Anda di halaman 1dari 4

Nama Mata Kuliah : Sosiologi Antropologi Gizi

Nama Dosen : Adilita Pramanti, S.sos, M.Si


Nama Mahasiswa/NPM : Sarah Afifah/P23131117077
Judul Tugas : Antropologi Gizi Masyarakat
Asal Instansi : Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II

RUMUSAN MASALAH
 Hubungan antara Antropologi dengan Gizi Masyarakat
Antropolgi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi
budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Dalam bahasa
Yunani, Antrhos berarti manusia dan logos berarti cerita atau kata. Dan objek
utama dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat atau suku bangsa,
kebudayaan dan perilakunya. Sehingga dapat diketahui bahwa tujuan Ilmu
Antropologi adalah mempelajari manusia dalam bermasayarakat, berperilaku,
dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat tu sendiri. Sedangkan ilmu
gizi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan makanan dan
minuman terhadap kesehatan manusia atau masayarakat agar tidak mengalami
gangguan gizi.
Maka dapat diketahui bahwa antara gizi masayarakat dengan antropolgi
memiliki hubungan, di mana dalam gizi masyarakat ada substansi Antropologi
yang dapat memengaruhi kondisi gizi pada masyarakat. Antropologi gizi
masyarakat merupakan suatu ilmu yang yang mempelajari budaya, perilaku,
serta keanekaragaman masyarakat dalam menngonsumsi makanan untuk
memenuhi kecukupan gizi masyarakat tersebut.

 Apa Saja Hal yang Memengaruhi Gizi Masyarakat


Menurut HL. Blum, ada empat faktor yang memengaruhi gizi masyarakat,
yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, serta faktor keturunan. Pada
faktor keturunan kondisinya sudah berbeda karena merupakan bawaan lahir.
Sedangkan ketiga faktor lainnya yaitu lingkungan, perilaku serta pelayanan
kesehatan.
Lingkungan merupakan faktor yang dapat memengaruhi bagaiaman pola hidup
masyarakat tersebut, apakah bersih atau kotor akan tergantung pada
lingkungan sekitarnya. Yang kedua adalah perilaku yang menjadi sebuah dasar
bagaimana masyarakat tersebut dapat terjauhi dari penyakit. Yeng ketiga
adalah pelayanan masyarakat yang dapat menjamin apakah masyarakat dapat
tetap hidup sehat, dengan adanya pelayanan kesehatan masyarakat akan
menadapat penyuluhan bagaimana dapat memebangun sebuah lingungan yang
bersih dan jauh dari penyakit, serta dengan adanya penyuluhan masyarakat
dapat mengetahui bagaimana berperilaku yang sehat agara dapat tetap hidup
sehat dan bersih. Ketiga faktor tadi akan membentuk suatu korelasi. Misalnya
di sebuah desa yang bernama desa A memiliki lingkungan yang kotor, hal ini
terjadi karena perilaku masyarakatnya yang tidak memikirkan pentingnya
kebersihan terutama pada kebersihan makanan, perilaku tersebut dapat terjadi
karena ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya kebersihan serta
kehigienisan pangan yang mereka konsumsi.

 Pentingnya Mempelajari Antropologi Gizi Masyarakat


Dewasa ni semakin banyak maslah gizi yang dihadapi oleh negara ini, seperti
gizi buruk, stunting, kelaparan, hingga ketersediaan pangan yang tidak
memadai. Hal ini tak hanya terjadi di desa yang sulit terjangkau oleh
pemerintah namun juga terjadi di kota-kota. Atas adanya masalah di atas Ilmu
Antropologi Gizi menjadi sebuah jembatan dalam memeahkan masalah di atas
dengan mempelajari hal-hal yang menjadi penyebab masalah dalam gizi
masyarakat.

 Budaya Konsumsi yang Memengaruhi Gizi Masyarakat “Kota dan Desa”


Dalam hal budaya konsumsi yang terjadi pada masyarakat pada saat ini,
terdapat beberapa hal menarik yang perlu untuk di cermati. Contohnya,
timbulnya suatu trend dalam masyarakat yang mengatakan " Kalau tidak
makan nasi bukan makan namanya ". Padahal makanan lainnya seperti
singkong, sagu, kacang-kacangan dan lain-lain, bisa di jadikan sebagai sumber
makanan utama karena mengandung karbohidrat yang sangat baik untuk
tubuh.

Selain ekonomi, pendidikan menjadi suatu masalah utama dalam pemenuhan


gizi masyarakat. Seperti rendahnya pengetahuan pada masyarakat desa tentang
apa-apa saja makanan yang perlu di konsumsi dalam pemenuhan gizi mereka.
Sehingga prinsip makan " asal kenyang " tapi tidak memenuhi kebutuhan gizi
selalu menjadi kebiasaan masyarakat di desa.

Tingkat kesibukan kerja yang begitu padat juga mempengaruhi kebudayaan


makan masyarakat perkotaan. Dalam hal ini menimbulkan budaya waktu
makan tak menentu dan meningkatnya kebiasaan makan di pinggir jalan.
Padahal belum tentu makanan-makanan tersebut baik bagi tubuh. Makanan
berpengawet sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat
perkotaan saat ini.

1. Keterkaitan antara empat rumusan masalah di atas


Pada keempat rumusan masalah di atas yang telah dibahas, didapatkan keterkaitan
antar keempatnya. Hubungan antara Antropologi dengan Gizi Masyarakat menjadi
dasarnya, di mana Antropologi gizi masyarakat merupakan suatu ilmu yang yang
mempelajari budaya, perilaku, serta keanekaragaman masyarakat dalam
menngonsumsi makanan untuk memenuhi kecukupan gizi masyarakat tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu
keturunan, lingkungan, perilaku, serta layanan kesehatan yang tiga diantaranya
(lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan) merupakan faktor yang
memengaruhi pola hidup masyarakat tersebut, seperti adanya masyarakat yang tinggal
di lingkungan yang kurang bersih, dan menyebabkan perilakunya tidak higienis
terhadap pangan yang dikonsumsinya, dan hal tersebut dapat di dasarkan pada
kurangnya atau bahkan ketidak tahuan akan ilmu yang seharusnya disampaikan
melalui pelayanan kesehatan. Adanya 4 faktor tersebut dapat memengaruhi budaya
konsumsi masyarakat baik dari desa atau kota, di mana trend “Kalau tidak makan nasi
bukan makan namanya” sudah menjadi sugesti yang sangat kuat bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia, kuurangnya pemahaman dan kesadaran akan gizi juga menjadi
budaya yang menimbulkan dampak bagi gizi masyarakat, selain itu aktivitas yang
padat membuat masyarakat tidak terlalu memedulikan kehigienisan pangan yang
dikonsumsi, sehingga ketiga hal tadi dapat menjadi masalah bagi gizi di Indonesia.
Maka dari itu Antropologi Gizi Masyarakat menjadi penting untuk mengetahui
penyebab-penyebab masalah gizi masyarakat yang nantinya akan dilanjutkan dengan
adanya solusi sebagai pemecahan masalah gizi masyarakat.

2. Menelaah apakah ada di lingkungan sekitarmu yang terkait masalah gizi namun
hanya kamu yang menyadari
Menurut pandangan saya, di lingkungan sekitar saya, saya merasa kecukupan gizi
sudah terpenuhi di lingkungan saya, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya kondisi gizi
yang salah pada lingkungan saya, serta penanganan yang sudah cukup baik seperti
anak yang autis tidak boleh diberikan tepung guna menahannya agar tidak hiperaktif,
serta orang yang harus cuci darah hingga setiap hari mengerti bagaimana harus
menjaga pola makan sehingga tubuhnya tetap sehat, serta masyarakat lain di
lingkungan saya yang menurut saya sehat dan tidak mengalami masalah gizi apapun,
sehingga dapat saya katakan saya tidak melihat adanya masalah gizi pada lingkungan
saya.

3. Pentingnya hubungan antropologi mempelajari gizi masyarakat


Dalam Ilmu Antropologi mempelajarai tentang tentang manusia baik dari segi
budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Sedangkan pada Ilmu Gizi
masyarakat mempelajari tentang hubungan makanan dan minuman terhadap
kesehatan manusia atau masayarakat agar tidak mengalami gangguan gizi. Sehinga
dapat diketahui bahwa Antropologi merupakan hal yang penting dalam mempelajari
gizi masyarakat, karena yang menjadi objek dalam gizi masyarakat adalah masyarakat
itu sendiri yang memiliki budaya, perilaku, serta keanekaragaman tersendiri yang
terdapat dalam ilmu antropologi untuk memenuhi kecukupan gizinya.

4. Critical thinking mengenai kebudayaan konsumsi


Dari kebudayaan konsumsi dapat terlihat bahwa banyak sekali hal yang memengaruhi
kebudayaan msyarakat dalam mengonsumsi pangannya, seperti adanya sugesti, faktor
ekonomi, pendidikan, hingga aktivitas yang padat membuat berbagai macam
kebudayaan konsumsi, seperti yang sudah dijelaskan adanya trend “Kalau tidak
makan nasi bukan makan namanya” yang menurut saya hanya sugesti yang menyebar
luas dimasyarakat Indonesia, terutama di pulau Jawa ini, yang pada dasarnya tanah di
pulau jawa lebih cocok jika ditanami umbi-umbian yang dapat menjadi pengganti
nasi. Namun kembali lagi pada sugesti yang mengatakan jika belum mekana nasi
bukan makan namanya. Kemudian ada faktor ekonomi dan pendidikan yang sangat
erat kaitannya, ketika orang dengan ekonomi yang kurang sangat wajar jika
pendidikan akan kebutuhan gizinya kurang, hingga berlanjut pada keputusan “asal
kenyang” dengan tidak mempertimbangkan maslah gizinya sama sekali karena
ketidak cukupan biaya serta minimnya pemahaman untuk mengonsumsi pangan
dengan gizi yang seimbang. Kemudian aktivitas yang padat juga memungkinkan
masyarakat untuk memiliki budaya makan yang tidak baik, seperti karena terburu-
terburu dikarenakan aktivias yang padat sehingga makan dengan sembarangan tanpa
memerhatikan kehigienisan makanan tersebut atau kecukupan gizi dari makanan
tersebut, padahal menurut saya sebenarnya hal ini dapat diakali dengan membawa
bekal dari rumah, dengan mengonsumsi bekal yang lebih terjamin kehigienisan dan
kecukupan gizi nya bahkan dapat mengehmat waktu sehingga tidak perlu membuang
waktu mencari tempat makan, namu saya pun menyadari bahwa hal itu tidak
memungkinkan bagi semua orang yang memiliki aktivitas padat, akan ada faktor-
faktor yang mengahalangi agar tetap berpegang teguh dalam mengonsumsi makanan
yang baik dan sehat.

Anda mungkin juga menyukai