Bab 3
Bab 3
DASAR TEORI
3.1. Gempabumi
Pada hakekatnya, gempabumi merupakan serentetan getaran dari kulit bumi yang
bersifat tidak abadi dan hanya terjadi sementara. Getaran kulit bumi ini berupa gelombang
seismik yang menjalar ke segala arah menjauhi fokus pusat terjadinya gempa. Sesungguhnya,
kulit bumi bergetar secara kontinyu walaupun relatif sangat kecil, namun getaran tersebut tidak
disebut sebagai gempabumi karena sifat getarannya yang terus menerus, berbeda dengan
gempabumi yang memiliki waktu awal dan akhir terjadi yang jelas (Afnimar, 2009).
Gempabumi juga didefinisikan sebagai hentakan besar yang terjadi secara tiba-tiba
akibat akumulasi energi elastik atau strain dalam waktu yang lama secara kontinyu dari adanya
proses pergerakan lempeng benua dan samudra. Pergerakan lempeng-lempeng tersebut akan
menyebabkan patahnya batuan ketika mengalami regangan melampaui batas elastisitasnya
(Sapie dkk, 2001). 90 persen dari gempabumi yang pernah terjadi merupakan gempabumi yang
diakibatkan oleh aktivitas tektonik, sementara 10 persen lainnya merupakan gempabumi yang
berasal dari aktivitas vulkanik, runtuhan lubang-lubang interior bumi seperti goa atau tambang
mineral, dan akibat ulah manusia (Lowrie, 2007). Energi yang dibebaskan dari pusat gempa
biasanya dinyatakan dalam ukuran skala Richter. Kekuatan getaran gempa diukur oleh alat
yang disebut seismograf atau seismometer.
Menurut (Ibrahim dkk, 2010): Parameter Gempabumi biasanya digambarkan dengan tanggal
terjadinya, waktu terjadinya, koordinat episenter (dinyatakan dengan koordinat garis lintang
dan garis bujur), kedalaman hiposenter, magnitudo, dan intensitas gempabumi.
4. Magnitudo
Magnitudo gempa adalah ukuran kekuatan gempabumi yang menggambarkan besarnya
energi yang terlepas pada saat gempabumi terjadi dan merupakan hasil pengamatan seismograf.
Satuan yang umum digunakan di Indonesia adalah skala Richter (Richter Scale), yang bersifat
logaritmik.
a) Tipe I, yaitu pada tipe ini gempabumi utama diikuti gempa susulan tanpa didahului oleh
gempa pendahuluan (fore shock).
b) Tipe II, yaitu sebelum terjadi gempabumi utama, diawali dengan adanya gempa pendahuluan
dan selanjutnya diikuti oleh gempa susulan yang cukup banyak.
c) Tipe III, yaitu tidak terdapat gempabumi utama. Magnitudo dan jumlah gempabumi yang
terjadi besar pada periode awal dan berkurang pada periode akhir dan biasanya dapat
berlansung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan. Tipe gempa ini disebut tipe swarm dan
biasanya terjadi pada daerah vulkanik seperti gempa gunung Lawu pada tahun 1979.
Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah tersebut agar
bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut
juga percepatan tanah, merupakan parameter yang perlu dikaji untuk setiap gempabumi,
kemudian dipilih percepatan tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk
dipetakan agar bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami
suatu lokasi (Heryandoko, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai percepatan tanah pada suatu tempat,
antara lain:
a) Magnitudo gempa.
b) Kedalaman hiposenter.
c) Jarak episenter.
d) Kondisi tanah.
Semakin besar magnitudo suatu gempa berarti besar energi yang dipancarkan dari sumber
gempa tersebut semakin besar, sehingga percepatan permukaan tanah yang timbul juga
semakin besar pula. Semakin dalam hiposenter dan semakin jauh jarak episenter maka
percepatan permukaan tanah yang timbul menjadi semakin kecil. Faktor lain yang juga
menentukan besarnya percepatan permukaan tanah yaitu tingkat kepadatan tanah di tempat
tersebut.
Pengukuran percepatan tanah dengan cara empiris dapat dilakukan dengan pendekatan
dari beberapa rumus yang diturunkan dari magnitudo gempa atau dan data intensitas.
Perumusan ini tidak selalu benar, bahkan dari satu metode ke metode lainnya tidak selalu sama,
namun cukup memberikan gambaran umum tentang percepatan tanah maksimum atau Peak
Ground Acceleration (PGA).
2.3.3. Perhitungan Percepatan Tanah
Untuk mendapatkan nilai percepatan tanah pada suatu daerah dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
a = percepatan tanah pada permukaan (gal)
M = magnitudo permukaan (SR)
R = jarak hiposenter (km)
R = √∆2 + ℎ2 (2.6)
Gambar 3.1 Garis hubung pusat bumi dengan episenter dan titik pengamatan pada bidang
bola
Δ = jarak episenter λ1 = bujur posisi episenter φ1= lintang posisi episenter, λ2 = bujur
stasiun pengamat φ2=lintang stasiun pengamat r = jari-jaribumi = 6.371 km. 3. Menghitung
jarak hiposenter ke titik pengamatan dengan rumus phytagoras seperti pada Persamaan 3.2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gempabumi
Pada hakekatnya, gempabumi merupakan serentetan getaran dari kulit bumi yang
bersifat tidak abadi dan hanya terjadi sementara. Getaran kulit bumi ini berupa gelombang
seismik yang menjalar ke segala arah menjauhi fokus pusat terjadinya gempa. Sesungguhnya,
kulit bumi bergetar secara kontinyu walaupun relatif sangat kecil, namun getaran tersebut tidak
disebut sebagai gempabumi karena sifat getarannya yang terus menerus, berbeda dengan
gempabumi yang memiliki waktu awal dan akhir terjadi yang jelas (Afnimar, 2009).
Gempabumi juga didefinisikan sebagai hentakan besar yang terjadi secara tiba-tiba
akibat akumulasi energi elastik atau strain dalam waktu yang lama secara kontinyu dari adanya
proses pergerakan lempeng benua dan samudra. Pergerakan lempeng-lempeng tersebut akan
menyebabkan patahnya batuan ketika mengalami regangan melampaui batas elastisitasnya
(Sapie dkk, 2001). 90 persen dari gempabumi yang pernah terjadi merupakan gempabumi yang
diakibatkan oleh aktivitas tektonik, sementara 10 persen lainnya merupakan gempabumi yang
berasal dari aktivitas vulkanik, runtuhan lubang-lubang interior bumi seperti goa atau tambang
mineral, dan akibat ulah manusia (Lowrie, 2007). Energi yang dibebaskan dari pusat gempa
biasanya dinyatakan dalam ukuran skala Richter. Kekuatan getaran gempa diukur oleh alat
yang disebut seismograf atau seismometer.
Menurut (Ibrahim dkk, 2010): Parameter Gempabumi biasanya digambarkan dengan tanggal
terjadinya, waktu terjadinya, koordinat episenter (dinyatakan dengan koordinat garis lintang
dan garis bujur), kedalaman hiposenter, magnitudo, dan intensitas gempabumi.
4. Magnitudo
Magnitudo gempa adalah ukuran kekuatan gempabumi yang menggambarkan besarnya
energi yang terlepas pada saat gempabumi terjadi dan merupakan hasil pengamatan seismograf.
Satuan yang umum digunakan di Indonesia adalah skala Richter (Richter Scale), yang bersifat
logaritmik.
a) Tipe I, yaitu pada tipe ini gempabumi utama diikuti gempa susulan tanpa didahului oleh
gempa pendahuluan (fore shock).
b) Tipe II, yaitu sebelum terjadi gempabumi utama, diawali dengan adanya gempa pendahuluan
dan selanjutnya diikuti oleh gempa susulan yang cukup banyak.
c) Tipe III, yaitu tidak terdapat gempabumi utama. Magnitudo dan jumlah gempabumi yang
terjadi besar pada periode awal dan berkurang pada periode akhir dan biasanya dapat
berlansung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan. Tipe gempa ini disebut tipe swarm dan
biasanya terjadi pada daerah vulkanik seperti gempa gunung Lawu pada tahun 1979.
Percepatan Tanah Maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) adalah nilai
percepatan tanah terbesar pada permukaan yang pernah terjadi di suatu wilayah dalam periode
waktu tertentu akibat getaran gempabumi. Pga ini merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk
setiap kejadian gempabumi. Dampak paling parah yang pernah dialami suatu lokasi
gempabumi dapat dipahami dengan menggunakan data Pga. Efek primer gempabumi adalah
keadaan struktur bangunan, baik yang berupa bangunan perumahan rakyat, gedung bertingkat,
fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur lainnya yang diakibatkan oleh getaran
yang ditimbulkan (Massinai, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai percepatan tanah pada suatu tempat,
antara lain:
a) Magnitudo gempa.
b) Kedalaman hiposenter.
c) Jarak episenter.
d) Kondisi tanah.
Semakin besar magnitudo suatu gempa berarti besar energi yang dipancarkan dari sumber
gempa tersebut semakin besar, sehingga percepatan permukaan tanah yang timbul juga
semakin besar pula. Semakin dalam hiposenter dan semakin jauh jarak episenter maka
percepatan permukaan tanah yang timbul menjadi semakin kecil. Faktor lain yang juga
menentukan besarnya percepatan permukaan tanah yaitu tingkat kepadatan tanah di tempat
tersebut.
Setiap gempa yang terjadi akan menimbulkan satu nilai percepatan tanah pada suatu
tempat (site). Nilai Percepatan tanah yang akan diperhitungkan pada perencanaan bangunan
adalah nilai percepatan tanah maksimum. Percepatan tanah maksimum adalah nilai terbesar
percepatan tanah pada suatu tempat akibat getaran gempabumi dalam periode waktu tertentu.
Semakin besar nilai percepatan tanah yang pernah terjadi disuatu tempat, semakin besar risiko
gempabumi yang mungkin terjadi. Nilai percepatan tanah yang akan diperhitungkan adalah
nilai percepatan tanah maksimum. Efek primer pada kejadian gempabumi adalah kerusakan
struktur bangunan baik gedung bertingkat, fasilitas umum, jembatan dan infrastruktur struktur
lainnya, yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat
kerusakan yang mungkin terjadi tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi
geologi daerah tersebut, geotektonik lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi dimana
terjadi getaran suatu gempabumi.
Pengukuran percepatan tanah dengan cara empiris dapat dilakukan dengan pendekatan
dari beberapa rumus yang diturunkan dari magnitudo gempa atau dan data intensitas.
Perumusan ini tidak selalu benar, bahkan dari satu metode ke metode lainnya tidak selalu sama,
namun cukup memberikan gambaran umum tentang percepatan tanah maksimum atau Peak
Ground Acceleration (PGA).
Keterangan:
a = percepatan tanah pada permukaan (gal)
M = magnitudo permukaan (SR)
R = jarak hiposenter (km)
R = √∆2 + ℎ2 (2.6)