Anda di halaman 1dari 37

PEMERINTAH KABUPATEN PRINGSEWU

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRINGSEWU


Jl.Lintas Barat Pekon Fajar Agung Barat Kec.Pringsewu Kode Pos 35373
 ( 0729 ) 23582 Ext.100 Email : rsudpringsewu@ymail.com

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RSUD PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR : 445/267.b /LT.10/2018

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRINGSEWU

Menimbang a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Umum Daerah Pringsewu, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi.
b. Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
kebijakan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu
sebagai landasan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit
Umum Daerah pringsewu.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b perlu ditetapkan dengan Keputusan Derektur
Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu.
Mengingat
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit.
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438 / MENKES / PER / IX / 2010 Tentang Standart
Pelayanan Kedokteran.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290 / MENKES / PER / III / 2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269 / MENKES / PER / III / 2008 Tentang Rekam Medis.
6. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Pelindungan Konsumen.
7. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1996 Tentang Kualitas pangan yang dikomsumsi harus
memenuhi beberapa kriteeria, diantaranya adalah aman,
bergizi, bermutu dan dapat terjangkau oleh daya beli
masyarakat.
8. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1992 Tentang Kesehatan & Kepmenkes Nomor 715 /
Menkes / SK / V / 2003 Tentang Persyaaratan hygiene
sanitasi jasaboga.
9. Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 16 ayat (1) “ Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkkan dilarang
menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang
1
dinyatakan terlarang dan atau yang dapat melepaskan
cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan
manusia “ dan ayat (3) “Pemerintah menetapkan bahan yang
dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan tata cara
penegemasan pangan tertentu yang diperdagangkan.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129 / MENKES / SK / II / 2008 tanggal 6 Februari Tentang
Standart pelayanan minimal Rumah Sakit.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374 / MENKES / SK / III / 2007 tanggal 27 Maret 2007
Tentang Standart Profesi Gizi.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
161 / MENKES / PER / 2010 Tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098 / MENKES / SK / VII / 2003 Tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204 / MENKES / SK / X / 2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
794a / MENKES / PER / XII / 1989 Tentang Rekam Medis.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722 / MENKES / PER / IX / 1988 Tentang Bahan
Tambahan Makanan.
17. Peringatan Publik BPOM Nomor KH.00.02.1.55.2888
Tahun 2009 Tentang “Plastik Kresek” dan Keterangan Pers
BPO, Nomor KH.00.02.1.55.2888 Tahun 2009 Tentang
“Kemasan Makanan Styrofoam” (lampiran) ditambah
dengan penelitian-penelitan yang pernah dilakukan terhadap
bahaya plastik dan styrofoam, semakin perlu diawasi.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519 / MENKES / PER / III / 2011 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anastesiologi dan terapi
intensif di Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN

Menetapkan

PERTAMA KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


PRINGSEWU TENTANG PELAYANAN PASIEN DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH PRINGSEWU KABUPATEN
PRINGSEWU.
KEDUA
Kebijakan Proses pelayanan Pasien Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu, sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.
KETIGA
Pembinaan dan pengawasan penuyelenggaraan proses pelayanan
pasien Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu, dilaksanakan oleh
Pembinaan Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum Daerah
KEEMPAT Pringsewu.

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila di


2
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Pringsewu, 7 April 2018


Direktur RSUD Pringseewu

Dr. Teddy, Sp.PD


NIP : 19710902 200212 1 006

3
KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR : 445/ 267.b/LT.10/2018

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRINGSEWU

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Pelayanan yang seragam adalah pasien dengan masalah kesehatan dan


kebutuhan pelayanan yang sama, berhak mendapatkan kualitas yang sama di
rumah sakit.
2. Pelayanan pasien terintegrasi dan terkoordinasi adalah pelayanan pasien yang
melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan. Pengintegrasian dan koordinasi
aktivitas asuhan pasien menjadi tujuan agar menghasilkan proses yang efisien,
efektif, sehingga menghasilkan hasil asuhan pasien yang lebih baik.
3. Profesional Pemberi Asuhan ( PPA ) di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu adalah para profesional yang memberikan asuhan pada pasien yaitu
Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter Gigi , perawat, nutrisionis, apoteker,
asisten apoteker, fisioterapis.
4. EWS (early warning system) adalah suatu sistem permintaan bantuan untuk
mengatasi masalah kesehatan pasien secara dini
5. Asuhan Pasien adalah pemberian pelayanan pada pasien yang diberikan oleh
profesional Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu pemberi asuhan.
6. DPJP adalah Dokter penanggung Jawab Pelayanan, yang bertanggung jawab
pada pasien. Yang menjadi DPJP adalah dokter spesialis, dokter gigi, dan
dokter umum. Dokter spesialis radiologi, dokter spesialis patologi klinik
bukan DPJP.
7. Nutrisionis adalah ahli nutrisi atau gizi.
8. Case manager adalah orang yang ditunjuk dalam hal ini kepala ruangan yang
merupakan penghubung antara pasien dengan DPJP, PPA yang lain,
manajemen, dan asuransi.
9. Apoteker adalah orang yang ahli dalam manajemen obat.
10. CPPT adalah Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi.

Pasal 2

Lingkup Keputusan ini meliputi : Pelayanan pasien yang seragam, Pelayanan


terintegrassi dan terkoordinasi, pemberian pelayanan resiko tinggi dan pelayanan
pasien resiko tinggi, pelayanan gizi dan terapi nutrisi, manajemen nyeri, dan
pelayanan pasien terminal.

4
BAB II
PROSES PELAYANAN YANG SERAGAM

Pasal 3

1. Pelayanan yang seragam adalah pasien dengan masalah kesehatan dan


kebutahan pelayanan yang sama, berhak mendapatkan kkualitas asuhan
yang sama di rumah sakit
2. Proses pelayanan medis dan keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien
serta seragam tanpa membedakan stasus sosial pasien.
3. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai, yang dberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari – hari tertentu atau
waktu tertentu.
4. Setiap pasien harus dapat ditentukan diagnosisnya secara tepat
berdasarkan standar yang dimiliki Rumah Sakit Umum Daerah
Pringseewu, bila dalam waktu tertentu belum dapat ditegakan harus
dilakukan assesment yang melibatkan berbagai disiplin ilmu terkait.
5. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien seperti pelayanan anastesi,
pembedahan, nutrisi, penanganan nyeri, dan lain-lain harus sama diseluruh
rumah sakit.
6. Pasien dengan kebutuhan asuhan medis dan keperawatan yang sama
diseluruh rumah sakit.
7. Setiap petugas harus bekerja sesuai standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi , etiket dan menghormati hak
pasien disseluruh rumah sakit.
8. Pasien yang bermasalah dalam prosedur pelayanan maupun setiap pasien
yang pulang rawat inap dibuatkan Ringkasan Perawatan Pasien ( Resume
).

Pasal 4

Keseragaman diterjemahkan kedalam stantar prosedur operasional keseragaman di :


a. Pelayanan Pasien Gawat Darurat.
b. Pelayanan Pasien Rawat Inap.
c. Pelayanan Pasien Rawat Jalan.
d. Pelayanan pasien ICU
e. Pelayanan Pasien dengan Anastesi.
f. Pelayanan Pasien dengan Pembedahan.

BAB III
PELAYANAN TERINTEGRASI DAN TERKOORDINASI
Pasal 5

1. Rencana pelayanan terintegrasi dan dikoordinasikan antara berbagai unit


kerja dan pelayanan.
2. Pelaksanaan pelayanan terintegrasi dan terkoordinasi antar unit kerja,
departemen dan pelayanan dalam bentuk catatan perkembangan pasien
terintegrasi ( CPPT ).

5
Pasal 6

1. Asuhan untuk ssetiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung


jawap pelayanan ( DPJP ), perawat dan pemberi pelayanan kesehatan
lain dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap.
2. Rencana asuhan pasien harus individual dan berdasarkan data
assesment awal pasien.
3. Rencana asuhan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk kemajuan
terukur pencapaian sasaran.
4. Asuuhan kepada pasien direncanakan dan tertulis di rekam medis.
5. Kemajuan yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan
berdasarkan hasil assesment ulang atas pasien oleh praktisi pelayanan
kesehatan.

Pasal 7

1. Perintah harus tertulis bila diperlukan, dan mengikuti kebijakan rumah sakit.
2. Hanya mereka yang diizinkan boleh menulis perintah.
3. Mereka yang diizinkan memberikan perintah / order menuliskan perintah ini
dalam rekam medis pasien di lokasi yang seragam yaitu di lembar Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi.

Pasal 8

1. Pada form CPPT, diisi oleh dokter DPJP, perawat / bidan, nutrisionis,
apoteker, fisioterapis.
2. DPJP merupakan leader atau koordinator pelayanan pasien yang
melaksanakan asuhan dengan cara berdiskusi dengan profesional pemberi
asuhan ( PPA ) lain, ronde dan membaca CPPT, serta melakukan review dan
verifikasi setiap hari.
3. Pengisian CPPT oleh nutrisionis tidak dilakukan setiap hari, kecuali pada
pasien yang memang memerlukan terapi nutrisi.
4. Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien dicatat dalam rekam medis
pasien oleh pemberi pelayanan dengan metode SOAP ( Subyektif, Obyektif,
Assesmen, Planning ).

Pasal 9

Permintaan pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium klinik harus


menyertakan indikasi klinis dan alasan pemeriksaan yang rasional agar mendapatkan
interpretasi yang diperlukan.

6
Pasal 10

Perawat melakukan SOAP saat pasien datang, saat laporan jaga malam ke pagi, dan
sewaktu – waktu bila terjadi perubahan kondisi pada pasien.
Pasal 11

1. Peengisian oleh nutrisi dengan metode ADIME ( Assesmen, Diagnosis,


Intervensi, Monitoring dan Evaluasi ).
2. Nutrisionis melakukan ADIME dan asuhan hanya pada pasien yang memang
pada assesmen awal giazi dan skrining gizi, didapatkan adanya keluhan
mengenai gizi yang memerlukan penanganan gizi khusus atau terapi nutrisi.
3. Nutrisionis juga melakukan asuhan atau SOAP pada pasien yang telah dirawat
lebih dari satu minggu, untuk mencegah terjadinya malnutrisi di rumah sakit,
atau sewaktu – waktu jika diperlukan.

Pasal 12

Farmasi klinis / apoteker mengisi SOAP pada CPPT pada semua pasien baru, dan
mengisi Soap jika terjadi Drug Related Problem ( DRP ), atau masalah yang
berhubungan dengan obat.

Pasal 13

Fisioterapis juga melakukan asuhan dalam bentuk SOAP.

Pasal 14

Lebih lanjut akan dijelaskan dalam Panduan pengisian CPPT.

Pasal 15

1. Tindakan yang dilakukan harus dicantumkan dalam rekam medis pasien.


2. Hasil tindakan yang dilakukan dicatat dalam rekam medis pasien.
3. Semua tindakan dan hasilnya dicatat pada lembar implementasi.

Pasal 16

1. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil pelayanan dan pengobatan
di form informasi dan edukasi.
2. Pasien dan keluargaa diberitahu tentang hasil pengobatan termasuk kejadian
yang tidak diharapkan di form informasi.
3. Pasien dankeluarga diberi informasi tentang kejadian yang tidak diharapkan
dalam pelayanan dan pengobatannya di form informasi.

7
Pasal 17

1. Demi menjaga kontinuitas pelayanan dalam asuhan terintegrasi dan pelayanan


berfokus pada pasien, diperlukan peran seorang case manajer pelayanan
pasien.
2. Case manajer melakukan skrining pasien yang membutuhkan manajemen
pelayanan pasien, melakukan assesmen, utilitas, perencanaan, fasilitas dan
advokasi, koordinasi pelayanan, evaluasi dan tindak lanjut pasca discharge.
3. Case manajer akan berkoodinasi berkolaborasi dengan DPJP dan permberi
asuhan yang lain. Case manajer merupakan penghubung antara pasien dengan
DPJP, PPA yang lain, manajemen, asuransi.
4. Case manajer di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu adalah kepala
ruangan.

Pasal 18

1. Rapat tim merupakam kegiatan berkoodinasi lintas instalasi guna melakukan


pembahasan kasus dengan SMF terkait sehingga dapat ditegakan diagnosis
pasti.
2. Rapat tim dilakukan pada pasien yang memerlukan koodinasi lintas instalasi /
SMF / kasus multidisiplin / Length Of Stay (LOS) lebih dari 7 (tujuh) hari
atau melebihi hari rawat sesuai Clinical Pathway, pasien yang dirawat oleh 3
(tiga) dokter atau lebih wajib dilakukkan pembahasan kasus dengan SMF
terkait, atau bila dalam waktu lebih dari 2 x 24 jam belum bisa ditegakan
diagnosis pasti.

BAB IV
PELAYANAN RESIKO TINGGI
Pasal 19

Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, dan membutuhkan


peralatan yang kompleks yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa, beresiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan
pasien.

Pasal 20

Daftar pelayanan beresiko tinggi :


a. Pelayanan kasus emergensi.
b. Pelayanan resusitasi diseluruh rumah sakit.
c. Pelayanan pemberian darah dan komponen darah.
d. Pelayanan pasien dengan penyakit menular.
e. Pelayanan hemodialisis

8
Pasal 21

1. Rumah sakit juga melakukan identifikasi resiko sampingan akibat dari suatu
prosedur atau rencana pelayanan contoh : perlunya pencegahan thrombus
vena, ulkus decubitus dan jatuh
2. Bila ada resiko tersebut, maka dapat dicegah dengan melakukan pelatihan staf
dan peralatan di unit terkait yang harus selalu dilakukan pemeliharaan dan
kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB V
PELAYANAN RESIKO TINGGI YANG TIDAK DILAYANANI
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRINGSEWU

Pasal 22

1. Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu tidak menyediakan pelayanan


kemoterapi dan pada pasien yang Hemodialisis yang HbsAg Reaktif dah HIV
Reaktif.
2. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien yang daya tahannya
direndahkan masih sub standar, karena ruang isolasi yang ada masih belum
memadai. Obat-obatan untuk pasien HIV juga belum bisa tersedia.
3. Obat ARV tidak dilayanani di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu, tetapi
dirujuk ke pelayanan kesehatan yang bisa memberikan ARV.

BAB VI
EARLY WARNING SYSTEM ( EWS )

Pasal 23

1. EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asssemen awal dengan kondisi
penyakit akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien yang
mempunyai resiko tinggi bearkembang menjadi sakit kritis selama berada di
Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu.
2. Pasien-pasien tersebut adalah :
- Pasien yang keadaan umumnya dinilai tidak nyaman.
- Pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat.
- Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil.
- Pasien yang beru dipindahkan dari ruang rawat intensif kebangsal rawat
inap.
- Pasien yang akan dipindahkan dari ruang rawat keruang rawat lainnya.
- Pasien paska operasi dalam 24 jam pertama sesuai dengan ketentuan
penatalaksanaan paska operasi.
- Pasien yang perkembangan penyakitnya tidak menunjukan perbaikan.
- Pemamtauan rutin pada semua pasien minimal 1 kali dalam 1 shif dinas
perawat.

9
- Pada pasien di unit dialisis dan rawat jalan lainya yang akan dirawat inap
untuk menentukan ruang perawatan.
- Pasien yang akan dipindahkan dari RSUD Pringsewu ke rumah sakit
lainnya.
3. Parameter yang dinilai dalam EWS mencakup 7 parameter yaitu :
- Tingkat kesadaran .
- Respirasi atau pernapasan.
- Saturasi oksigen.
- Oksigen tambahan ( Non Rebreathing mask , Rebreathing mask, Nasal
Kanula )
- Suhu
- Denyut Nadi.
- Tekanan darah sistolik
4. DPJP menentukan nilai / skor EWS sebagai berikut :
- Jika nilai / skor nol ( 0 ) maka dianjukan manitoring TTV ( Tanda Tanda
Vital ) dan pantau kondisi pasien minimal 1 kali, kemudian catat pada
lembar observasi pasien dan ikuti pentunjuk respon klinis rendah atau
hijau.
- Jika nilai / skor EWS 1 – 4 atau rendah ( Hijau ) dilakukan langkah-
langkah seperti laporkan hasil EWS pada dokter, verifikasi maksimal 1
jam, menentukan frakuensi monitoring perlu ditambah atau eskalasi DPJP,
lalu pantau setiap 4 jam dan catat, jika kedepannya ditemukan skor
dibawah 1 penanganan ke klinis skor 0 tapi jika diatas 4 lanjutkan ke
regulasi tahap berikutnya.
- Jika nilai / skor EWS 5 -6 atau medium ( Kuning ) pertama dilaporkan
hasil kepada dokter atau pihak terkait, lakukan verifikasi 30 menit
sebelum, pantau setiap 1 jam sampai kondisi membaik, dan catat. Jika
kondisinya menunjukan skor dibawah 5 maka tangani ke klinis skor
rendah atau hijau tapi kalau menunjukan diatas 6 tingkatkan observasi
setiap 30 menit dan ikuti petunjuk skor tinggi atau Merah.
- Jika nilai / skor EWS diatas 7 ( Merah ) prosedur penanganan pasien,
yakni laporkan hasil EWS ke dokter, lakukan verifikasi, pemeriksaan, dan
penanganan 15 menit sejak aktivasi EWS, laporkan ke DPJP,
informasikan kondisi pasien kepada keluarga. Jika memburuk maka
dengan ijin DPJP konsultasikan ke intensivist buat rekomendasi rawat
intensif.

BAB VII
PELAYANAN PASIEN EMERGENSI

Pasal 24

1. Setiap pasien yang datang berobat ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) harus
mendaftar ke bagian registrasi rawat jalan dan mendaftar kebagian
administrasi untuk rawat inap, bila dirawat inap.
2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat terutama Life saving dilaksanakan tanpa
membayar uang muka.
10
3. Dalam memberikan pelayanan harus selalu menghormati dan melindungi hak
– hak pasien.

Pasal 25

1. Selain menanggani kasus trie emergency IGD juga melayanani kasus false
emergency.
2. Pada pasien DOA tidak dilakukan resusitasi kecuali atas permintaan keluarga
pasien.

Pasal 26

1. Dokter yang bertugas di IGD harus memiliki sertifikat PPGD / ACLS dan
ATLS yang masih berlaku.
2. Pada setiap shif jaga, salah satu perawat yang bertugas harus memiliki
sertifikat PPGD / BTCLS yang masih berlaku sebagai penanggung jawab shif.

Pasal 27

1. Obat dan alat kesehatan harus sesuai standar yang berlaku dan harus selalu
tersedia.
2. Memberikan pelayanan kessehatan kepada pasien gawat darurat selama 24
jam secara terus menerus dan berkesinambungan.

Pasal 28

1. Kriteria pasien akut dan gawat darurat adalah pasien yang tiba-tiba berada
dalam keadaaan gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya akan
menjadi cacat bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
2. Penanganan pasien tidak akut dan tidak gawat yang datang ke IGD diluar jam
kerja.
3. Bagi pasien yang tergolong tidak akut dan tidak gawat di IGD di luar jam
kerja tetap diberikan pelayanan sesuai dengan kondisinya.

Pasal 29

1. Setiap pasien yang datang ke IGD dilakukan triage untuk mendapatakan


pelayanan yang tepay dan sesuai dengan kondisi pasien.
2. Triage di IGD dilakukan oleh dokter jaga IGD atau perawat penanggung
jawab shift.

Pasal 30

1. Setiap pasien yang memerlukan pemeriksaan diagnosik / therapy / specimen


yang tidak tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu dapat dilkukan

11
rujukan ke rumah sakit lain, juga bagi pasien yang memerlukan rujukan rawat
inap yang diindikasikan karena penyakitnya.
2. Setiap tindakan medis yang dilakukan harus berdasarkan atas permintaan
dokter, persetujuan pasien / penanggung jawab.

Pasal 31

Bila terjadi banyak bencana baik yang terjadi didalam maupun dilluar rumah sakit,
IGD siap untuk melakukan penanggulangan bencana (disester plan).

Pasal 32

1. Setiap petugas / staf/ IGD wajib mengikuti pelatihan yang sudah


diprogramkan oleh bagian diklat.
2. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.

BAB VIII
PELAYANAN RESUSITASI

Pasal 33

1. Setiap personel Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu wajib bisa melakukan
tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD).
2. Seluruh petugas medis atau petugas lain yang telah memiliki sertifikat dapat
melakukan tindakan BHD.

Pasal 34

1. Ada 4 kunci dalam melakukan resusitasi yaitu : segera mengenali pasien


dengan gangguan napas dan sirkulasi, aktifkan Code Blue, segera lakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai bantuan datang dan lakukan tindakan
terintegrasi setelah pasien dinyatakan henti jantung / Cardiac Arrest.
2. Setiap ke gawat daruratan henti napas atau henti jantung pada pasien yang
memungkinkan untuk dapat ditolong, ditangani dengan mengaktifkan Code
Blue.
3. Petugas medis perawat, dokter dan dokter spesialis penemu pertama pasien
ancaman gangguan napas dan sirkulasi dapat melakukan tindakan bantuan
hidup dasar (BHD), kemudian petugas lainya mengaktifkan Code Blue.

Pasal 35

1. Tim Code Blue terdiri dari :


a. Dokter Anastesi sebagai koodinator Tim Code Blue.
b. Dokter umum bersertifikat ACLS sebagai anggota tim code blue sekaligus
ketua tim pada setiap shift.
12
c. Perawat 1, 2, 3 dan 4 sebagai anggotatim code blue.
2. Untuk pasien yang dinyatakan DO Not Attempt Resuscitation (DNAR)
dinyatakan dengan pengisian Imformed Consent oleh keluarga yang diketahui
oleh DPJP dan Case Manager.
3. Resusitasi untuk bayi, lebih lanjut akan dijelaskan pada panduan resusitasi
pada neonatus.

BAB IX
PELAYANAN TRANSFUSI DARAH

Pasal 36

1. Setiap permintaan darah harus berdasarkan atas permintaan dokter.


2. Pelayanan Unit Transfusi Darah di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu
menyediakan permintaan darah dari Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu
dan Rumah Sakit lain yang ada di Kabupaten pringsewu, Kabupaten
Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupataen Tanggamus.
3. UTDRS Pringsewu memproses darah dari pendonor yaitu melakukan uji
golongan darah, uji serologi IMLTD dan menyimpan darah yang sudah aman
dari penyakit IMLTD serta melakukan cross matching, kemudian mengolah
darah menjadi komponen darah dan menyerahkan kepada petugas / perawat
ruangan untuk ditransfusikan kepada pasien yang membutuhkan.
4. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi, setiap petugas wajib
mengikuti pelatihan di bidang transfusi darah yang seselenggarakan oleh
kementrian kesehatan dan atau PMI ( Palang Merah Indonesia ).
5. Pasien yang membutuhkan darah dan komponen darah “ Cito” akan
diprioritaskan dari pada pasien yang tidak tergolong cito.
6. Dokter yang bertugas yang memutuskan pemberian, pengawasan dan
pemeriksaan lebih lanjut.
7. Sebelum melakukan transfusi darah, pasien harus melalui serangkaian
pemeriksaan kelayakan, dan dipastikan pemberian darah dan komponen darah
dengan metode dobel cek yaitu ada 2 orang perawat yang memastikan
identitas pasien dengan identitas kantong darah yang akan ditransfusikan.
8. Pada pelaksanaan transfusi darah dan komponen darah hendaknya
dilaksanakan secara aman dan meminimalkan resiko transfusi dengan cara
melakukan monitoring ketat terhadap reaksi transfusi.
9. Proses transfusi darah dan komponen darah lebih lanjut dijelaskan pada
panduan transfusi SPO ( Standart Prosedur Operasional ) pemberian darah dan
produk darah.

BAB X
PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR

Pasal 37

1. Yang dimaksud dengan penyakit menular di Rumah Sakit Umum Daerah


Pringsewu adalah penularanya melalui :
a. Melalui udara ( airbone infection ) : Rubella , Cacar air.
b. Melalui saliva / ludah : TB Paru, Pertusis, Mumps,
morbili.
c. Melalui hubungan seksual : HIV
13
2. Pasien yang mendapatkan terapi yang dapat menyebabkan penurunan
kekebalan tubuh di Rumah sakit Umum daerah Pringsewu antara lain : pasien
dengan keganasan hematologi, pasien dengan HIV.
3. Pasien dengan masalah penurunan kekebalan tubuh yang dirawat di ruang
isolasi yang saat ini memang belum optimal, karena belum tersedianya
ruangan isolasi bertekanan negatif di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu.
4. Pasien dengan penyakit menular yang lain di rawat di ruang pengawasan yang
terpisah dengan pasien yang lain dengan penggunaan APD yang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5. Ruang isolasi Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu terdapat 1 buah di
masing-masing ruangan rawat inap, bukan ruangan bertekanan negatif, tetapi
sudah dengan entilasi yang memadai.

BAB XI
PELAYANAN HEMODIALISA

Pasal 38

1. Tindakan dialisis dilakukan atas intruksi dokter spesialis penyakit dalam


sesuai indikasi.
2. Setiap Pasien baru yang akan mendapatkan tindakan HD harus mengisi
informconsent
3. Pelayanan hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu melayani
seluruh masyarakat yang membutuhkan pelayanan hemodialisis baik dari
Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu dan Rumah Sakit lain yang ada di
Kabupaten pringsewu, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah
dan Kabupataen Tanggamus.
4. Sebelum dilakukan tindakan hemodialisa pasien harus diperiksa HbsAg , HIV,
Anti HCV.
5. Pelayanan hemodialisa RSUD Pringsewu hanya memberikan pelayanan
kepada pasien dengan HbsAg Non Reaktif.
6. Dokter penanggungjawab hemodilisa adalah dokter spesialis penyakit dalam
yang bersertifikat Pelayanan hemodialisa.
7. Dokter pelaksana hemodialisa adalah dokter umum yang bersetifikat
pelayanan hemodialisa yang telah dilatih di pusat pendidikan yang di
akreditasi dan disyahkan oleh PERNEFRI.
8. Pelayanan Hemodialisa di RSUD Pringsewu diawasi oleh supervisor yang
berijazah Konsultan Ginjal Hipertensi.
9. Perawat yang bertugas di ruang hemodialisa adalah perawat yang telah
bersetifikat pelatihan HD yang telah dilatih di pusat pendidikan yang di
akreditasi dan disyahkan oleh PERNEFRI.
10. Pasien pindahan dari rumah sakit lain atau klinik hemodialisa lain wajib
membawa traveling dialisis.
11. RSUD Pringsewu menggunakan ulang Dialiser / lebih dari 1 kali yang telah
diproses secara baku untuk pasien yang sama.
12. Penggunaan dialiser reuse harus ada persetujuan tetulis dari pasien tentang
keuntungan dan kerugian menggunakan dialiser reuse diberikan secara tertulis
sebelum melakukan tindakan HD pertama kali dan berlakuseterusnya selama
pasien masih menjalani hemodialisis di RSUD Pringsewu

14
13. Pelaksanaan dialiser reuse sesuai dengan prinsip kewaspadaan univaersal dan
sesuai prosedur manual ( SPO manual reuse dialiser dan SPO penggunaan
mesin dialiser reuse.
14. Tindakan HD sesuai dengan SPO.
15. Pelayanan HD di RSUD Pringsewu melayani tindakan pasien “CYTO” sesuai
indikasi.
16. Pelayanan HD RSUD Pringsewu wajib melaporkan kegiatan HD setiap bulan
ke IRR
( Indonesia Renal Registry )

BAB XII
PEMBATASAN GERAK / RESTRAINT

Pasal 39

1. Pembatasan gerak dilakukan pada pasien antara lain :


a. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain.
b. Merusak lingkungan dan fasilitas.
c. Pasien gaduh dan gelisah.
2. Sebelum melakukan gerak wajib dilakukan pengkajian ulang terhadap pasien,
antara lain
a. Lingkungan.
b. Prilaku.
c. Perawatan atau pengobatan yang sedang dijalani.
d. Kondisi kejiwaan.
e. Fasilitas yang dapat disediakan rumah sakit.
f. Resiko untuk pasien dan ssekitarnya.
3. Pembatasan gerak dapat berupa pembatasan fisik atau pembatasan
farmakologi.
4. Sebelum melakukan restrain wajib meminta persetujuan tindakan yang
akan dilakukan yang bekerja sama dengan keluarga pasien.
5. Pasien yang dilakukan pembatasan gerak wajib mendapatkan haknya
sebagai pasien untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya.
6. Pasien yang dilakukan pembatasan gerak wajib dilakukan obsevasi berkala
atau pengkajian ulang, untuk mengevaluasi efek restrain atau perbaikan
kondisi pasien. Bila dalam pembatasan gerak terjadi cidera maka wajib
dilakukan pelaporan dan perawatan.
7. Selama pasien dilakukan pembatasan gerak, setiap tindakan yang dilakukan
dan respon yang diberikan pasien dicatat dalam status pasien.
8. Pasien yang dilakukan pembatasan gerak di berikan pelayanan oleh tim
kesehatan
( Psikiatri, Anastesi, Giz i, Pekerja Sosial, Rohaniawan, dan lainnya ).

BAB XIII
PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA

Pasal 40

1. Pasien yang berusia 60 tahun keatas dimasukan dalam pelayanan pasien


lansia.
2. Rumah Sakit menyediakan pelayanan lansia yang terintegrasi dan terkoodinir.

15
3. Rumah sakit menhyediakan fasilitas dan sumber daya manusia yang dapat
mempermudah pasien lansia yang mendapatkan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan.
4. Semua petugas kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
lansia haarus memiliki ketrampilan khusus dalam melakukan tindakan pada
pasien lansia dengan masalahnya yang kompleks.
5. Pelayanan pasien lansia termasuk di dalamnya pengkajian, konsultasi
kesehatan, pengobatan penyakit, pengecekkan kesehatan, rehabilitasi, dan
pendidikan kesehatan.

BABA XIV
PASIEN ANAK – ANAK

Pasal 41

1. Pasien yang berusia dibawah 13 tahun yang datang ke rumah sakit untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan akan mendapatkan pelayanan kesehatan
khusus untuk pasien anak – anak.

2. Rumah Sakit menyediakan fasilitas dan tenaga terlatih untuk memberikan


pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan rumah sakit.
3. Pelayanan yang diberikan terintegrasi dan terkoodinir.

BAB XV
PASIEN DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

Pasal 42

1. Pasien yang dimasukan dalam daftar dengan kebutuhan khusus adalah pasien
dengan catat fisik, gangguan komunikasi dan gangguan mental.
2. Rumah sakit tidak menyediakan fasilitas dan tenaga kesehatan kepada pasien
dengan kebutuhan khusus.
3. Pelayanan kelompok ini dilakukan dengan cara merujuk ke rumah sakit yang
menyediakan fasilitas dan tenaga kesehatan untuk pelayanan pasien dengan
kebutuhan khusus.

BAB XVI
PASIEN DENGAN RESIKO KEKERASAN

Pasal 43

1. Pasien yang dimasukan dalam kelompok pasien yang beresiko kekerasan


antara lain : pasien korban penganiayaan / kekerasan fisik dan seksual, pasien
dengan kekerasan rumah tangga (KDRT), pasien yang ditinggal oleh
keluarganya ( terbengkalai ).
2. Pasien yang masuk dalam kelompok ini akan menerma pelayanan kesehatan
yang ditangani oleh tin yang terdiri dari : Dokter spesialis sesuai dengan
gejala yang dialami, Tim korban kekerasan, pekerja sosial dan kepolisian.

16
BAB XVII
PELAYANAN

KEMOTERAPI

Pasal 44

11111111111.Rumah Sakit Umum Daerah Pri


1 .Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu tidak menyediakan pelayanan
kemoterapi

2. Pelayanan kemoterapi merupakan salah satu pelayanan pada pasien


beresiko tinggi, maka perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur
Rumah Sakit Umum Pringsewu tentang Pelaksanaan Rujukan Pasien ke
Rumah Sakit Rujukan Kemoterapi.

BAB XVIII
PELAYANAN GIZI DAN TERAPI NUTRISI

Pasal 45

Kegian pelayanan gizi berada dibawah koodinasi instalasi gizi yang meliputi :

1. Penyelenggaraan makanan.
2. Kegiatan pelayanan gizi rawat jalan.
3. Kegiatan pelayanan gizi rawat inap.
4. Peralatan di instalasi gizi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Pelayanan di instalasi gizi harus selalu berorientasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
6. Semua petugas di instalasi gizi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
7. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (keselamatan dan kesehatan kerja).
8. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standart profesi, standart prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket dan menghormati hak pasien.
9. Penyelenggaraan makanan pasien dilaksanakan dalam 24 jam.
10. Seluruh pelayanan gizi wajib berorientasi pada kepuasan pelanggan.
11. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada organisasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Pringsewu sesuai dengan Keputusan Direktur RSUD Pringsewu .

17
BAB XIX
PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN NUTRISI

Pasal 46

1. Kegiatan penyelenggaraan makanan dan nutrisi untuk pasien tersedia secara


reguler.
2. Perencanaan Anggaran Belanja Makanan Rumah Sakit Umum daerah
pringsewu sesuai diet pasien dan kebutuhan pasien.
3. Pasien yang memerlukan diet makanan khusus, direncanakan dietnya dan
dipesankan makanan khusus oleh kepala Ruangan Instalasi Gizi.
4. Makanan yang disediakan sesuai dengan umur pasien, budaya pasien, dan
referensi diet.
5. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan
makanan dan dicatat.
6. Pesanan makanan didasarkan atas status gizi dan kebutuhan pasien.
7. Pemesanan makanan dilakukan oleh DPJP, perawat, atau ahli gizi, tergantung
status gizi dan kebutuhan pasien.

Pasal 47

1. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi
dan pelayanana.
2. Perhitungan dan pemesanan kebutuhan Bahan Makanan sesuai dengan jumlah
pasien ruangan dan siklus menu 10 hari.

BAB XX
PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN MAKANAN

Pasal 48

1. Produk enteral komersial penyimpanan disesuaikan dengan rekomendasi


pabrik.
2. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi resiko kontaminasi dan
pembusukan.
3. Pendistribusian makanan menggunakan sistem yang dipusatkan ( sentralisasi )
dan sistem yang dipusatkan ( desentralisasi ), dilakukan secara tepat waktu.
4. Pendistribusian makanan di ruangan dibantu oleh Pembantu Perawat ( PP )
dengan pengawasan Nutrisionis.
5. Distribusi makanan secara tepat waktu, untuk memenuhi permintaan khusus.

BAB XXI
TERAPI NUTRISI

Pasal 49

1. Pasien masuk perawatan dilakukan skrining gizi untuk mengidentifikasi


adanya resiko nutrisi dengan metode MST ( Malnutrition Screening Tools ),
dilakukan oleh perawat yang pertama menangani pasien.
18
2. Dilakukan asesmen awal gizi pada semua pasien baru.
3. Jika ada yang beresiko malnutrisi akan dibuat perencanaan terapi gizi.
4. Ada proses menyeluruh untuk merencanakan, memberikan dan memonitor
terapi nutrisi.
5. Respon pasien terhadap terapi nutrisi dimonitor.
6. Tingkat kemajuan pasien dan evaluasi respon terhadap terapi,
didokumentasikan dalam rekam medik.
7. Pada pasien yang tidak beresiko malnutrisi, nutrisionis melakukan kembali
assesmen ulang gizi pada pasien yang mendapatkan perawatan lama, setiap
seminggu sekali.

BAB XXII
EDUKASI GIZI

Pasal 50

1. Setiap pasien dan keluarga mendapatkan edukasi gizi sesuai dengan diet dan
penyakitnya.
2. Keluarga tidak boleh membawa makanan dari luar.

BAB XXIII
MANAJEMEN NYERI

Pasal 51

1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan assemen apabila ada rasa nyeri.
2. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
3. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai dengan panduan dan standar prosedur
operasional.
4. Komunikasi dengan pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dalam
konteks pribadi, budaya, dan kepercayaan agama masing-masing.
5. Fasilitas pengukuran nyeri pasien harus tersedia dalam bentuk skala nyeri
dalam rekam medis.
6. Keluhan pasien tentang nyeri harus diperhatikan, tidak boleh langsung
dianggap sebagai malingering ( Berpura-pura ) dan dilanjutkan dengan
pengukuran nyeri.
7. Pengetahuan pengukuran nyeri harus dipahami dan menjadi perhatian
pertugas Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu.
8. Pengukuran nyeri harus dilakukkan secara berkala untuk memastikan
kenyamanan pasien dan membantu kesembuhan pasien.
9. Penatalaksanaan nyeri di Rumah akit Umum Daerah Pringsewu mencakup
farmakologis dan non farmakologis.

BAB XXIV
IDENTIFIKASI NYERI

Pasal 52

1. Dokter atau perawat mengidentifikasi pasien yang beresiko merasa nyeri.


2. Melakukan penilaian menggunakan Nurmeric Rating Scale ( dewasa dan anak
> 9 tahun ) dan Wong Baker Faces Pain Scale ( dewasa dan anak > 3 tahun )
(terlampir), Neonatask Infant Pain Scale.
19
3. Pada pasien dalam pengaruh obat anastesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
assemen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukan respon
berupa ekpresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
4. Mencatat hasil penilaian pada rekam medis.

BAB XXV
ASUHAN MANAJEMEN NYERI

Pasal 53
1. DPJP menentukan skor nyeri.
2. Bila skor nyeri < 4 ( nyeri ringan ), perawat dapat memberikan penanganan
nyeri non farmakologi.
3. Bila skor nyeri 4 – 6 ( nyeri sedang ), DPJP akkan langsung melakukan
penanganan nyeri.
4. Bila skor nyeri > 6 ( nyeri berat ), DPJP langsung melakukan konsultasi
penanganan nyeri kepada tim nyeri ( bagian anastesi ).

Pasal 54

1. Tim nyeri dalam hal ini Dokter spesialis anastesi, melakukan evaluasi
terhadap penanganan nyeri terhadap pasien.
2. Tim nyeri menjawab konsultasi DPJP dan menyatakan pasien rawat bersama
dalam penanganan nyeri bila pasien membutuhkan.
3. Penanganan nyeri oleh tim nyeri dilaksanakan sampai nyeri berkurang sampai
skor 4.
4. Bila skor nyeri ≤ 4, tim nyeri menyerahkan kembali penanganan nyeri kepada
DPJP.
5. Pada pasien yang dilakukan pembedahan, penanganan nyeri dimulai dari pre
operasi hingga pasca operasi minimal sampai hari ketiga pasca operasi atau
selama DPJP tetap mengkonsulkan kepada tim nyeri untuk rawat bersama
sampai skor nyeri 0.

Pasal 55

Assemen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukan adanya rasa nyeri sebagai berikut :
a. Lakukan assemen nyeri yang komperhensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien.
b. Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri,
setiap 4 jam ( pada pasien yang sadar bangun ), pasien yang menjalani
prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang
dari rumah sakit.

20
BAB XXVI
EDUKASI NYERI

Pasal 56

Pasien dan keluarga pasien harus diberikan pendidikan tentang rasa nyeri, pendidikan
tentang nyeri dapat diberikan melalui brosur atau selebaran yang berisi skor nyeri
baik menggunakan metode Numeric Pain Scale maupun Wong Baker Face Scale.

BAB XXVII
PELATIHAN STAF TENTANG RASA NYERI

Pasal 57

Staf Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu harus mengerti tentang bagaimana
mengidentifikasi nyeri, sehingga diperlukan pelatihan untuk assemen nyeri dan
menejemen nyeri.

BAB XXVIII
PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL

Pasal 58

1. Petugas Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu harus dapat memastikan


bahwa gejala gejala pada pasien terminal ( akhir Kehidupan ) akan dilakukan
assemen dan dikelola secara tepat.
2. Petugas Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu dapat memastikan bahwa
pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat dan respek.
3. Petugas Rumah Sakit Umum Daerah pringsewu melakukan assesmen keadaan
pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk mengidentifikasi setiap
gejala-gejala pada pasien tahap terminal ( akhir kehidupan ).
4. Petugas rumah sakit merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam
mengelola gejala-gejala pada pasien tahap terminal ( akhir kehidupan ).
5. Petugas rumah sakit harus menghormati nilai yang dianut pasien, agama, dan
preperensi budaya.
6. Petugas rumah sakit harus mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam
semua aspek pelayanan terutama pasien terminal ( akhir kehidupan ).
7. Petugas rumah sakit memberikan respon pada masalah psikologi, emosional,
spiritual dan budaya dari pasien dan keluarganya.
8. Petugas rumah sakit harus meminta persetujuan keluarga dalam pengambilan
keputusan asuhan termasuk keputusan Do Not Resuscitate / DNR.
9. Pimpinan rumah sakit merencanakan untuk mendidik staf tentang pengelolaan
gejala-gejala yang berhubungan dengan pasien pada tahap terminal ( akhir
kehidupan ).

21
BAB XXIX
PELAYANAN PASIEN DALAM PROSES KEMATIAN

Pasal 59

1. Petugas rumah sakit harus dapat memastikan bahwa pasien dalam proses
kematian
( menjelang ajal ) akan dilakukan assesmen dan dikelola secara tepat untuk
meningkatkan kenyamanan dan kehormatannya.

2. Petugas rumah sakit memastikan bahwa pasien dalam proses kematian


dilakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri dan gejala-gejala penyakit
baik primer maupun sekunder. Memberikan pelayanan sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh pasien tahap terminal dengan segala kebutuhan uniknya
3. Petugas rumah sakit melakukan intervensi dalam masalah psikososial,
emosional, dan spiritual dari pasien dan keluarga, dalam menghadapi
kematian dan kesedihan.
4. Petugas rumah sakit melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan
budaya pasien dan keluarganya.
5. Petugas rumah sakit melakukan intervensi terhadap asuhan pasien dan harus
melibatkan pasien dan keluarga.
6. Untuk pasien-pasien yang dinyatakan mati batang otak tidak dilakukan
resusitasi, diberikan terapi suportif saja.

7. Semua pasien yang mengalami fase akhir kehidupannya ( pasien yang


mendekati ajal ) berhak mendapatkan pelayanan rohaniawan yang
dilaksanakan sesuai dengan standart prosedur operasiona.
8. Menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidupnya bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai.

BAB XXX
PENUTUP

Pasal 60

Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan

Pringsewu, 7 April 2018


Direktur RSUD Pringseewu

dr. Teddy, Sp.PD


NIP : 19710902 200212 1 006

22
PANDUAN
PELAYANAN YANG SERAGAM

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRINGSEWU


KABUPATEN PRINGSEWU

23
PPEMERINTAH KABUPATEN PRINGSEWU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRINGSEWU
Jl.Lintas Barat Pekon Fajar Agung Barat Kec.Pringsewu Kode Pos 35373
 ( 0729 ) 23582 Ext.100 Email : rsudpringsewu@ymail.com

BAB I
UMUM

Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapatkan kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip
“kualitas asuhan yang seragam” mengharuskan pimpinan merencanakan dan
mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada
populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan
prosedur yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan
harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama
setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur tersebut
harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang membentuk
proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif.

Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut :


1. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai, tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
2. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang diberikan oleh praktisi yang
berkompeten yang tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.
3. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien dalam menentukan alokasi
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
4. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia)
sama di seluruh rumah sakit.
Pengertian Asuhan Pasien Yang Seragam
Asuhan pasien yang seragam di seluruh rumah sakit merupakan proses pelayanan
yang dilakukan oleh seluruh staf rumah sakit kepada pasien untuk memenuhi
kebutuhan pasien.

Tujuan Asuhan Pasien Yang Seragam


Untuk memenuhi kebutuhan pasien, dalam menangani masalah kesehatan pasien
seperti yang dilakukan oleh seluruh rumah sakit tentang asuhan pasien yang
seragam.
24
BAB II
RUANG LINGKUP

Asuhan pasien yang seragam meliputi :

1. Pelayanan Yang Seragam


 Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan menerapkan prinsip non-diskriminatif yaitu pelayanan yang
seragam tanpa membedakan status sosio-ekonomi, budaya, agama dan waktu
pelayanan.
 Asuhan pasien dan pengobatan diberikan oleh praktisi yang kompeten
memadai selama 24 jam.
 Penentuan alokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien didasarkan
atas ketepatan mengenali kondisi pasien.
 Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien, sama di seluruh rumah sakit.
 Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien sama dengan asuhan
keperawatan di seluruh rumah sakit.

2. Pelayanan Kedokteran Dan Keperawatan

Asuhan Pasien meliputi Pelayanan Kedokteran dan Keperawatan yang mengacu


pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur
Operasional sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pengintegrasian Dan Pengkoordinasian Asuhan Pasien

 Proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi


pelayanan kesehatan dan dapat melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan.
 Asuhan kepada pasien direncanakan dan ditulis di rekam medis.
 Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP), Perawat dan Tim Medis lainnya dalam waktu kurang dari
24 jam setelah pasien diopname di RSUD Pringsewu.
 Rencana asuhan pasien bersifat holistik dan berdasarkan data asesmen awal
pasien.
 Rencana asuhan pasien dicatat dalam rekam medis untuk melihat pelayanan
apa saja yang sudah diberikan oleh praktisi pelayanan kesehatan.
25
 Kemajuan yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan,
berdasarkan hasil asesmen ulang pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan.
 Rencana asuhan untuk tiap pasien di review dan di verifikasi oleh DPJP
dengan mencatat kemajuannya.
 Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien dicatat dalam rekam medis oleh
pemberi pelayanan.

4. Penulisan Perintah Dalam Rekam Medis


 Perintah harus tertulis bila diperlukan dan mengikuti pedoman rekam medis
rumah sakit.
 Permintaan pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium klinis harus
disertai indikasi klinis (sesuai PPK).
 Hanya mereka yang diizinkan boleh menuliskan perintah, sesuai dengan
pedoman rekam medis rumah sakit.
 Perintah berada di lokasi tertentu yang seragam di rekam medis pasien.

5. Komunikasi Efektif
a. Perintah lisan melalui telepon dituliskan secara lengkap oleh penerima
perintah.
b. Setelah menerima perintah lisan melalui telepon dibacakan kembali oleh
penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah.

6. Pelayanan Instalasi
a. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorium
dan Radiologi dilaksanakan dalam 24 jam. Pelayanan Rawat Jalan sesuai
dengan jadwal praktik dokter. Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam
jam kerja (efektif/terencana) dan dilanjutkan dengan sistem on call.
b. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
c. Seluruh staf Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, pedoman/panduan dan standar prosedur operasional
yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika dan etiket Rumah Sakit
Umum Daerah Pringsewu yang berlaku.
d. Seluruh staf Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu dalam melaksanakan
pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan

26
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat
pelindung diri (APD).

7. Pelayanan Kasus Emergency


Pelayanan Kasus Emergency diidentifikasi, dan dilakukan oleh tenaga medis
yang bersertifikat dan kompeten di Instalasi Gawat Darurat.

8. Skrining Dan Triase


a. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien
dapat dilayani oleh Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu .
b. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing
sebelumnya.
c. Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase
berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.

9. Asesmen Pasien
a. Semua pasien harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui suatu
proses asesmen yang baku.
b. Asesmen awal rawat jalan dilakukan oleh dokter umum atau dokter spesialis
di Poliklinik rawat jalan.
c. Pengkajian medik rawat inap dilakukan oleh dokter penanggung jawab
pasien (DPJP).
d. Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial
dan ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
e. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan
peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen pasien.
f. Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap
atau sesuai kondisi pasien.
g. Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat
inap atau lebih cepat sesuai kebijakan rumah sakit.
h. Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien
(discharge planning).
i. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar
kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan
untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
j. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
27
10. Penyediaan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi
a. Kasus emergency
 Identifikasi pasien kasus emergency atau berisiko tinggi terjadinya kasus
emergency dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten.
 Seluruh tenaga medis yang bertugas ditempat dengan kasus risiko tinggi
wajib memiliki sertifikat.
b. Pemberian pelayanan resusitasi
 Resusitasi dapat dilakukan di seluruh unit rumah sakit.
 Seluruh karyawan yang bertugas di semua unit rumah sakit diberikan
pelatihan Bantuan Hidup Dasar.
 Resusitasi lanjut dilakukan oleh tim yang terlatih dengan nama “Blue
Team” dengan membawa alat-alat dan obat resusitasi yang diperlukan.
c. Asuhan pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau yang
koma.
 Identifikasi kebutuhan pasien dengan peralatan bantuan hidup dasar atau
yang koma dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten.
 Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu sudah mampu melakukan asuhan
pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau yang koma.
d. Asuhan pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya
diturunkan
 Identifikasi kebutuhan asuhan pasien dan resiko penularan akibat dari
penyakit atau akibat obat-obatan yang diberikan.
 Bila fasilitas tidak memungkinkan untuk melakukan asuhan pasien
tersebut agar diberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk dirujuk ke
tempat dengan fasilitas yang sesuai kebutuhan.
e. Asuhan pasien Hemodialisa ( cuci darah )
 Setiap pasien yang akan menjalani hemodialisa mendapat pelayanan yang
sesuai dengan Panduan Pelayanan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum
Daerah Pringsewu.
 Setiap unit dan petugas yang terkait dengan Pelayanan Hemodialisa harus
bekerja sesuai dengan Panduan Pelayanan Hemodialisa di Rumah Sakit
Umum Daerah Pringsewu .
f. Mengarahkan penggunaan alat penghalang (restraint) dan asuhan pasien yang
diberi penghalang.
 Identifikasi penggunaan alat penghalang dilakukan pada pasien yang tidak
mengerti asuhan yang diberikan, seperti pasien anak dan geriatri, pasien
gelisah dan kesadaran menurun.
28
 Asuhan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
g. Asuhan pasien yang beresiko disiksa
 Identifikasi pasien dengan risiko disiksa, seperti pasien lanjut usia, cacat
tubuh, cacat mental dan anak-anak.
 Pelayanan pasien seperti diatas melibatkan multidisiplin ilmu dan tersedia
dalam suatu tim asuhan.
h. Mengarahkan asuhan pada pasien yang mendapat kemoterapi
 Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu tidak memberikan pelayanan
kemoterapi.
 Untuk pelayanan kemoterapi, Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu
melakukan sesuai dengan Kebijakan, Panduan dan Standar Prosedur
Operasional yang berlaku.

11. Penanganan Dan Pemberian Produk Darah

 Setiap penggunaan dan pemberian darah dan atau produk darah harus
berdasarkan atas permintaan dokter.
 Pemberian darah dan atau produk darah harus selalu memperhatikan
keselamatan pasien
 Darah atau produk darah yang diberikan kepada pasien harus dijamin
bebas dari bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit yang dapat
ditularkan melalui transfusi darah dan atau dari produk darah. Oleh sebab
itu produk darah yang akan diberikan untuk pasien sudah diskrining dari
utd
 Sebelum melakukan pemberian darah atau produk darah (transfusi) pasien
harus melakukan serangkaian pemeriksaan kelayakan dan memberikan
persetujuan ( inform consent )
 Pada pelaksanaan pemberian darah dan atau produk darah harus dilakukan
secara aman dan meminimalkan risiko transfusi
 Pemberian darah dan atau produk darah harus dicatat di dalam rekam
medis.

12. Manajemen Nutrisi

 Pasien diskrining untuk status gizi.


 Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
 Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko
kontaminasi dan pembusukan
29
 Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
 Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.
13. Manajemen Nyeri
a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
b. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
c. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
d. Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan
nyeri dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama
masing-masing.
14. Transfer Keluar Rumah Sakit / Rujukan
a. Melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke Rumah Sakit yang dituju sebelum
dirujuk.
b. Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
c. Rumah Sakit menentukan Tim Medis yang bertanggung jawab selama proses
rujukan serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama
transportasi.
d. Sebelum pasien dirujuk, maka tim medis menjelaskan kepada keluarga
pasien dan meminta persetujuan keluarga dengan menandatangani form
inform consent.
e. Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewuhanya melakukan rujukan ke rumah
sakit yang sudah kerja sama secara resmi ( diterbitkan MOU )
f. Proses rujukan didokumentasikan didalam rekam medis pasien.
g. Setiap pasien yang dirujuk membawa surat rujukan dan disertai dengan
resume medis.

15. Pemberitahuan Kepada Pasien Dan Keluarga Tentang Hasil Asuhan &
Pengobatan
 Setiap tindakan pelayanan yang diberikan kepada pasien yang berhubungan
dengan kejadian yang tidak diharapkan diberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga dan pasien kemudian menandatangani form persetujuan tindakan.
16. Transfer/Perpindahan di Dalam Rumah Sakit
a. Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Pasien yang ditransfer harus dilakukan pengelompokkan berdasarkan kriteria
pasien transfer terlebih dahulu sebelum dipindahkan.

30
c. Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu melaksanakan proses untuk
memberikan pelayanan asuhan pasien yang berkelanjutan didalam rumah
sakit dan koordinasi antar para tenaga medis.
d. Bila ada indikasi, rumah sakit dapat membuat rencana kontinuitas pelayanan
yang diperlukan pasien sedini mungkin.
17. Penundaan Pelayanan
a. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau
penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan.
b. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau
pengobatan.
c. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan
informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik
mereka.
18. Penolakan Pelayanan Dan Pengobatan
a. Pasien dan keluarga berhak menolak atau tidak melanjutkan untuk dilakukan
tindakan medis.
b. Pihak RS wajib memberitahukan tentang konsekuensi dan tanggung jawab
yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
c. Pasien dan keluarga yang menolak untuk dilakukan pelayanan medis dan
pengobatan dari Tim Medis wajib menandatangani Surat Penolakan
Tindakan Medis setelah mendapatkan informed consent dari RS.
d. Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat, serta
persyaratan hukum dan peraturan.
19. Pemulangan Pasien
a. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
b. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang
terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
c. Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan
kelanjutan pelayanan medis (kontrol ulang).
d. Resume medis pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
e. Resume medis berisi semua tindakan medis yang sudah dilakukan dan waktu
kontrol ulang bila perlu.
f. Salinan resume medis pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.

31
20. Pelayanan Pasien Tahap Terminal
a. Setiap pasien mendapatkan pelayanan yang komprehensif pada akhir
kehidupannya.
b. Semua tim medis harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir
kehidupannya yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan
sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial,
emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya
dalam keputusan pelayanan.
c. DPJP wajib menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang kondisi pasien
yang sebenarnya.
d. Pelayanan kerohanian (spiritual) disediakan oleh rumah sakit setiap hari.
21. Transportasi
a. Transportasi milik rumah sakit harus sesuai dengan hukum dan peraturan
yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi milik rumah sakit,
dilengkapi dengan peralatan yang memadai, pembekalan dan medikamentosa
sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa.

32
BAB III
TATA LAKSANA

Proses pelayanan yang seragam


1. Tata cara asuhan rawat jalan :
a. Sebelum poliklinik dibuka, petugas menyiapkan formulir dan catatan sebagai
kelengkapan dokumen Rekam Medis (RM) yang akan digunakan.
b. Menerima dokumen RM dari TPPRJ (Tempat Pendaftaran Pasien Rawat
Jalan) dengan menandatanganinya pada buku ekspedisi.
c. Mengontrol pembayaran jasa pelayanan rawat jalan yang dibawa pasien dan
dicatat di buku register rawat jalan.
d. Memanggil pasien secara berurutan agar tidak terjadi antrian yang panjang di
ruang tunggu poliklinik yang bersangkutan.
e. Melakukan pemeriksaan dan terapi bila perlu melakukan tindakan serta
mencatat atau mengisi kedalam dokumen RM secara lengkap dan
ditandatangani.
f. Memberikan keterangan tentang penyakit kepada pasien dan diputuskan perlu
dirujuk atau tidak, dirawat inap atau tidak.
g. Apabila perlu dirawat inap, membuat surat perintah di rawat.
h. Apabila perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, membuat surat permintaan
pemeriksaan penunjang.
i. Membuat pengantar pembayaran tindakan jasa rawat jalan diserahkan kepada
pasien untuk dibayarkan ke kasir.
j. Apabila diperlukan, membuat surat keterangan sakit/sehat dan surat
keterangan kematian.
k. Mencatat identitas pasien rawat jalan ke dalam buku register poliklinik
dengan nomor urut nomor RM kedalam ringkasan riwayat penyakit rawat
jalan.
l. Membuat SHRJ yang diserahkan ke Unit Rekam Medik (URM), kecuali untuk
pasien yang dirawat inap.
m. Mengembalikan dokumen RM ke URM dengan buku ekspedisi.
n. Menjumlahkan pembayaran jasa pelayanan poliklinik dan jasa tindakan
poliklinik berdasarkan bukti pembayaran dari kasir untuk dicocokkan dengan
catatan di kasir.

33
2. Tata cara asuhan rawat inap :
a. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus
mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan
penanganan segera.
b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu menaruh kepercayaan bahwa
pengobatan yang diterima dimulai secara benar.
c. Penanganan para dokter dan perawat yang professional akan menimbulkan
kepercayaan pasien bahwa pasien tidak salah memilih rumah sakit.
d. Ruang yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit
e. Peralatan yang memadai dengan operator yang professional.
f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

3. Tata cara asuhan penyampaian informasi asesmen pasien


a. Tim dokter mempersilahkan masuk kedalam ruangan dokter dan
mengucapkan salam kepada pasien dan keluarga pasien.
b. Tim dokter menyapa pasien dengan namanya.
c. Tim dokter menciptakan suasana yang nyaman untuk menyampaikan
informasi asesmen kepada pasien dan keluarga pasien karena informasi yang
akan diberikan adalah informasi yang penting tentang hasil asuhan dan
pengobatan pasien.
d. Tim dokter menjelaskan hasil tindakan medis yang dilakukan dengan
memberitahukan hasil diagnosa, bahwa dari hasil pemeriksaan dan
pengobatan pasien dinyatakan telah sembuh.
e. Apabila hasil asuhan dan pengobatan pasien telah disampaikan, dan tidak ada
lagi pertanyaan yang diajukan oleh pasien dan keluarga pasien maka dokter
akan berdiri ketika pasien hendak pulang.
f. Dokter akan memberikan resep untuk jadwal makan obat dirumah atau jadwal
kontrol ulang untuk datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan kembali.

4. Tata cara asuhan anestesia :


a. Asuhan pre anestesia
1) Mampu melakukan anamnesa riwayat kesehatan pasien.
2) Melakukan pemeriksaan dan penilaian status fisik pasien.
3) Melakukan pengecekan persiapan administrasi pasien.
4) Melakukan analisa hasil pengkajian dan merumuskan masalah.
5) Mampu menyusun rencana tindakan pelayanan pre anestesi.
6) Mampu melaksanakan tindakan perawatan pre anestesi.
34
7) Mampu berkolaborasi dalam melakukan tindakan pelayanan pre
anestesi.
8) Mempersiapkan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan pendidikan
kesehatan.

b. Asuhan tindakan anestesia


1) Mampu membuat perencanaan teknik anestesi.
2) Mampu melaksanakan teknik anestesi.
3) Mampu melakukan pemasangan alat monitoring invasif dan non-invasif.
4) Mampu melakukan intubasi.
5) Mampu melakukan pemberian obat anestesi.
6) Mampu melakukan pemberian obat tambahan dan cairan sesuai kebutuhan
pasien.
7) Mampu mengidentifikasi kebutuhan posisi fisiologis normal selama
tindakan pembedahan.
8) Mampu mengatasi gangguan yang timbul akibat anestesi atau
pembedahan.
9) Mampu melakukan pemeliharaan jalan nafas selama masa intra anestesi.
10) Mampu melakukan pemasangan alat ventilasi mekanik.
11) Mampu melakukan pemasangan alat nebulizer.
12) Mampu melaksanakan tindakan untuk mengatasi kondisi gawat darurat di
meja operasi.
13) Mampu melaksanakan tindakan pengakhiran anestesi.
14) Mampu melakukan pencegahan komplikasi pengakhiran anestesi.
15) Mampu mengatasi komplikasi pengakhiran anestesi.
16) Mampu berkolaborasi dalam melakukan tindakan intra anestesi.

c. Asuhan pasca anestesia


1) Mampu menentukan kebutuhan pelayanan lanjutan pasca anestesi
regional.
2) Mampu menentukan kebutuhan perawatan lanjutan pasca anestesi umum.
3) Mampu melakukan kolaborasi pada tindakan manajemn nyeri.
4) Mampu melaksanakan tindakan untuk mengatasi kondisi gawat daurat di
ruangan pemulihan.
5) Mampu melakukan perawatan pasca anestesi pada pasien dengan tindakan
anestesi regional.

35
6) Mampu menentukan kondisi pasien pasca anestesi untuk pindah ke ruang
perawatan.
7) Mampu berkolaborasi dalam melakukan asuhan keperawatan pasca
anestesi.
8) Mampu mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan.

36
BAB IV
DOKUMENTASI

Asuhan pasien yang seragam di seluruh rumah sakit merupakan proses pelayanan
yang dilakukan oleh seluruh staf rumah sakit kepada pasien untuk memenuhi
kebutuhan pasien seperti asuhan rawat jalan, rawat inap, penyampaian informasi
asesmen pasien, dan asuhan anestesia yang diberikan Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu pada asuhan pasien melalui tim medis.

Buku panduan asuhan pasien yang seragam didampingi dengan dokumen sebagai
berikut :
Dokumen Regulasi
a. Kebijakan Asuhan Pasien Yang Seragam
b. Panduan Asuhan Pasien Yang Seragam
c. SPO Asuhan Pasien Yang Seragam

Demikian buku panduan ini dibuat untuk pedoman asuhan pasien yang seragam di
Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu. Maka segala pelayanan pasien wajib
berdasarkan buku pedoman ini terhitung setelah disahkan oleh Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Pringsewu.

Pringsewu, 12 Febuari 2018


Direktur RSUD Pringseewu

Dr. Teddy, Sp.PD


NIP : 19710902 200212 1 006

37

Anda mungkin juga menyukai