dan cara menyikat gigi yang benar, waktu dan frekuensi menyikat gigi
yang tepat, serta penggunaan sikat lidah
b. Pemberian obat kumur
Penggunaan obat kumur dengan kandungan chlorhexidine 0,2%, dapat mengendalikan
infeksi pada pembengkakan gingiva
c. Terapi antibiotik spesifik
Terapi ini diperlukan untuk ulserasi yang terjadi pada mukosa.

5 Hiperthyroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar thyroid yang terlalu aktif
memproduksi sejumlah hormon thyroid secara berlebihan yang beredar di dalam darah.

5.1 Pengaruh Hormon tiroid terhadap jaringan periodontal


Kelenjar tiroid yang terlalu aktif kadang-kadang dikaitkan dengan penyakit gusi
lanjut. Mereka dengan hipertiroidisme memiliki pertumbuhan gigi dan erupsi lebih cepat
daripada orang normal. Hypertyriod menyebabkan seseorang lebih mudah untuk terserang
penyakit periodontal, tulang mulut dan wajah lebih porus.
 Mudah terjadi penurunan akibat karies
 Penyakit periodontal
 Terjadi pembesaran jaringan glandula thyroid (struma ovarii- di bagian lateral
posterior lidah)
 Percepatan erupsi gigi
 Gejala mulut serasa terbakar

Hipertiroidisme dapat mengakibatkan terjadinya bone loss. Pada usia muda, proses
pembentukan tulang masih tinggi sehingga masih cukup untuk mengimbangi efek resorpsi
tulang. Jika penyakit ini diobati lebih awal, maka perubahan masa tulang yang terjadi akan
lebih kecil. Pada penderita hipertiroidisme akan terjadi pelepasan kalsium dari tulang,
sehingga akan terjadi peningkatan kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia). Keadaan ini
menyebabkan penurunan hormon paratiroid (PTH). Kadar PTH yang rendah ini dapat
mengganggu konversi vitamin D dalam tubuh (vitamin D dipengaruhu PTH yang cukup).
Berkurangnya absorbsi vitamin D dalam usus dapat menyebabkan peningkatan ekskresi
kalsium melalui urin. Sehingga hali ini dapat menyebabkan terjadinya pengeroposan tulang.

5.2 Perawatan dan terapi


Pengendalian Penyakit thyroid didefinisikan oleh panjang perawatan, tindak lanjut
medis, hormon thyroid dan tanpa gejala. Berikut ini adalah rekomendasi untuk perawatan gigi
bagi para pasien yang memiliki penyakit thyroid dikenal dan pada obat. Kesehatan mulut
dibutuhkan dengan manifestasi oral terhadap tirotoksitisis, suspensi karies, penyakit
periodontal, ekstraglandula jaringan tiroid, maxilla atau mandibula osteoporosis, erupsi, dan
rasa terbakar pada mulut. Di pasien dengan usia 70 tahun, hipertiroid meperlihatkan
anoreksia, atrial fibrilasi dan gagal jantung. Untuk pasien muda, manifetasi awal hipertiroid
adalah pnyakit graves, dan wanita dengan toksis nodula. Perkembangan koneksi-jaringan
seperti Sjogren’s sindrom dan lupus sistemik eritematous tetapi juga seharusnya evaluasi
pasien dengan riwayat penyakit Graves. Berhati-hati dengan riwayat penyakit dan kondisi
fisik terakhir dapat diindikasikan untuk kesehtan mulut dengan keseimbangan hormon tiroid.
Pasien hipertiroid untuk penyakit cardiovaskular dari efek homon ionotropic dan kronotropik.
Hal ini penting untuk dokter gigi dengn pasien yg memiliki riwayat penyakit cardias.

6 Hemofilia
Hemofilia adalah adalah kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan
salah satu faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah
dan diturunkan oleh melalui kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan
yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada
lakilaki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya
menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria
hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia. hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu
(Riri dkk, 2008):
a) Hemofilia A
b) Hemofilia B
Terapi dan Perawatan Periodontal pada Hemofilia
Pasien hemofilia dapat mengalami perdarahan pada gusi walaupun trauma yang
minimal, perdarahan ini umumnya sukar untuk dihentikan. Pengobatan penderita hemofilia
berupa Recombinant Factor VIII yang diberikan kepada pasien hemofili berupa suntikan
maupun tranfusi. Pemberian transfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF untuk penderita
hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah
pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita
secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang
mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia
meninggal dunia pada usia kanak-kanak atau balita (Riri dkk,2008).
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan
gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi, minimal setengah tahun sekali, karena
kalau giginya bermasalah misalnya harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai