Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan istilah yang digunakan pada tumor ganas, yaitu tumor yang
tumbuh dengan pesat, menginfiltrasi jaringan sekitar, bermetastasis dan dapat menyebabkan
kematian apabila tidak mendapatkan penanganan dan terapi yang tepat. Kanker dapat
menyerang semua kelompok umur, strata sosial ekonomi dan strata pendidikan dari strata
pendidikan rendah hingga tinggi (Sri Guntari et al., 2016).
Kanker payudara merupakan tumor ganas yang menyerang jaringan sel-sel payudara.
Kanker payudara merupakan masalah paling besar bagi wanita di seluruh dunia dan
menyebabkan kematian utama bagi penderita kanker payudara. penyakit kanker payudara di
negara berkembang menunjukkan bahwa penyakit kanker dengan persentase kasus tertinggi,
kurang lebih 43% kasus dan persentase kematian yaitu 12,9%. Menurut WHO sekitar 8-9%
wanita menderita penyakit kanker payudara. Kasus kankerr payudara terus meningkat lebih
dari 250,000 kasus baru, di Eropa dilakukan penelitian kanker payudara oleh American
Cancer Society( ACS) hampir 178.000 wanita yang telah di diagnosis kanker payudara dan
jumlah tersebut ditambah 2 juta wanita yang memiliki riwayat penyakit ini (Peter, 2012).
Kanker payudara di Indonesia merupakan penyakit yang sering terjadi dialami oleh
wanita, menurut Depkes RI tahun 2013, kanker payudara ini merupakan kanker yang paling
mendominasi di Indonesia yaitu memiliki kontribusi sebesar 30%, mengalahkan kanker
servik yang berkontribusi sekitar 24%. Pravalensi Riskesda tahun 2013 jumlah penderita
penyakit kanker payudara di Indonesia 0,5 per-seribu dengan estimasi jumlah penderita
penyakit kanker payudara sejumlah 62.685 penderita.
Teknik perawatan luka (wound dressing) saat ini berkembang pesat dan dapat
membantu perawat dan pasien untuk menyembuhkan luka kronis. Prinsip lama yang
menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan kering, ternyata dapat menghambat
penyembuhan luka, karena menghambat proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka yang terlalu
basah juga akan menyebabkan maserasi kulit sekitar luka. Memahami konsep penyembuhan
luka lembab, pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka yang optimal
merupakan konsep kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka. Perawatan luka
menggunakan prinsip kelembapan seimbang (moisture balance) dikenal sebagai metode
modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern (Ronald, 2015).
Pada awalnya para ahli berpendapat bahwa penyembuhan luka akan sangat baik bila
luka dibiarkan tetap kering. Mereka berpikir bahwa infeksi bakteri dapat dicegah apabila
seluruh cairan yang keluar dari luka terserap oleh pembalutnya. Akibatnya sebagian besar
luka dibalut oleh bahan kapas pada kondisi kering. Penelitian yang dilakukan Winter (1962)
tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka menjadi dasar
diketahuinya konsep Moist Wound Healing (Morrison, 2004).
Moist Wound Healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka
dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Munculnya konsep Moist Wound Healing
disertai dengan teknologi yang mendukung, hal tersebut menjadi dasar munculnya pembalut
luka modern (Mutiara, 2009).
Balutan modern (hidrogel) dapat mengendalikan infeksi lebih baik dibanding balutan
kasa, pada balutan modern dilaporkan rata-rata infeksi luka adalah 2,6% sedangkan pada
balutan kasa 7,1%. Penderita dengan luka kaki diabetes membutuhkan perawatan jangka
panjang sampai sembuh kembali. Perawatan pasien dengan luka kaki diabetes akan
menunjukkan penutupan luas area luka pada 4 minggu pertama dan sembuh total pada 12
minggu (Peter Sheehan, 2003).
Parameter pelayanan keperawatan yang berkualitas di rumah sakit salah satunya
adalah terkendalinya infeksi nosokomial. Pengendalian infeksi nosokomial menjadi demikian
penting karena semakin canggihnya peralatan – peralatan rumah sakit, namun disisi yang lain
semua upaya pemeriksaan cenderung dilakukan dengan prosedur invasif. Perawat profesional
yang bertugas di rumah sakit semakin diakui eksistensinya dalam setiap tatanan pelayanan
kesehatan, sehingga dalam memberikan pelayanan secara interdependen tidak terlepas dari
kepatuhan perawat dalam setiap prosedural yang bersifat invasif dan non invasif tersebut
seperti halnya perawatan luka operasi (Setiyawati & Supratman, 2008).
Perawatan luka yang tidak tepat dapat membuat penderitaan pasien akan
berkepanjangan dan tidak nyaman. Selama ini beberapa dokter atau perawat menggunakan
cara perawatan luka konvensional. Cara itu biasanya memerlukan kasa sebagai balutan dan
cairan natrium klorida untuk membasahi agar tercipta suasana lembab. Perawatan luka
konvensional memerlukan penggantian kasa yang sering karena luka harus sering dikompres
dan diganti sebelum kasa mengering. Bahkan tak jarang penggantian kasa menimbulkan
trauma pada luka yang baru sembuh dan bahkan rasa sakit pada pasien (Adisaputra, 2015).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Umum Tentang Ca Mammae


A. Anatomi Fisiologi Payudara
a. Anatomi Payudara
Kata payudara berasal dari bahasa Sansekerta payau yang artinya air dan
dara yang artinya perempuan. Dalam bahasa Latin, payudara disebut glandhula
mammae. Salah satu fungsi payudara adalah untuk menyusui. (Suryaningsih &
Sukaca, 2009).
Kelenjar mama atau payudara adalah perlengkapan pada organ reproduksi
perempuan yang mengeluarkan air susu. Payudara terletak di dalam fasia
superfisialis di daerah pektoral antara sternum dan aksila dan melebar dari kira-kira
iga kedua atau ketiga sampai iga keenam atau iga ketujuh. Berat dan ukuran
payudara berlain-lainan, pada masa pubertas membesar, dan bertambah besar selama
hamil dan sesudah melahirkan, dan menjadi atrofik pada usia lanjut.
Bentuk payudara cembung ke depan dengan puting di tengahnya,yang terdiri
atas kulit dan jaringan erektil dan berwarna tua. Puting ini dilingkari daerah yang
berwarna cokelat yang disebut areola. Dekat dasar puting terdapat kelenjar sebaseus,
yaitu kelenjar Montgomery, yang mengeluarkan zat lemak supaya puting tetap
lemas. Putting berlubang-lubang 15-20 buah, yang merupakan saluran dari kelenjar
susu.
Payudara terdiri atas bahan kelenjar susu atau jaringan aleolar, tersusun atas
lobus-lobus yang saling terpisah oleh jaringan ikat dan jaringan lemak. Setiap
lobulus terdiri atas sekelompok aleolus yang bermuara ke dalam duktus laktiferus
(saluaran air susu) yang bergabung dengan duktus-duktus lainnya untuk membentuk
saluran yang lebih besar dan berakhir dalam saluran sekretorik. Ketika saluran-
saluran ini mendekat puting, membesar untuk membentuk wadah penampungan air
susu, yang disebut sinus laktiferus, kemudian saluran itu menyempit lagi dan
menembus puting dan bermuara di atas permukaannya.
Sejumlah besar lemak ada di dalam jaringan pada permukaan payudara, dan
juga di antara lobulus. Saluran limfe banyak dijumpai. Saluran limfe mulai sebagai
pleksus halus dalam ruang interlobular jaringan kelenjar, bergabung dan membentuk
saluran lebih besar, yang berjalan ke arah kelompok pektoral kelenjar aksiler, yaitu
kelenjar mammae bagian dalam dan kelenjar supraklaikuler. Persediaan darah
diambil dari cabang arteria aksilaris, interkostalis, dan mama interna, dan pelayanan
persarafan dari saraf-saraf kutan dada. (Pearce, 2011).
Untuk dapat mengenal perjalanan penyakit kanker payudara dengan baik dan
memahami dasar-dasar tindakan operasi pada kanker payudara maka sangat penting
mengetahui anatomi payudara itu sendiri. (Manurung, 2018).
Payudara terletak pada hemithoraks kanan dan kiri dengan batas-batas
sebagai berikut:
1. Batas-batas payudara yang nampak dari luar :
a. Superior : Iga II atau III.
b. Inferior ; Iga VI atau VII.
c. Medial : Pinggiran sternum.
d. Lateral : Garis aksilaris anterior
2. Batas-batas payudara yang sesungguhnya :
a. Superior : Hampir sampai ke klavikula.
b. Medial : Garis tengah.
c. Lateral : m.latissimua dorsi.

b. Fisiologi Payudara
Organ payudara merupakan bagian dari organ reproduksi yang fungsi
utamanya menyekresi susu untuk nutrisi bayi yang dimulai pada minggu keenam
belas. Sesudah bayi lahir, dari payudara akan keluar sekret yang berupa cairan
bening yang disebut kolostrum yang kaya protein, dan dikeluarkan selama 2-3 hari
pertama; kemudian air susu mengalir lebih lancar dan menjadi air susu sempurna.
Sebuah hormone dari lobus anterior kelenjar hipofisis, yaitu prolaktin penting dalam
merangsang pembentukan air susu. (Pearce, 2011).
B. Defenisi Ca mammae
Ca mammae (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang berasal dari sel
kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit
payudara (Karsono, 2006). Ca mammae adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu,
jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (Wijaya, 2013).
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus
tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara.
Jika benjolan kanker tidak terkontrol, sel-sel kanker bias bermestastase pada bagian-
bagian tubuh lain. Metastase bias terjadi pada kelenjar getah bening ketiak ataupun diatas
tulang belikat. Seain itu sel-sel kanker bias bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan
bawah kulit. Kanker payudara merupakan penyakit yang disebabkan karena terjadinya
pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat di
kendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (kanker) sel (Brunner dan
Suddarth, 2005 ).
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus
tumbuh berlipar ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjol di payudara. Jika
benjolan kanker itu tidak di buang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar
(metastase) pada bagian tubuh lain dan nantinya dapat mengakibatkan kematian.
Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang
belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, kulit. Akibat
penyakit ini, penderita bisa merasakan nyeri, fungsi organ-organ yang terserang menurun
hingga bisa mengakibatkan kematian (Tasripiyah, 2012).

C. Etiologi
Tidak satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaliknya serangkaian
faktor genetik, hormonal, dan kemungkinan kejadian lingkungan dapt menunjang
terjadinya kanker ini. Bukti yang terus bermunculan menunjukan bahwa perubahan
genetik belum berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang menyebabkan
perubahan genetik masih belum diketahui. Perubahan genetik ini termasuk perubahan
atau mutasi dalam gen normal, dan pengaruh protein yang menekan atau menigkatkan
perkembangan kanker payudara. Hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium
mempunyai peran penting dalam kanker payudara. Dua hormon ovarium utama,
estradiol dan progesterone mengalami perubahan dalam lingkungan seluler, yang dapat
mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker payudara (Brunner dan Suddart, 2005)
Penyebab Ca Mammae menurut Adji (2010) :
1. Genetika
a. Adanya kecendrungan pada keluarga tertentulebih banyak kanker payudara
daripada keluarga yang lain.
b. Pada kembar monozygote, terdapat kanker yang sama
c. Terdapat kesamaan lateralisasi kanker buah dada pada keluarga dekat dari
penderita kanker payudara
d. Seorang dengan klinifelter akan mendapat kemungkinan 66 kali dari pria normal
atau angka kejadiannya 2%.
2. Hormon
a. Kanker payudara umumnya pada wanita, dan pada laki-laki kemungkinannya
sangat kecil.
b. Insiden akan lebih tinggi pada wanita diatas 35 tahun.
c. Saat ini pengobatan dangan menggunakan hormon hasilnya sangat memuaskan
3. Virogen
Baru dilakukan percobaan pada manusia dan belum terbukti pada manusia
4. Makanan
Terutama makanan yang banyak mengandung lemak
5. Radiasi daerah dada
Sudah lama diketahui, radiasi dapat menyebabkan mutagen.
Faktor resiko untuk kanker payudara menurut Tasripiyah (2012) yaitu sebagai
berikut:
1. Usia di atas 40 tahun.
2. Ada riwayat kanker payudara pada individu atau keluarga.
3. Menstruasi pada usia yang muda/ usia dini.
4. Manopause pada usia lanjut.
5. Tidak mempunyai anak atau mempunyai anak pertama pada usia lanjut.
6. Penggunaan esterogen eksogen dengan jangka panjang.
7. Riwayat penyakit fibrokistik.
8. Kanker endometrial, ovarium atau kanker kolon.
Akan tetapi hanya 25 % wanita yang mengalami kanker payudara mempunyai
beberapa faktor resiko ini. Karena itu salah satu faktor resiko yang paling penting adalah
sangat sederhana yaitu wanita. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan diet di
antara masukan tinggi lemak, kegemukan dan terjadinya kanker payudara, tetapi
hubungan ini belum di ciptakan secara pasti (Tasripiyah, 2012).

D. Patofisiologi
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada
sistem duktal, mula-mula terjadi hiperplasi sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik.
Sel-sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma
membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa
yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter1 cm). Pada ukuran itu kira-
kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mamae
bermetastase dengan penyebran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran
limfe dan aliran darah (Anoname 2, 2002)
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri-ciri:
proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur
jaringan sekitarnya. Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang
menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal
dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-
organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia terutama dalam
intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel di mana telah terjadi
transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel
normal (Anoname 2, 2012).
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut
transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi (Wijaya, 2013):
1. Fase Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus,
radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan
yang sama terhadap suatu karsinogen. kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya
yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen.
bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk
mengalami suatu keganasan.
2. Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh
promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan
(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Menurut Anoname 2 (2012) Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1. Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi faktor lingkungan
mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia.
2. Fase insitu: 1-5 tahun
Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-cancerous yang bisa
ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih,
kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3. Fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi meleui membrane sel ke
jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe. Waktu antara fase ke 3 dan ke 4
berlangsung antara beberpa minggu sampai beberapa tahun.
4. Fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke tempat-tempat lain
bertambah.

E. Tanda dan Gejala


Fase awal kanker payudara asimptomatik (tanpa ada tanda dan gejala). Tanda
awal yang paling umum terjadi adalah adanya benjolan atau penebalan pada payudara.
Kebanyakan 90 % ditemukan oleh wanita itu sendiri, akan tetapi di temukan secara
kebetulan, tidak dengan menggunakan pemeriksaan payudara sendiri (sadari), karena itu
yayasan kanker menekankan pentingnya melakukan sadari (Tasripiyah, 2012).
Tanda dan gejal lanjut dari kanker payudara meliputi kulit sekung (lesung),
retraksi atau deviasi putting susu, dan nyeri, nyeri tekan atau rabas khususnya berdarah,
dari putting. Kulit Peau d’ orange, kulit tebal dengan pori-pori yang menonjol sama
dengan kulit jeruk, dan atau ulserasi pada payudara keduanya merupakan tanda lanjut
dari penyakit (Tasripiyah, 2012).
Menurut Tasripiyah (2012) Tanda dan gejala ca mamae antara lain yaitu sebagai
berikut:
1. Ada benjolan yang keras di payudara
2. Bentuk puting berubah (bisa masuk kedalam atau terasa sakit terus-menerus),
mengeluarkan cairan / darah
3. Ada perubahan pada kulit payudara diantaranya berkerut, iritasi, seperti kulit jeruk
4. Adanya benjolan-benjolan kecil
5. Ada luka dipayudara yang sulit sembuh
6. Payudara terasa panas, memerah dan bengkak
7. Terasa sakit / nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker, tapi tetap harus
diwaspadai)
8. Terasa sangat gatal didaerah sekitar putting.
Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi). dan biasanya pada awal-awalnya
tidak terasa sakit. Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada 1
payudara.

F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut Brunner dan Suddart (2005) Ada beberapa pemeriksaan penunjang.
Namun secara umum terbagi 2 yaitu non invasive dan invasive.
1. Non Invasive
a. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
Jika SADARI dilakukan secara rutin, seorang wanita akan dapat menemukan
benjolan pada stadium dini. Sebaiknya SADARI dilakukan pada waktu yang sama
setiap bulan. Bagi wanita yang masih mengalami menstruasi, waktu yang paling
tepat untuk melakukan SADARI adalah 7-10 hari sesudah hari 1 menstruasi. Bagi
wanita pasca menopause, SADARI bisa dilakukan kapan saja, tetapi secara rutin
dilakuka setiap bulan (misalnya setiap awal bulan).
b. Mammografi
Mammografi yaitu pemeriksaan dengan metode radiologis sinar X yang
diradiasikan pada payudara. Kelebihan mammografi adalah kemampuan
mendeteksi tumor yang belum teraba (radius 0,5 cm) sekalipun masih dalam
stadium dini.Waktu yang tepat untuk melakukan mammografi pada wanita usia
produktif adalah hari ke 1-14 dari siklus haid. Pada perempuan usia nonproduktif
dianjurkan untuk kapan saja. Ketepatan pemeriksaan ini berbeda-beda berkisar
antara 83%-95%.
c. Ultrasound
Ultrasound telah digunakan sejak awal 50-an. Alat tersebut sangat berguna dan
akurat dalam mengevaluasi densitas payudara dan dan akurat dalam membedakan
antara kista dengan massa padat.Namun untuk masa yang lebih kecil antara 5-10
mm tidak dapat divisualisasi dan massa pada jaringan lemak payudara sulit
dievaluasi. Keuntungannya adalah tidak ada radiasi dan tidak ada nyeri.
d. Computed Tomografi dan Magnetic Resonance Imaging Scans
Penggunaan CT dan MRI untuk scanning untuk mengevaluasi kelainan payudara
sekarang sudah mulai diselidiki. Teknik ini mengambil peran dalam
mengevaluasi axila, mediastinum dan area supralivikula untuk adenopati dan
membantu dalam melakukan stging pada proses keganasan.
2. Invasiv
a. Sitologi Aspirasi
Sitologi aspirasi dilakukan menggunakan jarum halus (ukuran 20 atau yang lebih
kecil) dengan spuit untuk mengaspirasi sel pada area yang dicuriga, lalu dismear
di atas slide dan difiksasi segera dan diwarnai untuk evaluasi sitologi. Jika
specimen diambil secara tepat, prosedur ini sangat akurat. Namun pemeriksaan ini
tidak dapat untuk memeriksa gambaran histopatologi jaringan sebab pemeriksaan
ini tidak mampu mengambil struktur jaringan sekitar.
b. Core Needle Biopsy (CNB)
Biopsi jarum dengan menggunakan jarum bor yang besar sering dilakukan. Hal
tersebut lebih invasive dibandingkan dengan aspires jarum. CNB lebih akurat dan
bisa digunakan untuk menentukan reseptor estrogen dan progesterone serta bisa
dilakukan untuk memeriksa gambaran histopatologi.
c. Biopsy
Ini bisa dilakukan secara stereotaktik atau dengan bantuan ultrasound.

G. Komplikasi
Menurut Wijaya (2013) komplikasi Ca Mammae yaitu:
1. Metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe dan pembuluh darahkapiler
(penyebaran limfogen dan hematogen0, penyebarab hematogen dan limfogen dapat
mengenai hati, paru, pleura, tulang, sum-sum tulang ,otak ,syaraf.
2. Gangguan neuro varkuler
3. Faktor patologi
4. Fibrosis payudara
5. Kematian

H. Penatalaksanaan
Adanya beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya
tergantung pada stadium klinik payudara. Pengobatan kanker payudara biasanya
meliputi pembedahan/operasi, radioterapi/penyinaran, kemoterapi, dan terapi
hormonal. Penatalaksanaan medis biasanya tidak dalam bentuk tunggal, tetapi dalam
beberapa kombinasi (Tasripiyah, 2012).
1. Pembedahan/operasi
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara
yang terserang kanker payudara. Pembedahan paling utama dilakukan pada kanker
payudara stadium I dan II. Pembedahan dapat bersifat kuratif (menyembuhkan)
maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit). Tindakan pembedahan atau
operasi kanker payudara dapat dilakukan dengan 3 cars yaitu:
a. Masektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi pengangkatan sebagian dari
payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian pemberian terapi. Biasanya
lumpektomi direkomendasikan pada penderita yang besar tumornya kurang dari 2
cm dan letaknya di pinggir payudara.
b. Masektomi total (masetomi), yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja,
tetapi bukan kelenjer di ketiak.
c. Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara,
jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan
disekitar ketiak.
2. Radioterapi
Radiologi yaitu proses penyinaraan pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang
masih terisisa di payudara setelah payudara.tindakan ini mempunyai efek kurang baik
seperti tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit disekitar payudara
menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cendrung menurun sebagai akibat dari radiasi.
Pengobatan ini biasanya diberikan bersamaan dengan lumpektomi atau masektomi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam
bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infuse yang bertujuan membunuh sel kanker.
Sistem ini diharapkan mencapai target pada pengobatan kanker yang kemungkinan
telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Dampak dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang
diberikan pada saat kemoterapi.
4. Terapi hormonal
Pertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai hormone estrogen, oleh
karena itu tindakan mengurangi pembentukan hormone dapat menghambat laju
perkembangan sel kanker, terapi hormonal disebut juga dengan therapi anti estrogen
karena system kerjanya menghambat atau menghentikan kemampuan hormone
estrogen yang ada dalam menstimulus perkembangan kanker pada payudara

2. Tinjauan Tentang kulit


A. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar dari bagian tubuh dan terdiri dari berbagai
jenis jaringan ikat, saraf, otot, dan epidermis. Jaringan ini merupakan organ yang
memiliki banyak fungsi dan bertanggung jawab untuk memberikan sensasi,
termoregulasi, biokimia, kekebalan tubuh, pelindung fisik (Abrigo, McArthur. &
Kingshott, 2014), dan mempertahankan keseimbangan cairan (Rowan et al., 2015).
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan
proteksi terhadap organ-organ yang dapat dibawahnya dan membangun sebuah
barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar dan turun
berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital. 15% dari berat badan (BB)
adalah kulit. Kulit menerima 1/3 volume sirkulasi darah tubuh dengan ketebalan
bervariasi antar 0,5-6 mm. fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung. Satu inci
(2,5 cm) kulit terdiri atas 650 kelenjar keringat, 20 pembuluh darah, 600.000
melanosit dan ribuan saraf tepi, kuku dan k elenjar keringat (Irma. P. Arisanti 2013).
Kulit adalah system organ tubuh yang paling berat dari tubuh, merupakan
organ pembungkus seluruh permukaan tubuh. Kulit membangun sebuah barrier yang
memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi
dalam banyak fungsi tubuh yang vital. Kulit berfungsi untuk menjaga jaringan
internal dari trauma, bahaya radiasi sinar ultra-violet. Temperature yang ekstrim,
toksin dan bakteri ( Mar yunani, 2015).
b. Bagian – bagian dari lapisan – lapisan kulit

Gambar 1.1
Struktur Kulit

1) Lapisan epidermis ( kutikel)

Gambar 1.2
Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan kulit luar yang tipis dan avaskuler tidak ada
pembuluh darah.Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan
kulit. Ketebalan dari lapisan epidermis ini bervariasi tergantung pada tepi kulit
dalam hal ini, tebal epidermis berbeda – beda pada berbagai tempat ditubuh.
Lapisan epidermis yang paling tebal terletak pada telapak dan kaki.Lapisan
epidermis ini terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk (skuamosa), yang
mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel (Maryunani , 2015).

Lapisan ini mengalami regenerasi setiap 4 – 6 minggu. Lapisan


epidermis terutama berfungsi sebagai pelindung (melindungi masuknya bakteri
dan toksin), organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, sel pigmentasi
(melanosit), pembelahan dan dan mobilisasi sel, penegenalan allergen (sel
Langerhans) dan untuk keseimbangan cairan secara berlebihan. Lapisan
epidermis terdiri dari lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
paling terdalam), yang asing masing dijelaskan sebagai berikut:
a) Stratum korneum ( lapisan tanduk)
- Terdiri dari sel keratinosit yang elastis dan melindungi sel hidup sel
keratinosit bisa mengelupas dan berganti.
- Berbentuk seperti tanduk
- Lapisannya rata/flat
- Relative tebal dan terdapat sel mati
- Mudah abrasi dan diganti dengan sel baru
b) Srtatum Lucidum (lapisan jernih)
Ciri – ciri lapisan lusidum ini antara lain:
- Berupa garis translusen
- Terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan tangan
- Tidak nampak pada kulit tipis
- Sel mengandung protein = eleidin
- Mencegah ultraviolet dan sinar matahari
c) Stratum granulosum ( lapisan berbutir – butir)
- Ditandai dengan 3 – 5 lapis sel polygonal gepeng, intinya ditengah dan
sitoplasma terisi: granula basofilik yang kasar (yng dinamakan granula
keratohilin dan mengandung protein yang kaya histidine).
- Memicu proses keratinisasi (sel mati)
- Terdapat sel lengerhans (pengenalan allergen)
d) Stratum spinosum (stratum malphigi)
- Sel berbentuk polihedral (multi muka)
- Disebut “prikle cell”
- Terdapat proses aktif sintesa protein
- Tempat berlangsungnya pembelahan sel
- Sel dibentuk untuk mengganti sel diatasnya
- Terdapat sel Langerhans
- Terdapat berkas – berkas filament yang dinamakan tonofibril.
- Filament- filament tersebut dianggap memang berperan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap abrasi.
- Epidermis pada tempat yang terus-menerus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai lapisan spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
- Lapisan spinosum dan lapisan basale disebut juga sebgagai lapisan
palphigi.
e) Stratum Basale (lapisan basal)/ lapisan Germinativum:
- Terdiri 1 (satu) lapis sel koluimnar/kuboid yang mengandung
melanosit
- Terjadi proses pembelahan sel/mitosis yang hebat dan bertanggung
jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
- Epidermis diperbaharuai setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan.
- Keratinisasi, maturase dan migrasi pada sel kulit, dimulai pada lapisan
basale yaitu lapisan kulit yang paling dalam.
- Proses kreatinisasi merupakan proses yang terpenting
- Proses kreatinisasi adalah:
 Proses peremajaan sel-sel epidermis yang secara aktif dan terus-
menerus membelah diri dari lapisan basal menuju kelapisan
diatasnya, akhirnya terdesak menjadi sel-sel yang mati, kering dan
pipih dalam stratum korneum dan membentuk keratin (=zat
tanduk).
 Dikenal pula sebagai “turn over time”
 Normal berlangsung 21 hari (Maryunani , 2015)
2) Lapisan Dermis ( korium, kutis vera, true skin )

Gambar 1.3
Lapisan dermis
Dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang merupakan jaringan ikat
(Connective Tissue), memiliki banyak pembuluh darah, dan dikenal sebagai
“pabriknya kulit” karena memiliki system persarafan dan kelenjar tubuh.
Epidermis dan dermis dipisahkan oleh lapisan tipis yang disebut BMS atau
Dermal Epidermal Junction (DEJ).Lapisan ini mengalami gangguan saat
kejadian bula (Blister).

Dermis banyak pembuluh darah, folikel rambut, kelenjar keringat dan


kelenjar sebasea.Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivate epidermis
didalam dermis. Secara keseluruhan, lapisan dermis berfungsi sebagai struktur
penunjang, pemberi nutrisi, faktor pertumbuhan dan perbaikan kulit
(remodeling), keseimbangan cairan melalui pengaturan aliran sarah kulit., dan
termoregulasi melalui pengontrolan aliran darah kulit. Pada daerah ini bisa
menyebabkan kulit kehilangan elastisitasnya (kelemasannya) dan akhirnya
timbul keriput (Maryunani , 2015).
3) Subkutis/Hipodermis

Gambar 1.4
Lapisan subkutis

Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak
yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir stoplasma lemak yang
bertambah.Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang
fibrosa.Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adipose, berfungsi sebagai
getah bening.Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut
lebih tebal ( sampai 3 cm).
Lapisan subkutis/subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang
terdiri dari lapisan lemak dan jaringan ikat yang banyak terdapat pembuluh
darah dan saraf.Lapisan ini tersusun atas kelompok jaringan adipose (sel
lemak) yang dipisahkan oleh sel fibrous septa.Ketebalan lapisan ini bervariasi,
dimana diketahui lapisan yang paling tebal biasanya terdapat di abdomen dan
lapisan yang paling tipis terdapat kelopak mata dan penis.Jumlahnya dan
ukuranya-pun berbeda-beda menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi
individu. Makan yang berlebuh akan menimbulkan penimbunan lemak
dibawah jaringan kulit. Jadi, fungsi jaringan subkutis/ hypodermis, antara
lain.:

a) Jaringan subkutis melekat ke struktur dasar


b) Jaringan subkutis dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.
c) Sebagai isolasi panas (pelindung tubuh terhadap dingin) dan cadangan
kalori (tempat penyimpanan bahan bakar), dimana biasanya terdapat pada
bantalan jaringan yang lebih dalam).
d) Control bentuk tubuh

c. Apendiks Kulit
Apendiks – apendik kulit terdiri dari rambut, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat/ekrin, kelenjar apokrin dan kuku. Apendiks – apendiks kulit masing
masing dijelaskan sebagai berikut:

a) Rambut
Tempat asal rambut pada kulit dinamakan folikel rambut.Folikel rambut
dari keratin, tertanam dalam dinamakan epidermis dalam dermis,
kemudian hypodermis.Folikel rambut dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa
pada dermis (Maryunani , 2015).

b) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebase sering juga disebut sebagai ‘kelenjar palit’ atau ‘ kelenjar
minyak’. Hal ini disebabkan karena kelenjar ini memproduksi subtansi
minyak yang disebut sebum.Funsinya adalah untuk menghasilkan minyak
(sebum) untuk meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering.Kelanjar
sebasea paling tampak terlihat pada kulit bagian kepala, muka dan bahu
atas.Letak kelenjar sebasea lebih dekat ke permukaan kulit serta bermuara
pada saluran folikel rambut (Maryunani , 2015).

c) Kelenjar ekrin/keringat
1. Kelenjar keringat berfungsi untuk mensekresi keringat.
Sekresi/pengeluaran keringat dari kelenjar ekrin tersebut dapat diartikan
sebagai proses pendinginan tubuh (mengatur suhu tubuh).
2. Kelenjar ini terdapat diseluruh tubuh, berbentuk lebih lansing,
bermuara langsung di permukaan kulit.
3. Jumlah kelenjar ekrin pada saat lahir hapir sama jumlahnya pada orang
dewasa. Namun pada bayi baru lahir, fungsi kelenjar keringat baru
sempurna di usia 40 minggu. Hal ini disebabkan oleh kemampuan bayi
(khususnya neonates) menghasilkan keringat tidak sama dengan orang
dewasa.
4. Keringat diproduksi dalam suatu tubulus yang terdapat dermis dan
ditransportasikan oleh kelenjar keringat melalui epidermis untuk
dikeluarkan.
d.) Kelenjar apokrin
1. Kelenjar apokrin berfungsi mulai usia pubertas, yang mengeluarkan
cairan yang lebih kental dan berbau khas individu.
2. Bau badan seseorang biasanya juga dipengaruhi oleh aktivitas bakteri
pada kulit normal yang berhubungan dengan pengeluaran keringat.
3. Jumlahnya lebih sedikit, hanya terdapat di ketiak, liang telinga, puting
payudara dan daerah kelamin.
4. Apokrin diproduksi juga pada tubulus yang terdapat pada dermis.
e.) Kuku
1. Kuku adalah kulit yang merupakan bagian akhir lapisan tanduk yang
menebal dan terletak pada akhir jari tangan dan kaki.
2. Kuku berbentuk plat pada yang terbuat dari keratin.
3. Kuku terdiri dari akar kuku (bagian yang terbenam di dalam kulit jari)
dan bagian yang berada di luar kulit jari.
4. Bagian luar kuku terdiri atas badan kuku (bagian yang menempel
diatas jaringan lunak jari) dan bagian kuku bebas (bagian yang
menonjol keluar).
5. Kuku berfungsi
- Sebagai penghias
- Mengidentifikasi kesehatan seseorang. ( kuku yang berwarna merah
mudah menandakan suplai oksegenasi baik. Sementara itu, kuku
yang panjang dan kotor menandakan sesorang tidak memperhatikkan
kesehatan/kebersihan).
6. Pertumbuhan kuku rata – rata 0,1 mm perhari
7. Pertumbuhan kuku jari kaki lebih lembat dari pada kuku jari tangan
(Maryunani , 2015).

d. Fungsi kulit
Berikut ini adalah beberapa fungsi kulit:

1. Fungsi kulit sebagai proteksi/pelindung tubuh


a. Gangguan fisik dan mekanik dari bahan iritan, tekanan dan gesekan
oleh bantalan lemak subkutis sebagai ‘shock absorber’ dan ketebalan
lapisan kulit serta jaringan penunjang.
b. Gangguan suhu panas oleh kelenjar keringat, atau dingin oleh
kontraksi otot.
c. Gangguan sinar ultraviolet atau radiasi yang akan diserap oleh sel
melanosit di lapisan basal.
d. Gangguan bibit penyakit virus, bakteri, jamur dan parasite yang akan
ditanggulangi oleh lemak permukaan kulit, hasil sekresi kelenjar
sebasea yang mempunyai Ph 5,0 – 6,5.
e. Jika kulit pecah/retak/terganggu, kulit akan memberikan perlindungan
pertahanan (barrier protection) baik dari trauma mekanis, kimia
maupun organism pathogen.
f. Mempertahankan hidrasi pada jaringan dibawahnya.
g. Pergantian epidermis yang menetap menjaga pathogen dari sisa-sisa di
kulit selama periode waktu yang lama.
2. Fungsi kulit sebagai absorbs
Penyerapan bersifat selektif
Daya serap = oleh ketebalan kulit, kelembaban dan vehikulum (bahan
pembawa obat).
3. Fungsi kulit sebagai ekskresi
a. Kulit mengekskresikan produk -produk sisa, seperti keringat dan
sebum
b. Pada janin kulit mengekskresikan vernix (setara sebum pada orang
dewasa).
c. Produk – produk sisa tersebut seperti cairan yang mengandung sodium
khlorida, urea, sulfat yang diekskresikan oleh kelenjar keringat.
d. Sebum adalah substansi yang diekskresikan oleh kelenjar sebasea
melalui folikel rambut dan cabang – cabangnya pada permukaan kulit.
e. Sebum ini memberikan lapisan asam pada kulit.
f. Lapisan asam merupakan substansi anti-bakteri alamiah yang menunda
pertumbuhan mikroorganisme.
g. Resistensi terhadap mikroorganisme pathogen juga diberikan oleh flora
kulit normal melalui gangguan bakteri.
4. Fuksi kulit sebagai sensasi/persepsi/pengindera (alat peraba &
perasa):Sensasi kulit terjadi sebagai berikut:
a. Reseptor-reseptor sraf pada kulit (ujung – ujung saraf sensorik)
sensitive terhadap nyeri, sentuhan, temperature dan tekanan.
b. Kombinasi dari empat tipe sensasi tersebut menghasilkan rasa geli
(seperti terbakar), gatal dan sakit.
5. Fungsi kulit sebagai pengaturan suhu tubuh (thermoregulasi)
a. Thermoregulasi diberikan oleh kulit, yang yang bertindak sebagai
“barrier” antara lingkungan luar dan lingkungan dalam untuk
mempertahankan temperature tubuh.
b. Terdapat dua mekanisme termoregulasi utama, yaitu sirkulasi dan
berkeringat.
c. Pada keadaan normal, temperature kulit selalu lebih rendah dari
temperature permukaan luka.
6. Fungsi kulit sebagai pembentukan pigmen: Oleh melanosit.
7. Fungsi kulit dalam proses kretinisasi: Peremajaan kulit sekaligus juga
melepas jasad renik yang menempel.
8. Fungsikulit dalam pembentukan vitamin D
a. Kulit perlu untuk mensintesa vitamin D
b. Sintesa vitamin D terjadi pada kulit dengan adanya sinar matahari.
c. Sinar ultraviolet mengubah sterol (7-dehydrocholestrol) menjadi
cholecalciferol (vitamin D).
d. Vitamin D berpartisipasi dalam metabolesme kalsium dan fosfat.
e. Hal ini penting untuk pembentukan dan pertahanan struktur dan
kekuatan tulang.
9. Fungsi kulit berperan dalam system imunitas
a. System imun kulit memberikan perlindungan terhadap penyebaran
mikroorganisme dan antigen.
b. Sel – sel kulit yang memberikan perlindungan imun adalah sel-sel
Langerhans, sel penghasil antigen yang ditemukan di epidermis,
mikrofags jaringan, yang menelan dan mencerna bakteri dan zat-zat
lain, mast cell yang mengandung histamin (dilepaskan pada reaksi
inflamasi), dan dendrosit. Baik makrofags maupun mast cells
ditemukan pada dermis (Auger, 1989: B beyon, 1983 dalam
Maryunani , 2015).
10. Fungsi kulit sebagai ekspresi emosi dan interaksi
a. Kulit merupakan organ komunikasi non-verbal (tersenyum,
merengut/cemberut, mencibir).
b. Wajah dan bibir tersenyum menandakan emosi gembira.
c. Saat sedih seringkali keluar air mata.
d. Saat takut, kulit akan tampaka pucat karena kontraksi pembuluh darah
kapiler kulit, dan sebagainya.
e. Kulit juga merupakan identifikasi (krateristik wajah, pengkajian
internal dan eksternal terhadap kecantikan dan penerimaan).
f. Sensai sentuhan juga dapat mengkomunikasikan perasaan rasa nyaman
perhatian, persahabatan dan cinta.
g. Injuri terhadap kulit dapat mempengaruhi body image.
h. Jaringan parut (skar) dapat menyebabkan perubahan dalam pemilihan
pakaian, menghindari bertemu public dan penurunan harga diri
(Maryunani , 2015).

3. Tinjauan Tentang LUKA


A. Definisi Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka bisa
diklasifi kasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama
penyembuhan (Kartika, 2015).
Selain itu juga luka didefinisikan sebagai rusaknya kesatuan / komponen jaringan,
dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang (Maryunani,
2015)

B. Jenis Luka
Luka di bedakan menjadi dua berdasarkan waktu penyembuhannya yaitu luka akut dan
luka kronis. Luka akut yaitu luka yang baru dan penyembuhannya berlansung kurang
dari beberapa hari. Sedangkan luka kronis dapat didefinisikan sebagai luka yang karena
beberapa alasan sehingga proses penyembuhannya terhambat. Luka kronis dapat
berlangsung selama beberapa minggu atau berbulan-bulan bahkan tahunan tergantung
penanganan dari luka tersebut (Semer, 2013).
Luka dapat di bedakan berdasarkan kecenderungan dan derajat kontaminasi luka,
yaitu Luka bersih, Luka bersih-terkontaminasi, Luka terkontaminasi, Luka kotor atau
terinfeksi (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
1. Luka bersih, merupakan luka yang tidak terinfeksi, terdapat proses inflamasi yang
sangat minimal dan tidak mengenai saluran nafas, saluran cerna, saluran genitalia,
dan saluran kemih. Luka bersih terutama terdapat pada luka tertutup.
2. Luka bersih-terkontaminasi, merupakan luka bedah yang telah mengenai saluran
nafas, saluran cerna, saluran genitalia, dan saluran kemih. Luka tersebut tidak
memperlihatkan tanda infeksi.
3. Luka terkontaminasi, merupakan luka terbuka, baru, akibat kecelakaan, dan luka
pembedahan yang tidak di lakukan dengan teknik steril atau adanya sejumlah besar
rembesan dari saluran cerna. Luka terkontaminasi memperlihatkan terjadinya proses
inflamasi.
4. Luka kotor atau terinfeksi, merupakan luka yang berisi jaringan mati dan luka yang
memperlihatkan tanda-tanda infeksi klinis seperti drainase purulen
Berdasarkan kedalam dan luasnya luka di bagi menjadi stadium I s/d stadium IV
(Maryunani, 2015)
1. Stadium I : Luka superfisial “Non-Blanching Erithema”
Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

Gambar 2.1 luka stadium I (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)

2. Stadium II : Luka “Partial Thickness”


Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis atau bagian atas dari dermis
tetapi tidak melintasinya. Tanda klinis dari luka stadium II antara lain abrasi, blister
atau lubang yang dangkal, lembab dan nyeri.

Gambar 2.2 luka stadium II (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)
3. Stadium III : Luka “Full Thickness”
Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan epidermis, dermis dan
subkutan tetapi belum melewatinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis
dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang
yang dalam dengan atau tanpa merusak jarigan sekitarnya. Bisa meliputi jaringan
nekrotik atau infeksi.

Gambar 2.3 luka stadium III (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)

4. Stadium IV : Luka “Full Thickness”


Yaitu luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya
destruksi atau kerusakan yang luas.

Gambar 2.4 luka stadium IV (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)

C. Etiologi Luka
Beberapa etiologi dari luka menurut (Maryunani, 2015) di antaranya :
1. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
2. Luka abrasi / babras / lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Biasa terjadi pada kulit
dan tidak sampai jaringan subkutis.
3. Luka robek / laserasi, biasanya terjadi akibat benda tajam atau benda tumpul.
Seringkali meliputi kerusakan jaringan yang berat, sering menyebabkan perdarahan
yang serius dan berakibat syok hipovolemik.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Walaupun perdarahan
nyata seringkali sedikit, kerusakan jaringan internal dapat sangat luas. Luka bisa
mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan adanya benda asing
pada tubuh.
5. Luka tembak, yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal
luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar. Luka ini biasa disebabkan oleh peluru.
6. Luka gigitan, biasanya di sebabkan oleh gigitan binatang mau pun gigitan manusia.
Biasanya kecil namun dalam dan dapat menimbulkan komplikasi infeksi berat.
7. Luka avulsi, yaitu luka yang di sebabkan oleh terkelupasnya sebagian jaringan
bawah kulit tetapi sebagian masih terhubung dengan tubuh.
8. Luka hancur, sulit di golongkan dalam salah satu jenis luka. Luka hancur seringkali
berujung pada amputasi.

D. Fisiologi Penyembuhan luka


Proses penyembuhan luka merupakan proses yang secara normal akan terjadi
kepada setiap individu yang mengalami luka. Artinya secara alami tubuh yang sehat
mempunyai kemampuan untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Setiap terjadi luka,
secara alami mekanisme tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen jaringan
yang rusak dengan membentuk struktur baru dan fungsional yang sama dengan keadaan
sebelumnya (Maryunani, 2015)
Gambar 2.5 Grafik fase penyembuhan luka mulai dari fase inflamasi, fase proliferasi, dan
fase maturasi (Bryant & Nix, 2016)
Penyembuhan luka secara umum akan melalui tiga proses penyembuhan luka
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi / remodeling (Maryunani, 2015).
1. Fase inflamasi:
Fase inflamasi hanya berlansung selama 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi. Fase ini merupakan respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang menyebabkan rusaknya jaringan lunak. Dalam fase ini pendarahan
akan di hentikan dan area luka akan dibersihkan dari benda asing, sel-sel mati dan
bakteri untuk mempersiapkan proses penyembuhan. Pada fase ini akan berperan
pletelet yang berfungsi hemostasis, dan lekosit serta makrofag yang mengambil
fungsi fagositosis. Tercapainya fase inflamasi dapat di tandai dengan adanya
eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlansung sampai hari ke-3
atau hari ke-4.

Gambar 2.6 Fase Inflamasi (Wiley & Sons, 2013)

2. Fase proliferasi atau epitelisasi


Fase ini merupakan lanjutan dari fase inflamasi. Dalam fase proliferasi terjadi
perbaikan dan penyembuhan luka yang ditandai dengan proliferasi sel. Yang
berperan penting dalam fase ini adalah fibroblas yang bertanggung jawab pada
persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan. Selama proses ini berlansung, terjadi proses granulasi dimana
sejumlah sel dan pembuluh darah baru tertanam di dalam jaringan baru. Selanjutnya
dalam fase ini juga terjadi proses epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal.
Gambar 2.7 Fase Proliferasi (Maryunani, 2015)

3. Fase maturasi atau remodelling


Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah terjadi luka dan berakhir sampai kurang
lebih 12 bulan. Dalam fase ini terjadi penyempurnaan terbentuknya jaringan baru
menjadi jaringan penyembuhan yang lebih kuat dan bermutu. Sintesa kolagen yang
telah dimulai pada fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali
pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase.
Penyembuhan akan tercapai secara optimal jika terjadi keseimbangan antara kolagen
yang di produksi dengan kolagen yang dipecahkan Kelebihan kolagen pada fase ini
akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar.
Sedangkan produksi kolagen yang terlalu sedikit juga dapat mengakibatkan turunnya
kekuatan jaringan parut sehingga luka akan selalu terbuka.

Gambar 2.8 Fase maturasi atau remodelling (Wiley & Sons, 2013)
E. Karakteristik Luka
Karakteristik luka dapat di lihat dari lokasi, bentuk, ukuran, kedalaman, tepi,
Undermining/Tunneling, karakteristik jaringan nekrotik, eksudat, warna kulit di sekitar
luka, edema, indurasi, karakteristik lain, jaringan granulasi, dan epitelisasi (Sussman &
Jensen, 2007).
1. Lokasi
Lokasi luka merupakan tempat terjadinya luka pada anatomi tubuh si pasien. Lokasi
luka perlu di ketahui untuk memprediksi penyembuhan luka. Lokasi luka telah
terbukti mempengaruhi penyembuhan. Namun, lokasi spesifik mana yang
menguntungkan atau merugikan penyembuhan masih harus ditentukan.
2. Bentuk
Untuk luka yang akan sembuh, akan sering berubah bentuk dan mungkin akan
berbentuk lebih teratur, bentuk melingkar atau oval. Bentuk luka dianggap lebih
membantu untuk menentukan ukuran keseluruhan luka. Bentuk luka ditentukan
dengan mengevaluasi perimeter luka. Bentuk luka dilapisi dengan kontraksi luka.
Kontraksi luka bisa terlihat saat area permukaan luka terbuka berkurang dan saat
bentuk luka berubah.
3. Ukuran
Ukuran luka dapat di artikan sebagai luas permukaan luka si pasien. Luas
permukaan dapat dilihat dengan mengalikan panjang dengan lebar. Metode yang
paling umum digunakan dalam menentukan ukuran adalah mengukur (dalam cm)
aspek terpanjang dan tegak lurus dari permukaan luka yang terlihat. Hal ini dapat
menjadi sulit untuk ditentukan dalam mengukur ukuran pada beberapa luka, karena
tepi luka mungkin sulit untuk diketahui atau tepinya mungkin tidak teratur.
4. Kedalaman
Merupakan ukuran dasar luka ke permukaan luka. Mengukur kedalaman luka dapat
dengan menggunakan aplikator yang berujung katun/kapas. Masukkan aplikator di
bagian terdalam dari luka dan tandai aplikator dengan pulpen, dan ukur jarak dari
ujung yang ditandai, dengan menggunakan panduan pengukuran metrik.
5. Tepi
Tepi luka merupakan daerah dimana jaringan normal menyatu dengan dasar luka.
Tepi luka menunjukkan beberapa karakteristik luka yang paling penting. Saat
menilai tepi luka, lihat bagaimana penamakan dari luka tersebut.
6. Undermining/Tunneling
Undermining/Tunneling merupakan hilangnya jaringan dibawah permukaan kulit
yang utuh. Undermining didefinisikan sebagai pengikisan dibawah tepi luka, dan
tunneling didefinisikan sebagai sebaris dari jalur bidang yang mengarah ke saluran
sinus. Undermining biasanya melibatkan jaringan subkutan dan mengikuti jalur
bidang disamping luka. Tunneling biasanya melibatkan persentase kecil dari margin
luka: sempit dan cukup panjang dan tampaknya memiliki tujuan.
7. Karakteristik jaringan nekrotik
Nekrosis didefinisikan sebagai jaringan devisa yang mati. Dapat berwarna hitam,
coklat, abu-abu, atau kuning. Tekstur bisa kering dan kasar, lembut, lembab, atau
berserabut. Karakteristik jaringan nekrotik meliputi tampilan, warna, konsistensi.
Bau bisa ada atau tidak ada. Banyak tenaga kesehatan yang salah menilai jaringan
nekrotik. Terkadang merreka menilai jaringan kuning dan putih sebagai jaringan
nekrotik padahal tidak selamanya seperti itu. Jaringan kuning bisa berupa lemak
kuning yang sehat, membran reticular dermis, atau tendon. Jaringan putih bisa
berupa jaringan ikat, fasia, atau ligamen.
8. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terdapat pada luka. Untuk menilai jumlah eksudat di
luka, amati dua area yakni luka itu sendiri dan balutan yang digunakan pada luka.
Amati luka untuk menilai kelembaban yang ada. Sebelum menilai jenis eksudat,
bersihkan luka dengan NaCl atau air putih secara normal dan evaluasi eksudat segar.
Pilih jenis eksudat yang dominan di luka, sesuai warna dan konsistensi.
9. Warna Kulit di Sekitar luka
Warna kulit di sekitar luka dapat mengindikasikan luka lebih lanjut dari tekanan,
gesekan, atau gunting. Karakteristik Kulit di Sekitar luka sering merupakan indikasi
pertama yang menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Yang paling sering
ditemukan dalam pengamatan kulit disekitar luka adalah eritema. Eritema
didefinisikan sebagai kemerahan atau kehitaman pada kulit, dibandingkan dengan
kulit di sekitarnya. Eritema setelah trauma disebabkan oleh pecahnya venula dan
kapiler kecil atau mungkin disebabkan oleh aliran darah masuk untuk memulai
proses peradangan.
10. Edema
Edema merupakan pembengkakakan yang terjadi pada luka dan sekitarnya. Kaji
jaringan dalam 4 cm tepi luka. Kenali edema dengan menekan jari ke dalam jaringan
dan tunggu selama 5 detik. Saat melepaskan tekanan, jaringan gagal untuk kembali
ke posisi normal, dan lekukan muncul. Ukur seberapa jauh edema melampaui tepi
luka.
11. Indurasi
Indurasi adalah ketegasan jaringan yang abnormal dengan margin. Indurasi dapat
menjadi tanda kerusakan yang akan terjadi pada jaringan. Seiring dengan perubahan
warna kulit, indurasi merupakan pertanda trauma jaringan akibat tekanan lebih
lanjut. Raba dimana indurasi dimulai dan dimana ia berakhir. Raba dari jaringan
sehat, bergerak menuju tepi luka. Biasanya terasa sedikit ketegasan pada tepi luka
itu. Jaringan normal terasa lembut dan kenyal sedangan indurasi terasa keras dan
tegas saat disentuh.
12. Karakteristik lain
Karakteristik lain yang dapat dievaluasi pada jaringan disekitarnya termasuk
maserasi dan perdarahan. Maserasi didefinisikan sebagai pelunakan pada jaringan
ikat. Jaringan maserasi kehilangan pigmentasi dan bahkan pigmen kulit yang gelap
terlihat pucat. Jaringan yang melemah ini sangat rentan terhadap trauma,
menyebabkan kerusakan dari jaringan maserasi dan pembesaran luka.
13. Jaringan granulasi
Jaringan granulasi adalah penanda dari kesehatan luka. Itu adalah tanda fase
proliferatif dari penyembuhan luka dan biasanya akhir dari penutupan luka. Jaringan
granulasi berkembang dari pembuluh darah kecil dan jaringan ikat ke rongga luka.
Jaringan granulasi itu sehat jika cerah, berdaging merah, mengkilap dan granular
dengan penampilan seperti beludru.
14. Epithelization
Epithelization adalah proses pelepasan epidermal dan muncul sebagai kulit merah
muda atau merah. Epithelization mungkin pertama diperhatikan selama fase
peradangan atau fase proliferasi dari penyembuhan sebagai jaringan merah muda
yang berpigmen ringan, bahkan pada individu dengan kulit berwarna gelap. Banyak
orang membingungkan jaringan parut pink terang atau kulit baru sebagai eritema.
Pada luka dengan ketebalan parsial, sel epitel dapat berpindah dari tempat di
permukaan luka atau dari tepi luka, atau keduanya. Pada luka dengan ketebalan
penuh, pelepasan epidermal terjadi dari tepi saja, biasanya setelah luka hampir
sepenuhnya terisi dengan jaringan granulasi
F. Perawatan luka
Dalam perawatan luka di kenal dua teknik dasar yang sering di terapkan untuk
merawat luka yaitu teknik steril dan teknik bersih. Teknik steril merupakan teknik di
mana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan yang telah disterilkan sehingga
tidak ada bakteri atau partikel virus yang menempel di permukaannya. Beberapa contoh
peralatan steril antara lain peralatan yang telah di sterilkan dengan Autoklaf untuk
digunakan di ruang operasi serta beberapa peralatan medis yang telah di sterilkan dan
dibungkus dengan baik dari pabrik sehingga tidak terkontaminasi dengan lingkungan luar
yang tidak steril. Sedangkan teknik bersih adalah teknik dimana tenaga kesehatan
memakai peralatan dan bahan yang tidak memerlukan perlakukan yang seksama seperti
memperlakukan instrumen
steril. Cukup dengan peralatan yang telah di bersihkan dengan alkohol tanpa harus di
masukkan ke Autoklaf terlebih dahulu (Semer, 2013).
Seiring dengan perkembangan zaman, di kenal teknik perawatan konvensional
dan teknik perawatan luka modern. Teknik rawat luka modern lebih efektif daripada
konvensional yang di buktikan dengan penelitian tentang Teknik Perawatan Luka
Modern dan Konvensional Terhadap Kadar Interleukin 1 dan Interleukin 6 Pada Pasien
Luka diabetik. Dalam penelitian ini diamati peningngkatkan perubahan faktor
pertumbuhan dan sitokin, terutama interleukin. Proses penyembuhan luka dipengaruhi
faktor pertumbuhan dan sitokin, hal ini akan dirangsang oleh pembalutan luka. teknik
pembalutan luka modern (Kalsium alginat) dapat menyerap luka drainase, non oklusive,
non adhesif, dan debridement autolitik (Nontji, Hariati, & Arafat, 2015).
Kartika (2015) menjelaskan dalam tulisannya tentang Pengkajian Luka:
1. Status nutrisi pasien: BMI (body mass index), kadar albumin
2. Status vaskuler: Hb, TcO2
3. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan yang lain
4. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya
5. Kondisi luka:
a. Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka
b. Eksudat dan bau
c. Warna dasar luka: Dasar pengkajian berdasarkan warna: slough (yellow),
necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),
epithelialising (pink).
1) Luka dasar merah:
Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah mempertahankan
lingkungan luka dalam keadaan lembap, mencegah trauma/perdarahan serta
mencegah eksudat.

Gambar 2.9 Luka dengan warna dasar merah tua atau terang dan selalu
tampak lembap merupakan luka bersih dengan banyak vaskulerisasi,
karenanya luka mudah berdarah (Kartika, 2015)
2) Luka dasar hitam:
Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem autolisis debridement agar
luka berwarna merah, kontrol eksudat, menghilangkan bau tidak sedap dan
mengurangi/menghindari kejadian infeksi.

Gambar 2.10 Luka dengan warna dasar hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskuler (Kartika, 2015)
3) Luka dasar kuning:
Tujuan perawatan sama dengan luka dasar warna kuning, yaitu
pembersihan jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis
debridement maupun dengan pembedahan.
Gambar 2.11 Luka dengan warna dasar kuning/kuning kecoklatan/kuning
kehijauan/kuning pucat adalah jaringan nekrosis merupakan kondisi luka
yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskuler (Kartika, 2015)
4) Luka dasar pink:
Tujuan perawatan warna dasar luka pink menunjukkan terjadinya proses
epitalisasi dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup,
namun biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilindungi selama
proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel dapat
membantu agar tidak timbul luka baru.

Gambar 2.12 (pink/merah/merah tua) disebut dengan jaringan sehat,


granulasi, epitelisasi, vaskularisasi

G. Jenis penyembuhan luka


Luka dapat dijelaskan proses penyembuhannya sesuai dengan jenis atau metode
penutupan pada penyembuhan luka (Maryunani, 2015). Jenis penutupan pada luka
tersebut antara lain:
1. Primary intention
Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman full ticknes yang di tutup dengan
tindakan menjahit, staples, atau perekat. Umumnya penyembuhan luka jenis ini
dapat sembuh dengan cepat. Infeksi pada penyembuhan luka jenis ini juga tergolong
jarang bahkan tidak ada. Jaringan granulasi dan jaringan parut pada janis
penyembuhan ini juga tergolong sangat sedikit. Contoh jenis penyembuhan primary
intention adalah luka insisi bedah

Gambar 2.13 Jenis penyembuhan luka primary intention (Maryunani, 2015)


2. Secondary intention
Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman partial atau full thicknes yang secara
sengaja dibiarkan terbuka agar terjadi penyembuhan luka melalui deposisi jaringan
granulasi. Umumnya penyembuhan luka jenis ini dapat sembuh dengan sangat
lambat. Infeksi juga seringkali ditemukan pada penyembuhan luka jenis ini. Jaringan
granulasi dan jaringan parut pada janis penyembuhan ini juga tergolong sangat
banyak. Contoh jenis penyembuhan secondary intention adalah ulkus kaki

Gambar 2.14 Jenis penyembuhan luka secondary intention (Maryunani, 2015)


3. Tertiary intention
Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman full thicknes biasanya secara sengaja
dibiarkan terbuka untuk mengupayakan debridement atau penurunan edema sampai
kondisi optimal terpenuhi untuk penutupan luka aktif. Umumnya penyembuhan luka
jenis ini dapat sembuh dengan lambat. Infeksi juga seringkali ditemukan pada
penyembuhan luka jenis ini. Jaringan granulasi dan jaringan parut pada janis
penyembuhan ini juga tergolong banyak. Contoh jenis penyembuhan tertiary
intention adalah luka insisi terbuka.

Gambar 2.15 Jenis penyembuhan luka tertiary intention (Maryunani, 2015)

H. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


Menurut Astuti (2014), stres merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi penyembuhan luka.
Proses penyembuhan luka dapat dihambat atau dipengaruhi secara negatif oleh
banyak faktor yang dapat dibagi menjadi faktor sistemik dan lokal. Faktor sistemik
antara lain trauma, devisiensi imun, penyakit autoimun, penyakit metabolik, diabetes,
malnutrisi dan kekurangan nutrisi, stres psikososial, dan usia. Faktor ini sering
mengakibatkan perkembangan luka kronis. Sedangkan faktor lokal antara lain fisik,
tekanan lokal, perfusi pembulu darah, dan cacat neurologis (Wild, Rahbarnia, Kellner,
Sobotka, & Eberlein, 2010).
Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka
antara lain perawatan yang kurang baik, Osteomylitis kronis, konsumsi tembakau,
kanker, malnutrisi, diabetes, obat-obatan, radiasi, dan sirkulasi yang buruk (Semer,
2013).
1. Perawatan yang kurang baik
Banyak luka tidak dapat segera sembuh karena kurang perawatan. Semua jaringan
nekrotik harus dibuang, infeksi di jaringan sekitar ditangani dengan antibiotik, dan
penanganan luka yang memadai pun dilakukan.
2. Osteomylitis kronis
Pertimbangkan infeksi di tulang (Osteomylitis kronis), terlebih jika ada kejadian
trauma atau patah tulang. Osteomylitis kronis adalah masalah yang serius di negara
berkembang. Karena infeksi di tulang mencegah jaringan lunak dan tulang untuk
menyembuh, hal tersebut adalah penyebab utama morbiditas pasien yang menderita
patah tulang terbuka. Pasien biasanya memerlukan 6 minggu pengobatan antibiotik
dan tulang harus di debridemen supaya penyembuhan dapat berjalan.
3. Konsumsi tembakau
Beberapa orang tidak memperhatikan efek tembakau terhadap penyembuhan luka.
Nikotin menurunkan aliran darah dengan menyumbat pembuluh darah kecil.
Kapasitas penghantaran oksigen juga mengalami penurunan karena
karbonmonoksida. Hal tersebut dapat memperparah kerusakan jaringan yang rusak
dan jaringan yang relatif hipoksia seperti tulang.
4. Kanker
Luka yang berlansung lama (beberapa bulan hingga tahun) yang tampak mengkilap
dan tidak kunjung sembuhbisa saja ternyata sebuah kanker. Biasanya luka ini terlihat
sedikit berbeda di banding luka terbuka pada umumnya. Tepi meninggi dan tidak
beraturan merupakan indikasi adanya kanker. Luka bakar dapat juga berubah
menjadi kanker kulit. Jika ragu, ambil biopsi dari jaringan dan kirimkan ke ahli
patologi anatomi. Kanker harus dieksisi semuanya untuk penyembuhan luka dan
mencegah kambuh.
5. Malnutrisi
Malnutrisi adalah masalah yang pelik di daerah tertinggal. Protein dan kalori yang
cukup diperlukan dalam proses penyembuhan luka. Vitamin C, A, zat besi, dan zink
juga merupakan nutrien penting untuk penyembuhan luka. Jika tersedia, suplemen
nutrisi untuk pasien yang kekurangan nutrisi sangat diperlukan.
6. Diabetes
Pasien dengan diabetes memiliki penyembuhan yang lambat. Menjaga kadar gula
darah dapat mempercepat penyembuhan luka.
7. Obat-obatan
Perhatikan daftar obat yang dikonsumsi pasien. Steroid dan NSAID dapat
mempengaruhi penyembuhan. Vitamin A 25.000 IU/hari oral atau 200.000 IU/8 jam
topikal selama 1-2 minggu dapat menggurangi efek steroid.
8. Radiasi
Luka yang terletak di daerah yang pernah mendapat radiasi akan memerlukan waktu
yang sangat panjang untuk menyembuh jika terjadi luka. pemberian suplemen
vitamin E selama 1-2 minggu (100 - 400 IU/hari) dapat berguna.
9. Sirkulasi yang buruk
Untuk luka di ekstremitas bawah, rasakan pulsasi di sekitar tumit dan kaki. Jika
tidak dijumpai pulsasi, pasien tersebut memilliki penurunan aliran darah ke
ekstremitas dan luka tidak akan menyembuh.

4. Tinjauan Umum Tentang Modern Dressing


A. Pengertian modern dressing
Modern dressing teknik perawatan luka denganmenciptakan kondisi lembab pada
luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan penyembuhan luka,
menggunakan balutan semi occlusive, full occlusive dan impermeable dressing
berdasarkan pertimbangan biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety).
B. Konsep manejemen luka modern/terkini
Konsep manejeman atau penyembuhan luka dewasa ini mengalami yang cukup
pesat dengan beberapa fungsi kerja umum maupun spesifik, serat menciptakan
kelembababn pada area dan sekitar luka. Beberapa fungsi kerja manejemen atau
perawatan luka yang modern saat ini, mencakup:
a. Mengoptimalkan kerja dari neurotrofil, makrofag,fibrablast,protease (enzyme
debinder), growth factors.
b. Meminimalkan rasa sakit (mengurangi sakit pada ujung syaraf karena kondisi luka
dalam keadaan lembab)
c. Meminimalkan infeksi (sel-sel meningkatkan daya tahan tubuh, lebih sedikit jaringan
kering yang mati sehingga mengurangi timbulnya mikroorganisme).
d. Mengurangi kemungkinan adanya luka baru pada saat penggantian balutan luka.
e. Mengurangi resiko perpindahan mikroorganisme.
f. Mengurangi pencemaan udara pada saat penggantian balutan
g. Menjaga luka pada temperaturoptimum agar penyembuhan luka lebih cepat.
h. Balutan dapat digunakan untuk beberapa hari sehingga mengurangi frekuensi
penggantian balutan. (Maryunani , 2015).

C. Tujuan pemilihan balutan luka


Tujuan utama memasang balutan luka adalah untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif terhadap penyembuhan lika. Tidak ada balutan yang sesuai untuk setia luka
atau setiap orang.oleh karena itu,pemilihan balutan harus ditentukan setelah mengkaji
kebutuhan individu dan luka. Pemahaman tentang fisologi penyembuhan luka dan
berbagai macam balutan serta cara kerjanya diperlukan agar dapat diperoleh
penyembuhan yang optimal.
Adapun tujuan pemilihan balutan dan alas an mengapa balutan diperlukan,antara
lain:
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan yaitu dengan
mempertahankan kelembaban.
b. Membuang jaringan mati,benda asing dan partikel dari luka
c. Melindungi luka dan jaringan sekitarnya.
d. Mampu mengontrol kejadian infeksi/ melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri
e. Mencegah dan mengelola infeksi klinis pada luka
f. Mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung – ujung syarf.
g. Mempertathankan temperature pada luka
h. Mengontrol dan mencegah perdarahan
i. Memberikan kompresi terhadap perdarahan atau statis vena
j. Menampung cairan/eksudat
k. Memobilisasi bagian tubuh yang ter-injury/mengalami trauma
l. Meningkatkan kenyamanan
m. Mengurangi stress pada pasien dan keluarganya dengan melakukan penutupan luka.
(Maryunani , 2015).
D. Kriteria balutan yang ideal
Balutan luka yang ideal seharusnya memenuhi hal-hal berikut ini :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mengangkat eksudat yang berlebihan
c. Mengupayakan pengangkatan eksudat dan benda asing tanpa menimbulkan trauma
terhadap jaringan baru
d. Memungkinkan pertukaran gas (bila diperlukan)
e. Memberikan insulasi thermal.
f. Memberikan barrier (penghalang) terhadap pathogen
g. Tidak meningkatkan thermal
h. Tidak menyebabkan sensitivitas atau reaksi alergi
i. Melindungi terhadap trauma mekanis,misalnya tekanan gesekan atau pergesera.
j. Mudah dalam pemasangan/pemakainnya
k. Nyaman dipakai
l. Dapat berdaptasi pada bagian-bagian tubuh
m. Tidak meganggu fungsi tubuh
n. Cost-effective. (Maryunani , 2015).

E. Prinsip pemilihan balutan luka


Menurut Hartman (1999) dan Ovington (1999), pada dasarnya prinsip pemilihan
balutan yang akan digiunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah
berikut ini:
Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka
(mengabsorbsi)
a. Kemampuan balutan untuk megangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko
terjadinya kontaminasi mikroorganisme
b. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka.
c. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan.
d. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengankut atau pendistribusian antibiotic
keseluruh bagian tubuh. (Maryunani , 2015).

F. Pemilihan Balutan Luka


Pada dasarnya prinsp pemilihan balutan secara sederhana dapat dilakukan dengan
motode WEI (Arisanty, 2014).
a. Manajemen warna dasar luka (W)
1. Hydrocolloid

Indikasi:
a. Luka dengan sedikit eksudat – sedang
b. Luka akut atau kronik
c. Luka dangkal
d. Jaringan granulasi
e. Abses
f. Luka dengan epitalisasi luka yang terinfeksi grade 1 dan 2
2. Hydroactive gel

Indikasi:

a. Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab


b. Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
c. Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat.
d. Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin
Kandungan Hydroactive Gel : air 90-95% dan memiliki sifat semi
transparan daan nonadherent.
3. Metcovacin
Ada beberapa jenis metcovazin, diantaranya adalah :
1) Metcovazin regular

Indikasi .

a. Membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua jenis luka.


b. Memberikan suasana lembab serta mendukung autolysis.
c. Menghindari trauma saat buka balutan.
d. Untuk luka dengan warna dasar luka: hitam, kuning, hijau, merah.
e. Bahan dasar: Zinc, Vaselin, Chitosan Fungsi : Metcovasin memiliki fungsi
untuk mendukung autolytic debridemen,menghindari trauma saat
membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap yang ditimbulkan luka
serta mempertahankan suasana lembab.bentuknya salep dalam kemasan.
2) Metcovazin gold

Indikasi

a) Topical Therapy atau salep luka untuk semua jenis warna dasar luka yang
terinfeksi, karena ada kandungan iodine-cadexomer sebagai zat yang
signifikan menurunkan infeksi.
b) Bahan aktif : Metcovazin Reguler plus iodine-cadexomer.
4. Metcovazin Red

Indikasi

a) Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang granulasi merah,
karena ada kandungan hydrocoloid.
b) Bahan aktif :Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.
5. Epitel Salf

Indikasi:
a. Untuk mendukung kelembaban
b. Cocok untuk semua tahap jenis luka (nekroik,slough,granulasi,
epitalisasi).

b. Manajemen eksudat (E)


1. Transparent film

Indikasi:

a. Dresing primer dan sekunder.


b. Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka waktu
yang pendek.
c. Luka yang memerlukan dressing fiksasi yang tahan air, sehingga bisa
dipakai pada saat mandi.
d. Luka insisi
2. Calcium alginate

Indikasi:

a. Luka dengan eksudat sedang- banyak


b. Menghentikan perdarahan minor
c. Berubah menjadi sel ketika bercampur dengan cairan luka
d. Luka akut atau kronik
e. Luka yang dalam sehingga berlubang
3. Foam

Indikasi
a. Digunakan pada luka full thicknes
b. Luka yang berair
c. Luka dengan eksudat sedang-berat
4. Low Adherent (LA)
Indikasi

a. Menyerap eksudat sedikit,sedang hingga banyak


b. Mencegah trauma
c. Tidak melengket pada luka
d. Bahan dasar: Fleece (80% Viscose/katun, 20% Polyester fiber)

c. Manajemen infeksi (I)


a. Cadexomer iodine

Cadexomer Iodine, sebuah kombinasi Iodine dan polisakarida


kompleks, seperti Iodoflexdan Iodosorb, yang dapat digunakan sebagai
antiseptik, khususnya di luka berongga. Iodine jenis ini dapat menyerap
eksudat, dan melepaskan ion Iodine secara bertahap, memungkinkan efek
antiseptik Iodine bertahan lebih lama dan memerlukan lebih sedikit
penggantian balutan pada luka.Efek samping Cadexomer Iodine yaitu rasa
nyeri seperti terbakar pada area luka, kemerahan dan eczema.Studi
mengenai keamanan Iodine menunjukkan resiko minimal pada fungsi
tiroid. Cadexomer Iodine berguna saat mengobati luka yang terinfeksi
dengan jumlah eksudat sedang hingga basah.Kemampuannya untuk
melepaskan ion Iodine secara perlahan menyebabkan Iodine jenis ini
dianjurkan untuk digunakan pada luka kronis di mana tidak diperlukan
penggantian balutan yang sering.
b. Hydrophobic / sorbact

Indikasi:

a. Mengikat bakteri dan mencegah perkembangbiakan.

c. Silver

Indikasi

a. Luka terinfeksi
b. Mampu menghancurkan koloni kuman dengan baik
d. Macam-macam fiksasi
a. Adhesive tape (hypafix)
Adhesive tape (Hypafix), dressing penutup luka lebar yang berperekat
dan terbuat dari bahan non-moven polyster, bersifat hypoallergic, tembus
udara, elastic, dapat di sterilisasi, dan tembus sinar X. Indikasi :
1. Fiksasi luka besar di area persendian dan lekuk tubuh yang sulit
2. Fiksasi tambahan setelah pemberian moist woung dressing
3. Fiksasi untuk penutup luka lebar pasca operasi
4. Cocok untuk semua jenis kulit

b. crepe bandage (elastis verban)

Adalah perban elastis yang digunakan untuk mengikat atau membebat


area persendian baik di kaki maupun tangan akibat cidera.Tujuannya adalah
mencegah serta mengurangi pergerakan pada area yang cedera tersebut
supaya mempercepat penyembuhan dan mengurangu rasa sakit.
c. Orthopedic wool (kapas gulung)

Adalah kapas gulung orthopedic perban yang biasa digunakan untuk


mengikat / membebat area kaki maupun tangan. Biasa digunakan pasca-
operasi luka, atau digunakan untuk tujuan lain sesuai dengan instruksi dari
dokter.
d. Kasa gulung

Adalah perban yang digunakan untuk mengikat atau membebat area


kaki atau tangan yang terdapat luka/cedera.Tujuannya adalah mencegah
serta mengurangi pergerakan pada area yang cedera untuk membantu
penyembuhan dan mengurangu rasa sakit pada luka.
BAB III
TINJAUAN KASUS
LAPORAN KASUS KEPERAWATAN LUKA
PADA NY “H” DENGAN DIAGNOSA ULKUS CARSINOMA MAMMAE DI
LONTARA II ATAS BELAKANG (BEDAH TUMOR)

A. Identitas Pasien
Nama : NY “H”
Usia : 31-12-2001/ 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Status : Kawin
Suku : Mandar
Alamat : Tammewaru
Tanggal masuk Rs : 30-09-2019
Tgl pengkajian : 01-10-2019
Sumber informasi : pasien dan keluarga
Diagnosa : Ulkus Carsinoma Mamma

B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama :
Nyeri Payudara
2. Riwayat kesehatan:
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Klien mengeluh adanya nyeri pada pada luka ca mammae, dirasakan
seperti teriris-iris, dengan skala nyeri sedang 4 (NRS), dirasakan hilang timbul,
2-5 menit. Dengan stage 2 warna dasar luka granulasi : 85 % , Epitalisasi:
10%, Slough 5%, Nekrotik 0%. Ukuran P: 14,5 cm, L : 11 cm jumlah eksudat
serosangineus, ada bau. Daerah sekitar luka masih berwarna merah dan sedikit
kepink atau normal, batas tepi menyatu dengan dasar luka, tidak ada Goa dan
tidak ada edema. Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 82x/menit , suhu 36,5°C
dan pernafasan 20x/menit.
b. Riwayat kesehatan masa lalu :
klien mengatakan keluhan dialami sejak 6 tahun yang lalu sebelum
masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, awalnya payudara hanya sebesar
kelereng dan membesar perlahan. Tetapi klien tidak pernah berobat ke dokter.
Kemudian dalam 3 bulan ter

C. Pengkajian Luka
a. Tipe luka ( ) Akut (√) Kronik
b. Tipe penyembuhan
( ) primary intention healing ( )delayed intention healing
(√ ) secondary intention healing
c. Kehilangan jaringan
( ) superfical thickness (√ ) partial thickness () full thickness
d. Penampilan klinis
(0%) nekrotik (5 %) slough
(80%) granulasi (10% ) epithelisasi
e. Lokasi luka : payudara
f. Pengukuran luka
(√) Two dimensional assessment ( ) Three dimensional assessment
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan atau menghambat penyembuhan
( ) DM ( ) Anemia ( ) Merokok
(√) Immobilitas ( ) Kemoterapi (√) Infeksi
( ) Perilaku Klien ( ) Keganasan ( )Radioterapi
( ) Hiperbilirubin ( ) Tidak diketahui
( ) Hipoalbumin
h. Pengobatan yang berpengaruh pada penyembuhan
( ) Stroid ( ) NSAIDS ( ) Immunosuppresan
(√) Antibiotik ( ) Insulin ( ) .............................
i. Status Nutrisi
( √ ) Baik ( ) Sedang ( ) Jelek
( ) NGT () IV / TPN () Suplemen Nutrisi
( 75 kg) Berat Badan (155 cm) Tinggi Badan
( ) Berat badan dibawah rata-rata dibanding tinggi badan
( ) Berat badan di atas rata-rata dibanding tinggi badan
(√) Berat badan rata-rata sesuai dengan tinggi badan

D. Pengkajian
Lokasi luka

Depan Belakang

WOUND ASSESSMENT CHART

Item Pengkajian Tanggal


01/10/2019 02/10/2019 03/10/2019
1. Ukuran luka 1. P X L < 4 cm 5 5 5
2. P X L 4 < 16 cm
3. P X L 16 < 36 cm
4. P X L 36 < 80 cm
5. P X L > 80 cm
2. Kedalaman 1.Stage 1 (menyatu) 2 2 2
luka 2.Stage2(lapisan
luaar/epidermis)
3.Stage 3 (tendon)
4.Stage 4 (jaringan fascia,
otot, tulang)
3. Tepi luka 1. Samar, tidak jelas terlihat 2 2 2
2. Batas tepi terlihat, menyat
u
dengan dasar luka
3. Jelas, tidak menyatu denga
n dasar luka
4. Jelas, tidak menyatu denga
n dasarluka, tebal
5. Jelas, fibrotic, parut tebal/
Hyperkeratonic
4. Goa 1. Tidak ada 1 1 1
2. Goa < 2 cm di di area man
apun
3. Goa 2-4 cm < 50 %
pinggir luka
4. goa 2-4 cm > 50 %
pinggir luka.
5. goa > 4 cm di area manap
un
5. Tipe eksudate 1. Tidak ada 3 3 3
2. Bloody
3. Serosanguineous
4. Serous
5. Purulent
6. Jumlah 1. Kering 5 5 5
eksudate. 2. Moist
3. Sedikit
4. Sedang
5. Banyak
7. Warna kulit 1. Pink Atau Normal 1 1 1
sekitar luka 2. Merah terang jika di tekan
3. Putih, pucat, hitam atau
hipopigmentasi.
4. Merah gelap/abu2.
5. Hitam hyperpigmentasi
8. Jaringan yang 1. No swelling atau edema 1 1 1
edema 2. Non pitting edema kurang
dari 4 cm di sekitar luka.
3. Non pitting edema > 4 cm
disekitar luka.
4. Pitting edema kurang dari
< 4 cm disekitar luka.
5. Krepitasi atau pitting edem
a > 4 cm
9. Jaringan 1. Kulit utuh atau stage 1 2 2 2
granulasi. 2. Terang 100 % jaringan
granulasi.
3. Terang 50 % jaringan gran
ulsi
4. Granulasi 25 %
5. Tidak ada jaringan
granulasi
10. Epitelisasi 1. 100 % epitelisasi 5 5 5
2. 75 % - 100 % epitelisasi
3. 50 % - 75% epitelisasi
4. 25 % - 50 % epitelisasi
5. < 25 % epitelisasi/ 0%
SKOR TOTAL 27 27 27

Status Kondisi Luka


Luka

1 15 25 27 55
E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


WBC 8.9 6.00-18.0 [10^3/uL]
RBC 34.2 3.40-5.20 [10^6/uL]
HGB 9.0 10.4-16.0 [gr/dl]
HCT 28.3 35.0-51.0 [%]
MCV 83 78.0-107.0 [fL]
MCH 26.2 23.0-35.0 [pg]
MCHC 31.6 32.0-36.0 [gr/dl]
PLT 503 150-400 [10^3/uL]
RDW-SD 5.2 37.0-54.0 [fL]
RDW-CV 17.5 11.5-14.5 [%]
PDW 11.3 9.0-17.0 [fL]
MPV 7.7 9.0-13.0 [fL]
PCT 0.387 0.17-0.30 [%]
NEU 67.0 52.0-75.0 [10^3/uL]
LYM 21.4 45.0-78.0 [10^3/uL]
MON 9.4 2.00-8.00 [10^3/uL]
EOS 1.8 1.00-3.00 [10^3/uL]
BAS 0.4 0.00-0.10 [10^3/uL]
ALY 1.1 (L< 10, P <20) [10^3/uL]
LIC 1.0 00-72.0 [%]

F. Terapi Obat
Nama Obat Dosis/Rute Jenis Indikasi Kontraindikasi
Ceftriaxone 300 mg/12 Antibiotik Mengobati Hiprrsensitivitas;
jam/iv berbagai macam hiperbilirubinem
infeksi bakteri ia neonatus,
terutama pada
mereka yang
prematur

Ketorolac 30 mg/ Anti Ketorolac Hipersensitifitas


terhadap
(8 Jam) inflamasi digunakan untuk
ketorolac atau
mengatasi nyeri alergi
manifestasi
berat untuk
terhadap aspirine
sementara. atau NSAID
lainnya
Biasanya di
gunakan sebelum
atau sesudah
prosedur medis,
atau setelah
operasi
Ranitidine 50 mg/ Analgetik Ranitidine Bila terdapat
riwayat porfiria
(12 Jam) digunakan untuk
akut dan
menangani gejala hipersensitivitas
terhadap
atau penyakit yang
ranitidine
berkaitan dengan
produksi asam
berlebihan di
dalam lambung.

G. KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengatakan terdapat luka - Pasien tampak nyeri, S skala nyeri sedangt
ca mammae pada payudara kiri (skala 4) (NRS)
- Ekspresi wajah tampak meringis
P : pembengkakan Tumor,
- Luka stage 2 warna dasar luka granulasi :
Q : teriris-iris 85 % , Epitalisasi: 10%, Slough 5%,
Nekrotik 0%.
R : payudara kiri
- Ukuran P: 14,5 cm, L : 11 cm
T : hilang timbul, 2-5 menit - jumlah eksudat serosangineus, ada bau.
- Daerah sekitar luka masih berwarna merah
- pasien mengatakan nyeri
dan sedikit kepink atau normal, batas tepi
bertambah saat GV dan
menyatu dengan dasar luka.
berkurang saat ia isterahat tidur
- TTV
TD: 100/70 mmHg
N: 82x/i
R: 20x/i
S: 36,5ºc
H. ANALISA DATA
No DATA MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS : Nyeri
P : pembengkakan Tumor,
Q : teriris-iris
R : payudara kiri
T : hilang timbul, 2-5 menit
- pasien mengatakan nyeri bertambah saat GV dan
berkurang saat ia isterahat tidur
DO :
- Pasien tampak nyeri, S skala nyeri sedangt
(skala 4) (NRS)
- Ekspresi wajah tampak meringis
- TTV
TD: 100/70 mmHg
N: 82x/i
R: 20x/i
S: 36,5ºc
2 DS: Kerusakan Integritas
- Klien mengatakan terdapat luka ca mammae Jaringan
pada payudara kiri
DO:
- Luka stage 2 warna dasar luka granulasi : 85 % ,
Epitalisasi: 10%, Slough 5%, Nekrotik 0%.
- Ukuran P: 14,5 cm, L : 11 cm
- jumlah eksudat serosangineus, ada bau.
- Daerah sekitar luka masih berwarna merah dan
sedikit kepink atau normal, batas tepi menyatu
dengan dasar luka.
I. Masalah keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka
J. Tujuan
1. Nyeri terkontrol
2. Integritas jaringan utuh
K. Intervensi Keperawatan
Perencanaanperawatanluka
Definisi : pencegahan komplikasi luka dan peningkatan penyembuhan luka
1. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, dan frekuensi
2. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
1. Cuci tangan dengan enam langkah dalam five moment
1. Angkat balutan dan plester perekat
2. Monitor karakteristik luka, warna, ukuran, dan bau
3. Ukur panjang dan luas luka
4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun
dengan tepat
5. Berikan rawatan insisi pada luka yang diperlukan
6. Berikan balutan yang sesuai dengan balutan luka
7. Perkuat balutan (luka) sesuai kebutuhan
Pertahankan Teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
dengan tepat
8. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
9. Periksa luka setiap kali mengganti balutan
10. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan tampilan
L. Implementasi Keperawatan
Hari pertama
Hari/tanggal Jam Implementasi
Selasa, 09.30 1. Terapkan komunikasi teraupetik kepada pasien/keluarga
01/10/2019 terhadap tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien terhadap tindakan keperawatan yang
akan dilakukan
DX : 1 09.35 2. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, dan frekuensi
Hasil :
P : Saat ganti verban
Q : Nyeri seperti teriris-iris
R : Pada payudara
S : Nyeri sedang dengan skala 4
T : Nyeri hilang timbul
09.40 3. Mengajarkan tentang tehnik non farmakologi tarik nafas
dalam
Hasil: pasien mampu melakukan tehnik nafas dalam dan
pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
Selasa, 09: 50 1. Angkat balutan dan plester perekat
02/10/2019 Hasil : sebelum membuka balutan gunakan handscoen on
terlebih dahulu, balutan kassa dan plester di lepas atau
DX : 2 diangkat perlahan searah dengan permukaan kulit dengan
menggunakan kassa yang dibasahi Nacl 0.9% dan di buang
pada kantong sampah infeksius
09: 55 2. Monitor karakteristik luka, warna, dan bau
Hasil : nampak tidak edema pada luka, warna luka ada
granulisasi, epitalisasi, terdapat bau pada luka
10.00 3. Ukur panjang dan luas luka
Hasil : P : 14,5 cm, L : 11 cm
10.05 4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat
Hasil : Cuci Luka(Cleaning) : Pertama-tama ganti
handscoen (pertahankan kebersihan selama tindakan GV)
kemudian bersihkan luka yang telah dibuka dari balutan
yang lama dengan menggunakan kasa steril yang telah di
basahi dengan Nacl 0,9 %, lakukan secara berulang sampai
luka bersih dari eksudat yang ada. Kemudian di keringkan
dengan menggunakan kasa steril.
10.15 5. Berikan balutan yang sesuai dengan balutan luka
Hasil :
 Dressing Primer :
Dressing primer yang digunakan yaitu metrodinazole
bubuk berfungsi untuk mengurangi bauh dan mepercepat
penyembuhan .
 Dressing Sekunder dan tersier :
Luka dibalut dengan menggunakan Big kassa 1dan 2 lapi
steril yang mampu menyerap eksudat sedikit hingga
sedang tetapi tidak dapat membunuh kuman dan jamur.

Hari kedua
Hari/tanggal Jam Implementasi
Rabu , 09.30 1. Terapkan komunikasi teraupetik kepada pasien/keluarga
02/10/2019 terhadap tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien terhadap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan
DX : 1 09.35 2. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, dan frekuensi
Hasil :
P : Saat ganti verban
Q : Nyeri seperti teriris-iris
R : Pada payudara
S : Nyeri sedang dengan skala 4
T : Nyeri hilang timbul
09.40 3. Mengajarkan tentang tehnik non farmakologi tarik nafas
dalam
Hasil: pasien mampu melakukan tehnik nafas dalam dan
pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3

Rabu , 09: 50 1. Angkat balutan dan plester perekat


02/10/2019 Hasil : sebelum membuka balutan gunakan handscoen on
terlebih dahulu, balutan kassa dan plester di lepas atau
DX : 2 diangkat perlahan searah dengan permukaan kulit dengan
menggunakan kassa yang dibasahi Nacl 0.9% dan di buang
pada kantong sampah infeksius
09: 55 2. Monitor karakteristik luka, warna, dan bau
Hasil : nampak tidak edema pada luka, warna luka ada
granulisasi, epitalisasi, terdapat bau pada luka
10.00 3. Ukur panjang dan luas luka
Hasil : P : 14,5 cm, L : 11 cm
10.05 4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat
Hasil : Cuci Luka(Cleaning) : Pertama-tama ganti handscoen
(pertahankan kebersihan selama tindakan GV) kemudian
bersihkan luka yang telah dibuka dari balutan yang lama
dengan menggunakan kasa steril yang telah di basahi dengan
Nacl 0,9 %, lakukan secara berulang sampai luka bersih dari
eksudat yang ada. Kemudian di keringkan dengan
menggunakan kasa steril.
10.15 5. Berikan balutan yang sesuai dengan balutan luka
Hasil :
 Dressing Primer :
Dressing primer yang digunakan yaitu metrodinazole
bubuk dan kasa yang sudah di basahi metrodinazole cair
berfungsi untuk mengurangi bauh dan mepercepat
penyembuhan .
 Dressing Sekunder dan tersier :
Luka dibalut dengan menggunakan Big kassa 1dan 2 lapi
steril yang mampu menyerap eksudat sedikit hingga
sedang tetapi tidak dapat membunuh kuman dan jamur.

Hari ketiga
Hari/tanggal Jam Implementasi
Kamis , 09.30 1. Terapkan komunikasi teraupetik kepada pasien/keluarga
03/10/2019 terhadap tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien terhadap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan
DX : 1 09.35 2. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, dan frekuensi
Hasil :
P : Saat ganti verban
Q : Nyeri seperti teriris-iris
R : Pada payudara
S : Nyeri sedang dengan skala 4
T : Nyeri hilang timbul
09.40 3. Mengajarkan tentang tehnik non farmakologi tarik nafas
dalam
Hasil: pasien mampu melakukan tehnik nafas dalam dan
pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
Kamis , 09: 50 1. Angkat balutan dan plester perekat
03/10/2019 Hasil : sebelum membuka balutan gunakan handscoen on
terlebih dahulu, balutan kassa dan plester di lepas atau
DX : 2 diangkat perlahan searah dengan permukaan kulit dengan
menggunakan kassa yang dibasahi Nacl 0.9% dan di buang
pada kantong sampah infeksius
09: 55 2. Monitor karakteristik luka, warna, dan bau
Hasil : nampak tidak edema pada luka, warna luka ada
granulisasi, epitalisasi, terdapat bau pada luka
10.00 3. Ukur panjang dan luas luka
Hasil : P : 14,5 cm, L : 11 cm
10.05 4. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat
2. Hasil : Cuci Luka(Cleaning) : Pertama-tama ganti handscoen
(pertahankan kebersihan selama tindakan GV) kemudian
bersihkan luka yang telah dibuka dari balutan yang lama
dengan menggunakan kasa steril yang telah di basahi dengan
Nacl 0,9 %, lakukan secara berulang sampai luka bersih dari
eksudat yang ada. Kemudian di keringkan dengan
menggunakan kasa steril.
10.15 3. Berikan balutan yang sesuai dengan balutan luka
Hasil :
 Dressing Primer :
Dressing primer yang digunakan yaitu metrodinazole
bubuk dan Aquacel berfungsi untuk mengurangi bauh dan
mepercepat penyembuhan .
 Dressing Sekunder dan tersier :
Luka dibalut dengan menggunakan Big kassa 1dan 2 lapi
steril yang mampu menyerap eksudat sedikit hingga
sedang tetapi tidak dapat membunuh kuman dan jamur.
M. Evaluasi
Hari pertama

Hari/tanggal Jam Evaluasi


Selasa, 13.40 S : klien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
01/10/2019 O : wajah klien nampak meringis
A : nyeri belum teratasi
P : LanjutkanIntervensiKeperawatan
1. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, dan frekuensi
2. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi

Selasa, 13.50 S : pasien mengtakan balutannya merembes


01/10/2019 O: balutan kotor dan merembes, luka pendarahan aktif
A : kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : lanjutkan intervensi keperawatan
1. Lakukan perawatan luka setiap hari

Hari kedua

Hari/tanggal Jam Evaluasi


Rabu, 13.50 S : klien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
02/10/2019 O : wajah klien nampak meringis
A : nyeri belum teratasi
P : LanjutkanIntervensiKeperawatan
1. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, dan frekuensi
2. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi

Rabu, 14.00 S : pasien mengtakan balutannya merembes


02/10/2019 O: balutan kotor dan merembes, luka pendarahan aktif
A : kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : lanjutkan intervensi keperawatan
1. Lakukan perawatan luka setiap hari
Hari ketiga

Hari/tanggal Jam Evaluasi


Kamis, 13.40 S : klien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 3
03/10/2019 O : wajah klien nampak meringis
A : nyeri belum teratasi
P : LanjutkanIntervensiKeperawatan
1. Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif, meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, dan frekuensi
2. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi

Kamis, 13.50 S : pasien mengtakan balutannya merembes


03/10/2019 O: balutan kotor dan merembes, luka pendarahan aktif
A : kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : lanjutkan intervensi keperawatan
1. Lakukan perawatan luka setiap hari
DOKUMENTASI FOTO LUKA

Selasa,01 Oktober 2019


Sebelum dibuka balutan Sesudah dibuka balutan

Setelah dibersikan setelah dibalut


Rabu,02 Oktober 2019
Sebelum dibuka balutan Sesudah dibuka balutan

Setelah dibersikan Setelah dibalut

Rabu,03 Oktober 2019


Sebelum dibuka balutan Sesudah dibuka balutan

Setelah dibersikan dan di beri Aquacel Setelah dibalut

Anda mungkin juga menyukai