Anda di halaman 1dari 10

Nama : Harnita

NIM : 180106005

Kelas : D4 Keperawatan Anestesiologi

Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

TUGAS 1

A. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat

Kesatuan sila-sila Pancasila tidak hanya kesatuan yang bersifat logis saja, namun
sila-sila Pancasila memiliki suatu kesatuan meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologis, dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila
sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis, dan
dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya
materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dll.

1. Dasar Ontologis (antropologis) Sila-sila Pancasila


Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki
hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai
dasar antropologis. Subjek pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat
dilihat di dalam sila Pancasila bahwa yang diterangkan di sila-sila Pancasila pada
hakikatnya adalah manusia. Demikian juga Pancasila merupakan dasar negara, adapun
pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri,
sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis
sila-sila Pancasila adalah manusia
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis
memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa jasmani
dan rohani, sifat kodrat mansuia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara
hierarkhis sila pertama Ketuhan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-
sila Pancasila yang lainnya.Hubungan kesesuaian antara negara dengan sila-sila
Pancaisla adalah berupa hubungan sebab akibat yaitu negara sebagai pendukung
hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah sebagai
sebab adapun negara adalah sebagai akibat.

2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila


Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari
dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai
dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori
kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tetang watak pengetahuan manusia. Persoalan
epistemologi dalam hubungannya dengan Pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
a. Sumber Pengetahuan Pancasila

Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan hakikatnya menyangkut 2 hal


yaitu sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Sumber
pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia
sendiri dan merupakan hasil perenungan serta pemikiran wakil-wakil bangsa
Indonesia. Karena bangsa Indonesia menjadi kausa materialis Pacasila, maka
eksistensi bangsa dengan segala nilai yang ada menjadi sumber pengetahuan
Pancasila.

b. Susunan Pengetahuan Pancasila


Susunan pengetahuan Pancasila sifatnya adalah formal logis. Begitu pula
dengan susunan kesatuan sila-sila Pancasila yang hierarkis pyramidal. Dasar
rasional logis menyangkut isi makna sila-sila Pancasila yaitu :
a. Sifat umum universal
Esensi Pancasila seagai pangkal tolak derivasi, baik dalam pelaksanaan bidang
kenegaraan maupun realisasi praksis dalam kehidupan kongkrit
b. Sifat umum kolektif
Isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia
terutama dalam tertib hukum.
c. Sifat khusus kongkrit
Isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai kehidupan, sehingga
memiliki sifat khusus kongkrit serta dinamis.

Kemudian pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. hakikat manusia


sebagai makhluk monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi Pancasila. Menurut
Pancasila bahwa hakikat manusia sebagai makhluk monopluralis adalah hakikat
manusia yang memiliki unsur-unsur pokok, yitu susunan kodrat yang teridiri atas raga
(jasmani) dan jiwa (rohani).selain itu manusia juga memiliki indra sehingga dalam
proses reseptif indra merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang
bersifat empiris. Maka Pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama dalam
kaitannya dengan pengetahuan manusia yang bersifat positif. Pancasila juga mengakui
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia yang pada
hakikatnya merupakan makhluk Tuhan Yang maha Esa sesuai dengan sila pertama
Pancasila yang mengakui kebenaran Pancasila sebagai kebenaran yang tertinggi.
Sedangkan sila ketiga, keempat, dan kelima mengakui kebenaran bahwa pada
hakikatnya manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai suatu paham
epistemologi maka Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan
pada hakikatya tidak bebas dari nilai karena harus diletakkan pada moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius.

3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila


Yang dimaksud dengan dasar aksiologis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan kesatuan. Dalam kehidupan, terdapat banyak sekali jenis nilai yang
disampaikan atau dikemukan oleh para ahli. Notonagoro mengatakan bahwa nilai-nilai
Pancasila tergolong niali-nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui
adanya nilai material dan nilai vital. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila
yang tergolong ke dalam nilai kerohanian juga mengandung nilai-nilai lain yang
lengkap dan harmonis, baik itu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai
keindahan atau estetika, nilai kabaikan atau moral, maupun nilai-nilai kesucian. Di sini
sila pertama menjadi basis, diikuti oleh sila-sila berikutnya hingga sila terakhir sebagai
tujuan.

Nilai-nilai Pancasila sebagai Satu Sistem

Substansi Pancasila dengan kelima silanya terdapat pada Ketuhanan, kemanusiaan,


persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Prinsip-prinsip tersebut telah menjelma ke tertib
sosial, masyarakat, bangsa Indonesia, yang dapat ditemukan pada adat istiadat,
kebudayaan serta kehidupan bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila
pertama hingga sila kelima merupakan cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa
Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupan. Bangsa Indonesia dalam hal ini
merupakan pendukung dari niali-nilai Pancasila. Sebagai pendukung Pancasila, maka
sudah seharusnyalah bangsa Indonesia menghargai, mengakui, dan menerima, serta
memandang Pancasila sebagai sesuatu yang benar-benar bernilai dan berharga.
Penghargaan, pengakuan, penerimaan, dan pemandangan tersebut akan tampak jika
telah mendarah daging ke dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia.
Kalau keempat hal diatas telah mendarah daging ke dalam seluruh rakyat Indonesia
maka akan terbentuklah manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila.

Sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki tingkat


kualitas yang berbeda namun antara yang satu dengan yang lainnya saling mengkait
dan melengkapi dan tidak ada satu nilaipun yang bertentangan. Dalam hal ini jika satu
sila dilepas maka akan menyebabkan sila tersebut kehilangan kedudukan dan fungsinya
karena tidak akan berarti jika tidak berada dalam kesatuan. Kesatuan nilai-nilai
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh dan bulat atau disebut juga kesatuan
organik.

B. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik
Indonesia
1. Dasar Filosofis
Pancasila merupakan suatu system filsafat maka kelima sila bukan terpisah-
pisah, dan memiliki makna sendiri-sendiri melainkan memiliki esensi makna yang
utuh. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia mengandung
makna bahwa setiap aspek kebangsaan, kemasyarakatan , serta kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa Negara
adalah suatu persekutuan hidup manusia.Negara yang didirikan oleh manusia itu
berdasarkan kodrat bahwa manusia sebagai warga dari Negara sebagai persekutuan
hidup berkedudukan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. ( Hakekat sila 1)
persekutuan hidup tersebut bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab . (Hakekat sila 2 ) untuk
terwujudnya suatu Negara sebagai organisasi hidup manusia membentuk persatuan (
Hakekat sila 3 ). Terwujudnya persatuan dalam suatu Negara akan melahirkan rakyat.
Rakyat sebagai asal mula kekuasaan Negara maka Negara harus bersifat demokratis (
Hakekat sila 4 ) Untuk mewujudkan tujuan Negara sebagai tujuan bersama dari seluruh
warga Negara harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam
kehidupan bersama ( Hakekat sila ke 5 ) Nilai-nilai inilah yang merupakan nilai dasar
bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan. Dari pengamatan
tersebut maka nilai pancasila tergolong nilai kerohanian yang mengakui nilai material
dan nilai-nilai vital. Selain itu nilai pancasila bersifat subyektif dan obyektif yang
dijelaskan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif:
1. Rumusan sila-sila Pancasila yang menunjukan adanya sifat-sifat umum
universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa, baik dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam hidup keagamaan.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 menurut ilmu hukum
memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, sehingga
merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Dengan demikian secara
obyektif tidak dapat diubah secara hukum, sehingga terlekat pada kelangsungan
hidup negara. Konsekuensinya jika nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 itu dirubah, sama halnya dengan pembubaran negara
Proklamasi 17 Agustus 1945. Prinsip ini terkandung dalam Ketetapan MPRS
No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperkuat dengan TAP MPR No.
V/MPR/1973. Jo. TAP MPR No. IX/MPR/1978.
b. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat subjektif:
1. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia
sebagai kausa materialis. Nilai-nilai tersebut merupakan hasil pemikiran,
penilaian kritis serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila adalah filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia,
sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran, kebaikan, keadilan, kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
3. Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung tujuh nilai kerokhanian, yakni
nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai
religious, yang manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia dan
bersumber pada kepribadian bangsa (Darmodihardjo, 1996).
Dikarenakan esensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal maka sangat
dimungkinkan untuk diterapkan pada negara lain, walaupun mungkin namanyan
“bukan” Pancasila. Bagi bangsa Indonesia sendiri, nilai-nilai tersebut menjadi
landasan, dasar serta motivasi atas segala perubatan, baik dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam hidup kenegaraan. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila
merupakan das Sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan
menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Secara yuridis nilai-nilai Pancasila berkedudukan sebagai Pokok Kaidah Negara
yang Fundamental. Pembukaan UUD 1945 yang di dalammnya mengandung Empat
Pokok Pikiran, apabila dianalisis maknanya tidak lain adalah derivasi atau penjabaran
dari nilai-nilai Pancasila.
a. Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan
(penjabaran sila III).
b. Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti bahwa negara
berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warganegara,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial (penjabaran sila V).
c. Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulanat rakyat, berdasarkan
atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukan bahwa
negara Indonesia adalah negara demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat
(penjabaran sila IV).
d. Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini
mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua
agama dalam hidup negara (penjabaran sila I dan II).
Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan dasar fundamental dalam pendirian
negara, yang realisasinya diwujudkan atau dijelamkan dalam pasal-pasal UUD 1945
dan dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai macam perundang-undangan serta hukum
positif di bawahnya. Selain sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, Pancasila
juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan negara, sebagaimana
ditegaskan dalam pokok pikiran keempat.
C. Inti Sari Sila-sila Pancasila
Sebagai suatu dasar filsafat negara, sila-sila Pancasila selain merupakan suatu
sistem nilai, juga merupakan suatu kesatuan. Artinya, walaupun dalam setiap sila
terkandung nilai yang berbeda satu sama lain, namum kesemuanya merupakan satu
kesatuan yang sistematis. Adapaun nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing
sila Pancasila dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara, bahka
moral negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan perundang-
undangan, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai oleh nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan mendasari dan menjiwai ketiga sila
berikutnya. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologis
hakikat manusia.
Adapun nilai yang terkandung dalam sial ini ialah bahwa negara harus
menjunjung tinggi sekaligus mewujudkan tercapainya ketinggian harkat dan
martabat manusia, dan menjamin hak-hak kodrat manusia (hak asasi) melalui
perundang-undangan negara. Selain itu juga mengandung nilai kesadaran sikap
moral dan tingkah laku manusia yang mengharuskan kehidupan kenegaraan harus
senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakikat manusia harus
berkodrat adil, baik terhadap diri sendiri, dalam hubungan dengan manusia lain,
terhadap masyarakat, bangsa dan negara, juga terhadap lingkungan dan Tuhan
Yang Maha Esa.

3. Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai bahwa negara adalah penjelmaan
sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Negara walaupun beraneka raham tetapi tetap satu, dan mengikatkan diri
dalam suatu persatuan yang dilukis dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Adanya
perbedaan bukan untuk dipertentangkan, namun justru diarahkan pada suatu sintesa
yang saling menguntungkan, yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk
mewujudkan tujuan bersama.
Dikarenakan nilai Persatuan Indonesia didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, maka nasionalisme Indonesia
adalah nasionalisme religious. Yaitu, nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang
Maha Esa, nasionalisme yang humanistic, yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Perumsyawaratan/Perwakilan
Negara adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Oleh karena rakyat merupakan asal
mula kekuasaan negara, maka nilai demokrasi secara mutlak harus dilaksanakan
dalam hidup negara. Adapun nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila
Kerakyatan ialah:
a. Adanya kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab, baik terhadap
masyarakat, bangsa maupun secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama
d. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama karena
perbedaan merupakan kodrat manusia
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok,
ras, suku maupun agama
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab
g. Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab
h. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan secara nyata dalam kehidupan
sosial demi tercapainya tujuan bersama.
Selanjutnya nilai-nilai tersebut diwujudkan secara nyata dalam kehidupan
berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupkaan tujuan negara
sebagai tujuan dalam hidup bersama. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh
hakikat keadilan kemanusiaan, yaitu keadilan dalam hubungan antar individu, individu
dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Adapun nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah
meliputi:
a. Keadilan distributive, yaitu hubungan antara negara terhadap warganya, dalam arti
negara yang wajib memenuhi keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan,
bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan hak dan
kewajiban
b. Keadilan legal, yaitu hubungan antara warganegara terhadap negara. Dalam hal ini
warganegara yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
c. Keadilan komulatif, yaitu hubungan keadilan antara warga yang satu dengan
lainnya secara timbale balik.
Pemahaman terhadap seluruh kandungan nilai-nilai luhur sila-sila Pancasila
tersebut hendaknya menjadi pedoman dan landasan moralitas hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai