Dapat terjadi kontak atau masuk sel pejamu dan langsung mengakibatkan
kematian sel.
Determinan utama untuk tropisme jaringan ialah adanya reseptor virus pada
sel pejamu. Virus mempunyai protein spesifik permukaan selnya yang
mengikat protein permukaaan sel pejamu tertentu. Banyak virus memakai
reseptor sel normal pada pejamu untuk masuk ke dalam sel pejamu. Contoh,
HIV glycoprotein gp120 mengikat CD4 pada sel T dan pada reseptor kemokin
CXCR4 (terutama pada sel T) dan CCR5 (terutama makrofag). Pada beberapa
kasus, protease pejamu dibutuhkan untuk memungkinkan ikatan virus dengan
sel pejamu; misalnya, protease pejamu melepaskan dan mengaktifkan
hemaglutinin virus influenza.
Kemampuan virus untuk bereplikasi di dalam beberapa sel tertentu dan bukan
di sel yang lain bergantung pada adanya faktor transkripsi spesifik sel yang
mengenali elemen enhancer dan promoter virus. Contoh virus JC yang
menyebabkan leukoencephalopathy akan melakukan replikasi spesifik untuk
oligodendroglia di sistem saraf pusat, karena promotor dan enhancer sekuens
DNA pengatur ekspresi gen aktif dalam sel glia tetapi tidak pada neuron atau
sel endotel.
Lingkungan fisis, misalnya zat kimia dan suhu, berkontribusi pada tropisme
jaringan. Contoh, enterovirus melakukan replikasi di usus, karena dapat tahan
terhadap inaktivasi oleh asam, empedu dan enzim pencernaan. Rhinovirus
menginfeksi sel hanya pada saluran napas atas karena dapat melakukan
replikasi optimal pada suhu rendah yang karakteristik dijumpai di tempat ini.
Sekali virus berada dalam sel pejamu, mereka akan dapat merusak atau
mematikan sel dengan sejumlah mekanisme:
Efek sitopatik langsung. Virus dapat membunuh sel dengan mencegah sintesa
makromolekul penting dari pejamu, dengan menghasilkan enzim perusak dan
protein toksik, atau menginduksi apoptosis. Contoh, virus polio mencegah
sintesa protein pejamu dengan menginaktifkan protein penghubung
utama/cap-binding protein, yang penting bagi translasi RNA
pesuruh/messenger (mRNA) sel pejamu, tetapi tidak mengganggu translasi
mRNA virus polio. HSV menghasilkan protein yang menahan sintesa DNA
sel dan mRNA serta protein lain yang mendegradasi DNA pejamu.
Respons imun anti virus. Protein virus pada permukaan sel pejamu dapat
dikenal oleh sistem imun pejamu sehingga limfosit dapat menyerang sel yang
terinfeksi virus. Sel limfosit T sitotoksik (CTLs) yang penting untuk
mekanisme pertahanan terhadap infeksi virus, tetapi CTLs juga berperan pada
merusak jaringan. Gagal hati akut selama infeksi hepatitis B dapat dipercepat
oleh CTL yang membantu merusak hepatosit yang telah terinfeksi (respons
normal untuk menghilangkan infeksi).
Transformasi sel yang telah terinfeksi menjadi sel tumor jinak atau ganas.
Virus onkogenik yang berbeda dapat menstimulasi pertumbuhan sel dan
ketahanan sel melalui berbagai mekanisme, termasuk ekspresi onkogen yang
disandi virus, strategi antiapoptosis, dan mutagenesis insertional (insersi DNA
virus ke dalam genom pejamu akan mengubah ekspresi gen pejamu).
a. Virulensi Bakteri
Molekul permukaan bakteri yang terikat pada sel pejamu atau pada matriks
ekstrasel disebut adhesins. Berbagai struktur pada permukaan terlibat dalam
perlekatan bermacam bakteri. Streptococcus pyogenes mempunyai protein F dan
asam teichoic yang menonjol dari dinding sel yang mengikat fibronektin pada
permukaan sel pejamu dan di dalam matriks ekstrasel. Bakteri lain mempunyai
protein berupa filamen disebut pili pada permukaannya. Tangkai pili dikonservasi
secara struktural, sedangkan asam amino pada ujung pili bervariasi dan menentukan
spesifisitas ikatan dari bakteri. Strains E.coli yang menyebabkan infeksi saluran
kemih adalah unik mengekspresi suatu P pilus spesifik, yang berikatan dengan (α1-4)
gagal moiety yang terekspresi pada sel urotelium. Pili pada bakteri N. gonorrhoeae
mengatur perlekatan bakteri dengan sel pejamu dan juga menjadi target respons
antibodi pejamu. Variasi dari tipe pili yang diekspresikan merupakan mekanisme
penting di mana bakteri N. gonorrhoeae menghindari respons imun.
Toksin yang meningkatkan sinyal intrasel atau jalur regulasi. Sebagian besar
toksin mempunyai komponen aktif (A) dengan aktivitas enzimatik dan
komponen (B) yang bersifat mengikat reseptor permukaan sel dan
mengirimkan protein A ke dalam sitoplasma sel. Efek dari toksin ini
tergantung pada kemampuan mengikat yang spesifik dari domain B dan jalur
sel yang dipengaruhi oleh domain A. Toksin A-B dibuat oleh banyak bakteri
termasuk Bacillus anthracis, V. cholerae, dan Corynebacterium diphtheriae.
Mekanisme kerja toksin antraks A-B telah diketahui. Toksin antraks
mempunyai dua komponen alternative A, faktor edema (EF) dan faktor letal
(LF), yang akan memasuki sel setelah terjadinya ikatan dengan komponen B
dan akan memulai beberapa efek patologis yang berbeda.