Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Sejarah Aliran Psikologi : Fungsionalisme

DOSEN PENGAMPU :
Yohanis F. La Kahija, S.Psi, M.Sc

DISUSUN OLEH :
1. Irvan Natanael Butar-Butar 15000119130159
2. Sarah Diar Ratri 15000119130203
3. Tazkia Syifa Faradhilla 15000119140127
4. Alya Ayu Wening Ariqah 15000119140205

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PSIKOLOGI
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul “Sejarah Aliran Psikologi : Fungsionalisme”.
Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu, Bapak
Yohanis F. La Kahija, S.Psi, M.Sc.
Kami semua berharap semoga makalah ini mampu
menambah pengetahuan serta ilmu bagi para pembaca, sehingga untuk ke
depannya sanggup memperbaiki bentuk maupun isian makalah sehingga menjadi
makalah yang memiliki wawasan yang luas dan lebih baik lagi.
Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman kami, kami percaya
makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kami sangat berharap saran
dan kritik yang membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Semarang, 1 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………..…………………………………………. i


DAFTAR ISI …….…………..………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …….……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………..……… 2
C. Tujuan ……………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Fungsionalisme Menurut Para Ahli……………………...... 3
B. Berdirinya Fungsionalisme ……………………………………….. 11
C. Ciri – Ciri Fungsionalisme…............................................................ 12
D. Aliran – Aliran Fungsionalisme …………………………………... 12
E. Kritisisme Terhadap Fungsionalisme…........................................... 15
F. Fungsionalisme dalam Kehidupan Masyarakat dan Beberapa
Bidang……………………………………………………………... 16
G. Kontribusi Fungsionalisme………………………………………... 18

BAB III PENUTUP


A. Simpulan…………………………………………………………... 19

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fungsionalisme adalah orientasi dalam psikologi yang
menekankan pada proses mental dan menghargai manfaat psikologi serta
mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara
kebutuhan manusia dan lingkungannya. Maksudnya, Fungsionalisme
memandang bahwa masyarakat adalah sebuah sistem dari beberapa bagian
yang saling berhubungan satu sama lain dan tak bisa dipahami secara
terpisah.
Fungsionalisme adalah sebuah studi tentang operasi mental,
mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara
kebutuhan manusia dan lingkungannya. Fungsionalisme menekankan pada
totalitas dalam hubungan pikiran and perilaku. Dengan demikian,
hubungan antar manusia dengan lingkungannya merupakan bentuk
manifestasi dari pikiran dan perilaku.
Fungsionalisme memandang bahwa pikiran, proses mental,
persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis.
Fungsionalisme lebih menekankan pada fungsifungsi dan bukan hanya
fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena
mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam
kehidupan.
Fungsionalisme juga memandang bahwa psikologi tak cukup
hanya mempersoalkan apa dan mengapa terjadi sesuatu (strukturalisme)
tetapi juga mengapa dan untuk apa (fungsi) suatu tingkah laku tersebut
terjadi. Fungsionalisme lebih menekankan pada aksi dari gejala psikis dan
jiwa seseorang yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan
berfungsi untuk penyesuaian diri psikis dan sosial

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan aliran fungsionalisme?
2. Apa ciri – ciri dari aliran fungsionalisme?
3. Aliran apa sajakah yang terdapat pada aliran fungsionalisme?
4. Siapakah tokoh – tokoh penggagas aliran fungsionalisme?
5. Apakah ada kritik terhadap aliran fungsionalisme?
6. Apa saja kontribusi dari aliran fungsionalisme?

C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari aliran fungsionalisme
2. Mengetahui ciri – ciri dari aliran fungsionalisme
3. Mengetahui aliran yang terdapat pada aliran fungsionalisme
4. Mengetahui siapa saja tokoh – tokoh penggagas aliran fungsionalisme
5. Memahami kritik terhadap aliran fungsionalisme
6. Mengetahui apa saja kontribusi dari aliran fungsionalisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI FUNGSIONALISME OLEH PARA AHLI


a. EMILE DURKHEIM
Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran
Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh
Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya
mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh
Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan
antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang
menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini
menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak
analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim
tertanam kuat terminology organismik tersebut.
Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan
dimana di dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan.
Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing –
masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut
saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika
ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem.
Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori
Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu,
antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga
membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Durkheim berpikir bagaimana masyarakat dapat mempertahankan
integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti
latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk
mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern,
Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah
pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer,
Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan
keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan

3
mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan
kesehatan dan keseimbangan masyarakat, suatu posisi yang kelak
dikenal sebagai fungsionalisme.
Teori fungsionalisme yang menekankan kepada keteraturan bahwa
masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-
bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu
dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan
membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain
masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara
berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap
peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial
itu. Demikian pula semua institusi yang ada diperlukan oleh sistem
sosial itu, bahkan kemiskinan serta kepincangan sosial sekalipun.
Masyarakat dilihat dari kondisi dinamika dalam keseimbangan.
Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial,
fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional maka
struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar
jumlah dari seluruh bagiannya. Dalam bukunya "Pembagian Kerja
dalam Masyarakat", Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial
dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat ia memusatkan
perhatian pada pembagian kerja dan meneliti bagaimana hal itu
berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Ia
berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat
'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih
kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara
sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, menurut Durkheim
kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual,
norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Sedangkan dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat
kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang
berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan

4
ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena
mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri.
Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup
dalam masyarakat yang swasembada dan terjalin bersama oleh
warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern
yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan
orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu
seperti bahan makanan, pakaian, dll untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini. Menurut
Durkheim bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang
berbeda dari kesadaran kolektif. Seringkali malah berbenturan dengan
kesadaran kolektif.
Mengutamakan keseimbangan, dengan kata lain teori ini memandang
bahwa semua peristiwa dan struktur adalah fungsional bagi suatu
masyarakat. Dimana jika sekelompok masyarakat ingin memajukan
kelompoknya, mereka akan melihat apa yang akan d kembangkan dan
tetap mempertahankan bahkan melestarikan tradisi-tradisi dan budaya
yang sudah berkembang dan menjadikannya sebagai alat modernisasi.
Namun dalam hal ini penganut teori fungsional seringkali
mengabaikan variabel konflik dan perubahan sosial dalam analisa
mereka, akibatnya mereka seringkali di cap sebagai kelompok
konservatif karena terlalu menekankan kepada keteratuan dalam
masyarakat dan mengabaikan variabel konflik dan perubahan yang
terjadi di masyarakat. Dalam masyarakat yang beragam kebudayaan
akan sangat mudah terjadi konflik, namun teori fungsional akan
menjadi garis tengah untuk menjadikan sebuah perbedaan menjadi alat
untuk bersatu

b. TALCOTT PARSONS
Pembahasan teori fungsionalisme struktural Parson diawali dengan
empat skema penting mengenai fungsi untuk semua system tindakan,
skema tersebut dikenal dengan sebutan skema AGIL. Sebelumnya kita
harus tahu terlebih dahulu apa itu fungsi yang sedang dibicarakan

5
disini, fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah
pemenuhan kebutuhan system. Menurut parson ada empat fungsi
penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social, meliputi
adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal attainment (G), integrasi (I),
dan Latensi (L). empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua
system agar tetap bertahan (survive), penjelasannya sebagai berikut:
i. Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat
beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang
gawat, dan system harus bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk
kebutuhannnya.
ii. Goal attainment : pencapainan tujuan sangat penting, dimana
system harus bisa mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
iii. Integrastion : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan
menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi
(AGL).
iv. Latency : laten berarti sistem harus mampu berfungsi sebagai
pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan
memperbaiki motivasi pola-pola individu dan cultural.

6
Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku dengan cara
melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara menyesuaikan diri dan
mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan
atau Goal attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan
menetapkan tujuan system dan memolbilisai sumber daya untuk
mencapainya. Fungsi integrasi di lakukan oleh system social, dan
laten difungsikan system cultural. Bagaimana system cultural bekerja
Jawabannhya adalah dengan menyediakan actor seperangkat norma
dan nilai yang memotivasi actor untuk bertindak. Tingkat integrasi
terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat yang paling
bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang
dibutuhkan untuk tingkat atas. Sedangkan tingkat yang diatasnya
berfungsi mengawasi dan mengendalikan tingkat yang ada
dibawahnya. Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada
fungsionalisme structural dengan menjelaskan beberapa asumsi
sebagai berikut:
i. sistem mempunyai properti keteraturan dan bagian-bagian yang
saling tergantung.
ii. sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan
diri atau keseimbangan.
iii. sistem bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses
perubahan yang teratur.
iv. sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi begian-
bagian lainnya.
v. sistem akam memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
vi. alokasi dan integrasi merupakan ddua hal penting yang
dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan system.
vii. sistem cenderung menuju kerah pemeliharaan keseimbangan
diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan
hubungan antara bagian-baguan dengan keseluruhan sostem,
mengendalikan lingkungan yang berbeda dan mengendalikan
kecendrungan untuyk merubah system dari dalam.

c. ROBERT K. MERTON
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari
ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan
jelas tentang teori-teori fungsionalisme, merton merupakan seorang
pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif
ini. Mengakui bahwa pendekatan fungsional-struktural telah
membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa
fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah:

7
i. postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang
dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari
system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau
konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik
berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat
ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang
sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta.
Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi
sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula
bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
ii. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap
bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku
memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan
bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial
terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat
dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan
demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
iii. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa
dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil
dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki
sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian
penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system
sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini
masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan, pen ), belum
jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.
Merton berpendapat bahwa ketiga postulat fungsional itu bersandar
pada pernyataan nonempiris, berdasarkan sistem teoritis abstrak.
Menjadi tanggung jawab sosiolog untuk menguji setiap postulat itu
secara empiris. Keyakinan merton bahwa bukan pernyataan teoritis
melainkan pengujian empiris yang penting untuk analisis fungsional,
mendorongnya mengembangkan paradigma analisis fungsional
buatannya sendiri sebagai pedoman untuk mengintregrasikan teori dan

8
riset empiris. Merton juga mengemukakan konsep nonfunctions yang
didefinisikan sebagai akibat yang sama kali tidak relevan dengan
sistem yang sedang diperhatikan. Dalam hal ini termasuk bentuk –
bentuk social yang bertahan hidup sejak zaman sejarah kuno. Merton
juga memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi
tersembunyi. Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi
analisis fungsional. Menurut pengertian sederhana, fungsi nyata
adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi yang tersembunyi
adalah fungsi yang tak diharapkan
Stuktur sosial dan anomie salah satu sumbangan merton paling
terkenal terhadap fungsionalisme srtuktural dan terhadap sosiologi
pada umumnya (Adler dan Laufer, 1995; Merton, 1995; Menhard,
1995) perlu dicatat bahwa karya Merton tentang anomie tersirat sikap
kritis terhadap stratifikasi sosial (misalnya, blockade terhadap sumber
sesuatu yang dibutuhkan masyarakat). Oleh karena itu, ketika David
dan Moore menyetujui stratifikasi sosial karya Merton justru
mengindikasikan fungsionalisme struktural dapat bersifat kritis
terhadap stratifikasi sosial.

d. BRONISLAW MALINOWSKY
Malinowski memperhatikan individu sebagai sebuah realitas psiko-
biologis di dalam sebuah masyarakat (kebudayaan). Malinowski lebih
menekankan aspek manusia sebagai makhluk psiko-biologis yang
mempunyai seperangkat kebutuhan psikologis dan biologis yang perlu
dipenuhi. Malinowski lebih tertarik kepada “budaya” atau culture.
Bagi Malinowski, dalam rangka memenuhi kebutuhan psiko-biologis
individu dan menjaga kesinambungan hidup kelompok sosial,
beberapa kondisi minimum harus dipenuhi oleh individu-individu
anggota kelompok sosial tersebut. Kondisi minimum tersebut terdiri
dari 7 kebutuhan pokok, yaitu nutrition, reproduction, bodily conforts,
safety, relaxation, movement, dan growth. Semua kegiatan yang
dilakukan oleh individu adalah dalam rangka memenuhi ketujuh

9
kebutuhan pokok di atas. Di bawah ini dikutipkan bagaimana fungsi
budaya dalam memenuhi 7 kebutuhan pokok manusia yang dikutip
dari Malinowski, “The Group and the Individual in Functional
Analysis”, dalam American Journal of Sociology 44 (1939). Namun
demikian, kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut
tidaklah langsung dilakukan begitu saja sebagaimana halnya dengan
binatang, tetapi telah “dimodified” oleh pengaruh-pengaruh sosial.
Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan nutrition (makanan)
misalnya, manusia tidak begitu saja memukan apa yang dilihatnya,
dengan cara semaunya. Manusia akan memilih di antara benda-benda
yang dapat dimakan; ada yang ditolak dan ada yang diterima, ada
yang lebih disukai dan ada yang kurang disukai, ada yang dianjurkan
dan ada yang dilarang, dan seterusnya. Begitu juga, manusia tidak
hanya memakan apa yang disediakan alam, tetapi sebagian diproduksi.
Sebagian dari makanan itu dimasak sedangkan yang lain dimakan
mentah, dan seterusnya. Manusia tidak langsung makan begitu mereka
lapar; tetapi ada waktu tertentu yang ditetapkan untuk itu. Jadi
singkatnya, manusia dilatih untuk makan makanan tertentu, pada
waktu tertentu, dengan cara tertentu, dan seterusnya. Jadi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makanan tersebut telah
terbentuk oleh cara-cara yang lazim sesuai dengan adat kelompok
mereka, sesuai dengan agama mereka, sesuai dengan kelas sosial
mereka, dan seterusnya. Kelompok, golongan, dan kelas sosial telah
membentuk pilihan selera individu, tabu makanan, nilai simbolik dan
nilai gizi makanan, dan gaya dan cara makan. Pola kegiatan yang telah
terbentuk seperti itu disebut “kegiatan kultural”, yaitu kegiatan yang
telah “di-modified”, telah “di-molded”, oleh adat kebiasaan yang
hidup dalam lingkungan masyarakatnya. Jadi “budaya” (culture), pada
tingkat pertama, adalah alat atau “instrumen”; alat yang muncul dalam
rangka memenuhi kebutuhan psiko-biologis manusia. Itulah fungsi
dari budaya. Itulah terutama acuan dari konsep “fungsi” dalam

10
pengertian Malinowski. Budaya sebagai alat adalah bersifat
conditioning, yaitu memberikan batasan-batasan terhadap kegiatan
manusia. Budaya, melalui latihan, ajaran, nilai, dan seterusnya,
“memodified” kegiatan manusia. Budaya, dengan demikian, telah
menghasilkan manusia-manusia dengan pola tingkah laku yang khas.
Karena itu pola tingkah laku yang khas ini tidak akan dapat dipahami
kalau peninjauan hanya dilakukan dari sudut fisiologis. Pola tingkah
laku manusia harus dikaji melalui pembahasan terhadap penentu-
penentu kebudayaan: bagaimana proses pembentukan pola tingkah
laku tersebut, proses pembatasannya, dan proses pencetakannya. Jadi,
tingkah laku kebudayaan (cultural behavior) adalah pelaksanaan,
penyesuaian, dan penerapan aturan organisasi sosial, nilai, adat, ide,
kepercayaan, dan seterusnya. Dalam bentuk yang lebih kongkrit,
budaya, kata Malinowski, adalah mencakup “. . . inherited artifacts,
goods, technical processes, ideas, habits and values”. Organisasi sosial
juga termasuk ke dalam budaya, karena dia tidak dapat dipahami
tanpa memandangnya sebagai produk dari tingkah laku kebudayaan.

B. BERDIRINYA FUNGSIONALISME
Para ilmuwan yang dihubungkan dengan berdirinya fungsionalisme
tidak punya ambisi untuk mengawali pembentukan suatu aliran pemikiran
baru. Mereka memang menentang pelarangan dan pembatasan psikologi
versi pemikiran Wundt dan strukturalisme Titchener. Alasan utama untuk
hal ini bersifat personal dan bukan ideologis. Fungsionalisme memang
menyertakan karakteristik – karakteristik sebuah aliran pemikiran, tetapi
itu bukan tujuan dari para pemimpinnya. Yang ingin mereka lakukan
adalah memodifikasi ortodoksi yang ada tanpa berusaha aktif untuk
menggantikannya.
Oleh karena itu, fungsionalisme tidak seketat atau seformal sebuah
posisi sistematik seperti strukturalisme Titchener.

11
C. CIRI - CIRI FUNGSIONALISME
Aliran fungsionalisme memiliki beberapa ciri khas, yaitu:
1. Tidak seketat atau seformal sebuah posisi sistematik seperti
strukturalisme Titchener
2. Tidak ada suatu psikologi fungsional tunggal, sebagaimana psikologi
strukturalis tunggal.
3. Lebih menekankan pada fungsi mental dibandingkan elemen-elemen
mental
4. Lebih tertarik kepada aplikasi psikologi pada masalah kehidupan
sehari-hari seperti bagaimana seseorang berfungsi di dalam dan
beradaptasi dengan berbagai lingkungan yang berbeda seperti adaptasi
biologis Darwin
5. Aktivitas mental tidak dapat dipisahkan oleh aktivitas fisik, maka
stimulus dan respons adalah suatu kesatuan
6. Psikologi sangat berkaitan dengan biologi dan merupakan cabang dari
biologi. Maka pemahaman tentang anatomi dan fungsi fisiologis
sangat membantu untuk memahami tentang fungsi mental
7. Sangat memandang penting aspek terapan atau fungsi dari psikologi
itu sendiri bagi berbagai bidan dan kelompok manusia

D. ALIRAN- ALIRAN FUNGSIONALISME


a. ALIRAN CHICAGO
Bermula dari dua orang yang berkontribusi langsung di pemikiran
fungsionalis yaitu John Dewey dan James Rowland Angell yang
dipertimbangkan oleh William James sebagai pendiri sistem baru
(Fungsionalis), yang pada akhirnya diberi nama ‘Aliran Chicago’.
Tokoh pendiri :
1. William James
Tokoh yang terkenal sebagai seorang pendiri Mazhab
Pragmatism. Dia juga pelopor psikologi fungsional di Amerika. Dia
terkenal karena teori emosinya yang menjelaskan tentang hubungan
antara perubahan fisiologis dengan emosi.
2. John Dewey

12
Pada tahun 1896, Dewey menerbitkan sebuah artikel “The
Reflex Art Concept in Psychology” dalam Psychology Review yang
merupakan titik keberangkatan bagi psikologi fungsional. Dalam
artikel ini, Dewey menyerang gagasan Wundt dan Titchener
(struktural) bahwa tingkah laku maupun pengalaman sadar tidak
bisa direduksi atau dipisah-pisahkan menjadi unsur-unsur.
Menurut Dewey, persepsi dan gerakan (stimulus dan respon)
harus dipandang sebagai sebuah kesatuan dan bukan sebagai
komposisi dari sensasi dan respon dari individu.
Dewey menyimpulkan bahwa kajian pokok yang benar untuk
psikologi seharusnya adalah memelajari keseluruhan organisme
ketika ia berfungsi di dalam lingkungannya.
3. James Rowland Angell
Gagasan Dewey menjadi acuan bagi Angell dan para psikolog
lainnya yang akan memproklamirkan bahwa fungsionalisme dan
strukturalisme adalah dua bentuk psikologi yang bertentangan.
Angell membentuk fakultas psikologi di Universitas Chicago
yang menjadi lahan pelatihan utama untuk para psikologi
fungsional.
Menurut Angell, psikologi fungsional bukan hal baru tetapi
menjadi bagian signifikan psikologi sejak lama. Psikologi
strukturallah yang telah memisahkan diri dari bentuk psikologi
fungsional yang lebih tua dan lebih menyebar luas.
Tiga tema utama gerakan fungsionalis menurut Angell :
i. Psikologi fungsional adalah psikologi cara kerja mental,
yaitu mengungkapkan bagaimana sebuah proses mental
bekerja, apa yang dicapainya, dan dalam kondisi seperti
apa dia muncul.
ii. Psikologi fungsional adalah psikologi utilitas fundamental
kesadaran, yaitu apakah pekerjaan tersebut bukan hanya
untuk kesadaran tetapi juga untuk tujuan proses mental
tertentu, seperti menilai dan berkemauan.
iii. Psikologi fungsional adalah psikologi mengenai
hubungan psiko fisik (hubungan tubuh dan pikiran) dan

13
memperhatikan masalah hubungan menyeluruh antara
organisme dengan lingkungannya.

b. ALIRAN COLUMBIA
Aliran Columbia merupakan basis bagi dua orang psikolog dalam
orientasi fungsional. Yang pertama adalah James McKeen Cattel yang
mengerjakan masalah tes mental yang merangkum semangat
fungsionalis Amerika dan yang kedua adalah E. L. Thorndike yang
risetnya untuk masalah pembelajaran hewan menguatkan tren
fungsionalis menuju obyektifitas yang lebih besar. Tokoh pendiri :
Robert Session Woodworth.
Sebenarnya Woodworth bukanlah penganut aliran fungsionalis
formal, tetapi dalam dalam tulisannya tentang psikologi merujuk pada
semangat fungsionalis aliran Chicago.
Woodworth memperkenalkan psikologi dinamik ke dalam
fungsionalisme dengan mengelaborasi ajaran Dewey dan William
James bahwa psikologi dinamik memperhatikan masalah motivasi;
maksud Woodworth adalah membangun apa yang disebutnya
“motivologi”, bahwa psikologi dinamik memfokuskan pada hubungan
sebab-akibat, dan ketertarikan utamanya adalah pada kekuatan-
kekuatan yang menggerakan dan memotivasi manusia.

E. KRITISISME TERHADAP FUNGSIONALISME


Kritisisme adalah menolak paham salinan yang menyangkut
penerapan dan pengetahuan berdasarkan alasan-alasan.
Sebuah kritisisme terhadap fungsionalisme adalah bahwa istilahnya
sendiri belum terdefinisikan dengan jelas. Kritisisme lainnya dari
Titchener dan pengikutnya berkaitan dengan definisi psikologi secara
keseluruhan.
Serangan terhadap gerakan fungsionalis datang secara cepat dan
garang dari kalangan strukturalis. Tuduhan, serangan, dan serangan balik
saling dilemparkan antara kedua musuh dengan menyatakan kebenaran

14
yang menjadi ciri khas suatu keyakinan bahwa hanya mereka sendirilah
yang paling benar.
C.A. Clark mengkaji 15 buku teks pengantar psikologi untuk
menemukan bagaimana para penulis mendefinisikan kata ‘fungsi’. Dua
kata yang paling sering digunakan adalah aktivitas dan proses, dan
mendukung proses-proses lain atau seluruh organisme (Ruckmick,1913).
Ruckmick menuduh bahwa para psikolog fungsional tidak konsisten dan
ambigu, kadang menggunakan fungsi untuk menggambarkan sebuah
aktivitas dan kadang merujuk pada kemanfaatannya. Hingga akhirnya
muncullah seseorang dari kubu fungsionalis merespon tantangan ini.
Harvey Carr mengutarakan pendapatnya bahwa kedua definisi itu tidak
konsisten karena keduanya merujuk pada hal yang sama.
Kritisisme lainnya dari Titchener dan para pengikutnya berkaitan
dengan definisi psikologi secara keseluruhan. Strukturalisme mengklaim
bahwa fungsionalisme itu sama sekali bukan psikologi karena
fungsionalisme tidak tunduk kepada pokok kajian dan metode-metode
strukturalisme.
Kritik ini juga mengemukakan kesalahan pada ketertarikan
psikologi fungsionalis terhadap masalah-masalah praktis, sehingga
membangkitkan kembali kontroversi yang sudah ada sejak lama antara
sains murni dengan terapan. Carr mengusulkan agar psikologi murni dan
terapan dapat tunduk kepada prosedur-prosedur ilmiah dan riset valid,
metodenya dan bukan pokok kajian yang mengukur kelayakan ilmiah dari
sebuah penelitian. Aplikasi praktis psikologi dalam masalah-masalah
kehidupan nyata adalah salah satu kontribusi paling penting dan bertahan
lama dari fungsionalisme.

F. FUNGSIONALISME DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN


BERBAGAI BIDANG
a. MEMBAYAR PAJAK

15
Bagian kehidupan yang dapat diberikan penjelasan mengenai teori
struktural fungsional ini misalnya saja adalah memabayar pajak yang
dilakukan masyarakat, sejatinya pajak yang dikeluarkan tersebut untuk
kepentingan bersama, baik pembangunan infratruktur ataupun
ekonomi. Masyarakat yang rajin dalam membayar pajak secara tidak
langsun telah memikirkan kebersamaan dalam hidupanya.

b. PENDIDIKAN
Pendidikan yang dilakukan pemerintah dalam berbagai jenis lembaga
pendidikan adalah bagian daripada teori struktural fungsional, contoh
ini bisa dikemukakan karena masyarakat yang ingin hidup dengan
ketenangan terhadap bentuk perubahan sosial harus memiliki
pendidikan tinggi, adanya pemerintah memberikan fasilitas maka
masyarakat mengisi serta mendorong suksesi kehidupan dengan masuk
dalam lembaga pendidikan tertentu.

c. LOWONGAN KERJA
Contoh lainnya, mengenai gambaran dalam teori struktural fungsional
ini adalah lowongan kerja yang di dorong pemerintah sebagai cara
mengatasi pengangguran dan solusinya di Indonesia secara tidak
langsung kondisi ini dilakukan dengan terus memberikan pelayanan
pada investor yang membagun perusahaannya di Indonesia.

d. PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL


Awal mula perkembangan media sosial dianggap sebagai salah satu
bentuk ancaman bagi intraksi sosial langsung, karena manjakan
masyarakat dengan hubungan secaa elektronik. Banyak pihak yang
memilih tidak menggukan media sosial, akan tetapi pada akhirnya
dengan kesadaran masyarakat yang terjadi serta betapa pentingnya
media sosial ini menjadikan nilai kebutuhan bahwa media sosial
adalah bagian daripada syarat interkasi sosial dalam masyarakat yang
terjadi dengan sangat gampang.
Pertentangan masyarakat dan ketidakterimaan masyarakat dalam hal-
hal yang baru inilah pada akhirnya diterima menjadi salah satu intisari

16
daripada teori fungsional dijalankan, kajian mengenai teori ini terlepas
begitusaja dengan konflik, karena semua berjalan sebagaimana
waktunya. Meskipun demikian banyak pertentangan yang muncul,
salah satu pertentangan atau kritik yang ada dalam teori fungsional ini
adalah pandangan yang sama terhadap teori struktural fungsional yang
hanya dijakaji dengan proses menunggu.

e. DALAM MASYARAKAT ADAT


Dalam masyarakat Minangkabau ada istilah “Tungku Tigo
Sajarangan” (tiga unsur kepemimpinan), yang terdiri dari ninik
mamak, alim ulama, cadiak pandai. Ketiga unsur ini memiliki peran
strategis dalam masyarakat dan saling berintegrasi satu dengan yang
lainnya menjalankan peran (fungsi) mereka. Ninik mamak berperan
menjaga stabilitas kaumnya, dihormati sebagai simbol dalam
kelompoknya, memutuskan perkara adat dan hukum kemasyarakatan,
dan mengayomi masyarakat untuk menerapkan dan mewarisi hukum-
hukum adat mereka. Alim ulamadikenal berperan sebagai tokoh
panutan di bidang agama, memberi fatwa tentang halal dan haram,
memimpin upacara keagamaan, menjelaskana tata cara peribadatan,
dan memutuskan perkara berdasarkan hukum syariat Islam. Cadiak
pandai berperan sebagai seorang tokoh intelek di masyarakat, dia
berpikiran progresif dan maju, memberikan solusi-solusi penting atas
permasalahan masyarakat, aktif menyuarakan kebenaran dari sisi
akademik, dan memiliki analitis kritis terhadap isu yang berkembang
dalam masyarakat. Kepemimpinan tiga unsur ini memiliki peran
penting dalam masyarakat Minangkabau, melahirkan tokoh-tokoh
yang memiliki karakter kuat, beriman, dan berwawasan global.

G. KONTRIBUSI FUNGSIONALISME
Konsekuensi – konsekuensi jangka panjang dari pergeseran dalam
penekanan dari struktur ke fungsi juga signifikan. Salah satu akibatnya
adalah bahwa riset mengenai tingkah laku hewan yang bukan merupakan

17
bagian dari pendekatan strukturalis, menjadi bagian penting dari
psikologi.
Psikologi fungsionalis juga mengikutsertakan studi studi terhadap
balita, anak – anak, dan orang – orang dengan ketidakmampuan mental ke
dalam cakupannya. Kalangan psikolog fungsional melengkapi metode
introspektif dengan data yang diperoleh dari metode – metode lainnya,
seperti riset psikologis, tes mental, kuesioner, dan deskriptif obyektif dari
tingkah laku.

18
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Fungsionalisme adalah orientasi dalam psikologi yang
menekankan pada proses mental dan menghargai manfaat psikologi serta
mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara
kebutuhan manusia dan lingkungannya. Maksudnya, fungsionalisme
memandang bahwa masyarakat adalah sebuah sistem dari beberapa bagian
yang saling berhubugan satu sama lain dan tidak bisa dipahami secara
terpisah.
Fungsionalisme adalah sebuah studi tentang operasi mental,
mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara
kebutuhan manusia dan lingkungannya. Fungsionalisme menekankan
pada totalitas dalam hubungan pikiran and perilaku. Dengan demikian,
hubungan antar manusia dengan lingkungannya merupakan bentuk
manifestasi dari pikiran dan perilaku.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ellen Schultz, Sydney dan P. Schultz, Duane. 2011. A History of Modern


Psychology
Muhammad Az Zikra. Teori Fungsionalisme Menurut Emile Durkheim.
https://www.academia.edu/15728273/TEORI_FUNGSIOANALISME_MENUR
UT_EMILE_DURKHEIM (Diakses pada tanggal 29 Agustus 2019)
Amri Marzali (2006). Struktural-Fungsionalisme.
http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/viewFile/3558/2829 (Diakses pada
tanggal 29 Agustus 2019)
Farida Sarimaya (2012). Teori Sosial Budaya.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/19710504200501
2-FARIDA_SARIMAYA/TEORI_SOSIAL_BUDAYA/TTSB.pdf (Diakses pada
tanggal 29 Agustus 2019)

20

Anda mungkin juga menyukai