Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran Biologi
Dosen Pengampu :Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd.
Disusun Oleh :
Nadhilah Jalilah Suti Halwan (11170161000036)
Fajar Riyanto (11170161000039)
Afifah Az-Zahra (11170161000050)
5B Pendidikan Biologi
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baik bentuk serta dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Selawat serta salam semoga selalu dilimpahcurahkan kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan dengan sempurna kepada
manusia tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang bermartabat.
Atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan
sebaik-baiknya yang berjudul ”Alat Evaluasi Proses Belajar” untuk dapat
memenuhi tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi. Penulis
menyampaikan terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini, yaitu Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Mata Kuliah Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi yang telah berkenan
memberikan petunjuk dan bimbingan sehingga makalah ini dapat terselesaikan
juga teman-teman yang telah membantu kelancaran dalam penyelesaian makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyususn makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini dan semoga makalah ini dapat digunakan sebagai
referensi atau acuan bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Simpulan ................................................................................................. 26
B. Saran ....................................................................................................... 26
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha peningkatan pendidikan bisa ditempuh dengan peningkatan kualitas pembelajaran
dan sistem evaluasi yang baik. Keduanya saling berkaitan, sistem pembelajaran yang baik
akan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik pula, selanjutnya sistem penilaian yang
baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi
siswa untuk belajar yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, maka di dalam pembelajaran
dibutuhkan guru yang tidak hanya mengajar dengan baik, namun mampu melakukan
evaluasi dengan baik.
Evaluasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan
tingkah lakunya. Sebagai calon guru atau pendidik kita harus mempunyai pengetahuan,
kreatifitas dan wawasan yang luas untuk memahami peserta didik. Kemudian, kita juga
harus mengerti psikokologi anak, kemampuan anak, kelemahan anak dalam kesulitan
belajar dan keinginan anak yang mempunyai bakat tertentu. Untuk itu kita harus
mengetahui tingkat kemampuan dan perkembangan peserta didik.
Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia
pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang
dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian pendidikan telah terlaksana.
Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar siswa, kegiatan pengukuran dan penilaian
merupakan langkah awal dalam proses evaluasi tersebut. Kegiatan pengukuran yang
dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling banyak
digunakan. Namun, tes bukanlah satu-satunya alat dalam proses pengukuran, penilaian, dan
evaluasi pendidikan sebab masih ada teknik lain yakni teknik “non tes”. Tehnik ini berguna
untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar yang tidak dapat diukur
dengan alat tes. Penggunaan tehnik ini dalam evaluasi pembelajaran terutama karena
banyak aspek kemampuan siswa yang sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup
objektifitas. Sasaran teknik ini adalah perbuatan, ucapan, kegiatan, pengalaman,tingkah
laku, riwayat hidup, dan lain-lain.
Dalam makalah ini, akan disajikan beberapa hal tentang teknik evaluasi yang dapat
digunakan dalam penilaian terhadap anak didik. Adapun teknik yang akan dijelaskan dalam
1
makalah ini adalah teknik non-tes. Salah satu teknik yang sangat membantu dalam penilaian
terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengembangkan alat evaluasi proses belajar ?
2. Apa yang dimaksud dengan alat evaluasi nontes?
3. Apa saja yang termasuk kedalam alat evaluasi nontes?
4. Apa yang dimaksud dengan penilaian diri ?
5. Apa yang dimaksud dengan penilaian sejawat?
6. Bagaimana membuat instrumen jurnal ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan alat evaluasi proses belajar.
2. Menjelaskan alat evaluasi nontes.
3. Menyebutkan dan menjelaskan apa saja yang termasuk kedalam alat evaluasi nontes
4. Menjelaskan penilaian diri (self assesment)
5. Menjelaskan penilaian sejawat
6. Menjelaskan dan memberi contoh dari instrumen jurnal
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kegiatan evaluasi selama pelaksanaannya sudah menggunakan banyak alat yang dapat digunakan
dalam kegiatan evaluasi. Sebagai contoh ialah dalam bentuk tes maupun non-tes. Kegiatan ini tidak hanya
dilakukan di sekolah saja, melainkan banyak juga digunakan di luar sekolah dan juga masyarakat umum.
Contoh alat evaluasi dalam bentuk tes yang ada disekolah ialah pre-tes dan juga pos tes, sedangkan pada
luar sekolah yaitu tes kesehatan, tes kendaraan, tes makanan, dan lain-lain. Penggunaan tes sebagai alat
ukur dalam hasil dari berbagai hal khususnya di sekolah sudah banyak digunakan untuk hasil evaluasi
peserta didik pada bidang kognitif.1
Jika dilihat dalam teknik yang digunakan, alat evaluasi non-tes digunakan jika ingin mengetahui
kualitas proses maupun produk dari sebuah pekerjaan dan juga hal-hal yang berhubungan dengan domain
afektif, seperti minat, bakat, sikap, motivasi, dan lain-lain. Kegunaan alat ini ialah untuk mengukur
kemampuan non-kognitif bagi peserta didik. Guru biasanya diharuskan memahami serta mengetahui
berbagai macam alat evaluasi non-tes, baik dalam segi teori maupun praktik. Sehingga dapat
meningkatkan kualitas serta proses dari hasil evaluasi pembelajaran. Dengan demikian, seiring
berjalannya waktu alat-alat evaluasi baik tes dan juga non-tes perlu diadakannya perkembangan, agar
dapat membantu proses evaluasi, terutama evaluasi dalam bidang pendidikan.2
1
Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama, 2012).
hal 127.
2
Ibid, hal 179.
3
tes diagnostik (diagnostic test). Berdasarkan tata cara pengusunannya, tes dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Tes Buatan Guru (teacher-made test)
Jenis tes ini merupakan tes yang disusun sendiri oleh guru yang
bersangkutan. Tes ini biasanya berbentuk tes formatif, harian. Dan juga
ulangan umum. Tes in memiliki tujuan untuk mengukur tingkat dari
penguasaan peserta didik dalam pemahamannya dalam mata pelajaran
yang dipelajarinya. Untuk hal itu, soal dari tes ini haruslah bersifat logis
dan juga rasional mengenai pokok-pokok materi apa saja yang patut dan
seharusnya ditanyakan sebagai bahan pengetahuan penting. Jenis tes ini
masih belum menjamin keobjektifannya, sebab hanya diberikan kepada
peserta didik dalam ruang lingkup tertentu.
Tibgkat kesukaran dalam tes buatan guru tidak berdasarkan dari
sifat dan karakteristik peserta didiknya. Dalam pelaksanaannya, guru
menganggap peserta didik memiliki taraf berpikir yang sama. Padahal
setiap peserta didik memiliki tingkat psikologis yang berbeda, dengan
demikian seharusnya item-item yang terdapat dalam soal buatan guru
haruslah disusun secara cermat berdasarkan tingkat kemampuan individu
yang heterogen.
Tes buatan guru biasanya terdiri dari beberapa sifat, ada yang
bersifat hafalan semata, ada pula yang bersifat analitis. Sebagai guru
yang profesional, diharapkan dapat memasukkan kedua sifat tersebut
secara bersamaan dalam porsi yang seimbang. Hal ini bertujuan agar
guru dapat memahami, mana peserta didik yang memiliki kemampuan
yang baik dalam bidang menghafal atapun peserta didik yang memiliki
daya analisis yang baik.
4
disusun dari yang termudah hingga yang tersulit. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pengembangan tes baku yaitu:
a) Aspek yang hendak diukur, misalnya kemampuan
membacam perbendaharaan pengetahuan umum, sikap,
kepribadian, dan juga minat.
b) Pihak penyusun, baik secara individual maupun
kelompok, contohnya TOEFL yang dibuat oleh College
Entrance Examination Board and Educational Testing
Service.
c) Tujuan penggunaan tes
d) Sampel
e) Kesahihan
f) Pengadministrasian
g) Cara menskor
h) Kunci jawaban
i) Tabel skor mentah
j) Penafsiran
Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat pokok dan haruslah diperhatikan
dalam pelaksanannya. Beberapa perbedaan antara tes baku dengan tes
buatan guru, yaitu tes baku mengcangkup pengetahuan yang dapat
dikatakan cukup luas, sedangkan tes buatan guru hanya pengetahuan
yang bersifat khusus.
Menurut sejarah, soal tes yang pertama kali ada adalah bentuk uraian.
Mengingat bentuk uraian ini banyak kelemahannya, maka orang
berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk yang lain, yaitu tes objektif.
Namun demikian, tidak berarti bentuk uraian ditinggalkan sama sekali.
Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk
menguraikan, mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan
katakatanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu
dengan lainnya. Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif,
karena dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh faktor subjektifitas
guru. Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes
bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas
(restricted respons items) dan uraian bebas (extended respons items).
a. Uraian Terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik
harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya.
Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam,
tetap harus ada pokokpokok penting yang terdapat dalam
sistematika jawabannya sesuai dengan batas-batas yang telah
ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh :
a. Jelaskan bagaimana masuknya Islam di Indonesia dilihat dari
segi ekonomi dan politik.
b. Sebutkan lima rukum Islam!
5
b. Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal
dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik bebas
mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh
karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika
yang berbeda-beda. Namun demikian, guru tetap harus
mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban
peserta didik nanti.
Contoh :
a. Jelaskan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia!
b.Bagaimana peranan pendidikan Islam dalam memecahkan
masalahmasalah pokok pendidikan di Indonesia?
6
Bentuk tes benar-salah (B – S) merupakan pernyataan yang mengandung dua
kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Peserta didik diminta untuk
menentukan pilihannya mengenai pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-
pernyataan dengan cara seperti yang diminta dalam petunjuk mengerjakan
soal. Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur
kemampuan peserta didik dalam membedakan antara fakta dengan pendapat.
b) Pilihan Ganda
Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar
yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Soal tes bentuk pilihan-ganda terdiri
atas pembawa pokok persoalan dan pilihan jawaban. Pembawa pokok
persoalan dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan dan dapat pula
dalam bentuk pernyataan (statement) yang belum sempurna yang sering
disebut stem. Sedangkan pilihan jawaban itu mungkin berbentuk perkataan,
bilangan atau kalimat dan sering disebut option. Pilihan jawaban terdiri atas
jawaban yang benar atau yang paling benar, selanjutnya disebut kunci
jawaban dan kemungkinan jawaban salah yang dinamakan pengecoh
(distractor atau decoy atau fails) namun memungkinkan seseorang
memilihnya apabila tidak menguasai materi yang ditanyakan dalam soal.
c) Menjodohkan
Soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk
pilihanganda. Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-
ganda terdiri atas stem dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih
salah satu option yang dianggap paling tepat. Sedangkan bentuk
menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang
keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah
kiri menunjukkan kumpulan persoalan, dan kolom sebelah kanan
menunjukkan kumpulan jawaban. Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih
banyak dari jumlah persoalan.
8
untuk mengukur perilaku kelas, interaksi antara peserta didik dengan guru, dan faktor-
faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skills). Dalam
evaluasi, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik,
seperti tingkah laku peserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
lain-lain.
Hal yang harus dipahami oleh Anda adalah bahwa tidak semua apa yang dilihat
disebut observasi. Observasi yang Anda lakukan di kelas tidak cukup dengan hanya
duduk dan melihat melainkan harus dilakukan secara sistematis, sesuai dengan aspek-
aspek tertentu, dan berdasarkan tujuan yang jelas. Untuk memperoleh hasil observasi
yang baik, maka kemampuan Anda dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih,
mulai dari hal-hal yang sederhana sampai dengan hal-hal yang kompleks. Observasi
mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:
a) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar
pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari permasalahan. Oleh sebab
itu, dalam pelaksanaannya harus ada pedoman observasi.
b) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif
dan rasional.
c) Terdapat berbagai aspek-aspek yang akan diobservasi dan
d) Praktis penggunaannya
Sedangkan bila dilihat dari teknis pelaksanaannya, observasi dapat ditempuh
melalui tiga cara, yaitu:
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes yang
dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung
dengan peserta didik. Pengertian wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan
secara langsung antara pewawancara (interviewer) atau guru dengan orang yang
diwawancarai (interviewee) atau peserta didik tanpa melalui perantara. Sedangkan
wawancara tidak langsung artinya pewawancara atau guru menanyakan sesuatu kepada
peserta didik melalui perantara orang lain atau media. Jadi, tidak menemui langsung
kepada sumbernya.
Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh informasi secara langsung guna
menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu. Selain itu, wawancara juga berguna untuk
melengkapi suatu penyelidikan ilmiah dan memperoleh data agar dapat mempengaruhi
situasi atau orang tertentu. Pertanyaan wawancara dapat menggunakan bentuk seperti
berikut:
a) Bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban
agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut.
Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak
terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
9
b) Bentuk petanyaan tak berstruktur, yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka
dimana peserta didik secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.
Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur jawaban kepada peserta
didik, karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.
c) Bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban
campuran, ada yang berstruktur ada pula yang bebas.
c. Skala Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu
dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa
orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau
perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan
seseorang mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Perlu diperhatikan saat membuat
skala sikap yaitu mengetahui norma-norma yang ada pada peserta didik, bahkan sikap
peserta didik terhadap dunia sekitarnya, terutama terhadap mata pelajaran dan lingkungan
madrasah. Jika terdapat sikap peserta didik yang negatif, pembuat evaluasi perlu mencari
suatu cara atau teknik tertentu untuk menempatkan atau mengubah sikap negatif itu
menjadi sikap yang positif.
Dalam mengukur sikap, guru hendaknya memperhatikan tiga komponen sikap,
yaitu kognisi, yaitu berkenaan dengan pengetahuan peserta didik tentang objek,
selanjutnya afeksi, yaitu berkenaan dengan perasaan peserta didik terhadap objek, dan
juga konasi, yaitu berkenaan dengan kecenderungan berprilaku peserta didik terhadap
objek. Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku peserta didik untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik
berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu. Tiga komponen sikap adalah
kognisi, afeksi, dan konasi. Adapun model-model skala sikap adalah menggunakan
bilangan, menggunakan frekuensi, menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif,
menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan status/ kedudukan, menggunakan kode
bilangan atau huruf. Untuk menyusun skala Likert, Anda perlu mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut : memilih variabel afektif yang akan diukur, membuat beberapa
pernyataan tentang variabel afektif yang akan diukur, mengklasifikasikan pernyataan
positif dan negatif, menentukan jumlah secara gradual dan frase atau angka yang dapat
menjadi alternatif pilihan, menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat
penilaian, melakukan uji-coba, membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik,
melaksanakan penilaian.
3
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 76-77.
4
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assesment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 30-31.
12
Berikut ini dikemukakan dua buah contoh instrumen evaluasi berupa daftar
isian dalam rangka menilai keterampilan peserta didik, dalam suatu observasi
sistematis.
b) Observasi non-sistematis
Observer atau evaluator dalam melakukan pengamatan dan pencatatan tidak
dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti, maka kegiatan observasi di sini
semata-mata hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri.
Contoh: guru pendidikan agama Islam dalam bulan Ramadhan mengadakan
observasi pada satu atau beberapa masjid atau musholla, guna mengetahui
13
dan selanjutnya menilai keaktifan siswa-siswanya dalam menjalankan ibadah
shalat tarawih dan shalat witir.5
5
Anas Sudijono, Op. Cit., h. 77-78.
14
Kepribadian dari observer atau evaluator acapkali mewarnai atau menyelinap
masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi. Prasangka-
prasangka yang mungkin melekat pada diri evaluator dapat mengakibatkan sulit
dipisahkannya secara tegas mengenai tingkah laku peserta didik yang diamatinya.
Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat
mengungkap “kulit luar”nya saja. Adapun apa-apa saja yang terjadi di balik hasil
pengamatan itu belum dapat diungkap secara tuntas hanya dengan melakukan
observasi saja, harus didukung dengan cara lainnya seperti wawancara.6
2. Wawancara
Secara umum yang dimaksud dengan Wawancara adalah cara menghimpun
bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan
secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan.7.
Dalam wawancara ada beberapa persyaratan penting yang perlu diperhatikan,
yaitu:
a) Adanya interaksi atau tatap muka guru dengan siswa,
b) Ada percakapan verbal di antara mereka,
c) Memiliki tujuan tertentu.
Untuk tujuan evaluasi wawancara, pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua
macam bentuk, yaitu menggunakan model pertanyaan dengan jawaban pasti (fixed
ended questions) atau pertanyaan dengan jawaban terbuka (open ended questions).
Contoh dari pertanyaan fix ended:
Wawancara dikatakan menggunakan pertanyaan open ended jika isi yang hendak
dievaluasi memiliki jawaban kompleksitas tinggi. Indikator jawaban yang
kompleks di antaranya:
a) Jawaban pasti tidak diketahui
6
Anas Sudijono, Op. Cit., h. 81-82.
7 Ibid., h. 82.
15
b) Tujuan wawancara lebih menekankan pada siswa untuk dapat mengeksplorasi
pengetahuan mereka
c) Jawaban memerlukan alasan proses
d) Jawaban masih bisa ditafsirkan sesuai dengan pengetahuan para siswa8
Ada dua jenis wawancara yang yang dapat di guanakan sebagai alat evaluasi
yaitu :
Wawancara dapat dilengkapi alat bantu berupa tape recorder (alat perekam
suara) sehingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dapat dicatat secara lebih
lengkap. Penggunaan pedoman wawancara dan alat bantu perekam suara akan
sangat membantu pewawancara dalam mengategorikkan dan menganalisis
jawaban-jawaban yang diberikan untuk pada akhirnya dapat ditarik
kesimpulannya.
8
M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 187-188.
9
Anas Sudijono, Loc. Cit.
16
- Pewawancara secara evaluator dapat melakukan kontak langsung dengan orang
yang akan diwawancarai, sehingga akan diperoleh hasil penilaian yang lebih
lengkap dan mendalam.
- Data dapat diperoleh secara kualitatif maupun kuantitatif.
- Pernyataan-pernyataan yang kurang jelas dapat dijelaskan lagi dan sebaliknya
jawaban-jawaban yang belum jelas dapat diminta lago dengan lebih terarah dan
lebih bermakna
- Peserta didik dapat mengeluarkan isi hatinya secara bebas.10
3. Angket
Berbeda dengan wawancara di mana penilai (evaluator) berhadapan secara
langsung dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya, maka dengan
menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan hasil evaluasi belajar, jauh
lebih praktis, menghemat waktu, dan tenaga. Hanya saja jawaban-jawaban yang
diberikan sering kali tidak sesuai dengan kenyataan, apalagi jika pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan kurang tajam, bisa memungkinkan bagi responden untuk
memberikan jawaban yang melegakan atau memberikan kepuasan kepada pihak
penilai.
Pada umumnya tujuan penggunaan angket dalam proses pembelajaran
adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah
satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Selain itu,
untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program
pembelajaran.
Data yang dapat dihimpun melalui angket yaitu misalnya data yang berkenaan
dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik, cara belajar mereka,
fasilitas belajar, bimbingan belajar, motivasi dan minat belajarnya, sikap belajarnya,
sikap terhadap mata pelajaran tertentu, dan sebagainya.
Angket sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif. Ia dapat
berupa kuesioner bentuk pilihan ganda dan dapat pula berbentuk skala sikap. Skala
yang mengukur sikap, sangat terkenal dan sering digunakan untuk mengungkap
sikap peserta didik adalah skala likert.
10
Ibid., h. 83-84.
17
Contoh 1: Angket Bentuk Pilihan Ganda untuk Mengukur Hasil Belajar Ranah
Afektif Pendidikan Agama Islam
18
Contoh 2: Angket Bentuk Skala Likert untuk Mengukur Hasil Belajar Ranah
Afektif Pendidikan Agama Islam.11
11
Anas Sudijono, Op. Cit., h. 84-89.
19
4. Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan, atau keberhasilan belajar peserta
didik tanpa menguji (teknik non-tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan
cara melengkapi pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen misalnya dokumen yang
memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan dan di mana
peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak di dalam keluarga, dari
mana sekolah asalnya, kejuaraan apa yang pernah ia raih, apakah yang bersangkutan
pernah mendeita penyakit, dan sebagainya.
Berbagai informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua, dan lingkungannya
itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan
pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta
didiknya. Informasi-informasi tersebut dapat direkam melalui sebuah dokumen
berbentuk formulir atau blanko isian, yang harus diisi pada saat peserta didik untuk
pertama kali diterima sebagai siswa di sekolah yang bersangkutan.12
5. Portofolio
Portofolio dapat digunakan untuk pengumpulan data kinerja siswa. Secara
definitif, portofolio menurut Johnson dan Johnson (2002) dapat diartikan sebagai
pengumpulan data secara terorganisir yang dilakukan dalam periode waktu tertentu
atas siswa atau perkembanagn program kelompok mahasiswa, pencapaian,
keterampilan, atau sikap.
Portofolio juga dapat menggambarkan kinerja siswa dalam satu atau beberapa
mata pelajaran atau bahkan semua mata pelajaran yang telah dicapainya. Dilihat dari
siapa sasarannya, portofolio dapat bervariasi, misalnya untuk satu orang siswa
maupun satu grup siswa untuk satu orang portofolio. Di samping itu, portofolio juga
dapat disimpan dalam map, note book, atau dalam compact dis.13
Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
12
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2017), hal. 90-91.
13
M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hal. 191-192.
20
Jelaskan kepada peserta didik maksud penggunaan portofolio, yaitu tidak semata-
mata merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan oleh guru
untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh peserta didik itu sendiri untuk
mengetahui kemampuan, keterampilan, dan minatnya.
Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja yang akan
dibuat.
Kumpulkan dan simpan karya-karya tiap peserta didik dalam satu map atau
folder.
Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan peserta
didik sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu.
Tentukan kriteria penilaian sampel-sampel portofolio peserta didik beserta
pembobotannya bersama peserta didik agar dicapai kesepakatan.
Setelah portofolio dinilai dan ternyata nilainya belum memuaskan, peserta didik
diberi kesempatan untuk memperbaiki lagi.14
14
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assesment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 27-28.
15
Depdiknas, Model Pembelajaran, (Malang: Pusat Kurikulum Baltibang Depdiknas), hal. 40.
16
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2012), hal. 20.
21
Sedangkan menurut (Sudaryono,2012) penilaian diri (self assessment) adalah
suatu teknik penilaian dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri
berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya
dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur
kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor.17
1. Penilaian kompetensi kognitif di kelas, misalnya : peserta didik diminta untuk menilai
penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari
suatu mata pelajaran tertentu. Penilaian diri peserta didik didasarkan atas kriteria atau
acuan yang telah disiapkan.
2. Penilaian kompetensi afektif, misalnya : peserta didik dapat diminta membuat tulisan
yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta
didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
3. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta
untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan
kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian diri (self assessment) merupakan suatu teknik
penilaian yang di dalamnya peserta didik mengemukakan kelemahan dan kelebihannya
dalam pencapaian kompetensi baik pada ranah kognitif, ranah afektif, maupun pada ranah
psikomotorik dan pada penelitian kali ini peserta didik mengemukakan kelebihan dan
kelemahannya tentang karakter peserta didik dan ini merupakan kompetensi pada ranah
afektif.
b. Macam-macam Penilain Diri
Ada beberapa jenis penilaian diri (self assessment), diantaranya:
1. Penilaian Langsung dan Spesifik, yaitu penilaian secara langsung, pada saat atau
setelah selesai melakukan tugas, untuk menilai aspek-aspek kompetensi tertentudari
suatu mata pelajaran.
2. Penilaian Tidak Langsung dan Holistik, yaitu penilaian yang dilakukan dalam kurun
waktu yang panjang untuk memberikan penilaian secara keseluruhan.
17
Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), hal. 92.
22
3. Penilaian Sosio-Afektif, yaitu penilaian terhadap unsur-unsur afektif atau
emosional.18
18
Depdiknas, op.cit, hal.41.
19
Kunandar, Penilaian Authentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013), (Jakarta :
Rajawali Pres, 2013), hal. 133.
23
Sedangkan kelemahan dari penilaian diri (self assessment) adalah :
1. Cenderung subjektif.
2. Data mungkin ada yang pengisiannya tidak jujur.
3. Dapat terjadi kemungkinan peserta didik menilai dengan skor tinggi.
4. Membutuhkan persiapan dan alat ukur yang cermat.
5. Pada saat penilaian dapat terjadi peserta didik melaksanakan sebaik-baiknya tetapi
diluar penilaian ada peserta didik yang tidak konsisten.
6. Hasilnya kurang akurat.
7. Kurang terbuka.
8. Mungkin peserta didik tidak memahami adanya kemampuan yang dimiliki.
9. Peserta didik yang kurang aktif biasanya nilainya kurang.20
e. Contoh Instrumen
Contoh menggunakan daftar checklist saat kegiatan kelompok :
Nama : ………….
Kelas/Smtr : ………….
Petunjuk :
Bacalah baik-baik setiap pernyataan dan berlah tanda (V) pada kolom yang sesuai dengan
dirimu yang sebenarnya.
No Pernyataan Ya Tidak
Selama kegiatan kelompok saya :
1 Mengusulkan ide kepada kelompok
2 Sibuk mengerjakan tugas saya senditi
3 Tidak berani bertanya karena takut
ditertawakan
4 Menertawakan pendapat teman
5 Aktif mengajukan pertanyaan dengan
sopan
6 Melaksanakan kesepakatan kelompok,
meskipun tak sesuai dengan pendapat
saya
Kelas : Tanggal :
Sejauh ini saya belajar banyak tentang :
Saya ingin tahu lebih banyak tentang :
Besok saya akan belajar :
Saya senang belajar dengan cara :
Saya sulit memahami :
Di kelas saya termasuk :
.................................................. ...........................................
.......
25
D. Instrumen Teman Sejawat
Penilaian antar teman atau teman sebaya (peer assessment) merupakan teknik penilaian
dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya
dalam berbagai hal. Keterlibatan peserta didik dalam proses penilaian mempunyai beberapa
keuntungan dan tujuan, yaitu: 1) memperkenalkan peserta didik mengenal kompleksitas, 2)
mendorong peserta didik dalam melakukan penilaian mengenai keterampilan dan usahanya, 3)
mendorong keterlibatan peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Pelaksanaan system
penilaian ini dapat dilakukan dengan cara: 1) masing-masing peserta didik diminta saling menilai
temannya dalam satu kelas, baik proses maupun produk, 2) membentuk sebuah tim yang terdiri
dari beberapa peserta didik yang bertanggung jawab menilai keterampilan seluruh peserta didik
dalam kelas tersebut, 3) masing-masing peserta didik diberi tanggung jawab untuk menilai tiga
atau empat temannya.
Penilaain antarteman sejawat dapat mengajarkan siswa untuk menilai secara jujur
mengenai kemampuan temannya sendiri. ketika menerapkan suatu penilaian antarteman sejawat
( peer assessment) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yakni aspek yang akan dinilai harus
jelas, menentukan dan menetapakan cara dan prosedur yang digunakan dalam penilaian,
menentukan bagaimana mengolah dan menentukan nilai hasil penilaian, dan membuat
kesimpulan hasil penilaian antar peserta didik yang dilakukan oleh peserta didik. Selanjutnya
ketika sudah mengetahui prinsip-prinsip penilaian antarpeserta didik maka langkah-langkah
untuk membuat instrumen penialain harus dilakukan dengan baik pula.
Penilaian antarteman (peer assessment) dapat digunakan untuk membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan bekerjasama, menerima atau memberikan umpan balik (feedback)
antar sesama teman, mengkritisi proses dan hasil belajar teman, dan memberikan pengertian
kepada para siswa tentang kriteria yang digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar.
Penggunaan peer assessment bertujuan untuk memberikan feedback yang berasal dari peer. Peer
assessment dapat digunakan untuk membantu pelajar dalam mengembangkan kemampuan
bekerjasama, mengkritisi proses dan hasil belajar orang lain (penilaian formatif), menerima
feedback atau kritik dari orang lain, memberikan pengertian yang mendalam kepada para siswa
tentang kriteria yang digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar dan untuk penilaian
sumatif
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Alat evaluasi proses belajar merupakan alat yang digunakan guru dalam
membantunya membuat evaluasi peserta didik. Dengan adanya alat ini, tentunya guru
dapat menentukan apa saja yang perlu dievaluasi dalam proses belajar mengajarnya serta
26
tingkat pengetahuan baik dalam ranah kognitif maupun metakognitif dari peserta didik.
Selain dengan jalur tes, evaluasi juga dapat dilakukan dengan jalur non-tes, dimana cara
ini dapat digunakan agar guru dapat memahami sikap, sifat, dan karakteristik secara
verbal dari peserta didik.
Cara yang digunakan biasanya berupa wawancara, skala sikap, dan juga
observasi. Penilaian diri (self assessment) merupakan suatu teknik penilaian yang di
dalamnya peserta didik mengemukakan kelemahan dan kelebihannya dalam pencapaian
kompetensi baik pada ranah kognitif, ranah afektif, maupun pada ranah psikomotorik dan
pada penelitian kali ini peserta didik mengemukakan kelebihan dan kelemahannya
tentang karakter peserta didik dan ini merupakan kompetensi pada ranah afektif.
B. Saran
Sebagai guru yang profesional, haruslah dapat memahami berbagai alat evaluasi
pembelajaran baik tes maupun non-tes. Agar peskembangan peserta didik dapat dilihat
serta ditinjau jauh lebih dalam lagi dan guru dapat mengevaluasi agar perkembangannya
dapat optimal.
27
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementrian Agama.
28