Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan istilah yang digunakan pada tumor ganas, yaitu tumor yang
tumbuh dengan pesat, menginfiltrasi jaringan sekitar, bermetastasis dan dapat menyebabkan
kematian apabila tidak mendapatkan penanganan dan terapi yang tepat. Kanker dapat
menyerang semua kelompok umur, strata sosial ekonomi dan strata pendidikan dari strata
pendidikan rendah hingga tinggi (Sri Guntari et al., 2016).
Kanker payudara merupakan tumor ganas yang menyerang jaringan sel-sel payudara.
Kanker payudara merupakan masalah paling besar bagi wanita di seluruh dunia dan
menyebabkan kematian utama bagi penderita kanker payudara. penyakit kanker payudara di
negara berkembang menunjukkan bahwa penyakit kanker dengan persentase kasus tertinggi,
kurang lebih 43% kasus dan persentase kematian yaitu 12,9%. Menurut WHO sekitar 8-9%
wanita menderita penyakit kanker payudara. Kasus kankerr payudara terus meningkat lebih
dari 250,000 kasus baru, di Eropa dilakukan penelitian kanker payudara oleh American
Cancer Society( ACS) hampir 178.000 wanita yang telah di diagnosis kanker payudara dan
jumlah tersebut ditambah 2 juta wanita yang memiliki riwayat penyakit ini (Peter, 2012).
Kanker payudara di Indonesia merupakan penyakit yang sering terjadi dialami oleh
wanita, menurut Depkes RI tahun 2013, kanker payudara ini merupakan kanker yang paling
mendominasi di Indonesia yaitu memiliki kontribusi sebesar 30%, mengalahkan kanker
servik yang berkontribusi sekitar 24%. Pravalensi Riskesda tahun 2013 jumlah penderita
penyakit kanker payudara di Indonesia 0,5 per-seribu dengan estimasi jumlah penderita
penyakit kanker payudara sejumlah 62.685 penderita.
Teknik perawatan luka (wound dressing) saat ini berkembang pesat dan dapat
membantu perawat dan pasien untuk menyembuhkan luka kronis. Prinsip lama yang
menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan kering, ternyata dapat menghambat
penyembuhan luka, karena menghambat proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka yang terlalu
basah juga akan menyebabkan maserasi kulit sekitar luka. Memahami konsep penyembuhan
luka lembab, pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka yang optimal
merupakan konsep kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka. Perawatan luka
menggunakan prinsip kelembapan seimbang (moisture balance) dikenal sebagai metode
modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern (Ronald, 2015).
Pada awalnya para ahli berpendapat bahwa penyembuhan luka akan sangat baik bila
luka dibiarkan tetap kering. Mereka berpikir bahwa infeksi bakteri dapat dicegah apabila
seluruh cairan yang keluar dari luka terserap oleh pembalutnya. Akibatnya sebagian besar
luka dibalut oleh bahan kapas pada kondisi kering. Penelitian yang dilakukan Winter (1962)
tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka menjadi dasar
diketahuinya konsep Moist Wound Healing (Morrison, 2004).
Moist Wound Healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka
dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Munculnya konsep Moist Wound Healing
disertai dengan teknologi yang mendukung, hal tersebut menjadi dasar munculnya pembalut
luka modern (Mutiara, 2009).
Balutan modern (hidrogel) dapat mengendalikan infeksi lebih baik dibanding balutan
kasa, pada balutan modern dilaporkan rata-rata infeksi luka adalah 2,6% sedangkan pada
balutan kasa 7,1%. Penderita dengan luka kaki diabetes membutuhkan perawatan jangka
panjang sampai sembuh kembali. Perawatan pasien dengan luka kaki diabetes akan
menunjukkan penutupan luas area luka pada 4 minggu pertama dan sembuh total pada 12
minggu (Peter Sheehan, 2003).
Parameter pelayanan keperawatan yang berkualitas di rumah sakit salah satunya
adalah terkendalinya infeksi nosokomial. Pengendalian infeksi nosokomial menjadi demikian
penting karena semakin canggihnya peralatan – peralatan rumah sakit, namun disisi yang lain
semua upaya pemeriksaan cenderung dilakukan dengan prosedur invasif. Perawat profesional
yang bertugas di rumah sakit semakin diakui eksistensinya dalam setiap tatanan pelayanan
kesehatan, sehingga dalam memberikan pelayanan secara interdependen tidak terlepas dari
kepatuhan perawat dalam setiap prosedural yang bersifat invasif dan non invasif tersebut
seperti halnya perawatan luka operasi (Setiyawati & Supratman, 2008).
Perawatan luka yang tidak tepat dapat membuat penderitaan pasien akan
berkepanjangan dan tidak nyaman. Selama ini beberapa dokter atau perawat menggunakan
cara perawatan luka konvensional. Cara itu biasanya memerlukan kasa sebagai balutan dan
cairan natrium klorida untuk membasahi agar tercipta suasana lembab. Perawatan luka
konvensional memerlukan penggantian kasa yang sering karena luka harus sering dikompres
dan diganti sebelum kasa mengering. Bahkan tak jarang penggantian kasa menimbulkan
trauma pada luka yang baru sembuh dan bahkan rasa sakit pada pasien (Adisaputra, 2015).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Fisiologi Payudara
Organ payudara merupakan bagian dari organ reproduksi yang fungsi
utamanya menyekresi susu untuk nutrisi bayi yang dimulai pada minggu keenam
belas. Sesudah bayi lahir, dari payudara akan keluar sekret yang berupa cairan
bening yang disebut kolostrum yang kaya protein, dan dikeluarkan selama 2-3 hari
pertama; kemudian air susu mengalir lebih lancar dan menjadi air susu sempurna.
Sebuah hormone dari lobus anterior kelenjar hipofisis, yaitu prolaktin penting dalam
merangsang pembentukan air susu. (Pearce, 2011).
B. Defenisi Ca mammae
Ca mammae (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang berasal dari sel
kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit
payudara (Karsono, 2006). Ca mammae adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu,
jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (Wijaya, 2013).
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus
tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara.
Jika benjolan kanker tidak terkontrol, sel-sel kanker bias bermestastase pada bagian-
bagian tubuh lain. Metastase bias terjadi pada kelenjar getah bening ketiak ataupun diatas
tulang belikat. Seain itu sel-sel kanker bias bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan
bawah kulit. Kanker payudara merupakan penyakit yang disebabkan karena terjadinya
pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat di
kendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (kanker) sel (Brunner dan
Suddarth, 2005 ).
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus
tumbuh berlipar ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjol di payudara. Jika
benjolan kanker itu tidak di buang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar
(metastase) pada bagian tubuh lain dan nantinya dapat mengakibatkan kematian.
Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang
belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, kulit. Akibat
penyakit ini, penderita bisa merasakan nyeri, fungsi organ-organ yang terserang menurun
hingga bisa mengakibatkan kematian (Tasripiyah, 2012).
C. Etiologi
Tidak satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaliknya serangkaian
faktor genetik, hormonal, dan kemungkinan kejadian lingkungan dapt menunjang
terjadinya kanker ini. Bukti yang terus bermunculan menunjukan bahwa perubahan
genetik belum berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang menyebabkan
perubahan genetik masih belum diketahui. Perubahan genetik ini termasuk perubahan
atau mutasi dalam gen normal, dan pengaruh protein yang menekan atau menigkatkan
perkembangan kanker payudara. Hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium
mempunyai peran penting dalam kanker payudara. Dua hormon ovarium utama,
estradiol dan progesterone mengalami perubahan dalam lingkungan seluler, yang dapat
mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker payudara (Brunner dan Suddart, 2005)
Penyebab Ca Mammae menurut Adji (2010) :
1. Genetika
a. Adanya kecendrungan pada keluarga tertentulebih banyak kanker payudara
daripada keluarga yang lain.
b. Pada kembar monozygote, terdapat kanker yang sama
c. Terdapat kesamaan lateralisasi kanker buah dada pada keluarga dekat dari
penderita kanker payudara
d. Seorang dengan klinifelter akan mendapat kemungkinan 66 kali dari pria normal
atau angka kejadiannya 2%.
2. Hormon
a. Kanker payudara umumnya pada wanita, dan pada laki-laki kemungkinannya
sangat kecil.
b. Insiden akan lebih tinggi pada wanita diatas 35 tahun.
c. Saat ini pengobatan dangan menggunakan hormon hasilnya sangat memuaskan
3. Virogen
Baru dilakukan percobaan pada manusia dan belum terbukti pada manusia
4. Makanan
Terutama makanan yang banyak mengandung lemak
5. Radiasi daerah dada
Sudah lama diketahui, radiasi dapat menyebabkan mutagen.
Faktor resiko untuk kanker payudara menurut Tasripiyah (2012) yaitu sebagai
berikut:
1. Usia di atas 40 tahun.
2. Ada riwayat kanker payudara pada individu atau keluarga.
3. Menstruasi pada usia yang muda/ usia dini.
4. Manopause pada usia lanjut.
5. Tidak mempunyai anak atau mempunyai anak pertama pada usia lanjut.
6. Penggunaan esterogen eksogen dengan jangka panjang.
7. Riwayat penyakit fibrokistik.
8. Kanker endometrial, ovarium atau kanker kolon.
Akan tetapi hanya 25 % wanita yang mengalami kanker payudara mempunyai
beberapa faktor resiko ini. Karena itu salah satu faktor resiko yang paling penting adalah
sangat sederhana yaitu wanita. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan diet di
antara masukan tinggi lemak, kegemukan dan terjadinya kanker payudara, tetapi
hubungan ini belum di ciptakan secara pasti (Tasripiyah, 2012).
D. Patofisiologi
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada
sistem duktal, mula-mula terjadi hiperplasi sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik.
Sel-sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma
membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa
yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter1 cm). Pada ukuran itu kira-
kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mamae
bermetastase dengan penyebran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran
limfe dan aliran darah (Anoname 2, 2002)
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri-ciri:
proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur
jaringan sekitarnya. Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang
menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal
dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-
organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia terutama dalam
intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel di mana telah terjadi
transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel
normal (Anoname 2, 2012).
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut
transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi (Wijaya, 2013):
1. Fase Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus,
radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan
yang sama terhadap suatu karsinogen. kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya
yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen.
bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk
mengalami suatu keganasan.
2. Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh
promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan
(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Menurut Anoname 2 (2012) Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1. Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi faktor lingkungan
mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia.
2. Fase insitu: 1-5 tahun
Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-cancerous yang bisa
ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih,
kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3. Fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi meleui membrane sel ke
jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe. Waktu antara fase ke 3 dan ke 4
berlangsung antara beberpa minggu sampai beberapa tahun.
4. Fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke tempat-tempat lain
bertambah.
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut Brunner dan Suddart (2005) Ada beberapa pemeriksaan penunjang.
Namun secara umum terbagi 2 yaitu non invasive dan invasive.
1. Non Invasive
a. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
Jika SADARI dilakukan secara rutin, seorang wanita akan dapat menemukan
benjolan pada stadium dini. Sebaiknya SADARI dilakukan pada waktu yang sama
setiap bulan. Bagi wanita yang masih mengalami menstruasi, waktu yang paling
tepat untuk melakukan SADARI adalah 7-10 hari sesudah hari 1 menstruasi. Bagi
wanita pasca menopause, SADARI bisa dilakukan kapan saja, tetapi secara rutin
dilakuka setiap bulan (misalnya setiap awal bulan).
b. Mammografi
Mammografi yaitu pemeriksaan dengan metode radiologis sinar X yang
diradiasikan pada payudara. Kelebihan mammografi adalah kemampuan
mendeteksi tumor yang belum teraba (radius 0,5 cm) sekalipun masih dalam
stadium dini.Waktu yang tepat untuk melakukan mammografi pada wanita usia
produktif adalah hari ke 1-14 dari siklus haid. Pada perempuan usia nonproduktif
dianjurkan untuk kapan saja. Ketepatan pemeriksaan ini berbeda-beda berkisar
antara 83%-95%.
c. Ultrasound
Ultrasound telah digunakan sejak awal 50-an. Alat tersebut sangat berguna dan
akurat dalam mengevaluasi densitas payudara dan dan akurat dalam membedakan
antara kista dengan massa padat.Namun untuk masa yang lebih kecil antara 5-10
mm tidak dapat divisualisasi dan massa pada jaringan lemak payudara sulit
dievaluasi. Keuntungannya adalah tidak ada radiasi dan tidak ada nyeri.
d. Computed Tomografi dan Magnetic Resonance Imaging Scans
Penggunaan CT dan MRI untuk scanning untuk mengevaluasi kelainan payudara
sekarang sudah mulai diselidiki. Teknik ini mengambil peran dalam
mengevaluasi axila, mediastinum dan area supralivikula untuk adenopati dan
membantu dalam melakukan stging pada proses keganasan.
2. Invasiv
a. Sitologi Aspirasi
Sitologi aspirasi dilakukan menggunakan jarum halus (ukuran 20 atau yang lebih
kecil) dengan spuit untuk mengaspirasi sel pada area yang dicuriga, lalu dismear
di atas slide dan difiksasi segera dan diwarnai untuk evaluasi sitologi. Jika
specimen diambil secara tepat, prosedur ini sangat akurat. Namun pemeriksaan ini
tidak dapat untuk memeriksa gambaran histopatologi jaringan sebab pemeriksaan
ini tidak mampu mengambil struktur jaringan sekitar.
b. Core Needle Biopsy (CNB)
Biopsi jarum dengan menggunakan jarum bor yang besar sering dilakukan. Hal
tersebut lebih invasive dibandingkan dengan aspires jarum. CNB lebih akurat dan
bisa digunakan untuk menentukan reseptor estrogen dan progesterone serta bisa
dilakukan untuk memeriksa gambaran histopatologi.
c. Biopsy
Ini bisa dilakukan secara stereotaktik atau dengan bantuan ultrasound.
G. Komplikasi
Menurut Wijaya (2013) komplikasi Ca Mammae yaitu:
1. Metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe dan pembuluh darahkapiler
(penyebaran limfogen dan hematogen0, penyebarab hematogen dan limfogen dapat
mengenai hati, paru, pleura, tulang, sum-sum tulang ,otak ,syaraf.
2. Gangguan neuro varkuler
3. Faktor patologi
4. Fibrosis payudara
5. Kematian
H. Penatalaksanaan
Adanya beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya
tergantung pada stadium klinik payudara. Pengobatan kanker payudara biasanya
meliputi pembedahan/operasi, radioterapi/penyinaran, kemoterapi, dan terapi
hormonal. Penatalaksanaan medis biasanya tidak dalam bentuk tunggal, tetapi dalam
beberapa kombinasi (Tasripiyah, 2012).
1. Pembedahan/operasi
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara
yang terserang kanker payudara. Pembedahan paling utama dilakukan pada kanker
payudara stadium I dan II. Pembedahan dapat bersifat kuratif (menyembuhkan)
maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit). Tindakan pembedahan atau
operasi kanker payudara dapat dilakukan dengan 3 cars yaitu:
a. Masektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi pengangkatan sebagian dari
payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian pemberian terapi. Biasanya
lumpektomi direkomendasikan pada penderita yang besar tumornya kurang dari 2
cm dan letaknya di pinggir payudara.
b. Masektomi total (masetomi), yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja,
tetapi bukan kelenjer di ketiak.
c. Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara,
jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan
disekitar ketiak.
2. Radioterapi
Radiologi yaitu proses penyinaraan pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang
masih terisisa di payudara setelah payudara.tindakan ini mempunyai efek kurang baik
seperti tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit disekitar payudara
menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cendrung menurun sebagai akibat dari radiasi.
Pengobatan ini biasanya diberikan bersamaan dengan lumpektomi atau masektomi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam
bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infuse yang bertujuan membunuh sel kanker.
Sistem ini diharapkan mencapai target pada pengobatan kanker yang kemungkinan
telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Dampak dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang
diberikan pada saat kemoterapi.
4. Terapi hormonal
Pertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai hormone estrogen, oleh
karena itu tindakan mengurangi pembentukan hormone dapat menghambat laju
perkembangan sel kanker, terapi hormonal disebut juga dengan therapi anti estrogen
karena system kerjanya menghambat atau menghentikan kemampuan hormone
estrogen yang ada dalam menstimulus perkembangan kanker pada payudara
Gambar 1.1
Struktur Kulit
Gambar 1.2
Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan kulit luar yang tipis dan avaskuler tidak ada
pembuluh darah.Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan
kulit. Ketebalan dari lapisan epidermis ini bervariasi tergantung pada tepi kulit
dalam hal ini, tebal epidermis berbeda – beda pada berbagai tempat ditubuh.
Lapisan epidermis yang paling tebal terletak pada telapak dan kaki.Lapisan
epidermis ini terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk (skuamosa), yang
mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel (Maryunani , 2015).
Gambar 1.3
Lapisan dermis
Dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang merupakan jaringan ikat
(Connective Tissue), memiliki banyak pembuluh darah, dan dikenal sebagai
“pabriknya kulit” karena memiliki system persarafan dan kelenjar tubuh.
Epidermis dan dermis dipisahkan oleh lapisan tipis yang disebut BMS atau
Dermal Epidermal Junction (DEJ).Lapisan ini mengalami gangguan saat
kejadian bula (Blister).
Gambar 1.4
Lapisan subkutis
Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak
yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir stoplasma lemak yang
bertambah.Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang
fibrosa.Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adipose, berfungsi sebagai
getah bening.Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut
lebih tebal ( sampai 3 cm).
Lapisan subkutis/subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang
terdiri dari lapisan lemak dan jaringan ikat yang banyak terdapat pembuluh
darah dan saraf.Lapisan ini tersusun atas kelompok jaringan adipose (sel
lemak) yang dipisahkan oleh sel fibrous septa.Ketebalan lapisan ini bervariasi,
dimana diketahui lapisan yang paling tebal biasanya terdapat di abdomen dan
lapisan yang paling tipis terdapat kelopak mata dan penis.Jumlahnya dan
ukuranya-pun berbeda-beda menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi
individu. Makan yang berlebuh akan menimbulkan penimbunan lemak
dibawah jaringan kulit. Jadi, fungsi jaringan subkutis/ hypodermis, antara
lain.:
c. Apendiks Kulit
Apendiks – apendik kulit terdiri dari rambut, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat/ekrin, kelenjar apokrin dan kuku. Apendiks – apendiks kulit masing
masing dijelaskan sebagai berikut:
a) Rambut
Tempat asal rambut pada kulit dinamakan folikel rambut.Folikel rambut
dari keratin, tertanam dalam dinamakan epidermis dalam dermis,
kemudian hypodermis.Folikel rambut dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa
pada dermis (Maryunani , 2015).
b) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebase sering juga disebut sebagai ‘kelenjar palit’ atau ‘ kelenjar
minyak’. Hal ini disebabkan karena kelenjar ini memproduksi subtansi
minyak yang disebut sebum.Funsinya adalah untuk menghasilkan minyak
(sebum) untuk meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering.Kelanjar
sebasea paling tampak terlihat pada kulit bagian kepala, muka dan bahu
atas.Letak kelenjar sebasea lebih dekat ke permukaan kulit serta bermuara
pada saluran folikel rambut (Maryunani , 2015).
c) Kelenjar ekrin/keringat
1. Kelenjar keringat berfungsi untuk mensekresi keringat.
Sekresi/pengeluaran keringat dari kelenjar ekrin tersebut dapat diartikan
sebagai proses pendinginan tubuh (mengatur suhu tubuh).
2. Kelenjar ini terdapat diseluruh tubuh, berbentuk lebih lansing,
bermuara langsung di permukaan kulit.
3. Jumlah kelenjar ekrin pada saat lahir hapir sama jumlahnya pada orang
dewasa. Namun pada bayi baru lahir, fungsi kelenjar keringat baru
sempurna di usia 40 minggu. Hal ini disebabkan oleh kemampuan bayi
(khususnya neonates) menghasilkan keringat tidak sama dengan orang
dewasa.
4. Keringat diproduksi dalam suatu tubulus yang terdapat dermis dan
ditransportasikan oleh kelenjar keringat melalui epidermis untuk
dikeluarkan.
d.) Kelenjar apokrin
1. Kelenjar apokrin berfungsi mulai usia pubertas, yang mengeluarkan
cairan yang lebih kental dan berbau khas individu.
2. Bau badan seseorang biasanya juga dipengaruhi oleh aktivitas bakteri
pada kulit normal yang berhubungan dengan pengeluaran keringat.
3. Jumlahnya lebih sedikit, hanya terdapat di ketiak, liang telinga, puting
payudara dan daerah kelamin.
4. Apokrin diproduksi juga pada tubulus yang terdapat pada dermis.
e.) Kuku
1. Kuku adalah kulit yang merupakan bagian akhir lapisan tanduk yang
menebal dan terletak pada akhir jari tangan dan kaki.
2. Kuku berbentuk plat pada yang terbuat dari keratin.
3. Kuku terdiri dari akar kuku (bagian yang terbenam di dalam kulit jari)
dan bagian yang berada di luar kulit jari.
4. Bagian luar kuku terdiri atas badan kuku (bagian yang menempel
diatas jaringan lunak jari) dan bagian kuku bebas (bagian yang
menonjol keluar).
5. Kuku berfungsi
- Sebagai penghias
- Mengidentifikasi kesehatan seseorang. ( kuku yang berwarna merah
mudah menandakan suplai oksegenasi baik. Sementara itu, kuku
yang panjang dan kotor menandakan sesorang tidak memperhatikkan
kesehatan/kebersihan).
6. Pertumbuhan kuku rata – rata 0,1 mm perhari
7. Pertumbuhan kuku jari kaki lebih lembat dari pada kuku jari tangan
(Maryunani , 2015).
d. Fungsi kulit
Berikut ini adalah beberapa fungsi kulit:
B. Jenis Luka
Luka di bedakan menjadi dua berdasarkan waktu penyembuhannya yaitu luka akut dan
luka kronis. Luka akut yaitu luka yang baru dan penyembuhannya berlansung kurang
dari beberapa hari. Sedangkan luka kronis dapat didefinisikan sebagai luka yang karena
beberapa alasan sehingga proses penyembuhannya terhambat. Luka kronis dapat
berlangsung selama beberapa minggu atau berbulan-bulan bahkan tahunan tergantung
penanganan dari luka tersebut (Semer, 2013).
Luka dapat di bedakan berdasarkan kecenderungan dan derajat kontaminasi luka,
yaitu Luka bersih, Luka bersih-terkontaminasi, Luka terkontaminasi, Luka kotor atau
terinfeksi (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
1. Luka bersih, merupakan luka yang tidak terinfeksi, terdapat proses inflamasi yang
sangat minimal dan tidak mengenai saluran nafas, saluran cerna, saluran genitalia,
dan saluran kemih. Luka bersih terutama terdapat pada luka tertutup.
2. Luka bersih-terkontaminasi, merupakan luka bedah yang telah mengenai saluran
nafas, saluran cerna, saluran genitalia, dan saluran kemih. Luka tersebut tidak
memperlihatkan tanda infeksi.
3. Luka terkontaminasi, merupakan luka terbuka, baru, akibat kecelakaan, dan luka
pembedahan yang tidak di lakukan dengan teknik steril atau adanya sejumlah besar
rembesan dari saluran cerna. Luka terkontaminasi memperlihatkan terjadinya proses
inflamasi.
4. Luka kotor atau terinfeksi, merupakan luka yang berisi jaringan mati dan luka yang
memperlihatkan tanda-tanda infeksi klinis seperti drainase purulen
Berdasarkan kedalam dan luasnya luka di bagi menjadi stadium I s/d stadium IV
(Maryunani, 2015)
1. Stadium I : Luka superfisial “Non-Blanching Erithema”
Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Gambar 2.1 luka stadium I (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)
Gambar 2.2 luka stadium II (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)
3. Stadium III : Luka “Full Thickness”
Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan epidermis, dermis dan
subkutan tetapi belum melewatinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis
dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang
yang dalam dengan atau tanpa merusak jarigan sekitarnya. Bisa meliputi jaringan
nekrotik atau infeksi.
Gambar 2.3 luka stadium III (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)
Gambar 2.4 luka stadium IV (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)
C. Etiologi Luka
Beberapa etiologi dari luka menurut (Maryunani, 2015) di antaranya :
1. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
2. Luka abrasi / babras / lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Biasa terjadi pada kulit
dan tidak sampai jaringan subkutis.
3. Luka robek / laserasi, biasanya terjadi akibat benda tajam atau benda tumpul.
Seringkali meliputi kerusakan jaringan yang berat, sering menyebabkan perdarahan
yang serius dan berakibat syok hipovolemik.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Walaupun perdarahan
nyata seringkali sedikit, kerusakan jaringan internal dapat sangat luas. Luka bisa
mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan adanya benda asing
pada tubuh.
5. Luka tembak, yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal
luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar. Luka ini biasa disebabkan oleh peluru.
6. Luka gigitan, biasanya di sebabkan oleh gigitan binatang mau pun gigitan manusia.
Biasanya kecil namun dalam dan dapat menimbulkan komplikasi infeksi berat.
7. Luka avulsi, yaitu luka yang di sebabkan oleh terkelupasnya sebagian jaringan
bawah kulit tetapi sebagian masih terhubung dengan tubuh.
8. Luka hancur, sulit di golongkan dalam salah satu jenis luka. Luka hancur seringkali
berujung pada amputasi.
Gambar 2.8 Fase maturasi atau remodelling (Wiley & Sons, 2013)
E. Karakteristik Luka
Karakteristik luka dapat di lihat dari lokasi, bentuk, ukuran, kedalaman, tepi,
Undermining/Tunneling, karakteristik jaringan nekrotik, eksudat, warna kulit di sekitar
luka, edema, indurasi, karakteristik lain, jaringan granulasi, dan epitelisasi (Sussman &
Jensen, 2007).
1. Lokasi
Lokasi luka merupakan tempat terjadinya luka pada anatomi tubuh si pasien. Lokasi
luka perlu di ketahui untuk memprediksi penyembuhan luka. Lokasi luka telah
terbukti mempengaruhi penyembuhan. Namun, lokasi spesifik mana yang
menguntungkan atau merugikan penyembuhan masih harus ditentukan.
2. Bentuk
Untuk luka yang akan sembuh, akan sering berubah bentuk dan mungkin akan
berbentuk lebih teratur, bentuk melingkar atau oval. Bentuk luka dianggap lebih
membantu untuk menentukan ukuran keseluruhan luka. Bentuk luka ditentukan
dengan mengevaluasi perimeter luka. Bentuk luka dilapisi dengan kontraksi luka.
Kontraksi luka bisa terlihat saat area permukaan luka terbuka berkurang dan saat
bentuk luka berubah.
3. Ukuran
Ukuran luka dapat di artikan sebagai luas permukaan luka si pasien. Luas
permukaan dapat dilihat dengan mengalikan panjang dengan lebar. Metode yang
paling umum digunakan dalam menentukan ukuran adalah mengukur (dalam cm)
aspek terpanjang dan tegak lurus dari permukaan luka yang terlihat. Hal ini dapat
menjadi sulit untuk ditentukan dalam mengukur ukuran pada beberapa luka, karena
tepi luka mungkin sulit untuk diketahui atau tepinya mungkin tidak teratur.
4. Kedalaman
Merupakan ukuran dasar luka ke permukaan luka. Mengukur kedalaman luka dapat
dengan menggunakan aplikator yang berujung katun/kapas. Masukkan aplikator di
bagian terdalam dari luka dan tandai aplikator dengan pulpen, dan ukur jarak dari
ujung yang ditandai, dengan menggunakan panduan pengukuran metrik.
5. Tepi
Tepi luka merupakan daerah dimana jaringan normal menyatu dengan dasar luka.
Tepi luka menunjukkan beberapa karakteristik luka yang paling penting. Saat
menilai tepi luka, lihat bagaimana penamakan dari luka tersebut.
6. Undermining/Tunneling
Undermining/Tunneling merupakan hilangnya jaringan dibawah permukaan kulit
yang utuh. Undermining didefinisikan sebagai pengikisan dibawah tepi luka, dan
tunneling didefinisikan sebagai sebaris dari jalur bidang yang mengarah ke saluran
sinus. Undermining biasanya melibatkan jaringan subkutan dan mengikuti jalur
bidang disamping luka. Tunneling biasanya melibatkan persentase kecil dari margin
luka: sempit dan cukup panjang dan tampaknya memiliki tujuan.
7. Karakteristik jaringan nekrotik
Nekrosis didefinisikan sebagai jaringan devisa yang mati. Dapat berwarna hitam,
coklat, abu-abu, atau kuning. Tekstur bisa kering dan kasar, lembut, lembab, atau
berserabut. Karakteristik jaringan nekrotik meliputi tampilan, warna, konsistensi.
Bau bisa ada atau tidak ada. Banyak tenaga kesehatan yang salah menilai jaringan
nekrotik. Terkadang merreka menilai jaringan kuning dan putih sebagai jaringan
nekrotik padahal tidak selamanya seperti itu. Jaringan kuning bisa berupa lemak
kuning yang sehat, membran reticular dermis, atau tendon. Jaringan putih bisa
berupa jaringan ikat, fasia, atau ligamen.
8. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terdapat pada luka. Untuk menilai jumlah eksudat di
luka, amati dua area yakni luka itu sendiri dan balutan yang digunakan pada luka.
Amati luka untuk menilai kelembaban yang ada. Sebelum menilai jenis eksudat,
bersihkan luka dengan NaCl atau air putih secara normal dan evaluasi eksudat segar.
Pilih jenis eksudat yang dominan di luka, sesuai warna dan konsistensi.
9. Warna Kulit di Sekitar luka
Warna kulit di sekitar luka dapat mengindikasikan luka lebih lanjut dari tekanan,
gesekan, atau gunting. Karakteristik Kulit di Sekitar luka sering merupakan indikasi
pertama yang menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Yang paling sering
ditemukan dalam pengamatan kulit disekitar luka adalah eritema. Eritema
didefinisikan sebagai kemerahan atau kehitaman pada kulit, dibandingkan dengan
kulit di sekitarnya. Eritema setelah trauma disebabkan oleh pecahnya venula dan
kapiler kecil atau mungkin disebabkan oleh aliran darah masuk untuk memulai
proses peradangan.
10. Edema
Edema merupakan pembengkakakan yang terjadi pada luka dan sekitarnya. Kaji
jaringan dalam 4 cm tepi luka. Kenali edema dengan menekan jari ke dalam jaringan
dan tunggu selama 5 detik. Saat melepaskan tekanan, jaringan gagal untuk kembali
ke posisi normal, dan lekukan muncul. Ukur seberapa jauh edema melampaui tepi
luka.
11. Indurasi
Indurasi adalah ketegasan jaringan yang abnormal dengan margin. Indurasi dapat
menjadi tanda kerusakan yang akan terjadi pada jaringan. Seiring dengan perubahan
warna kulit, indurasi merupakan pertanda trauma jaringan akibat tekanan lebih
lanjut. Raba dimana indurasi dimulai dan dimana ia berakhir. Raba dari jaringan
sehat, bergerak menuju tepi luka. Biasanya terasa sedikit ketegasan pada tepi luka
itu. Jaringan normal terasa lembut dan kenyal sedangan indurasi terasa keras dan
tegas saat disentuh.
12. Karakteristik lain
Karakteristik lain yang dapat dievaluasi pada jaringan disekitarnya termasuk
maserasi dan perdarahan. Maserasi didefinisikan sebagai pelunakan pada jaringan
ikat. Jaringan maserasi kehilangan pigmentasi dan bahkan pigmen kulit yang gelap
terlihat pucat. Jaringan yang melemah ini sangat rentan terhadap trauma,
menyebabkan kerusakan dari jaringan maserasi dan pembesaran luka.
13. Jaringan granulasi
Jaringan granulasi adalah penanda dari kesehatan luka. Itu adalah tanda fase
proliferatif dari penyembuhan luka dan biasanya akhir dari penutupan luka. Jaringan
granulasi berkembang dari pembuluh darah kecil dan jaringan ikat ke rongga luka.
Jaringan granulasi itu sehat jika cerah, berdaging merah, mengkilap dan granular
dengan penampilan seperti beludru.
14. Epithelization
Epithelization adalah proses pelepasan epidermal dan muncul sebagai kulit merah
muda atau merah. Epithelization mungkin pertama diperhatikan selama fase
peradangan atau fase proliferasi dari penyembuhan sebagai jaringan merah muda
yang berpigmen ringan, bahkan pada individu dengan kulit berwarna gelap. Banyak
orang membingungkan jaringan parut pink terang atau kulit baru sebagai eritema.
Pada luka dengan ketebalan parsial, sel epitel dapat berpindah dari tempat di
permukaan luka atau dari tepi luka, atau keduanya. Pada luka dengan ketebalan
penuh, pelepasan epidermal terjadi dari tepi saja, biasanya setelah luka hampir
sepenuhnya terisi dengan jaringan granulasi
F. Perawatan luka
Dalam perawatan luka di kenal dua teknik dasar yang sering di terapkan untuk
merawat luka yaitu teknik steril dan teknik bersih. Teknik steril merupakan teknik di
mana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan yang telah disterilkan sehingga
tidak ada bakteri atau partikel virus yang menempel di permukaannya. Beberapa contoh
peralatan steril antara lain peralatan yang telah di sterilkan dengan Autoklaf untuk
digunakan di ruang operasi serta beberapa peralatan medis yang telah di sterilkan dan
dibungkus dengan baik dari pabrik sehingga tidak terkontaminasi dengan lingkungan luar
yang tidak steril. Sedangkan teknik bersih adalah teknik dimana tenaga kesehatan
memakai peralatan dan bahan yang tidak memerlukan perlakukan yang seksama seperti
memperlakukan instrumen
steril. Cukup dengan peralatan yang telah di bersihkan dengan alkohol tanpa harus di
masukkan ke Autoklaf terlebih dahulu (Semer, 2013).
Seiring dengan perkembangan zaman, di kenal teknik perawatan konvensional
dan teknik perawatan luka modern. Teknik rawat luka modern lebih efektif daripada
konvensional yang di buktikan dengan penelitian tentang Teknik Perawatan Luka
Modern dan Konvensional Terhadap Kadar Interleukin 1 dan Interleukin 6 Pada Pasien
Luka diabetik. Dalam penelitian ini diamati peningngkatkan perubahan faktor
pertumbuhan dan sitokin, terutama interleukin. Proses penyembuhan luka dipengaruhi
faktor pertumbuhan dan sitokin, hal ini akan dirangsang oleh pembalutan luka. teknik
pembalutan luka modern (Kalsium alginat) dapat menyerap luka drainase, non oklusive,
non adhesif, dan debridement autolitik (Nontji, Hariati, & Arafat, 2015).
Kartika (2015) menjelaskan dalam tulisannya tentang Pengkajian Luka:
1. Status nutrisi pasien: BMI (body mass index), kadar albumin
2. Status vaskuler: Hb, TcO2
3. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan yang lain
4. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya
5. Kondisi luka:
a. Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka
b. Eksudat dan bau
c. Warna dasar luka: Dasar pengkajian berdasarkan warna: slough (yellow),
necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),
epithelialising (pink).
1) Luka dasar merah:
Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah mempertahankan
lingkungan luka dalam keadaan lembap, mencegah trauma/perdarahan serta
mencegah eksudat.
Gambar 2.9 Luka dengan warna dasar merah tua atau terang dan selalu
tampak lembap merupakan luka bersih dengan banyak vaskulerisasi,
karenanya luka mudah berdarah (Kartika, 2015)
2) Luka dasar hitam:
Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem autolisis debridement agar
luka berwarna merah, kontrol eksudat, menghilangkan bau tidak sedap dan
mengurangi/menghindari kejadian infeksi.
Gambar 2.10 Luka dengan warna dasar hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskuler (Kartika, 2015)
3) Luka dasar kuning:
Tujuan perawatan sama dengan luka dasar warna kuning, yaitu
pembersihan jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis
debridement maupun dengan pembedahan.
Gambar 2.11 Luka dengan warna dasar kuning/kuning kecoklatan/kuning
kehijauan/kuning pucat adalah jaringan nekrosis merupakan kondisi luka
yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskuler (Kartika, 2015)
4) Luka dasar pink:
Tujuan perawatan warna dasar luka pink menunjukkan terjadinya proses
epitalisasi dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup,
namun biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilindungi selama
proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel dapat
membantu agar tidak timbul luka baru.
Indikasi:
a. Luka dengan sedikit eksudat – sedang
b. Luka akut atau kronik
c. Luka dangkal
d. Jaringan granulasi
e. Abses
f. Luka dengan epitalisasi luka yang terinfeksi grade 1 dan 2
2. Hydroactive gel
Indikasi:
Indikasi .
Indikasi
a) Topical Therapy atau salep luka untuk semua jenis warna dasar luka yang
terinfeksi, karena ada kandungan iodine-cadexomer sebagai zat yang
signifikan menurunkan infeksi.
b) Bahan aktif : Metcovazin Reguler plus iodine-cadexomer.
4. Metcovazin Red
Indikasi
a) Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang granulasi merah,
karena ada kandungan hydrocoloid.
b) Bahan aktif :Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.
5. Epitel Salf
Indikasi:
a. Untuk mendukung kelembaban
b. Cocok untuk semua tahap jenis luka (nekroik,slough,granulasi,
epitalisasi).
Indikasi:
Indikasi:
Indikasi
a. Digunakan pada luka full thicknes
b. Luka yang berair
c. Luka dengan eksudat sedang-berat
4. Low Adherent (LA)
Indikasi
Indikasi:
c. Silver
Indikasi
a. Luka terinfeksi
b. Mampu menghancurkan koloni kuman dengan baik
d. Macam-macam fiksasi
a. Adhesive tape (hypafix)
Adhesive tape (Hypafix), dressing penutup luka lebar yang berperekat
dan terbuat dari bahan non-moven polyster, bersifat hypoallergic, tembus
udara, elastic, dapat di sterilisasi, dan tembus sinar X. Indikasi :
1. Fiksasi luka besar di area persendian dan lekuk tubuh yang sulit
2. Fiksasi tambahan setelah pemberian moist woung dressing
3. Fiksasi untuk penutup luka lebar pasca operasi
4. Cocok untuk semua jenis kulit
A. Identitas Pasien
Nama : NY “H”
Usia : 31-12-2001/ 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Status : Kawin
Suku : Mandar
Alamat : Tammewaru
Tanggal masuk Rs : 30-09-2019
Tgl pengkajian : 01-10-2019
Sumber informasi : pasien dan keluarga
Diagnosa : Ulkus Carsinoma Mamma
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama :
Nyeri Payudara
2. Riwayat kesehatan:
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Klien mengeluh adanya nyeri pada pada luka ca mammae, dirasakan
seperti teriris-iris, dengan skala nyeri sedang 4 (NRS), dirasakan hilang timbul,
2-5 menit. Dengan stage 2 warna dasar luka granulasi : 85 % , Epitalisasi:
10%, Slough 5%, Nekrotik 0%. Ukuran P: 14,5 cm, L : 11 cm jumlah eksudat
serosangineus, ada bau. Daerah sekitar luka masih berwarna merah dan sedikit
kepink atau normal, batas tepi menyatu dengan dasar luka, tidak ada Goa dan
tidak ada edema. Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 82x/menit , suhu 36,5°C
dan pernafasan 20x/menit.
b. Riwayat kesehatan masa lalu :
klien mengatakan keluhan dialami sejak 6 tahun yang lalu sebelum
masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, awalnya payudara hanya sebesar
kelereng dan membesar perlahan. Tetapi klien tidak pernah berobat ke dokter.
Kemudian dalam 3 bulan ter
C. Pengkajian Luka
a. Tipe luka ( ) Akut (√) Kronik
b. Tipe penyembuhan
( ) primary intention healing ( )delayed intention healing
(√ ) secondary intention healing
c. Kehilangan jaringan
( ) superfical thickness (√ ) partial thickness () full thickness
d. Penampilan klinis
(0%) nekrotik (5 %) slough
(80%) granulasi (10% ) epithelisasi
e. Lokasi luka : payudara
f. Pengukuran luka
(√) Two dimensional assessment ( ) Three dimensional assessment
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan atau menghambat penyembuhan
( ) DM ( ) Anemia ( ) Merokok
(√) Immobilitas ( ) Kemoterapi (√) Infeksi
( ) Perilaku Klien ( ) Keganasan ( )Radioterapi
( ) Hiperbilirubin ( ) Tidak diketahui
( ) Hipoalbumin
h. Pengobatan yang berpengaruh pada penyembuhan
( ) Stroid ( ) NSAIDS ( ) Immunosuppresan
(√) Antibiotik ( ) Insulin ( ) .............................
i. Status Nutrisi
( √ ) Baik ( ) Sedang ( ) Jelek
( ) NGT () IV / TPN () Suplemen Nutrisi
( 75 kg) Berat Badan (155 cm) Tinggi Badan
( ) Berat badan dibawah rata-rata dibanding tinggi badan
( ) Berat badan di atas rata-rata dibanding tinggi badan
(√) Berat badan rata-rata sesuai dengan tinggi badan
D. Pengkajian
Lokasi luka
Depan Belakang
1 15 25 27 55
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Terapi Obat
Nama Obat Dosis/Rute Jenis Indikasi Kontraindikasi
Ceftriaxone 300 mg/12 Antibiotik Mengobati Hiprrsensitivitas;
jam/iv berbagai macam hiperbilirubinem
infeksi bakteri ia neonatus,
terutama pada
mereka yang
prematur
G. KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengatakan terdapat luka - Pasien tampak nyeri, S skala nyeri sedangt
ca mammae pada payudara kiri (skala 4) (NRS)
- Ekspresi wajah tampak meringis
P : pembengkakan Tumor,
- Luka stage 2 warna dasar luka granulasi :
Q : teriris-iris 85 % , Epitalisasi: 10%, Slough 5%,
Nekrotik 0%.
R : payudara kiri
- Ukuran P: 14,5 cm, L : 11 cm
T : hilang timbul, 2-5 menit - jumlah eksudat serosangineus, ada bau.
- Daerah sekitar luka masih berwarna merah
- pasien mengatakan nyeri
dan sedikit kepink atau normal, batas tepi
bertambah saat GV dan
menyatu dengan dasar luka.
berkurang saat ia isterahat tidur
- TTV
TD: 100/70 mmHg
N: 82x/i
R: 20x/i
S: 36,5ºc
H. ANALISA DATA
No DATA MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS : Nyeri
P : pembengkakan Tumor,
Q : teriris-iris
R : payudara kiri
T : hilang timbul, 2-5 menit
- pasien mengatakan nyeri bertambah saat GV dan
berkurang saat ia isterahat tidur
DO :
- Pasien tampak nyeri, S skala nyeri sedangt
(skala 4) (NRS)
- Ekspresi wajah tampak meringis
- TTV
TD: 100/70 mmHg
N: 82x/i
R: 20x/i
S: 36,5ºc
2 DS: Kerusakan Integritas
- Klien mengatakan terdapat luka ca mammae Jaringan
pada payudara kiri
DO:
- Luka stage 2 warna dasar luka granulasi : 85 % ,
Epitalisasi: 10%, Slough 5%, Nekrotik 0%.
- Ukuran P: 14,5 cm, L : 11 cm
- jumlah eksudat serosangineus, ada bau.
- Daerah sekitar luka masih berwarna merah dan
sedikit kepink atau normal, batas tepi menyatu
dengan dasar luka.
I. Masalah keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka
J. Tujuan
1. Nyeri terkontrol
2. Integritas jaringan utuh
K. Intervensi Keperawatan
Perencanaanperawatanluka
Definisi : pencegahan komplikasi luka dan peningkatan penyembuhan luka
1. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, dan frekuensi
2. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
1. Cuci tangan dengan enam langkah dalam five moment
1. Angkat balutan dan plester perekat
2. Monitor karakteristik luka, warna, ukuran, dan bau
3. Ukur panjang dan luas luka
4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun
dengan tepat
5. Berikan rawatan insisi pada luka yang diperlukan
6. Berikan balutan yang sesuai dengan balutan luka
7. Perkuat balutan (luka) sesuai kebutuhan
Pertahankan Teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
dengan tepat
8. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
9. Periksa luka setiap kali mengganti balutan
10. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan tampilan
L. Implementasi Keperawatan
Hari pertama
Hari/tanggal Jam Implementasi
Selasa, 09.30 1. Terapkan komunikasi teraupetik kepada pasien/keluarga
01/10/2019 terhadap tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien terhadap tindakan keperawatan yang
akan dilakukan
DX : 1 09.35 2. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, dan frekuensi
Hasil :
P : Saat ganti verban
Q : Nyeri seperti teriris-iris
R : Pada payudara
S : Nyeri sedang dengan skala 4
T : Nyeri hilang timbul
09.40 3. Mengajarkan tentang tehnik non farmakologi tarik nafas
dalam
Hasil: pasien mampu melakukan tehnik nafas dalam dan
pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
Selasa, 09: 50 1. Angkat balutan dan plester perekat
02/10/2019 Hasil : sebelum membuka balutan gunakan handscoen on
terlebih dahulu, balutan kassa dan plester di lepas atau
DX : 2 diangkat perlahan searah dengan permukaan kulit dengan
menggunakan kassa yang dibasahi Nacl 0.9% dan di buang
pada kantong sampah infeksius
09: 55 2. Monitor karakteristik luka, warna, dan bau
Hasil : nampak tidak edema pada luka, warna luka ada
granulisasi, epitalisasi, terdapat bau pada luka
10.00 3. Ukur panjang dan luas luka
Hasil : P : 14,5 cm, L : 11 cm
10.05 4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat
Hasil : Cuci Luka(Cleaning) : Pertama-tama ganti
handscoen (pertahankan kebersihan selama tindakan GV)
kemudian bersihkan luka yang telah dibuka dari balutan
yang lama dengan menggunakan kasa steril yang telah di
basahi dengan Nacl 0,9 %, lakukan secara berulang sampai
luka bersih dari eksudat yang ada. Kemudian di keringkan
dengan menggunakan kasa steril.
10.15 5. Berikan balutan yang sesuai dengan balutan luka
Hasil :
Dressing Primer :
Dressing primer yang digunakan yaitu metrodinazole
bubuk berfungsi untuk mengurangi bauh dan mepercepat
penyembuhan .
Dressing Sekunder dan tersier :
Luka dibalut dengan menggunakan Big kassa 1dan 2 lapi
steril yang mampu menyerap eksudat sedikit hingga
sedang tetapi tidak dapat membunuh kuman dan jamur.
Hari kedua
Hari/tanggal Jam Implementasi
Rabu , 09.30 1. Terapkan komunikasi teraupetik kepada pasien/keluarga
02/10/2019 terhadap tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien terhadap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan
DX : 1 09.35 2. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, dan frekuensi
Hasil :
P : Saat ganti verban
Q : Nyeri seperti teriris-iris
R : Pada payudara
S : Nyeri sedang dengan skala 4
T : Nyeri hilang timbul
09.40 3. Mengajarkan tentang tehnik non farmakologi tarik nafas
dalam
Hasil: pasien mampu melakukan tehnik nafas dalam dan
pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
Hari ketiga
Hari/tanggal Jam Implementasi
Kamis , 09.30 1. Terapkan komunikasi teraupetik kepada pasien/keluarga
03/10/2019 terhadap tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien terhadap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan
DX : 1 09.35 2. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, dan frekuensi
Hasil :
P : Saat ganti verban
Q : Nyeri seperti teriris-iris
R : Pada payudara
S : Nyeri sedang dengan skala 4
T : Nyeri hilang timbul
09.40 3. Mengajarkan tentang tehnik non farmakologi tarik nafas
dalam
Hasil: pasien mampu melakukan tehnik nafas dalam dan
pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
Kamis , 09: 50 1. Angkat balutan dan plester perekat
03/10/2019 Hasil : sebelum membuka balutan gunakan handscoen on
terlebih dahulu, balutan kassa dan plester di lepas atau
DX : 2 diangkat perlahan searah dengan permukaan kulit dengan
menggunakan kassa yang dibasahi Nacl 0.9% dan di buang
pada kantong sampah infeksius
09: 55 2. Monitor karakteristik luka, warna, dan bau
Hasil : nampak tidak edema pada luka, warna luka ada
granulisasi, epitalisasi, terdapat bau pada luka
10.00 3. Ukur panjang dan luas luka
Hasil : P : 14,5 cm, L : 11 cm
10.05 4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat
2. Hasil : Cuci Luka(Cleaning) : Pertama-tama ganti handscoen
(pertahankan kebersihan selama tindakan GV) kemudian
bersihkan luka yang telah dibuka dari balutan yang lama
dengan menggunakan kasa steril yang telah di basahi dengan
Nacl 0,9 %, lakukan secara berulang sampai luka bersih dari
eksudat yang ada. Kemudian di keringkan dengan
menggunakan kasa steril.
10.15 3. Berikan balutan yang sesuai dengan balutan luka
Hasil :
Dressing Primer :
Dressing primer yang digunakan yaitu metrodinazole
bubuk dan Aquacel berfungsi untuk mengurangi bauh dan
mepercepat penyembuhan .
Dressing Sekunder dan tersier :
Luka dibalut dengan menggunakan Big kassa 1dan 2 lapi
steril yang mampu menyerap eksudat sedikit hingga
sedang tetapi tidak dapat membunuh kuman dan jamur.
M. Evaluasi
Hari pertama
Hari kedua