MODUL 2 BLOK 14
Tentang
Oleh Insisivus 2
Oryza Shafira Aldi
Mutia Oktori Yelfitri
Muhammad Gheza Akbar
Farhan Muhammad Nouve
Eunike Yemima Sembiring
Putri Habci Amran
Yulia Asri Efendi
Hasya Prana Dewi
Dinda Ratna Juwita
Hanifa Denis
Skenario 2
Gusi dora sakit
Dora (42 tahun ) datang ke Rumah sakit gigi dan mulut dengan keluhan gigi belakangnya
terasa sakit dan berdenyut sejak 1 minggu yang lalu, saat menyikat gigi gusi sering berdarah
dan hampir di semua gigi. Dari anamnesa diketahui dora menderita diabetes melitus yang
terkontrol sejak 2 tahun yang lalu, sehingga gigi nya banyak yang goyang dan gusinya mudah
berdarah
Pemeriksaan intra oral, terlihat gingiva abses gii 31 dan 41, gingivitis hampir di semua regio,
kegoyahan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah, beberapa gigi karies di sertai
mobility grade 1, oral hygiene buruk. Pada rontgen foto, terlihat kerusakan tulang horizontal
hampir di semua regio. Terdapat area radiolusen sepanjang akar gigi dan periapikal gigi 12
yang telah dilakukan perawatan endodontik. Regio posterior rahang bawah dan atas
mengalami periodontitis kronis, dengan adanya poket periodontal yang cukup dalam bleeding
on probing. Jika tidak segera dirawat, kondisi tersebut dapat berlanjut dengan timbulnya
abses periodontal.
URAIAN
Langkah I
Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi.
1. Periodontitis Kronis
Penyakit jaringan periodontal akibat infeksi yang menyebabkan inflamasi yang
melibatkan struktur pendukung sebagai kelanjutan dari gingivitis kronis yang tidak
dirawat
2. Bleeding on probing
Kondisi dimana terjadi pendarahan saaat probing
3. Abses periodontal
abses yang terbentuk karena timbulnya peradangan ligamen periodontal.
4. Gingivitis
Perubahan patologis yang disertai gejala inflamasi pada gingiva, belum terjadi
kehilanagn perlekatan dan kerusakan jaringan periodontal
5. Poket periodontal
Adalah sulkus gingiva yang bertambah dalam secara fisiologis karna kerusakan
jaringan pendukung
Langkah II
Menentukan masalah
Langkah III
1) Pemeriksaan
a. Mengenal pasien : menjalin kedekatan dengan pasien : anamnesa, attitude,
phisiological, mental dan status emosional, tempramen
b. Medical history : alergi, pendarahan
General medical history penting untuk proteksi pasien high risk
c. Intraoral radiography (penunjang) : apabila pemeriksaan objektif dan subjektif
belum mendapatkan hasil
d. Pemeriksaan oral (stain, debris)
e. Pemeriksaan pendarahan (inflamasi, berdarah)
2) Prognosis
Excellent Prognosis
Good Prognosis
Fair Prognosis
Poor Prognosis
Questionable Prognosis
Hopeless Prognosis
4) Klasifikasi Gingivitis
a. Akut : Pembentukan vesikle : tiba tiba – ANUG, stomatitis herpetic akut
b. Kronis : pembengkakan lunak, infiltrasi cairan dan eksudat : simple, complicated,
desquamasi
5) Tanda periodontitis :
- Inflamasi gingiva
- Akumulasi plak
- Kehilangan tulang > 40 %
- Adanya pket
- Mobiliti gigi
- Adanya ppuus
Tanda gingivitis :
- Perdarahan saat probing
- Perubahan warna
- Perubahan konsistensi
- Perubahan tekstur permukaan
10) Enlargement Gingiva : pelebaran gingiva dari normal yang menimbulkan masalah
pada kebersihan gigi geligi
Ketika plak semakin menumpuk – gigi meradang – gingivitis – dilakukan scalling –
radang sehat/jadi normal
11) - Terjadinya penebalan membran basal menyebabkab migrasi sel radang terhambat
sehingga menyebabkan penurunan sistem imun
- Perlekatan kolagen menurun
- DM akan menyebabkan kadar glukosa tubuh meningkat sehingga akan terjadi
peningkatan induksi bakteri. Selain itu kerja enzim kolagenase meningkat yang
menyebabkan sintesa kolagen mengalami penurunan, jika hal ini dibiarkan maka
akan terjadi mobiliti gigi
- Jika tidak dikontrol akan terjadi kerusakan tulang
Langkah IV
Wanita ( 42th )
RSGM
Pemeriksaan Pemeriksaan
Pemeriksaan Objektif Penunjang
Subjektif
Pemeriksaan
diagnosa dan
Lesi endo
prognosa Manifestasi
perio
jar.periodontal penyakit
Pola Kerusakan sistemik
Tulang terhadap
Langkah V Klasifikasi penyakit
periodontal dan penyakit perio
Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
patofisiologisnya
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pemeriksaan diagnosa dan prognosa
jaringan periodontal
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Klasifikasi penyakit periodontal
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pola kerusakan tulang
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Lesi Endo perio
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Manifestasi penyakit sistemik
terhadap penyakit periodontal
Langkah VI
Langkah VII
DIAGNOSIS KLINIS
Kunjungan pertama
Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai
beberapa hal seperti:
1. Penilaian pasien secara keseluruhan
Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah status mental dan emosional
pasien, tabiat, sikap, dan umur fisiologi (Carranza, 1990).
2. Riwayat sistemik
Menurut Carranza (1990), suatu riwayat sistemik akan menolong
operator dalam hal (1) diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2)
penemuan kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi respon jaringan
periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan kondisi sistemik yang
membutuhkan suatu tindakan pencegahan dan modifikasi dalam
perawatannya. Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Apakah pasien sedang dalam perawatan dokter; jika iya, tanyakan asal,
durasi penyakit serta terapinya. Penyidikan dapat dilakukan berdasarkan dosis dan
durasi terapi dengan antikoagulan dan kortikosteroid.
b. Riwayat rheumatic fever, rheumatic atau penyakit jantung kongenital,
hipertensi, angina pectoris, myocardial infarction, nefritis, penyakit ginjal,
diabetes, dan/atau pingsan.
c. Kecendrungan perdarahan yang abnornal seperti hidung yang berdarah,
perdarahan yang lama pada luka kecil, ecchymosis spontan, kecendrungan
terhadap memar yang berlebihan, dan perdarahan menstruasi yang
berlebihan.
d. Penyakit infeksi, termasuk berkontak dengan penyakit infeksi di rumah
atau di kantor, atau baru saja mendapat rontgen di bagian dada.
e. Kemungkinan memiliki penyakit akibat pekerjaannya.
f. Riwayat alegi, termasuk hay fever, asma, sensitif terhadap makanan, atau
sensitif terhadap obat misalnya aspirin, codeine, barbiturat, sulfonamide,
antibiotik, prokain, dan laxatives atau terhadap bahan dental seperti
eugenol atau resin akrilik.
g. Informasi onset pubertas dan menopause dan mengenai kelainan menstrual atau
hysterectomy, kehamilan, atau keguguran.
Kunjungan kedua
1. Pemeriksaan rongga mulut
Menurut Carranza (1990), pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene,
bau mulut, pemeriksaan rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah
bening.
Oral hygiene
Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat
akumulasi debris makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi.
Pemeriksaan jumlah kualitatif plak dapat membantu menegakkan diagnosis.
Bau Mulut
Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau atau aroma
menyengat yang berasal dari rongga mulut. Adanya halitosis dapat membantu
dalam menegakkan diagnosa. Halitosis berhubungan dengan penyakitpenyakit
tertentu, dan dapat berasal dari faktor lokal maupun ekstraoral.
Sumber lokal penyebab halitosis dapat berasal dari impaksi makanan diantara
gigi, coated tongue, acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG),
dehidrasi, karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan pasca operasi
atau pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat mudah
diidentifikasi.
Pemeriksaan Rongga Mulut
Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum,
dan daerah oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil
pemeriksaan tidak berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter
gigi harus mendeteksi perubahan patologis yang terjadi.
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening dapat membesar dan/atau mengeras sebagai
respon episode infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual fibrotik.
Kelenjar yang inflamasi menjadi membesar, terpalpasi, empuk, dan tidak
bergerak. Acute herpetic gingivostomatitis, ANUG, dan abses periodontal akut
menghasilkan pembesaran kelenjar getah bening.
2. Pemeriksaan gigi
Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah
kariesnya, perkembangan kecacatan, anomali bentuk gigi, wasting,
hipersensitifitas, dan hubungan kontak proksimal.
Wasting disease of the teeth
Wasting diartikan sebagai pengurangan substansi gigi secara
berangsur-angsur yang terkarakteristik oleh pembentukan permukaan yang
halus, dan mengkilat. Bentuk dari wasting adalah erosi, abrasi, dan atrisi.
Erosi adalah depresi berbentuk baji pada daerah servik permukaan fasial gigi.
Abrasi adalah hilangnya substansi gigi yang disebabkan oleh penggunaan
mekanis mastikasi. Atrisi adalah terkikisnya permukaan oklusal akibat kontak
fungsional dengan gigi antagonis.
Dental Stains
Dental stains adalah deposit yang terpigmentasi pada gigi. Dental stain harus diperiksa
dengan teliti untuk menentukan penyebabnya.
Hipersensitifitas
Akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva menjadi sensitif terhadap
perubahan suhu atau stimulasi taktil. Pasien sering menunjuk langsung lokasi
yang sensitif. Hipersensitifitas dapat diketahui melalui eksplorasi dengan
probe atau udara dingin.
Hubungan kontak proksimal
Terbukanya kontak yang tipis menyebabkan impaksi makanan. Hal ini
dapat dicek melalui obeservasi klinis dan dengan dental floss.
Kegoyahan gigi
Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan:
i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalam
batas ligamen periodontal. Hal ini berbungan dengan distorsi
viskoelastisitas ligamen periodontal dan redistribusi cairan peridontal, isi
interbundle, dan fiber. Pergerakan inisial ini terjadi dengan tekanan sekitar
100 pon dan pergerakan yang terjadi sebesar 0.05 sampai 0.1 mm (50
hingga 100 mikro)
ii. Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik
tulang alveolar sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan horizontal.
Ketika mahkota diberi tekanan sebesar 500 pon maka pemindahan yang
terjadi sebesar 100-200 mikro untuk incisivus, 50-90 mikro untuk caninus,
8-10 mikro untuk premolar dan 40-80 mikro untuk molar.
GAMBARAN RADIOGRAFI
Radiograf merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosa penyakit periodontal, tetapi radiograf semata tidak dapat
menentukan diagnosa. Beberapa persyaratan umum dalam pemeriksaan
radiografik yang lengkap, yaitu:
1. Rangkaian film yang dibuat, meliputi:
a) Rangkaian foto rontgen periapikal seluruh gigi (full-mouth)
b) Empat foto rontgen sayap gigit periodontal
c) Foto panoramik sebagai tambahan
2. Kualitas foto rontgen yang baik, melipuit densitas, kontras dan pengambilan sudut
yang tepat, serta harus mencakup seluruh detail anatomi daerah yang dimaksud
ADVANCE TECHNIQUE
Advance technique diagnostik merupakan pengembangan teknik atau
teknik lanjutan yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit, misalnya:
1. Pemeriksaan tingkat inflamasi gingiva.
Pada pemeriksaan klinis, tingkat inflamasi gingiva hanya dilihat berdasarkan
kondisi klinis melalui tanda kemerahan, bengkak dan perdarahan. Namun saat
ini tingkat inflamasi gingiva dapat diketahui dengan pengukuran aliran cairan
crevicular gingiva. Cairan clevicular gingiva dikumpulkan dengan
microcapillary tubes dan dengan menempatkan filter paper strips pada celah
jalan masuk dan mengukur jumlah cairan yang meresap dalam filter paper.
Selajutnya pengukuran dapat dilakukan dengan ninhydrin area methode
(NAM) atau dengan alat elektronik, Periotron 6000 (Carranza, 1990).
2. Pemeriksaan kedalaman poket dengan electronic periodontal probe
Menurut Carranza (1990), kelebihan electronic periodontal probe dibandingkan periodontal
probe klasik, antara lain:
a) Presisi hingga 0.1 mm
b) Jangkauan hingga 10 mm
c) Tekanan saat probing yang konstan
d) Non-invasif, ringan, dan nyaman digunakan
e) Dapat mengakses seluruh lokasi pada semua gigi
f) Sistem panduan untuk menjamin angulasi probe
g) Tidak terdapat bahaya material dan shok elektris
h) Output digital
3. Xeroradiography
Xeroradiography adalah sistem penggambaran menggunakan proses duplikasi
xerographic untuk merekam gambaran x-ray. Jika dibandingkan dengan
radiografi intraoral, hasil xeroradiography menunjukkan gambar yang lebih
bagus, terutama pada struktur yang tajam seperti trabekula dan daerah dengan
perbedaan kepadatan misalnya jaringan lunak. Dengan hasil gambar yang
lebih bagus, maka memudahkan operator untuk menilai kerusakan tulang yang
berhubungan dengan periodontitis (Carranza, 1990).
4. ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi. ELISA terutama
digunakan untuk menentukan serum antibodi pada periodontophatogen
(Carranza, 1990).
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan prognosis dari gigi geligi secara
keseluruhan dan individual telah dijelaskan di atas. Dari hasil analisis mengenai faktor-faktor
tersebut diatas, praktisi dapat menentukan kategori prognosis secara klinis sebagai berikut :
Prognosis sempurna, apabila tidak ada kehilangan tulang, kondisi gingiva bagus, dan
pasien kooperatif.
Prognosis bagus, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut : kondisi
tulang penyangga memadai, dapat menghilangkan faktor etiologi yang memperlihatkan
kemungkinan gigi dipertahankan, dan pasien kooperatif.
Prognosis sedang, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut : kondisi
tulang penyangga kurang memadai, beberapa gigi goyang, terjadi kelainan furkasi derajat I
(permulaan, poket supraboni), kemungkinan yang memadai untuk dipertahankan, kooperasi
pasien yang masih dapat diterima.
Prognosis jelek, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut : kehilangan
tulang yang moderat sampai berat, gigi goyang, kelainan furkasi derajat I dan derajat II
(kerusakan tulang sedikit, prob periodontal dapat masuk sedikit, sedikit radiolusensi) dan
kooperasi pasien meragukan.
Prognosis yang dipertanyakan, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal
berikut : kerusakan tulang lanjut, kelainan furkasi derajat II dan derajat III (kehilangan
sebagian tulang furkasi, tanpa kehilangan gingiva), gigi goyang, area yang tidak terjangkau
oleh sikat gigi/alat.
Prognosis tanpa harapan, apabila terjadi salah satu atau lebih dari hal-hal berikut :
kerusakan tulang lanjut, tidak ada area yang dapat dipertahankan, indikasi pencabutan.
Klasifikasi gingivitis :
1. Diinduksi oleh plak
a. Oleh plak saja
b. Oleh faktor sistemik
o Sistem endokrin : pubertas, menstruasi, kehamilan
o Kelainan darah : leukimia
c. Obat – obatan, bisa terjadi gingiva enlargement dan gingivitis
d. Malnutrisi : ascorbic acid
a. Penyakit gingiva
Gingivitis
Merupakan penyakit gingiva yang berupa inflamasi yang disertai dengan
tanda – tanda inflamasi yaitu perubahan warna, konsistensi, tekstur
permukaan, besar dan kontur perdarahan pada probing dan perubahan
sulkus gingiva yang menjadi saku gusi
Gingivitis kronis
Gingivitis smple
Inflamasi merupakan perubahan primer dan etiologi satu –
satunya dan tidak ada komplikasi faktor sistemik
Gingivitis terkomplikasi
Inflamasi merupakan perubahan sekunder yang bertumpang
tindih diatas kelainan faktor sistemik, misalnya pengaruh
overgrowth karena obat. Faktor pemicu mengakibatkan
terjadinya perubahan klinis pada gingiva akibat faktor
sistemik mengalami perubahan mikroskopis yang secara
klinis belum terlihat misalnya pregnancy gingivitis
Gingivitis deskuamatif
Radang kronis pada gingiva dengan ciri – ciri gingiva
bewarna sangat merah disertai pengelupasan epitel
permukaan
Gingivitis akut
Gingivitis ulseratif nekrosis akut ( ANUG )
Merupakan infeksi akut gingiva tanpa melibatkan jaringan
periodonsium lain. Keadaan dimana diperoleh lesi
berbentuk kawah ( ulkus ) di bagian proksimal dengan
daerah nekrosis luas, ditutupi / tidak ditutupi lapiisan
pseudomembran warna putih keabuan
ANUG yang tidak berkaitan dengan HIV
ANUG yang berkaitan dengan HIV
Gingivostomatitis herpetik akut
Hiperplasia gingiva non inflamasi yang diinduksi obat – obatan
Obat seperti penithoin, nifedipine, ciklosporin dapat menyebabkab
hiperplasia gingiva. Bila kelainan ini terkomplikasi radang, keadaannya
berubah menjadi gingivitis terkomplikasi.
b. Penyakit periodontal
Merupakan inflamasi yang melibatkan struktur gingiva dan struktur periodontal
pendukkung. Peraliahan gingivitis menjadi periodontitis akan membentuk saku
periodontal. Tanda klinisnya adalah : mobiliti gigi, kehilangan tulang dan cacat
tulang, lesi furkasi, abses periodontal dan terjadi miggrasi patologis
Periodontitis berkembang lambat
Dulu disebut periodontitis dewasa. Namun APP world workshop 1999
mengganti nama penyakit ini dengan periodontitis kronis. Merupakan
perluasan gingivitis kronis yang melibatkan struktur periodontal
pendukung. Timbul setelah usia 35 tahun namun bisa terjadi pada usia
muda. Yang jadi patokan adalah laju destruksi yang lambat. Disertai
dengan penumpukan plak dan kalkulus yang banyak dan inflamasi gingiva
mencolok.
Periodontitis pra pubertas
Terjadi pada usia pubertas. Lesi bermula setelah gigi desidui erupsi. APP
world workshop menyebutnya dengan nama periodontitis agresif.
Periodontitis juvenile
Terjadi pada anak – anak dan remaja. Ditandai dengan destruksi tulang
alveolar yang cepat terutama pada M1 / I tapi inflamasi gingiva ringan.
Periodontidi berkembang cepat
Terjadi pada remaja usia 20 an. Tanda klinisnya ditandai dengan destruksi
tulang alveolar yang cepat terutama pada M1 / I tapi inflamasi gingiva
ringan.
Periodontitis berkaitan dengan faktor sistemik
Faktor etiologi : sindrom down, DM tipe 1, sindrom papillon leverfe,
AIDS
Periodontitis ulseratif nekrosis
Merupakan lanjutan dari GUNA yang ditandai dengan terbentuknya krater
tulang
Periodontitis rekraktori
Tidak disertai dengan penyembuhan meskipun dirawat dengan terapi
periodontal konvensional secara adekuat
Resesi gingiva non inflamasi
Terjadi pada gingiva sehat. Merupakan lesi terisolasi maupun menyeluruh.
Timbul karena menyikat gigi yang salah dan diperhebat dengan adanya
malposisi gigi / permukaan gigi terlalu cembung.
Periodonttis kronis
Gejalanya kemerahan / pendarahan dari gusi saat menyikat gigi dan saat
menggunakan benang gigi, menggigit makanan keras, halitosis, resesi
gingiva sehingga gigi tampak panjang, saku gusi, kadang adanya rasa
sakit. Biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gii sulung ataupun gigi
tetap.
Periodontitis agresif
Kehancuran tulang terjadi secara cepat, jumlah mikroba tidak konsisten
dengan tingkat keparahan hiperresponsif makrofag, peningkatan kadar
prostaglandin dan interleukin lokal.
Terbagi atas :
Lokal : hanya satu M atau satu I yang terkena
General : sedikitnya 3 gigi permanen terkena selain M dan I
Abses periodonsium
Abses gingiva : infeksi dan bernanah hanya melibatkan gusi,
jaringan lunak dekat gingiva margin / papilla interdental
Abses periodontal : infeksi bernanah melibatkan dimensi yang
lebih besar dan jaringan gusi, memperpanjang apical dan
berdekatan saku periodontal, semacam lesi pada kerusakan ligamen
periodontal dan tulang alveolar
Abses perikoronal : infeksi bernanah dalam gusi yang mengelilingi
mahkota gigi
NUG
Daerah ulserasi dan nekrosis pada interdental papil yang ditutupi lapisan
lunak bewarna kuning / pseudomembran sebagai karakteristik lesi NU
dimana tepi ulserasi dikelilingi lesi eritematous. Lesi ditandai nyeri dan
perdarahan ringan, sering tanpa rangsanngan, oral malador, limfadenopati
yang terlokalisir, demam dan malaise.
Bakteri NUG :
a. Provotella intermedia
b. Fusobakterium
c. Terponema
d. Selenomonas
NUP
Merupakan mekrosis dan ulserasi dari koronal ke interdental papil dan
margin gingiva dengan rasa nyeri, kemerahan pada margin gingiva dengan
perdarahan ringan.
Gambaran klinis : kehilanngan perlekatan dan kehilangan tulang,
kegoyangan gigi, kehilangan gigi.
Gambaran mikroskopis NUP mengindikasikan kondisi yang parah dan
adanya bakteri oportunis pada host yang mengalami imunitas ( HIV positif
). Pada penderita HIV positif terjadi kehilangan tulang sampai 90 %
selama 3 – 6 bulan
Faktor penyebab penyakit gingiva dan periodontal dibagi atas:
o Plak bakteri
Bakteri yang terkandung dalam sulkus gingiva mempermudah terjadinya
kerusakan jaringan. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara
tidak langsung dengan jalan :
a. Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh
b. Mengurangi pertahanan jaringan tubuh
c. Meggerakkan proses imunopatologi
o Kalkulus
Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis dan lebih
banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan faktor utama terjadinya
penyakit periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak
bakteri yang tidak bermineralisasi, melekat pada kalkulus, mempengaruhi
gingiva secara tidak langsung.
o Impaksi makanan
Gigi yang berjejal atau miring merupakakan tempat penumpukan sisa
makanan dan juga tempat terbentuknya plak sedangkan gigi dengan oklusi
yang baik mempunyai daya self cleansing yang tinggi.
Tanda – tanda yang berhubungan dengan impaksi makanan yaitu :
a. Perasaan tertekan pada daerah proksimal
b. Rasa sakit yang sangat dan tidak menentu
c. Inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering
berbau
d. Resesi gingiva
e. Pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari
soketnya sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan
sensitif terhadap perkusi
f. Kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar
o Pernafasan mulut
Keadaan ini menyebabkan viskositas saliva akan bertambah pada permukaan
gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri
bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya
memudahkan terjadinya penyakit periodontal.
o Iatrogenik dentistry
Merupakan iritasi yang ditimblkan karena pekerjaan dokter gigi yang tidak
hati – hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan jaringan
sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi.
Tinggi dan kepadatan tulang alveolar pada keadaan normal memiliki keseimbangan
antara besarnya pembentukan dan resorpsi yang diatur oleh faktor sistemik dan faktor lokal.
Saat nilai resorpsi lebih besar dari nilai pembentukan tulang, tinggi dan kepadatan tulang
alveolar dapat menurun.
Perluasan inflamasi dikaitkan pula dengan potensi pathogenik dari plak, resistensi
host, termasuk pula reaksi imunologi manusia, dan reaksi-reaksi jaringan seperti derajat
fibrosis gingiva, luas attached gingiva, fibrogenesis dan osteogenesis yang reaktif. Sistem
fibrin-fibrinolitik disebut sebagai “walling off” dari peningkatan lesi.
2 Histopatologi
Inflamasi gingiva meluas sepanjang bundel serat kolagen dan menyebar mengikuti
jalur “blood vessel” menuju tulang alveolar. Pada regio molar, inflamasi dapat meluas ke
sinus maksilaris dan mengakibatkan penebalan sinus mukosa.
Setelah inflamasi mencapai tulang, inflamasi menyebar ke dalam ruangan kosong dan
mengisi ruangan tersebut dengan leukosit, cairan eksudat, pembuluh darah yang baru, dan
memploriferasi fibroblast. Jumlah multinuklear osteoklast dan mononuklear fagositosis
meningkat lalu lapisan tulang menghilang, diganti dengan lakuna.
Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada
penyakit periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang
menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang
memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja
dari osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi tulang
meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan
tulang.
Hilangnya tulang secara horizontallah yang paling sering dijumpai. Tulang alveolar
berkurang tingginya, margin tulang berbentuk horizontal atau agak miring. Resopsi tulang
pada pola ini terjadi karena adanya aktivitas yang sama besar pada semua bagian tulang.
Sehingga kerusakan sama rata, dan cacat yang terbentuk adalah puncak alveolar yang datar.
Cacat ini dijumpai pada septum interdental maupun permukaan tulang sebelah luar (oral atau
vestibular).
Adanya cacat tulang ini dapat dilihat secara radiografis, tetapi paling jelas diketahui
dengan mengadakan probing sewaktu diadakan pembukaan flap dalam prosedur operatif.
Cacat tulang pada septum interdental ini adalah
1. Crater (cupping)
Cacat tulang ini merupakan kavitas pada crest septum interdental yang dibatasi oleh dinding
oral dan vestibular dan kadang-kadang dijumpai antara permukaan gigi dengan vestibular
atau dasar mulut
2. Infrabony
Cacat tulang ini dapat bermacam-macam tergantung pada jumlah dinding tulangnya.
Cacat tulang pada permukaan luar (oral atau vestibular)ini sangat bervariasi,
diantaranya adalah:
Kontur tulang yang bulbous biasanya disebabkan adanya eksositosis atau terbentuknya
pilling.
2. Hemisepta
Sedangkan hemisepta akan menunjukkan adanya bagian interdental septum yang rusak
sepanjang penyakit. Bagian yang rusak ini dapat terjadi pada bagian mesialnya ataupun
bagian distalnya.
Bentuk margin tulang yang inkonsisten merupakan cacat tulang angular atau terbentuk U
pada permukaan oral atau vestibular. Pada agambaran radoografik hal ini akan sukar
diketahui oleh oleh karena terrindih oleh gambaran gigi atau gambaran tulang lainnya.
4. Ledge
Bentuk ledges terlihat sebagai penonjolan kecil dan rata akibat adanya bony plato yang tebal
mengalami resopsi.
5. Spine
Bentuk margin tulang terbalik maksudnya pincak crest alveolar yang tertinggi terdapat di
pertengahan gigi.
5 Cacat Furkasi
Cacat furkasi juga dapat dikelompokkan menurut derajat kerusakan tulang di daerah
furkasi yang diukur pada bidang horizontal. Cacat furkasi ini diklasifikasikan menjadi 3
kelas, yaitu:
1. Kelas 1
Disebut juga cacat tahap awal. Merupakan cacat yang berpenetrasi kurang dari 2mm ke arah
furkasi.
2. Kelas 2
Merupakan cacat dimana kerusakan tulang lebih dari 2 mm ke arah interradikular, tetapi tidak
semua daerah furkasi sehingga ada sebuah aspek tulang yang tetap utuh.
3. Kelas 3
Merupakan cacat yang sedemikian rupa sehingga sebagian besar tulang interradikular sudah
rusak, dan sonde dapat dimasukkan melewati dearah antara akar-akar gigi dari salah satu sisi
ke sisi lainnya.
KLASIFIKASI ENDODONTIK-PERIODONTIK
Klasifikasi lesi endodontik-periodontik ada bermacam-macam, yaitu menurut
Walton & Torabinejab (1996), menurut Oliet & Pollock (Grossman, 1988) dan
menurut Cohen & Burn (1994) dan Simon dkk (Harty, 1990)
Lesi rongga mulut sering dijumpai pada penderita Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS). Hal ini disebabkan karena pada penderita AIDS terjadi gangguan pada
sistem imun dan cenderung menjadi infeksi oportunistik.
Dokter gigi merupakan profesional pertama yang dapat mendiagnosa lesi rongga
mulut yang berkaitan dengan HIV. Keahlian dokter gigi dibutuhkan untuk menangani secara
tepat komplikasi rongga mulut pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Klinisi harus mampu
mengenali penyakit rongga mulut berkaitan dengan HIV, menentukan perawatan yang tepat
dan merujuk pasien ke dokter spesialis. Profesi dokter gigi mempunyai resiko yang tinggi
untuk tertular infeksi ketika sedang melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi HIV.
Karena dalam perawatan tersebut dokter gigi selalu berkontak dengan saliva dan
darah. Untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada waktu perawatan, dokter gigi harus
melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi pasien dan melindungi dirinya sendiri.
Dokter gigi dapat menggunakan teknik pelindung yang akurat meliputi pemakaian
sarung tangan, masker, kacamata pelindung, pakaian klinis, dan isolatorkaret pada pasien.
Perawatan periodontal berkaitan dengan infeksi HIV biasanya dibagi dalam dua tahap yaitu
tahap perawatan akut dan tahap perawatan pemeliharaan. Pada tahap perawatan akut
perhatian utama yang dilakukan dokter gigi adalah pengendalian rasa sakit pada pasien.
Sedangkan pada tahap perawatan pemeliharaan, berkenaan langsung dengan penyingkiran
agen penyebab, pencegahan terhadap destruksi jaringan lebih lanjut, dan mempercepat
penyembuhan. Pada bab ini akan dibahas mengenai prinsip perawatan periodontal pada
eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis.
Eritema gingiva linear yang tidak memberikan respon terhadap terapi konvesional
disebabkan invasi Candida pada jaringan gingiva, maka pada keadaan ini pemberian
antijamur juga bermanfaat untuk mengurangi inflamasi. Untuk mencegah pertumbuhan
Candida yang berlebihan, biasanya digunakan antijamur topikal seperti clostrimazole troches
atau nystatin vaginal tablet, dan flukonazol sistemik bila terdapat immunosuppression yang
parah.
Penting diingat bahwa eritema gingiva linear dapat menjadi refraktori terhadap
perawatan. Oleh karena itu, pasien harus terus dimonitor terhadap perkembangan kondisi
periodontal yang lebih parah seperti gingivitis ulseratif nekrosis, periodontitis ulseratif
nekrosis atau stomatitis nekrosis. Pasien harus menjalani terapi pemeliharaan dengan interval
kunjungan berkala dua hingga tigabulan dan apabila diperlukan dapat dilakukan perawatan
ulang.
Pasien harus berkunjung setiap hari pada minggu pertama dan setiap kali kunjungan
dapat dilakukan debridemen pada daerah yang terlibat serta diintruksikan prosedur kontrol
plak secara bertahap. Prosedur kontrol plak sebaiknya diajarkan secara cermat dan dimulai
secepat mungkin untuk daerah yang sensitif. Setelah terjadi penyembuhan inisial, dapat
dilakukan prosedur penskeleran dan penyerutan akar pada pasien. Pasien harus menghentikan
penggunaan tembakau dan alkohol. Antimikroba diberikan sebagai obat kumur seperti
klorheksidin glukonat 0.12%. Antibiotika sistemik seperti metronidazol atau amoksisilin
dapat diresepkan untuk pasien dengan kerusakan jaringan peridonsium tingkat sedang sampai
dengan parah, yang disertai gejala limfadenopati lokalisir maupun sistemik atau keduanya.
Penggunaan antijamur sebagai propilaksis dapat dipertimbangkan jika ada pemberian
antibiotika. Jaringan periodonsium dievalusi kembali setelah satu bulan masa penyembuhan
gejala akut untuk memeriksa hasil akhir perawatan dan menentukan terapi lanjutan yang
diperlukan.
Pada dasarnya klorheksidin sebagai obat kumur sangat dianjurkan sebagai terapi yang
efektif untuk mengurangi gejala akut darieritema gingiva linear dan periodontitis ulseratif
nekrosis serta mencegah lesi kambuh kembali. Pada periodontitis ulserasi nekrosis yang
parah, terapi antibiotik sangat diperlukan tetapi harus diberikan secara hati-hati kepada pasien
HIV untuk mencegah terjadi infeksi oportunistik yang berpotensi serius, seperti kandidiasis
lokal atau candidal septicemia.
Pemberian antibiotika seperti metronidazol 250 mg dikombinasikan dengan
amoksisilin klafulanat potassium 250 mg tiga kali sehari selama lima hingga tujuh hari, dapat
menjadi perawatan yang efektif untuk periodontitis ulseratif nekrosis.
Antibiotika sistemik seperti metronidazol, tetrasiklin, klindamisin,amoksisilin, dan
amoksisilin klafulanat potassium, dapat dikombinasikan dengan debridemen pada jaringan
nekrosis. Penggunaan antibiotika sistemik dapatmeningkatkan resiko perkembangan Candida
pada pasien, sehingga perlu diberikan bersama-sama dengan penggunaan antijamur.
2 Infeksi Endocarditis
Infeksi endokarditis merupakan infeksi yang meliputi katup atau endothelial dari
jantung, hal ini terjadi jika bakteri masuk kedalam pembuluh darah dan menyerang jaringan
di jantung yang abnormal, dan orang yang mempunyai defek pada jantung lebih mungkin
terjadi infeksi endokarditis (Shafer,1974 ; Taubert,1998).
Terdapat 1000 kasus terkait dental prosedur dengan timbulnya infeksi endokarditis,
hal tersebut terjadi pada pencabutan gigi dan pro scaling. Secara epidemiologi dari tahun
1930 sampai 1996 infeksi endokarditis terjadi antara 0,7 s.d. 6,8 dibanding 100000 orang
setahun, 50 % dari semua kasus infeksi endokarditis tidak terkait dengan dental prosedur, dan
sekitar 8 % terkait dengan penyakit periodontal tanpa prosedur dentis, resiko akibat prosedur
dentis sekitar 1/3000 –5000 kejadian . Kejadian bakterimia awal menyebabkan terjadinya
penebalan katup jantung yang rentan terhadap kolonisasi dari bakteri, dan bakterimia yang
berkelnjutan berakibat pada kerusakn katup yang dapat bersifat fulminan (Shafer,1974 ;
Taubert,1998).
Gejala endokarditis terjadi dalam beberapa minggu transmisi. Kadang-kadang
menyebabkan endokarditis merah, bintik-bintik lembut di bawah kulit jari-jari. Ini dikenal
sebagai node Osler itu. Dalam kebanyakan kasus, endokarditis berkembang perlahan-lahan.
Gejala cenderung muncul secara bertahap, biasanya selama beberapa minggu atau bulan.
Bintik serupa dapat muncul di bagian putih mata Anda atau di dalam mulut Anda. Orang
dengan kondisi ini mungkin perlu minum antibiotik pencegahan sebelum prosedur medis atau
gigi tertentu untuk mencegah endokarditis. Pria dua kali lebih mungkin akan terpengaruh
oleh endokarditis dibanding perempuan. Endokarditis dapat terjadi pada usia berapapun,
tetapi lebih umum pada orang berusia 50 tahun ke atas. Tingkat keparahan gejala akan
tergantung pada bagaimana berbahaya bakteri atau jamur yang menyebabkan infeksi.
2.1 Terapi
Pengobatan dini dapat membantu untuk menghindari komplikasi. Selama terapi
periodontal, antibiotik dosis tinggi diberikan melalui rute intravena untuk memaksimalkan
difusi molekul antibiotik ke dalam vegetasi dari darah mengisi bilik jantung. Hal ini
diperlukan karena tidak katup jantung maupun vegetasi patuh terhadap mereka yang dipasok
oleh pembuluh darah. Antibiotik dilanjutkan untuk waktu yang lama, biasanya dua sampai
enam minggu. Endokarditis jamur memerlukan spesifik anti-jamur perawatan, seperti
amfoterisin B. Organisme yang paling umum bertanggung jawab atas sebagian dari
endokarditis infektif streptokokus viridans, yang sangat sensitif terhadap penisilin
(Anonim,2011).
3 Khemoterapi
Khemoterapi sebagai suatu perawatan kanker dengan menggunakan obat-obatan tidak
terlepas dari efek samping. Obat anti kanker dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehat,
seperti sumsum tulang, epitel saluran pencernaan, sel kulit dan folikel rambut, sistem
reproduksi dan sistem syaraf.
Manifestasi di rongga mulut merupakan suatu komplikasi dari berbagai efek samping
yang terjadi, karena komplikasi oral dapat terjadi secara langsung sebagai efek dari obat anti
kanker dan dapat juga tejadi sebagai akibat dari kerusakan jaringan tubuh yang lain. Oleh
karena itu kornplikasi oral tidak dapat dihindari, tetapi dapat diminimalkan dengan tindakan
pra perawatan oral. Keparahan komplikasi oral yang terjadi tergantung pada dosis dan jangka
waktu pemberian obat serta kondisi rongga mulut pasien ketika akan menjalani khemoterapi
(Lynch et al., 1994).
Terapi dengan mengurangi dosis obat apabila sakitnya menjadi parah dan nutrisi serta
cairan tidak cukup. Pemberian anastesi lokal untuk mengurangi rasa gejala, sedangkan
tindakan kebersihan ronggga mulut, termasuk bahan-bahan antimikrobial seperi khlorhexidin
penting untuk mencegah infeksi sekunder, nekosis jarigan lunak dan nekrosis tulang.
Konsultasi dan komunikasi terbuka antara dokter umum dan dokter gigi dapat membantu
mengurangi komplikasi dan meningkatkan kenyamanan mulut (Langlais & Miller, 2000).
4 Leukemia
Penyakit leukemia merupakan neoplasia ganas dari prekursor sel darah putih yang
disebabkan oeh difusi penempatan ulang dari sumsum tulang dengan proliferasi sel leukemia,
jumlah yang abnormal, dan bentuk sel darah putih yang belum dewasa di dalam sirkulasi
darah, dan infiltrasi secara luas pada hati, limpa, nodus limfe dan bagian tubuh lain.
Menurut turunan sel darah putih, leukemia diklasifikasikan sebagai limfositik atau
mielositik, sebuah sub kelompok dari leukemia mielositik adalah leukemia monositik.
Berdasarkan evolusi, leukemia dapat bersifat akut (dimana dapat berakibat fatal secara cepat),
sub akut, atau kronik. Pada leukemia akut sel-sel blast primitif dilepaskan kedalam sirkulasi
perifer, pada leukemia kronik sel-sel abnormal cenderung untuk lebih matang dengan
karakteristik morfologi serta fungsi yang normal saat dilepaskan dalam sirkulasi.
5 Hiperthyroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar thyroid yang terlalu aktif
memproduksi sejumlah hormon thyroid secara berlebihan yang beredar di dalam darah.
Hipertiroidisme dapat mengakibatkan terjadinya bone loss. Pada usia muda, proses
pembentukan tulang masih tinggi sehingga masih cukup untuk mengimbangi efek resorpsi
tulang. Jika penyakit ini diobati lebih awal, maka perubahan masa tulang yang terjadi akan
lebih kecil. Pada penderita hipertiroidisme akan terjadi pelepasan kalsium dari tulang,
sehingga akan terjadi peningkatan kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia). Keadaan ini
menyebabkan penurunan hormon paratiroid (PTH). Kadar PTH yang rendah ini dapat
mengganggu konversi vitamin D dalam tubuh (vitamin D dipengaruhu PTH yang cukup).
Berkurangnya absorbsi vitamin D dalam usus dapat menyebabkan peningkatan ekskresi
kalsium melalui urin. Sehingga hali ini dapat menyebabkan terjadinya pengeroposan tulang.
6 Hemofilia
Hemofilia adalah adalah kelainan perdarahan yang disebabkan adanya kekurangan
salah satu faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah
dan diturunkan oleh melalui kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan
yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada
lakilaki, karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya
menjadi pembawa sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria
hemofilia menikah dengan wanita carrier hemofilia. hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu
(Riri dkk, 2008):
a) Hemofilia A
b) Hemofilia B
Terapi dan Perawatan Periodontal pada Hemofilia
Pasien hemofilia dapat mengalami perdarahan pada gusi walaupun trauma yang
minimal, perdarahan ini umumnya sukar untuk dihentikan. Pengobatan penderita hemofilia
berupa Recombinant Factor VIII yang diberikan kepada pasien hemofili berupa suntikan
maupun tranfusi. Pemberian transfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF untuk penderita
hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah
pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita
secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang
mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia
meninggal dunia pada usia kanak-kanak atau balita (Riri dkk,2008).
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan
gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi, minimal setengah tahun sekali, karena
kalau giginya bermasalah misalnya harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan.