Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat IPA

Sains merupakan suatu kebutuhan yang dicari manusia karena

memberikan suatu cara berpikir sebagai suatu struktur pengetahuan yang

utuh. Secara khusus, sains menggunakan suatu pendekatan empiris untuk

mencari penjelasan alami tentang fenomena yang diamati di alam

semesta.Srini M. Iskandar(1997: 2) menjelaskan bahwa kata sains berasal

dari kata latin scientia yang berarti “saya tahu”. IPA merupakan singkatan

dari Ilmu Pengetahuan Alam yang merupakan terjemahan dari bahasa

Inggris yaitu “Natural Science atau Science”.Natural artinya alamiah,

berhubungan dengan alam atau sangkut paut dengan alam.Science artinya

ilmu pengetahuan.IPA secara harafiah dapat disebut sebagai ilmu tentang

alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa yang terjadi di alam.

Carin & Sund (1970 : 2) mengemukakan bahwa pengertian sains

mencakup tiga aspek yaitu scientific attitudes, scientific processes,

danscientific products.Adapunketiga aspek tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut.

a. Scientific attitudes adalah keyakinan, nilai-nilai, pendapat/ gagasan,

objektif, dan sebagainya. Misalnya membuat keputusan setelah

memperoleh cukup data yang berkaitan dengan masalahnya secara

objektif, jujur, dan lain-lain.

12
b. Scientific processes (metode ilmiah) adalah cara khusus dalam

penyelidikan untuk memecahkan suatu masalah. Misalnya membuat

hipotesis, merancang dan melaksanakan eksperimen, mengumpulkan

data, menyusun data, mengevaluasi data, mengukur, dan sebagainya.

c. Scientific products (produk ilmiah) berupa fakta, prinsip, hukum, teori,

dan lain-lain. Contoh prinsip ilmiah, misalnya logam biladipanaskan akan

memuai.

Collete & Chiapetta (1994: 30) menyatakan bahwa “Science should

viewed as a way of thinking in the pursuit of understanding nature, as the

way of investigation claim about phenomena, and as a body of knowledge

that has resulted from inquiry”. Berdasarkan Collete & Chiapetta maka

ada tiga pokok bagian dari IPA yaitu a way of thinking , a way of

investigating, dan a body of knowledge.

a. A way of thinking artinya sains harus dilihat sebagai suatu cara

berpikir dalam upaya memahami alam, sebagai suatu cara

penyelidikan tentang gejala, dan sebagai suatu kumpulan pengetahuan

yang didapatkan dari proses penyelidikan. IPA sebagai cara berpikir

(a way of thinking) ditandai oleh adanya proses berpikir untuk

memberikan gambaran tentang rasa keingintahuannyatentang

fenomena alam.

b. IPA sebagai cara penyelidikian (a way of investigating) ditandai

dengan penggunaan metode ilmiah dalammemahami gejala-gejala

alam dan segala hal yang terlibat di dalamnya.

13
c. IPA sebagai kumpulan pengetahuan (a body of knowledge)

ditandaidengan keberadaan fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan

model.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat

disimpulkan bahwa IPA adalah upaya mencari pengetahuan untuk

memahami fenomena alam atau mencoba menerangkan fenomena alam

dengan segenap pikiran dan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai yang

ada.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)

a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Arrends (Jamil Suprihatiningrum, 2013: 215-216) mengatakan

bahwa pembelajaran berdasarkan masalah adalah pembelajaran

dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang otentik dengan

tujuan untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran

tersebut juga mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir

tingkat lebih tinggi serta dapat mengembangkan kemandirian dan

percaya diri peserta didik karena mereka menyelidiki secara langsung

materi yang akan mereka pelajari. Pembelajaran dengan PBL

memberikan kesempatan kepada peserta didik mempelajari materi

akademis dan keterampilan mengatasi masalah dengan terlibat di

berbagai situasi kehidupan nyata. Hal ini memberikan makna bahwa

sebagian besar atau secara umum konsep dapat diperkenalkan dengan

efektif melalui pemberian masalah. Problem based

14
learningmerupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta

didik dengan masalah nyata yang sesuai dan menjadi perhatiannya,

sehingga motivasi dan rasa ingin tahu untuk mempelajarinya menjadi

meningkat (Sujarwo, 2011 : 152).

Ridwan Abdullah Sani (2014 : 127) mengemukakan tentang

Problem Based Learning yaitu pembelajaran yang dicirikan dengan

penyajian masalah, pengajuan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi

penyelidikan, dan terjadinya diskusi. Permasalahan yang diangkat

dalam pembelajaran adalah permasalahan yang kontekstual yang

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, Problem Based Learning

adalah pembelajaran dengan diawali oleh penyajian masalah di

kehidupan nyata yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan peserta

didik dengan menekankan pada proses penyelidikan dan diskusi

sehingga motivasi belajar, kemandirian, dan percaya diri peserta didik

meningkat.

b. Ciri-ciri Khusus Pembelajaran Problem Based Learning ( PBL )

Arends (Jamil Suprihatingrum, 2013: 220-221) mengemukakan

bahwa model PBL memiliki lima karakteristik yaitu pengajuan

pertanyaan atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin,

penyelidikan otentik, menghasilkan produk dan memamerkannya,

serta kolaborasi. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing

karakteristik.

15
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah

Pembelajaran berbasis masalah diawali dengan pertanyaan

atau permasalahan seputar kehidupan sehari-hari atau fakta yang

dekat dengan kehidupan mereka. Permasalahan yang kontekstual

atau dapat dialami oleh peserta didik secara langsung akan lebih

mudah untuk mengarahkan peserta didik menemukan solusi dari

situasi tersebut.

2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin

Masalah yang akan diselidiki merupakan pilihan dari

berbagai fenomena yang benar-benar terjadi dan dapat diselidiki

agar peserta didik meninjau masalah dari banyak sudut pandang.

3) Penyelidikan otentik

Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan peserta

didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian

nyata terhadap masalah nyata. Peserta didik harus menganalisis dan

mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat

prediksi, mengumpul dan menganalisis informasi, melakukan

eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan

kesimpulan. Metode yang dilakukan disesuaikan dengan

permasalahan yang akan dipecahkan.

4) Menghasilkan produk dan memamerkannya

16
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut peserta didik

untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau

peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian

masalah yang mereka temukan.

5) Kolaborasi

Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki ciri-ciri

peserta didik yang bekerja sama satu dengan yang lain, paling

sering secara berpasangan atau dengan kelompok kecil. Bekerja

sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat

dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk

berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan

keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Trianto (2014: 65) mengatakan bahwa ada tiga ciri utama

pembelajaran berbasis masalah yaitu merupakan aktivitas

pembelajaran atau adanya keterlibatan peserta didik dalam proses

belajar, aktivitas diarahkan untuk menyelesaikan masalah, dan

pemecahan masalah dilakukan dengan pendekatan ilmiah. Peserta

didik dibiasakan dengan proses berpikir ilmiah yang dilakukan

secara sistematis dan empiris.

c. Manfaat Problem Based Learning (PBL)

Uden & Beaumont (Jamil Suprihatingrum, 2013: 222)

mengemukakan beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dari

17
peserta didik yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran

PBL adalah sebagai berikut.

1. Mampu mengingat dengan lebih baik informasi dan

pengetahuannya yang didapatnya

2. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir

kritis, dan keterampilan berkomunikasi

3. Mengembangkan basis pengetahuan secara integrasi

4. Menikmati proses belajarnya

5. Meningkatkan motivasi

6. Bagus dalam kerja kelompok

7. Mengembangkan belajar strategi belajar

8. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi

Ibrahim & Nur (Trianto, 2014: 71) mengemukakan manfaat yang

didapatkan dari pembelajaran berbasis masalah bukan untuk

membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada

peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah bermanfaat untuk

membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir,

pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Peserta didik juga

dapat belajar berbagai peran dalam proses penyelidikan dan

penyelesaian masalah saat mereka terlibat secara langsung dalam

percobaan atau melakukan simulasi. Sikap mandiri dan otonom dari

peserta didik juga semakin meningkat.Gayle (2013:165)

mengungkapkan project based learning merupakan model

18
pembelajaran yang bertujuan untuk membangun rasa ketertarikan dan

keingintahuan yang tinggi akan suatu hal dalam diri peserta didik.

Berdasarkan pemaparan dari para ahli dapat disimpulkan bahwa

manfaat dari Problem Based Learning yaitu berkembangnya pikiran

peserta didik ditunjukkan dengan ingatan dan pemahamannya

terhadap materi pembelajaran yang diajarkan serta kemampuannya

dalam menyelesaikan masalah juga terasah. Peserta didik lebih

menikmati proses belajar saat pengetahuannya diperoleh dari hasil

eksperimennya serta memandirikan dan meningkatkan kemampuan

peserta didik dalam berkomunikasi.

d. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama

yang dimulai dengan guru memperkenalkan peserta didik dengan

suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil

kerja peserta didik. Berikut adalah penjelasan dari langkah-langkah

pembelajaran berdasarkan masalah :

19
Tabel 1. Sintaks PBL dan Perilaku Guru yang Relevan

Fase Perilaku Guru


Fase – 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi peserta didik menjelaskan logistik yang dibutuhkan ,
pada masalah mengajukan fenomena, demonstrasi , atau cerita
untuk memunculkan masalah, memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
Fase – 2 Guru membantu peserta didik untuk
Mengorganisasi mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
peserta didik untuk belajar yang berhubungan dengan masalah
belajar tersebut
Fase – 3 Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai,
penelitian individual melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
maupun kelompok penjelasan dan pemecahan.
Fase – 4 Guru membantu peserta didik dalam
Mengembangkan dan merencanakan dan menyiapkan karya yang
menyajikan hasil sesuai, seperti laporan, video, dan model serta
karya membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Fase – 5 Guru membantu peserta didik untuk melakukan
Menganalisis dan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mengevaluasi proses mereka dan proses-proses yang mereka
pemecahan masalah gunakan.
(Sumber : Arends dalam Warsono & Hariyanto, 2013: 151)

Ibrahim (Jamil Suprihatiningrum, 2013: 223) menjelaskan

bahwa guru memiliki peran yang berbeda saat mengajar dikelas yang

menerapkan model PBL dengan model belajar lainnya. Peran guru di

dalam kelas PBL antara lain adalah sebagai berikut :

20
1. mengajukan masalah atau mengorganisakan peserta didik kepada

masalah autentik , yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

2. memfasilitasi/ membimbing penyelidikan yang dilakukan peserta

didik, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan

eksperimen/ percobaan.

3. memfasilitasi dialog/ diskusi siwa.

4. mendukung belajar peserta didik

Peserta didik memiliki porsi yang lebih banyak dalam

pembelajaran ini. Guru mengantarkan peserta didik untuk

mendapatkan konsep pengetahuan dengan mengarahkan mereka

untuk melakukan aktivitas yang sesuai dengan proses ilmiah. Peran

guru hanya sebagai fasilitator.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan

bahwa karakteristik Problem Based Learning adalah pembelajaran

dengan diawali oleh penyajian masalah di kehidupan nyata yang

bertujuan untuk menyusun pengetahuan peserta didik dengan

menekankan pada proses penyelidikan dan diskusi sehingga

meotivasi belajar, kemandirian, dan percaya diri peserta didik

meningkat. Langkah-langkah model Problem Based Learning

adalah 1) orientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasikan

siswa untuk belajar, 3) membimbing penelitian, 4)

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

21
3. Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

a. Pengertian Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Project based learning adalah pembelajaran inovatif yang berpusat

pada peserta didik (student centered) serta menempatkan guru sebagai

fasilitator dan motivator, dimana guru memberi peluang kepada

peserta didik untuk mengkontruksi secara otonom belajarnya sendiri

(Trianto, 2014: 42). Thomas (Made Wena, 1999: 144) mengemukakan

kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan

pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan

menuntut siwa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat

keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sacara mandiri.

Tujuannya adalah agar peserta didik mempunyai kemandirian dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

b. Ciri-ciri Khusus Project Based Learning (PJBL)

Menurut Buck Institute For Education (Trianto, 2014: 43-44)

belajar berbasis proyek memiliki karakteristik berikut :

1) peserta didik membuat keputusan dan membuat kerangka kerja

2) terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditemukan

sebelumnya

3) peserta didik merancang proses untuk mencapai hasil

4) peserta didik bertanggung jawab untuk mendapatkan dan

mengelola informasi yang dikumpulkan

22
5) peserta didik melakukan evaluasi secara kontinu

6) peserta didik secara teratur melihat kembali apa yang mereka

kerjakan

7) hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya

8) kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan

perubahan.

c. Langkah-langkah Project Based Learning (PJBL)

Secara umum, langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek

dapat dijelaskan sebagai berikut.


Penentuan perancangan penyusunan jadwal
proyek langkah- pelaksanaan proyek
langkah
penyelesaian
proyek

evaluasi penyusunan penyelesaian proyek


proses dan laporan dan dengan fasilitasi dan
hasil proyek presentasi/ montoring guru
publikasi hasil
proyek

Gambar 1. Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek

(Diadaptasi dari Keser & Karagoca dalam Hosnan (2014): 324)

Model PJBL juga lebih menekankan proses peserta didik

dalam mencari pengetahuan, bukan hanya sekedar hasil belajar yang

dicapai nantinya. Pelaksanaan PJBL, sebagaimana dikembangkan oleh

The Goerge Lucas Education Foundation (Sabar. N: 2011: 10)

melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut.

1. Start With The Essential Question

23
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan essensial, yaitu

pertanyaan yang dapat mengekplorasi pengetahuan awal peserta

didik serta memberi penugasan peserta didik dalam melakukan

suatu aktivitas dalam penyelesaian proyek.

2. Design a Plan for The Project

Perencanaan proyek yang dilakukan secara kolaboratif antara

guru dan peserta didik dalam menentukan aturan main

pengerjaan proyek. Pada tahap ini guru berperan dalam

membantu peserta didik untuk menentukan judul proyek yang

sesuai dengan materi dan permasalahannya.

3. Create a Schedule

Pada tahap ini peserta didik dengan bimbingan guru secara

kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan

proyek.

4. Monitor the Students and the Progress of The Project

Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitoring terhadap

aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek.

5. Asses the Outcome

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur

ketercapaian standard tujuan belajar.

6. Evaluation

Guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas

dan hasil akhir proyek yang sudah dijalankan.

24
d. Manfaat Project Based Learning (PJBL)

Moursund dalam (Made Wena, 2009:147) menyatakan keunggulan dari

model PJBL yaitu : Increased Motivation, Increased Problem-Solving

Ability, Improve Library Research Skills,danIncreased Collaboration.

a. Increased Motivation

PjBL dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Peserta didik

menjadi lebih tekun, berusaha sangat keras untuk menyelesaikan

proyek, peserta didik merasa lebih bergairah dalam pembelajaran, dan

keterlambatan dalam kehadiran sangat berkurang.

b. Increased Problem-Solving Ability

Lingkungan belajar PJBL dapat meningkatkan kemampuan

memecahkan masalah, membuat peserta didik lebih aktif, dan berhasil

memecahkan masalah-masalah yang bersifat kompleks.

c. Improve Library Research Skills

Project Based Learningmemprasyaratkan peserta didik harus mampu

secara cepat memperoleh informasi melalui sumber-sumber informasi,

maka keterampilan peserta didik untuk mencari dan mendapatkan

informasi akan meningkat.

d. Increased Collaboration

Pentingnya kerja kelompok dalam PJBL dapat mengembangkan

keterampilan komunikasi yang dimiliki peserta didik. Kelompok kerja

kooperatif, evaluasi peserta didik dan pertukaran informasi online

adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek.

25
e. Increased Resource-Management Skills

Project Based Learning yang diimplementasikan secara baik dan benar

memberikan pelajaran kepada peserta didik dalam praktik

mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu serta sumber-

sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Project

Based learning merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta

didik (student centered) dengan memuat tugas-tugas kompleks dari

pertanyaan dasar hingga perancangan dan pelaksanan eksperimen agar

peserta didik mengkonstruk pengetahaunnya secara mandiri. Langkah-

langkah model Project Based learningadalah 1) start with the

essential question, 2) design a plan for the project, 3) create a

schedule, 4) monitor the students and the progress of the project, 5)

asses the outcome, 6) evaluate.

4. Pemahaman Konsep

Howard (Dale H Schunk, 2012: 408) menyatakan konsep

merupakan serangkaian objek, simbol, atau kejadian yang memiliki

karakteristik yang sama atau sifat-sifat penting. Sebuah konsep

merupakan susunan nyata atau representasi kategori yang yang membuat

orang-orang mampu mengenali contoh-contoh dan yang bukan contoh

kategori. Konsep pembelajaran ialah pembentukan representasi untuk

mengenali sifat, menyesuaikannya kedalam contoh baru, dan

memisahkan contoh dari yang bukan contoh (Dale H. Schunk, 2012 :

26
408). Konsep pembelajaran mencakup pengenalan sifat-sifat,

menggeneralisirnya ke dalam contoh-contoh baru, dan memisahkan

contoh-contoh dari yang bukan contoh (Dale H. Schunk, 2012: 414).

Tabel 2. Tahapan untuk Menggeneralisasi dan Memisahkan Konsep

Tahap Contoh
Menyebutkan nama konsep Kursi
Mendefinisikan konsep Tempat duduk denga
Menyebutkan sifat-sifat yang relevan sandaran untuk satu orang
Menyebutkan sifat-sifat yang tidak Tempat duduk, sandaran
relevan Kaki, ukuran, warna, bahan
Menyebutkan contoh-contohnya Kursi rendah, kursi tinggi,
Menyebutkan yang bukan contohnya kursi empuk
Bangku, meja, tempat duduk
tanpa sandaran
(Sumber : Dale H. Schunk, 2012: 414)

Anderson, L. W dan Krathwol (2010 : 44-45) peserta didik dapat

dikatakan memahami bila mereka dapat mengkontruksi makna dari

pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan, maupun

grafis, yang disampaikan melalui pembelajaran, buku, atau layar

komputer. Peserta didik memahami ketika mereka menghubungkan

pengetahuan barudan pengetahuan lama mereka. Dasar untuk memahami

adalah pengetahuan konseptual. Proses-proses kognitif dalam kategori

memahami meliputimenafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,

merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.

27
a. Menafsirkan

Menafsirkan akan hadir ketika peserta didik dapat mengubah

informasi dalam satu bentuk ke bentuk yang lain. Format tes yan

tepat dapat berupa jawaban singkat dan pilihan ganda. Informasinya

disampaikan dalam satu bentuk, dan peserta didik diminta untuk

menyusun atau memilih informasi yang sama dalam bentuk yang

berbeda.

b. Mencontohkan

Proses kognitif mencontohkan, akan hadir saat peserta didik

memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Dalam

mencontohkan, akan mengaitkan pada identifikasi ciri-ciri pokok

dari konsep atau prinsip umum. Contohnya dalam pembelajaran

sains peserta didik diminta untuk memberi contoh tentang berbagai

jenis senyawa kimia. Format tes yang tepat digunakan adalah

jawaban singkat dan pilihan ganda.

c. Mengklasifikasikan

Proses kognitif mengklasifikasikan terjadi saat peserta didik

mengetahui bahwa sesuatu yang diinformasikan termasuk dalam

kategori tertentu. Mengklasifikasikan adalah proses kognitif yang

melengkapi proses mencontohkan. Saat mencontohkan dimulai dari

konsep atau prinsip utama dan mengharuskan peserta

didikmenemukan contoh tertentu. Mengklasifikasikandimulai dari

contoh tertentu dan mengharuskan peserta didik menemukan konsep

28
atau prinsip utama. Format tes yang sesuai tepat yaitu berupa

jawaban singkat dan pilihan ganda.

d. Merangkum

Proses kognitif merangkum muncul ketika peserta didik

mengemukakan satu kalimat yang mempresentasikan informasi yang

diterima atau mengabstraksikan sebuah tema. Merangkum

mengaitkan proses membuat ringkasan informasi format tes yang

tepat berupa jawaban singkat dan pilihan ganda yang berkenaan

dengan penentuan tema atau pembuatan rangkuman. Pada tes pilihan

ganda misalnya peserta didik diminta untuk membaca suatu paragraf

dan kemudian memilih judul yang tepat dari empat pilihan judul atau

mengurutkan judul-judulnya dari yang paling tepat sampai yang

tidak tepat.

e. Menyimpulkan

Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola

dalam sejumlah contoh. Menyimpulkan terjadi saat peserta didik

dapat mengabstraksikan sebuah konsep atau prinsip yang

menerangkan contoh-contoh tersebut dengan menarik hubungan

diantara ciri-ciri tersebut. Proses menyimpulkan melibatkan proses

kognitif membandingkan seluruh contohnya. Format tes yang tepat

dapat berupa tes melengkapi, tes analogi, dan tes pengecualian.

29
f. Membandingkan

Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi

persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih obyek, peristiwa, ide,

masalah atau situasi. Membandingkan juga melibatkan proses

menentukan keterkaitan antara dua atau lebih obyek, peristiwa, atau

ide yang disajikan. Teknik utama untuk menilai proses

membandingkan adalah pemetaan. Peserta didik harus menunjukkan

bagaimana setiap bagian dari sebuah obyek, ide, masalah atau situasi

berkaitan dengan setiap bagian dari sebuah obyek, ide, masalah atau

situasi lain.

g. Menjelaskan

Proses kognitif menjelaskan berlangsung saat peserta didik dapat

membuat dan menggunakan model sebab akibat dalam sebuah

sistem. Tugas-tugas penalaran, penyelesaian masalah, desain ulang,

dan prediksi bisa digunakan untuk melibatkan kemampuan peserta

didik dalam menjelaskan.

Taksonomi Bloom (M. Taher: 2013) menjelaskan bahwa

ranah kognitif–pengetahuan (knowledge)kategori memahami

merupakan kemampuan memahami instruksi dan menegaskan

pengertian/makna ide atau konsep yang telah diajarkan baik dalam

bentuk lisan, tertulis, maupun dalam bentuk grafik atau diagram.

Contohnya peserta didik dapat merangkum materi yang telah

diajarkan dengan kata-kata sendiri. Kata kerja operasional untuk

30
kategori memahami (C2) adalah sebagai berikut: memperkirakan,

menjelaskan, mengkategorikan, mencirikan, merinci,

mengasosiasikan, membandingkan, menghitung, mengkotraskan,

mengubah, mempertahankan, menguraikan, menjalin, membedakan,

mendiskusikan, menggali, mencontohkan, menerangkan,

mengemukakan, mempolakan, memperluas, menyimpulkan,

meramalkan, merangkum, dan menjabarkan.

Merujuk pada pendapat para ahli di atas dapat disederhanakan

bahwa kemampuan pemahaman konsep yang harus dimiliki oleh

peserta didik setidaknya terdiri dari: 1) kemampuan

membandingkan, 2) kemampuan menyimpulkan, 3) kemampuan

membedakan, dan 4) kemampuan menerangkan.

5. Keterampilan ProsesSains

Keterampilan proses sains (science process skills) merupakan

sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara

tertentu untuk memperoleh ilmu dan selanjutnya mengembangkan ilmu

tersebut. Melalui keterampilan proses sains peserta didik dapat

mempelajari sains sesuai dengan apa yang para ahli lakukan seperti

melakukan pengamatan, mengklasifikasi, inferensi, merumusakan

hipotesis dan melakukan percobaan (Patta Bundu, 2006: 12).

Patta Bundu (2006: 23-24) mengemukakan bahwa keterampilan

proses sains dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, keterampilan

dasar yang meliputi : (a) Observasi , (b) Klasifikasi, (c) Komunikasi, (d)

31
Pengukuran, (e) Prediksi, dan (f) Penarikan kesimpilan.Kedua

keterampilan terintegrasi yang meliputi: (a) mengidentifikasi variabel, (b)

menyusun tabel data, (c) menyusun grafik, (d) menggambarkan

hubungan antar variabel, (e) memperoleh dan memproses, (f)

menganalisis investigasi, (g) menyusun hipotesis, (h) merumuskan

variabel secara operasional, (i) merancang investigasi, dan (j) melakukan

eksperimen.

Hadiat (Patta Bundu, 2006: 31) mengemukakan sejumlah

Keterampilan Proses dengan ciri-cirinya yang perlu diperhatikan pada

peserta didik disekolah. Keterampilan proses tersebut seperti pada tabel

dibawah ini

Tabel 3. Keterampilan Proses dan Ciri-cirinya

Keterampilan proses Ciri aktivitas

Observasi (mengamati) Menggunakan alat indera sebanyak mungkin,

mengumpulka fakta yang relevan dan

memadai

Kleasifikasi Mencari perbedaan, mengontraskan, mencari

(menggolongkan) kesamaan, membandingkan, mencari dasar

penggolongan

Aplikasi konsep Menghitung , menjelaskan peristiwa,

(menerapkan konsep) menerapkan konsep yang dipelajari pada

situasi baru

Prediksi (meramalkan) Mengunakan pola, menghubungkan pola yang

ada, dan memperkirakan peristiwa yang akan

32
terjadi

Interpretasi (menafsirkan) Mencatat hasil pengamatan , menghubungkan

hasil pengamatan, dan membuat kesimpulan

Menggunakan alat Berlatih menggunakan alat/bahan,

menjelaskan mengapa dan bagaimana alat

digunakan

Eksperimen (merencanakan Menentukan alat dan bahan yang digunakan ,

dan melakukan percobaan) menentukan variabel, menentukan apa yang

diamati, diukurm menentukan langkah

kegiatan, menentukan bagaimana data diolah

dan disimpulkan

Mengkomunikasikan Membaca grafik, tabel atau diagram,

menjelaskan hasil percobaan, mendiskusikan

hasil percobaan, dan menyampaikan laporan

secara sistematis

Mengajukan pertanyaan Bertanya, meminta penjelasan, bertanya

tentang latar belakang hipotesis.

(Sumber : Patta Bundu, 2006 : 31)

Glenceo (Usman Samatowa, 2011: 93-94) menjelaskan bahwa

keterampilan proses sains dapat dikelompokkan menjadi empat bagian,

yaitu: pengorganisasian informasi (organizing information), berpikir

kritis (thinking critically), mempraktikkan proses-proses sains (practicing

science processes), dan merepresentasikan serta menggunakan data

(representing dan applying data).Penjelasan dari masing-masing

kelompok diatas adalah sebagai berikut.

33
1. Pengorganisasian informasi terdiri dari :

a. Keterampilan mengkomunikasikan (communicating)

b. Menggolongkan (classifying)

c. Mengurutkan (sequencing)

d. Memetakan konsep (concept mapping)

e. Membuat dan menggunakan tabel (making and using tables), dan

f. Membuat serta menggunakan grafik (making and using grafhs).

2. Berpikir kritis terdiri dari :

a. Keterampilan mengamati dan menyimpulkan (observing and

inferring)

b. Membandingkan dan membedakan (comparring and contrasting)

c. Mengenal sebab dan akibat (recognizing cause and effect).

3. Mempraktikkan proses sains terdiri dari :

a. Keterampilan membentuk definisi operasional (forming

operational definitions)

b. Membentuk hipotesis (forming hypothesis)

c. Merancang suatu percobaan untuk menguji hipotesis (designing

an experiment to test a hypothesis)

d. Memisahkan dan mengendalikan variabel (separating and

controlling variable)

e. Menafsirkan data (interpreting data).

Longfield (2003) mengemukakan bahwa keterampilan proses sains

terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu basic, intermediate, dan edvanced.

34
Tabel 4. Klasifikasi Keterampilan Proses Sains (diadaptasi dari Longfield)

Basic

Mengobservasi Menggunakan Indera untuk mengumpulkan informasi

Membandingkan Menemukan persamaan dan perbedaan antara dua

objek/kejadian

Mengklasfikasikan Mengelompokkan objek atau ide dalam kelompok atau

kategori berdasarkan bagian-bagianya

Mengukur Menentukan ukuran objek atau kejadian dengan

menggunakan alat ukur yang sesuai

Mengkomunikasikan Menggunakan lisan, tulisan, atau grafik untuk

menggambarkan kejadian, aksi, atau objek

a. Membuat model Membuat grafik, tulisan, atau untuk menjelaskan ide,

kejadian atau objek

b. Merekam data Menulis hasil observasi dari objek atau kejadian

menggunakan gambar, kata-kata, maupun angka

Intermediate

Inferring Membuat pertanyaan mengenai hasil observasi yang

didukung dengan penjelasan yang masuk akal.

Memprediksi Menerka hasil yang akan terjadi dari suatu kejadian

berdasarkan observasi dan biasanya pengertahuan dasar dari

kejadian serupa

Advanced

Membuat hipotesis Membuat pertanyaan mengenai suatu permasalahan dalam

bentuk pertanyaan

Merancang percobaan Membuat prosedur yang dapat menguji hipotesis

Menginterpretasikan Membuat dan menggunakan tabel, grafik, atau diagram

data untuk mengorganisasikan dan menjelaskan informasi

35
Keterampilan proses sains perlu dikembangkan dalam diri siswa

karena dapat memberikan dampak positif bagi siswa yaitu siswa dapat

mengembangkan proses berpikirnya secara ilmiah. Hal ini didukung oleh

Dimyati (2009: 121) yang menjelaskan bahwa keterampilan proses

memiliki beberapa kelebihan antara lain :

1. Keterampilan proses dapat memberikan rangsangan ilmu

pengetahuan, sehingga dapat memahami fakta dan konsep ilmu

pengetahuan dengan lebih baik.

2. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu

pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita

tentang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi lebih

aktif.

Merujuk pada pendapat Patta Bundu dan Longfield serta

menyesuaikan dengan materi IPA yang akan dipelajari dapat

disederhanakan bahwa keterampilan proses sains yang harus dimiliki oleh

peserta didik terdiri dari: 1) keterampilan mengamati, 2) keterampilan

melakukan percobaan, 3) keterampilan mengumpulkan data, 4)

keterampilan menyimpulkan, dan 5) keterampilan mengkomunikasikan.

6. Karakteristik Peserta Didik Tingkat SMP

a. Perkembangan Kognitif

Piaget (Paul Suparno, 2011: 101) menjelaskan bahwa

perkembangan kognitif inti seorang anak terbagi menjadi empat

36
tahapan yaitu sensorimotor, praoperasional,operasi konkret, dan

operasional formal. Setiap tahap adalah tingkatan yang harus

terlewati, sehingga tahapan yang berada diatas adalah capaian dari

tahapan sebelumnya.

Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah masa-masa

seorang anak memasuki usia remaja atau menurut teori Piaget,

peserta didik usia SMP ini memasuki tahap pemikiran operasional

formal (formal oparational thought). Tahapan ini memberikan ciri

bahwa peserta didik sudah dapat berpikir secara abstrak dan sudah

mampu berhipotesis, memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin

terjadi. Piaget menyebutkan bahwa remaja sudah mampu berpikir

secara sistematik, mampu memikirkan semua kemungkinan secara

bertahap untuk memecahkan permasalahan.

Secara garis beras tahapan-tahap perkembangan itu dapat

dituliskan dengan ciri-cirinya yang khusus dalam sebuah skema pada

tabel 5.

37
Tabel 5. Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap sensorimotor Pra operasi Operasi Operasi formal

konkret

Umur 0-2 tahun 2-7 tahun 7-11 tahun 11 tahun keatas

Dasar Tindakan dan Simbolis/ Transforma- Deduktif

Pemikiran meniru bahasa dan si reversibel hipotesis dan

intuitif, dan induktif, abstrak

imaginal kekekalan,

masih

konkret

Saat Sekarang Mulai yang Masih Meninggalkan

Pemikiran “tidak- terbatas yang sekarang

sekarang” kekonkretan dan memulai

yang mendatang

Ciri-Ciri Refleks Egosentris Decentering, Kombinasi,

Lain kebiasaan, seriasi, proporsi,

pembedaan klasifikasi, referensi ganda,

sarana dan konsep, dua reversibel,

hasil bilangan, fleksibel

waktu,

probabilitas,

kausalitas

(Sumber : Paul Suparno, 2011: 103)

b. Perkembangan Kognisi Sosial

38
Dacey & Kenny (Desmita, 2009: 205) menjelaskan yang dimaksud

dengan kognisi sosial adalah :

Kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam


hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia
dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan
menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.

Perubahan kognisi sosial pada remaja terjadi karena kemampuan

berpikir abstrak pada remaja mulai muncul, dari berpikir kongkrit beranjak

ke berpikir abstrak ini memberi pengaruh terhadap pengalaman sosial

anak. David Elkind (Desmita, 2009: 205) mengemukakan perkembangan

kognisi sosial usia remaja salah satunya adalah egosentrisme.

Egosentrisme merupakan kecenderungan remaja untuk menerima dunia

luar dan dirinya sendiri dengan menggunakan penilaian dan sudut

pandangnya sendiri. egosentrisme ini akan berkembang menjadi dua

kategori yaitu penonton khayalan dan pendongen pribadi. Penonton

khayalan (imaginary audience)yang dimaksud adalah keinginan remaja

untuk selalu tampil dipanggung dan merasa dirinya menjadi perhatian

orang-orang sekitar. Pendongeng pribadi (the personal fable) yaitu bagian

dari egosentris remaja yang merasa dirinya adalah orang yang paling tahu

akan dirinya sendiri, biasanya remaja yang mengalami fase ini akan

menjadikan buku diary sebagai sahabat karibnya. Sebagai seorang

pendidik, sebaiknya paham akan perkembangan yang terjadi pada peserta

didiknya baik perkembangan kognitif maupun perkembangan kognisi

39
sosial, karena dua perkembangan ini akan sangat mempengaruhi kegiatan

pembelajaran.

B. Kajian Keilmuan

Materi pembelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi

yang sesuai dengan kurikulum yang digunakan pada waktu penelitian yaitu

kurikulum 2013. Berdasarkan subyek dan waktu penelitian, yaitu pada kelas

VII semester genap maka materi penelitian yang dipilih adalah bab perubahan

materi dan pemisahan campuran. Perubahan materi dan pemisahan campuran

dipilih karena sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang

digunakan yaitu Problem Based Learningdan Project BasedLearning.

Peta konsep

Perubahan materi

Sifat Perubahan Pemisahan


materi
campuran
Fisika Kimia Fisika Kimia

Filrasi destilasi Kristalisasi sublimasi Kromato


grafi

Gambar 2. Peta Konsep Pemisahan Campuran


(Sumber: Teguh dan Eny, 2008:127)

1. Pengertian Materi

Materi adalah sesuatu yang mempunyai massa dan menempati

ruang. Materi dapat dikenali dari identitas atau sifat-sifatnya. Secara

40
umum materi dapat diperiksa sifat fisiknya melalui indera kita. Misalnya

arang berwarna hitam dibanding kapur yang berwarna putih diperoleh

melalui kesan penglihatan, kerasnya kaca dibanding dengan lembutnya

busa diperoleh kesan perabaan dan sebagainya. Materi dikenal karena

sifat-sifatnya. Sifat umum ialah sifat yang sama dengan materi lain dengan

satu golongan tertentu. Sifat lainnya ialah sifat khusus, yaitu sifat khas

yang hanya dimiliki oleh materi tersebut.

Sifat materi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu sifat fisik dan sifat

kimia. Sifat fisik, materi erat hubungannya dengan perubahan fisik.

Contohnya:

a. wujud atau fase materi (padat,cair, dan gas)

b. titik lebur,titik beku,dan titik didih

c. daya hantar panas dan listrik

d. massa jenis

e. sifat tertarik atau tidaknya oleh magnet

f. warna, bau,dan rasa

Berdasarkan hubungannya dengan jumlah materi, sifat fisik dibedakan

menjadi 2 macam, yaitu sifat-sifat intensif dan ekstensif.

a. Sifat intensif adalah sifat yang harganya tidak bergantung pada

jumlahnya , seperti titik didih, titik leleh, dan massa jenis.

b. Sifat ekstensif adalah sifat fisik yang harganya bergantung pada

jumlah materinya, seperti volume dan massa.

41
Sifat kimia ialah sifat yang diamati akibat perubahan dari suatu materi

menjadi materi lain. Misalnya: pengaratan besi, pembusukan makanan,

dan pembakar bahan bakar (I Gusti Ayu & I Nyoman Tika, 2013: 62-

64).

2. Klasifikasi Materi

Berdasarkan wujudnya, materi dibedakan menjadi benda padat, cair

dan gas. Benda padat merupakan zat yang dapat menjaga bentuknya, gaya

antar molekulnya cukup kuat untuk menjaga ketegaran zat. Contohnya

benda-benda yang terbuat dari batu dan kayu. Benda cair merupakan zat

yang tidak meyebar ke seluruh ruang tetapi mudah berubah bentuknya.

Contohnya air dan minyak. Sebaliknya benda gas, merupakan zat yang

tidak memiliki bentuk yang tetap, mudah menempati ruang, contohnya

udara. Adapun berdasarkan komposisi materinya materi diklasifikasikan

menjadi campuran heterogen dan campuran homogen.

Materi

Zat murni campuran

Unsur Senyawa Campuran Campuran


heterogen homogen

Gambar 3. Bagan Klasifikasi Materi


(Sumber : I Gusti Ayu & I Nyoman T, 2013: 65)

42
Lebih jauh, klasifikasi materi berdasarkan komposisinya adalah

sebagai berikut.

1. Zat murni adalah materi yang terdiri atas bagian-bagian yang sejenis.

2. Unsur adalah zat tunggal yang paling sederhana dan tidak dapat

diuraikan lagi menjadi zat lain degan cara kimia biasa. Contoh : besi,

oksigen, belerang, tembaga, dan hidrogen.

3. Senyawa adalah materi yang dibentuk dari 2 unsur atau lebih dengan

nisbah tertentu. Senyawa juga dapat diartikan sebagai zat tunggal yang

dapat diuraikan menjadi beberapa zat lain yang lebih sederhana

dengan reaksi kimia. Contoh : air, garam dapur, asam asetat, etanol,

dan karbondioksida.

4. Partikel-partikel senyawa disebut molekul. Molekul dapat terdiri atas

satu jenis unsur atau lebih. Contoh molekul gas oksigen (O2), dan

molekul air (H2O).

5. Campuran adalah suatu bahan atau materi yang terdiri atas 2 atau

lebih zat tunggal yang berlainan, bergabung menjadi satu dan masih

mempunyai sifat zat asalnya dengan tidak mempunyai komposisi yang

tetap serta dapat dipisahkan secara fisik.

6. Campuran heterogen adalah campuran atau lebih zat tunggal, sebaran

partikel-partikelnya tidak merata sehingga komposisi diberbagai

bagian tidak seragam dan membentuk lebih dari satu fase. Contoh

pertama adalah lumpur, ada bagian yang banyak tanahnya ada bagian

yang lebih banyak airnya. Contoh kedua pasir dalam air, ada bagian

43
yang banyak endapan pasirnya ada yang tidak. Contoh lain ialah

campuran air dengan minyak, jika dikocok maka minyak akan

menyebar dalam air berupa gelembung-gelembung. Gelembung berisi

minyak dan lainnya adalah air, jadi ada bidang batas antara minyak

dengan air sehingga terbentuk dua fase. Meskipun sama-sama zat cair,

campuran air dan minyak digolongkan kedalam campuran heterogen.

Campuran heterogen dapat menghasilkan campuran homogen dengan

cara memisahkan bagian-bagian yang membuat sistem itu berbeda,

misalnya dengan cara menyaring, destilasi, atau cara pemisahan yang

lain.

7. Campuran homogen adalah campuran 2 atau lebih zat tunggal, dengan

nisbah sembarang, semua partikelnya menyebar merata sehingga

membentuk satu fase. Fase adalah keadaan zat yang sifat dan

komposisinya sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya.

Contoh campuran yang membentuk satu fase adalah larutan. Contoh :

campuran gula dengan air (larutan gula), garam dengan air (larutan

garam), alkohol dengan air (larutan alkohol).

3. Perubahan Materi

Pengaruh energi dan komposisi dapat mengubah materi dari suatu

komposisi ke komposisi lainnya, atau dari suatu tingkat wujud ke tingkat

wujud lainnya. Perubahan ini pun biasa dikategorikan dalam 2 jenis.

Pertama perubahan fisik dan kedua perubahan kimia. Pada perubahan

fisika tidak terjadi pembentukan zat baru, artinya unsur-unsur

44
penyusunnya tetap sama dengan zat semula, sebaliknya pada perubahan

kimia selalu terjadi zat yang benar-benar baru yang unsur-unsur

penyusunnya berbeda dengan zat semula. Perubahan dari campuran ke zat

murni atau sebaliknya serta perubahan tingkat wujud benda merupakan

contoh perubahan fisik, sedangkan perubahan dari senyawa ke unsur atau

sebaliknya merupakan contoh perubahan kimia.

Salah satu ciri perubahan fisika adalah bersifat reversibel, yakni dapat

kembali ke komposisi semula walaupun tanpa melalui reaksi kimia.

Adapun perubahan kimia, kecuali dengan reaksi kimia, benda yang telah

berubah tidak dapat kembali (tak reversibel,searah) ke posisi semula.

Perubahan fisik,tidak menghasilkan zat baru secara singkat contohnya

adalah perubahan tempat, bentuk, ukuran dan wujud benda (zat).

Perubahan wujud zat digambarkan dalam gambar 4.

Gambar 4. Perubahan Wujud Zat


(Sumber : I Gusti Ayu &I Nyoman T, 2013: 67)

Agar memahami semua bentuk perubahan wujud zat dapat kita

perhatikan contoh perubahan wujud zat sebagai berikut.

1. Menyublim merupakan proses perubahan dari wujud padat menjadi gas,

contohnya kapur barus dibiarkan pada wadah teruka.

45
2. Deposisi merupakan proses perubahan dari wujud gas menjadi padat

tanpa mencair terlebih dahulu, contohnya endapan yang timbul akibat

dipanaskannya kapur barus.

3. Menguap merupakan proses perubahan dari wujud cair menjadi gas,

contohnya air dipanaskan.

4. Mengembun merupakan proses perubahan dari wujud gas menjadi cair,

contohnya uap air yang didinginkan.

5. Membeku merupakan proses perubahan wujud zat cair menjadi padat,

contohnya air didinginkan hingga menjadi es.

6. Melebur merupakan proses perubahan wujud zat padat menjadi cair,

contohnya es terkena panas matahari menjadi air.

Diantara jenis-jenis zat berdasarkan komposisinya dapat terjadi

perubahan kimia, yaitu perubahan yang menghasilkan zat baru karena

terjadi perubahan struktur zat tersebut. Contoh perubahan kimia yang

banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari dan ada disekitar

lingkungan kita adalah sebagai berikut.

1. Fermentasi (peragian, misalnya pada pembuatan tape, pembuatan

tempe, dan kecap.

2. Dekomposisi (pembusukan), misalnya pada pembusukan sampah, nasi

menjadi basi, dan susu menjadi asam.

3. Sintesis (pembentukan senyawa), misalnya pembentukan senyawa

gula pada fotosintesis tanaman.

4. Rumus kimia : 6 CO2(g) + 6 H2O (l) C6H12O6(aq) + 6 O2(g)

46
5. Keterangan : g, l, dan aq yang dituliskan dalam reaksi tersebut

menyatakan fase zat masing-masing: gas, cairan dan larutan berair.

6. Analisis (penguaraian senyawa), misalnya penguraian senyawa gula

menjadi gas karbondioksida dan uap air pada respirasi tanaman.

7. Rumus kimia : 6 CO2(g) + 6 O2(g) 6 CO2(aq) + 6 H2O(l)

8. Oksidasi, merupakan proses bereaksinya suatu zat dengan oksigen,

misalnya proses pembentukan karat pada logam besi.

4. Pemisahan Campuran

Sementara itu, contoh perubahan fisik adalah pemisahan unsur-unsur

campuran larutan secara fisik. Pemisahan ini sangat bergantung pada jenis,

wujud, dan sifat-sifat komponen yang akan dipisahkan.

Ada beberapa cara pemisahan campuran secara fisik :

1. Dekantasi, yaitu pemisahan zat padat dari zat cair yang saling tidak

larut pada suhu tertentu dengan cara menuangkan zat cairnya.

2. Penyaringan, yaitu pemisahan zat padat dari zat cair dengan

menggunakan media penyaringan, misalnya kertas.

Gambar 5. Proses penyaringan


(Sumber : Wasis & Sugeng, 2008: 109)

47
3. Destilasi, yaitu pemisahan dua atau lebih zat cair berdasarkan

perbedaan titik didihnya yang cukup besar. Contohnya pemisahan

campuran air dan etanol, pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm, titik

didih air 100oC, sedangkan alkohol 78oC (Gambar 6).

Gambar 6. Proses Destilasi


(Sumber : Wasis & Sugeng, 2008: 111)

Untuk memisahkan campuran homogen yang terdiri atas zat cair

dengan zat cair lain, misalnya air dengan alkohol, digunakan alat

tambahan yang diletakkan diatas labu distalasi berupa “kolom pisah

fraksional” dapat terbuat dari kelereng-kelereng porselin yang kecil.

Prinsip kerja alat distilasi adalah sebagai berikut :

Campuran etanol dan air dicampurkan dalam labu destilasi, lalu

didistalasikan dengan memanaskan campuran tersebut dengan hot

plate. Uap yang dihasilkan adalah uap hasil dari zat yang bertitik didih

rendah. Uap tersebut nanti akan diembunkan dengan bantuan

kondensor yang berfungsi sebagai pendingin uap. Cairan tersebut

nantinya akan menetes kedalam labu elenmeyer. Proses aliran air pada

elenmeyer harus dibawah (tempat rendah) menuju atas (tempat tinggi)

agar uap yang dihasilkan dapat didinginkan dengan baik dan optimal

48
serta melawan arah datangnya uap agar proses penyubliman

berlangsung maskimal dan destilat yang dihasilkan lebih murni. Batu

didih digunakan pada campuran yang dipanaskan. Batu didih

berfungsi sebagai pencegah letupan-letupan yang terjadi dan

pendistribusi kalor.

4. Rekristalisasi, yaitu pemisahan berdasarkan perbedaan titik beku

komponen campuran. Sebiknya komponen yang akan dipisahkan

berwujud padat dan lainnya cair pada suhu kamar. Conothnya

pemisahan garam dair larutan garam dalam air. Larutan dipanaskan

perlahan-lahan sampai tepat jenuh, kemudian dibiarkan dingin dan

garam akan mengkristal, lalu disaring (Gambar 7)

Gambar 7. Proses Kristalisasi


(Sumber :Anni winarsih, 2008: 152)

5. Ekstraksi ialah pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan suatu

komponen campuran dalam pelarut yang berbeda. Syaratnya kedua

pelarut yang dipakai tidak bercampur. Contoh pelarut untuk ekstraksi

adalah air-minyak, air-kloroform. Misalnya untuk memisahkan

49
campuran A dan B, digunakan campuran pelarut X dan Y, A hanya

dapat larut dalam X, dan B hanya larut dalam Y.

6. Kromatografi, digunakan untuk memisahkan berbagai komponen zat,

contohnya pemisahan warna dalam suatu zat pewarna yang homogen,

misalnya tinta (Gambar8).

Gambar 8. Proses Kromatografi


(Sumber : Anny winarsih , 2008: 154)

Zat warna campuran akan tercuci dan akan melaju ke bawah,

beberapa komponen zat warna menjadi terhenti oleh zat penyerap.

Komponen yang berbeda mempunyai gaya tarik yang berbeda pula

dengan zat penyerap. Itulah sebabnya mereka akan terhenti di tempat

yang berbeda.

Perubahan kimia adalah perubahan suatu zat yang menyebabkan

terjadinya satu atau lebih zat yang jenisnya baru. Proses perubahnnya

melalui reaksi kimia. Pada dasarnya suatu reaksi kimia terjadi akibat

pembentukan molekul unsur atau molekul senyawa dari atom-

atomnya (penggabungan) dan adanya penguraian molekul unsur atau

molekul senyawa menjadi atom-atomnya. Keadaan bercampurnya

suatu zat menyebabkan molekul-molekul tersebut saling bertabrakan

satu sama lain. Tabrakan (tumbukan) antar molekul tersebut

50
menyebabkan ada transfer energi. Transfer energi inilah yang

menimbulkan terjadinya reaksi kimia.

Beberapa contoh dalam reaksi kimia (perubahan kimia) ialah

proses pembakaran, proses fotosintensis, proses pencernaan makanan,

proses pernafasan, dan proses peragian. Beberapa ciri yang menyertai

perubahan kimia ialah perubahan bau, perubahan warna, perubahan

suhu, dan terbentuknya endapan. Suatu reaksi kimia memiliki energi

yang diperoleh dari zat yang bereaksi (reaktan) ataupun dari

lingkungan (sesuatu diluar zat yang bereaksi) yang digunakan dalam

proses reaksi, sehingga menghasilkan produk (hasil reaksi).

Reaksikimia juga dapat melepas sejumlah energi. Reaksi yang

menyerap energi disebut reaksi endotermik, sedangkan reaksi yang

melepas energi disebut reaksi eksotermik.

C. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian komparasi oleh Trisna Handayani yang berjudulKomparasi

Peningkatan Pemahaman Konsep dan Sikap Ilmiah Peserta Didik SMA

yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Problem Based

Learning dan Project Based Learning.Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa (1) peningkatan pemahaman konsep kimia dan sikap ilmiah

peserta didik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran PJBL lebih

tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang dibelajarkan dengan

PBL; (2) peningkatan pemahaman konsep kimia peserta didik yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran PJBL lebih tinggi

51
dibandingkan dengan peserta didik yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran PBL; (3) peningkatan sikap ilmiah peserta didik yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran PJBL lebih baik dibandingkan

dengan peserta didik dibelajarkan PBL.

2. Penelitian quasi experiment oleh Amalia Puspita Rengganis, Pratiwi

Dwijananti, dan Sarwi dengan judul Penerapan Model Pembelajaran

Problem Based Learning Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan

Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Peserta didik SMP.

Penelitian ini ditujukan untuk peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1

Semarang Tahun Ajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukan

peningkatan penguasaan konsep pada kelas eksperimen pada kriteria

sedang dengan faktor gain 0,58 dan kelas kontrol pada kriteria sedang

dengan faktor gain 0,41 serta peningkatan keterampilan proses sains

pada kelas eksperimen pada kriteria sedang dengan faktor gain 0,35 dan

pada kelas kontrol pada kriteria rendahdengan faktor gain 0,25. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai faktor gain kelas

eksperimen (Problem Based Learning) baik peningkatan penguasaan

konsep maupun keterampilan proses sains lebih tinggi dibandingkan

nilai faktor gain kelas kontrol(Direct Instruction).

D. Kerangka Berpikir

Pelajaran IPA dilapangan menjadi momok bagi sebagian besar peserta

didik karena pelajaran IPA dianggap pelajaran hapalan dan tidak menarik.

Proses pembelajaran yang kurang melibatkan peserta didik membuat IPA

52
kurang dipahami secara mendalam oleh peserta didik, padahal pembelajaran

IPA menuntut peserta didik untuk menjadi peserta didik aktif dan turut

berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Permasalahan yang ada dalam

kehidupan sehari-hari sangat erat kaitannya dengan pelajaran IPA.

Pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek adalah pembelajaran yang

mendorong peserta didik untuk aktif dan terlibat lansgung dalam proses

pembelajaran. Peserta didik yang memiliki pemahaman konsep yang

mendalam akan mampu membentuk pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai

dengan paradigma pembelajaran konstruktivisme bahwa belajar aktif

mengkontruksi pengetahuan dalam benaknya sendiri. Pengetahuan yang

dikontruksikan peserta didik secara mandiri melalui percobaan dengan

menggunakan model Problem Based Learning(PBL) atau Project Based

Learning(PJBL) akan mengasah keterampilan proses sains peserta didik.

Peserta didik terbiasa melakukan pekerjaan secara bertahap dan teratur.

Keunggulan yang dimiliki oleh model Problem Based Learning(PBL) atau

Project Based Learning(PJBL) membuat penelitiperlu melakukan pengujian

terhadap peserta didik di SMP Negeri 5 Sleman dimana peserta didik kurang

aktif dalam proses pembelajaran. Perlakuan akan menunjukkan hasil ada atau

tidak adanya perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan keterampilan

proes sains peserta didik dari penerapan model Problem Based Learning (PBL)

dan Project Based Learning (PJBL).

53
Problem Based Learning Project Based Learning

Aspek

1. Orientasi siswa pada keterampilanproses 1. Start with the


masalah essential question
2. Mengorganisasi siswa 1. Mengamati 2. Design a plan for the
2. Melakukan
untuk belajar eksperimen project
3. Membimbing penelitian 3. Mengumpulkan data 3. Create a schedule
4. Mengembangkan & 4. Monitor the sudents
4. Menyimpulkan
menyajikan hasil karya and the progress of
5. mengkomunikasikan
5. Menganalisis & the project
mengevaluasi proses 5. Asses the outcome
6.
pemecahan masalah 6. Evaluate
7. Aspek pemahaman
8. konsep
9.
1. Membandingkan
10.
2. Menyimpulkan
11.
3. Membedakan
12.
4. Menerangkan
13.

Tidak terdapat perbedaan


keterampilan proses sains dan
pehamaman konsep antara peserta
didik yang diberi perlakuan model
Probem Based Learning dan Project
Based Learning

Gambar 9. Kerangka Pikir Penelitian

E. PerumusanHipotesis

1. Tidak ada perbedaan pemahaman konsep antara peserta didik yang diberi

perlakuan modelProblem Based Learning (PBL) dan Project Based Learning

(PJBL).

54
2. Tidak ada perbedaan keterampilan proses sains antara peserta didikyang

diberi perlakuan modelproblem based learning (PBL) dan project based

learning (PJBL).

55

Anda mungkin juga menyukai