Hari minggu.
Kami, saya dan sang putri masih tidur pulas. Pada hari itu kami
(mendadak) berubah menjadi lebih malas dari biasanya, sengaja bangun
lebih siang.
Selalu begitu, hari libur alasannya.
Setelah mandi, kami, saya dan sang putri menuju meja makan. Membuka
tudung saji. Itu ‘jajan pasar’-nya. Berbentuk segi empat. Berasa gurih,
manis, empuk, agak lengket, kenyal, dan yang pasti (-sesuai sebutannya-)
tersusun dari beberapa lapisan dengan warna berbeda-beda. Hijau, merah,
coklat, putih. ... Kue lapis !!.
Jajan pasar ini selalu membangkitkan kenangan masa lalu saya.
*****
Waktu itu, saya masih seusia SLTA. Keluarga saya tinggal di satu kota
kabupaten kecil. Hampir semua penduduk saling mengenal satu dengan
lainnya, mungkin karena kecilnya. Akrab sekali. Begitupun keluarga saya
yang tergolong ‘pendatang baru’ dalam komunitas ini. Bapak, Ibu, kakak,
saya dan adik. Pekerjaan Bapak mengharuskan kami sekeluarga
berpindah-pindah kota sesuai dengan tugas kantor.
Di satu kota ini kenangan saya tentang ‘kue lapis’ terlahir.
Begini ,
sejak dulu Ibu senang memasak berbagai penganan dari buku resep
‘wasiat kuno’ –nya. Kue lapis salah satunya. Dan kue lapis buatan ibu
sangat terkenal di se-antero kota. Maklum, ini kota kecil. Semua orang di
kota ini menghubungkan kue lapis yang enak dengan nama Ibu sebagai
pembuatnya. Saat ada acara atau tamu ‘penting’ di kota maka Ibu sering
‘ditunjuk’ sebagai penyaji ...’kue lapis’. Tentu saja ini sangat
membanggakan bagi kami sekeluarga.
Jika ada ‘pesan permintaan’ kue lapis. Ibu akan mempersiapkan sendiri
semua bahan utama dan bumbu-bumbunya. Ibu memang tidak ‘suka’
dibantu orang lain. "“Malah bikin bingung aja”", kata beliau.
Berbelanja sendiri. Membuat adonan sendiri. Mewarnai tiap adonan
dengan warna yang berbeda-beda. Menuangkan adonan selapis demi
selapis. Mendinginkannya. Memotong-motongnya. Dan seterusnya hingga
kue lapis siap disajikan. Begitulah semua dikerjakan sendiri.
Yang paling menarik perhatian saya adalah fragmen saat Ibu menuangkan
adonan selapis demi selapis dengan warna yang berbeda untuk
membentuk tumpukan lapisan yang menjadi ke-khas-an kue lapis.
Selapis demi selapis. Begitulah.
*****
*****
Dari kecil, saya senang menggambar. Apapun itu atau lebih tepat ‘semirip’
apapun itu. Lantas sekarang saya berusaha mempelajari cara ber-‘desain
grafis’ lewat komputer. Ya cuma sebagian kecil saja (-ilmu desain grafis-)
yang mampu saya tangkap, tapi ada satu ‘konsep’ yang sangat menarik
perhatian saya, yaitu konsep LAYER.
*****