Chapter II

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KEMAMPUAN VISUAL SELECTIVE ATTENTION

2.1.1. DEFINISI VISUAL SELECTIVE ATTENTION

Atensi merupakan konsentrasi dari aktivitas mental (Matlin, 2005). Atensi

sebagai bagian dari proses kognitif yang berfungsi untuk mengenali dan

mengkategorisasikan suatu stimulus (Kahneman, dalam Galotti, 2004). Atensi

merupakan pemusatan upaya mental pada peristiwa-peristiwa sensorik atau

peristiwa-peristiwa mental, serta mengarah pada proses kognitif untuk menyeleksi

informasi penting dari dunia sekeliling melalui pancaindera, sehingga otak tidak

secara berlebihan dipenuhi oleh informasi-informasi yang jumlahnya tidak

terbatas (Solso, Maclin, & Maclin, 2008).

Selective attention mengacu pada kemampuan untuk mampu

memfokuskan perhatian pada suatu tugas atau kejadian tertentu di antara beberpa

kejadian atau tugas yang lainnya (Galotti, 2004). Milliken, d.k.k, dalam Matlin

(2005), selective attention merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu,

yang mengakibatkan seseorang hanya merespon pada suatu informasi tertentu dan

mengabaikan informasi lain yang dianggapnya tidak relevan dengan yang ia

inginkan.

Dalam atensi, terdapat aspek kemampuan visual selective attention yang

merupakan kemampuan dalam menggabungkan daya lihat terhadap suatu objek,

informasi, atau peristiwa yang spesifik, yang berfokus pada peranan daya lihat

10
Universitas Sumatera Utara
11

(vision) dalam keterampilan motorik (Magill, 2004). Selektif berarti harus

memilih suatu pesan atau isyarat tertentu di antara banyak isyarat lainnya.

Kemampuan visual selective attention juga dapat dikatakan sebagai kemampuan

untuk dapat fokus, sehingga fokus mata hanya tertuju pada objek tertentu saja,

menghiraukan objek lain yang tidak berada di area kepentingan (Styles, 2005).

William James (1890, dalam Styles, 2005) menggambarkan visual attention

sebagai fokus, tepian, atau sebuah batasan.

Dalam penelitian ini, yang menjadi definisi konseptual dari kemampuan

visual selective attention adalah kemampuan untuk fokus, sehingga fokus mata

hanya tertuju pada objek tertentu saja dan menghiraukan objek lain yang tidak

berada di area kepentingan. (Styles, 2005)

2.1.2. KATEGORI SELECTIVE ATTENTION

Selective attention memiliki bentuk-bentuk, di antaranya, yaitu:

a. Dichotic Listening

Dichotic listening digambarkan seperti kejadian ketika salah satu telinga

mendengar suara, dan telinga di sisi lainnya mendengar suara lain dan

didengar secara bersamaan, sehingga terdapat kesulitan bagi individu

untuk dapat memproses pesan dari kedua suara atau lebih yang didengar

secara bersamaan (Matlin, 2005).

b. The Stroop Effect

The stroop effect merupakan dampak yang ditimbulkan dari sebuah

penelitian eksperimen yang dilakukan oleh John Stroop pada tahun 1935

Universitas Sumatera Utara


12

(Solso, 2008). Pada penelitian yang dilakukan, partisipan ditugaskan untuk

menyuarakan nama-nama warna seperti merah, hijau, biru, dan kuning,

namun warna huruf yang digunakan berbeda dengan warna yang

ditampilkan, misalnya tertulis kata “hijau”, namun warna tulisannya

adalah biru. Hal ini dapat menimbulkan interferensi kognitif (Solso,

2008).

c. Other Visual Selective Task

Visual selective berfungsi untuk menyeleksi informasi secara visual yang

hadir secara simultan atau bersamaan. Dalam visual selective, dikenal

fenomena change blindness, yaitu ketidakmampuan individu untuk

mendeteksi perubahan pada sebuah objek atau kejadian. Fenomena lainnya

yang terdapat dalam visual selective adalah inattentional blindness dan

attentional blink. Inattentional blindness terjadi ketika individu memberi

perhatian pada suatu objek atau peristiwa kemudian gagal mengenali objek

lain yang muncul secara tiba-tiba. Attentional blink merupakan fenomena

ketika individu hanya mampu memproses sedikit informasi dari beberapa

informasi yang dilihat secara bersamaan. Seseorang dapat

mengidentifikasi stimulus pertama, namun tidak mampu mengidentifikasi

stimulus-stimulus yang hadir berikutnya, dikarenakan terjadinya overload

(Matlin, 2005).

Universitas Sumatera Utara


13

2.1.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VISUAL

SELECTIVE ATTENTION

a. Intended Action and Goal-Directed Control

Individu mencari informasi spesifik yang berkaitan dengan apa yang ingin

ia capai (Magill, 2004). Tanpa adanya goal-directed control dalam suatu

pergerakan, maka individu akan menjadi lebih terganggu dengan adanya

beberapa informasi yang terdapat di sekitar individu tersebut. Sebagai

contoh, ketika seseorang ingin mengambil sebuah gelas di atas meja, maka

yang pertama dilakukan adalah mencari dan mengidentifikasi lokasi gelas

tersebut, termasuk seberapa jauh jarak antara orang tersebut dengan gelas,

apakah gelas berisi atau kosong, adakah hambatan di antara orang tersebut

dan gelas, sehingga dapat diperhitungkan pergerakan yang akan dilakukan.

Maka dapat disimpulkan bahwa memperhitungkan tanda atau isyarat

ketika akan melakukan kegiatan yang spesifik dapat membantu individu

untuk mencapai tujuan yang spesifik pula.

b. Eye Movement

Pergerakan mata (eye movement) membantu individu untuk mengalihkan

perhatian (Magill, 2004). Maka, dapat dikatakan bahwa pergerakan mata

berfungsi untuk mengalihkan perhatian individu dari satu objek ke objek

yang lainnya.

c. Visual Guidance

Informasi visual merupakan hal yang penting dalam menampilkan

aktivitas-aktivitas, terutama ketika seseorang dihadapkan pada kondisi

Universitas Sumatera Utara


14

lingkungan baru. Sulit atau bahkan mustahil melakukan suatu aktivitas

dengan mata tertutup (Abrams dalam Proteau & Elliott, 1992), misalnya

saja ketika seseorang harus menulis, menangkap bola, dan bergerak dalam

keramaian, tidak mungkin semua aktivitas tersebut dilakukan tanpa adanya

informasi visual atau visual guidance (Milner & Goodale, 2006).

d. Selective Age Effect

Terdapat pengaruh efek usia terhadap kemampuan visual attention pada

individu. Meningkatnya kesalahan dalam visual attention pada orang yang

lebih tua membuktikan bahwa terjadi penurunan atau keterlambatan

pemrosesan mental sebagai bagian dari cognitive aging (Huddleston.,

Ernest, & Keenan, 2014).

2.2. PRINSIP PEMBELAJARAN THORNDIKE

Selective attention merupakan bagian dari keterampilan atau kemampuan.

Berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike, kemampuan

atau keterampilan dapat ditingkatkan dengan melibatkan prinsip-prinsip belajar,

yaitu law of readiness, law of exercice, dan law of effect.

Percobaan awal dalam penelitian eksperimen Thorndike adalah dengan

melibatkan seekor kucing yang ditempatkan dalam kotak. Untuk mendapatkan

makanan, kucing tersebut harus menarik sekrup. Pada awalnya, secara tidak

sengaja kucing tersebut dan terbebas serta mendapatkan makanan. Kemudian,

kucing mempelajari perilaku ini lalu diulang-ulang kembali ketika kucing

diletakkan di dalam kotak, hingga akhirnya Thorndike memutuskan bahwa efek

Universitas Sumatera Utara


15

(law of effect) dari apa yang dikerjakan memiliki peranan yang cukup penting

dalam sebuah pembelajaran (Woolfolk, 2004).

Dalil atau hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike (Woolfolk,

2004) terdiri dari, yaitu:

a. Law of Readiness

Readiness mengimplikasikan tingkat kesiapan, konsentrasi serta semangat

atau motivasi untuk belajar. Individu yang siap belajar adalah individu

yang siap secara fisik, mental, maupun emosional.

b. Law of Exercise

Prinsip ini dimaksudkan bahwa hal-hal yang sering diulang akan dapat

diingat. Informasi akan disimpan lebih lama ketika terjadi praktek terus-

menerus, dan praktek tersebut ditujukan untuk meraih suatu tujuan.

Individu tidak akan mampu mempelajari suatu tugas yang kompleks hanya

dengan sekali waktu. Setiap kali melakukan latihan, maka proses belajar

terus berlangsung. Perlu untuk memberikan interval waktu pemberian

informasi dan memastikan bahwa latihan atau praktek yang dilakukan

memiliki suatu tujuan tertentu.

Praktek yang mengarah pada peningkatan akan terjadi jika diikuti dengan

feedback (umpan balik) yang positif. Maka dalam hal ini, efek dari latihan

atau praktek pun berperan dalam memutuskan efektivitas latihan atau

praktek itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara


16

c. Law of Effect

Didasarkan pada reaksi ketika suatu perilaku dimunculkan. Jika seseorang

mendapatkan feedback yang positif, maka akan semakin menguatkan

perilaku. Dengan adanya feedback yang positif ini, maka akan membawa

penguatan perilaku. Sama seperti percobaan Thorndike dengan kucingnya.

Ketika kucing melakukan sesuatu hingga akhirnya ia terbebas dari kotak,

maka perilaku itu juga lah yang akan ia lakukan ketika berada di dalam

kotak tersebut.

Penelitian yang dilakukan ini tidak terlepas dari teori belajar yang

dikemukakan oleh Thorndike. Bermain game merupakan bagian dari praktek atau

latihan yang diterapkan guna untuk melihat pengaruh bermain game “Don’t Tap

the White Tile” terhadap peningkatan kemampuan visual selective attention.

2.3. PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini merupakan siswa dan siswi

sekolah dasar yang berada pada tingkat lima dan enam. Pada masa ini, anak-anak

memasuki usia operasional konkret (Papalia, d.k.k., 2007). Pada usia ini, daya

pikir anak berkembang ke arah yang objektif, rasional, dan konkret. Kemampuan

pemahaman objek, jumlah, area, berat berkembang pada masa ini. Selain itu, anak

juga mulai mampu berpikir logis terhadap peristiwa nyata, memecahkan suatu

permasalahan, dan mengklasifikasikan suatu objek (Santrock, 2007).

Kognitif anak pada usia operasional konkret juga mengalami

perkembangan dari segi kemampuan selective attention. Pada tingkatan lima dan

enam terjadi kematangan neurologis yang mempengaruhi kemampuan selective

Universitas Sumatera Utara


17

attention. Anak-anak usia sekolah dapat berkonsentrasi lebih lama dan mampu

memilih informasi yang dibutuhkan serta mengabaikan informasi lain yang

menurutnya tidak penting (Papalia, d.k.k., 2007).

2.4. GAME

2.4.1. PENGERTIAN GAME

Game memiliki dua komponen, yaitu ends dan means. Ends mengarah

pada gagasan bahwa game merupakan sebuah kontes atau kompetisi, yang harus

diraih oleh pemainnya, baik secara individual (single player) atau pun team

player. Maka, dalam hal ini, di setiap game selalu ada pemenangnya. Sementara

means mengacu pada perlengkapan dan peraturan-peraturan yang ada selama

game dimainkan (David Parlett, dalam Egenfeldt-Nielson, Smith, & Tosca, 2008).

McLuhan, dalam bukunya yang berjudul Understanding Media

menyatakan bahwa game merupakan seni yang populer, kolektif, serta merupakan

media untuk melepaskan tension (ketegangan).

“Games are popular art, collective, social reactions to the main drive or
action of any culture. Games, like institutions, are extensions of social
man and of the body politic, as technologies are extensions of the animal
organism. Both games and technologies are counter-irritants or ways of
adjusting to the stress that occur in any social group . . . Games are
dramatic models of our psychological lives providing release of particular
tensions.”
(McLuhan dalam Egenfeldt-Nielson, dkk., 2008, hal. 28).

Game juga didefinisikan sebagai sebuah sistem, di mana pemainnya

terlibat dalam konflik yang sengaja dibuat dan memiliki peraturan, lalu pada

Universitas Sumatera Utara


18

akhirnya akan menghasilkan sebuah nilai yang dapat diukur. Nilai yang dihasilkan

memengaruhi pemainnya sehingga pemain merasa lekat dengan hasil tersebut.

“A game is a system in which players engage in an artificial conflict,


defined by rules, that results in a quantifiable outcome”. (Katie Salen &
Eric Zimmerman, dalam Egenfeldt-Nielson, dkk., 2008 hal. 34)
“A game is a rule-based formal system with a variable and quantifiable
outcome, where different outcomes are assigned different values, the
player exerts effort in order to influence the outcome, the player feels
attached to the outcome, and the consequences of the activity are optional
and negotiable”. (Jesper Juul, dalam Egenfeldt-Nielson, dkk., 2008 hal.
34)

Dalam penelitian ini, game yang dimainkan merupakan sistem yang di

dalamnya terdapat peraturan, serta memiliki komponen ends, yang mengarah pada

kontes atau kompetisi, dimainkan secara single player dengan tujuan meraih skor

setinggi-tingginya.

2.4.2. GENRE GAME

Gamespot, dalam Egenfeldt-Nielson, dkk. (2008), membagi game dalam

beberapa kategori, yaitu action games, adventure games, puzzle games, sport

games, driving games, strategy games, role playing games, dan simulation games.

Kemudian, Egenfeldt-Nielson (2008) membagi game ke dalam empat kategori

atau genre, yaitu:

1.) Action game, biasanya melibatkan kegiatan fisik yang intens seperti

berkelahi, yang menjadi ciri khas dari game genre ini adalah dalam

memainkannya, dilibatkan keterampilan motorik dan koordinasi antara

mata dan tangan. Sebagian besar tugas dalam permainan ini adalah untuk

menggerakkan karakter on-screen dengan cepat, dan belakangan juga

Universitas Sumatera Utara


19

terdapat permainan yang menuntut pemainnya untuk memecahkan

beberapa tantangan seperti puzzle.

2.) Adventure game, dicirikan dengan permainan yang melibatkan

kemampuan berpikir secara mendalam dan membutuhkan kesabaran

dalam memainkannya. Dibutuhkan kemampuan atau keterampilan tersebut

untuk dapat memecahkan narasi yang kebanyakan didasari pada tema-

tema cerita detektif. Untuk dapat menyelesaikan game, pemainnya dituntut

untuk mampu berpikir logis dan berpikir deduktif.

3.) Strategy game, mengedepankan masalah strategi dan kebanyakan

bertemakan peperangan.

4.) Process-oriented game, mengarah pada permainan yang bertujuan untuk

menghibur, tidak untuk menyelesaikan konflik atau berkompetisi,

misalnya dengan membentuk sebuah kota atau keluarga secara virtual.

Tantangan dalam bermain game bergenre process-oriented ini tidak dari

musuh yang datang dari luar, tetapi pemain harus menguasai jalannya

permainan (mastery and exploration).

Adapun beberapa genre game tambahan (wikipedia), di antaranya yaitu:

1.) Music Games, menantang pemainnya untuk mengikuti gerakan dari irama

yang telah ada atau mengembangkan suatu irama tertentu. Beberapa game

menantang pemainnya dengan cara melangkahkan kaki pada dance pad

(papan tari) sesuai dengan irama lagu yang telah dipilih pemain, atau bisa

juga dengan memukul gendang sesuai dengan irama yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara


20

Contoh music games di antaranya adalah Dance Dance Revolution (DDR)

dan Guitar Hero.

2.) Massive Multiplayer Online Game (MMO/MMOG), memungkinkan game

dimainkan secara bersamaan oleh beberapa pemain sekaligus. Untuk

memainkannya, game ini didukung oleh koneksi internet. Permainan jenis

ini dapat dipasang di video game console, komputer, ataupun perangkat

mobile lainnya.

3.) Casual Game, merupakan betuk game yang tidak menargetkan pemainnya

untuk mengeluarkan terlalu banyak usaha dan waktu, diciptakan untuk

mengisi waktu istirahat disela-sela kejenuhan, karena game ini merupakan

jenis game yang ringan, tidak memiliki tantangan yang berat, serta tidak

mengandung unsur-unsur kekerasan.

4.) Party Game, merupakan game yang dikembangkan untuk game

multiplayer yang dimainkan antara banyak pemain. Salah satu contoh

kegiatan dalam permainan jenis ini adalah dengan mengumpulkan

beberapa barang atau item dari pemain lainnya.

5.) Programming Game, merupakan permainan komputer di mana pemainnya

tidak berpengaruh langsung terhadap jalannya permainan, melainkan

karakter yang dimainkan tersebut telah dikontrol setelah diterjemahkan ke

dalam bahasa pemrograman, misalnya tank atau robot yang saling

menghancurkan.

Universitas Sumatera Utara


21

6.) Puzzle Game, mengharuskan pemainnya untuk memecahkan teka-teki,

bisa juga dengan mencocokkan bagian-bagian yang terpotong. Contoh

permainan genre ini salah satunya adalah Tetris.

7.) Trivia Game, tujuan dari permainan ini adalah untuk menjawab beberapa

pertanyaan dengan tujuan mendapatkan poin. Dapat juga disebut dengan

permainan kuis. Contohnya seperti permainan “Who Wants to be a

Millionaire?” atau pun juga “Can We Guess Your IQ?”

8.) Board Game/Card Game, permainan tradisional yang dipindahkan ke

dalam versi komputer, misalnya seperti permainan catur dan permainan

kartu. Contoh permainan seperti Spider Solitaire, Mahjong, Checkers, atau

pun Othello.

Genre game yang digunakan dalam penelitian ini adalah casual game,

yaitu game yang dipasang pada gadget yang berbasis android, “Don’t Tap the

White Tile/Piano Tiles.” Game ini merupakan salah satu casual game yang cukup

populer di tahun 2014 hingga 2015.

2.5. PENGARUH BERMAIN GAME TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUAN VISUAL SELECTIVE ATTENTION

Berkembangnya beberapa game belakangan ini menyebabkan hadirnya

pro dan kontra terhadap dampak yang ditimbulkan. Penelitian ini berfokus pada

dampak positif bermain game, yaitu melihat efektivitas bermain game terhadap

peningkatan kemampuan kognitif individu, terkait dengan atensi. Di dalam atensi,

terdapat suatu aspek penting, yaitu selective attention. Selective attention

Universitas Sumatera Utara


22

mengacu pada kemampuan untuk mampu memfokuskan perhatian pada suatu

tugas atau kejadian tertentu di antara beberapa kejadian atau tugas yang lainnya

(Galotti, 2004).

Fungsi kemampuan selective attention salah satunya adalah dalam

membantu proses belajar, sehingga pada anak usia sekolah, proses ini dibutuhkan,

misalnya anak usia sekolah dapat memaknai suatu kata tertentu dengan

mengabaikan makna kata lain yang tidak sesuai (Papalia, d.k.k., 2007). Anak usia

sekolah memasuki tahapan operasional konkret, di mana anak sudah memiliki

pemahaman tentang konsep sebab-akibat, penalaran deduktif dan induktif,

pengelompokan, dan penalaran angka (Papalia, d.k.k., 2007).

Penelitian ini berfokus pada salah satu bagian penting dari selective

attention, yaitu kemampuan visual selective attention. Visual selective attention

merupakan kemampuan untuk fokus, sehingga fokus mata hanya tertuju pada

objek tertentu saja dan menghiraukan objek lain yang tidak berada di area

kepentingan atau mengabaikan informasi yang dianggap tidak relevan dengan

yang diinginkan.

Beberapa penelitian sebelumnya telah menyimpulkan bahwa kemampuan visual

selective attention dapat ditingkatkan dengan care bermain game. Game yang

dimainkan berupa action game (Green & Bavelier, 2003). Ketika bermain action

game, pemainnya dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas, seperti mendeteksi

target yang dapat muncul atau hilang secara tiba-tiba, menghindari serangan

musuh, dan sebagainya hingga akhirnya pemain game dapat menyelesaikan setiap

level permainan yang merupakan tujuan dari bermain game. Maka dapat

Universitas Sumatera Utara


23

dikatakan bahwa memperhitungkan pergerakan ketika bermain action game dapat

membantu gamer untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai ketika bermain game.

Game yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Don’t Tap the White

Tile”, yang merupakan game bergenre casual game dan populer pada tahun 2014

hingga 2015. Tugas individu dalam menyelesaikan game ini adalah dengan

menyentuh kotak hitam, dan menghindari kotak putih. Semakin lama game ini

dimainkan, maka laju game akan semakin cepat. Sama seperti game lainnya,

tujuannya adalah untuk mendapatkan skor setinggi-tingginya. Tugas yang harus

diselesaikan dalam bermain game ini membuat pemainnya terbiasa dengan

pergerakan mata yang cepat, serta memiliki tujuan untuk tetap fokus pada target.

Hal ini sejalan dengan konsep kemampuan visual selective attention, yang

merupakan kemampuan untuk fokus pada objek atau target yang menjadi

kepentingan.

Kemampuan visual selective attention dipengaruhi oleh pergerakan mata

(eye movement), game yang dipilih dalam penelitian yang akan dilakukan ini juga

menuntut pergerakan mata yang cepat, karena semakin lama bermain, maka

kecepatan pergerakan kotak-kotak akan meningkat, sehingga pemain harus juga

meningkatkan pergerakan mata agar dapat membiasakan pemainnya untuk

mengalihkan perhatian dari objek yang satu ke objek yang lainnya. Sementara jika

dikaitkan dengan faktor intended action and goal-directed control, dalam

memainkan game ini, pemainnya dituntut dalam memfokuskan tujuan dengan cara

hanya menyentuh kotak berwarna hitam saja dan mengabaikan kotak-kotak lain

Universitas Sumatera Utara


24

berwarna putih. Dalam hal ini, individu berlatih untuk fokus serta

memperhitungkan setiap pergerakannya.

Berkaitan dengan teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Thorndike,

yaitu law of learning yang terdiri dari law of readiness, law of exercise, dan law of

effect, individu dapat meningkatkan kemampuan atau keterampilan dengan

melibatkan ketiga prinsip belajar tersebut. Ketika bermain game, law of readiness

mengacu pada konsentrasi dan kesiapan gamer untuk bermain. Law of exercise

mengacu pada kebiasaan mengulangi kegiatan yang sama, atau bisa disebut

dengan latihan. Latihan akan memiliki makna jika individu memiliki tujuan yang

ingin dicapai, sehingga dalam bermain game, tujuan yang ingin dicapai adalah

meraih skor setinggi-tingginya. Sementara law of effect mengarah pada reaksi

emosional individu. Pembelajaran akan semakin kuat jika disertai dengan rasa

puas. Dalam hal ini, rasa puas akan mendapatkan skor yang tinggi termasuk ke

dalam bentuk positive reinforcement.

2.6. HIPOTESIS PENELITIAN

Dari uraian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah: ada pengaruh bermain game terhadap peningkatan kemampuan visual

selective attention.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai