Anda di halaman 1dari 3

Hidup Damai di Utara Pulau Bali

Akhir-akhir ini wisata pedesaan mulai diminati oleh para wisatawan yang sudah mulai
bosan dengan rutinitas mereka di perkotaan. Begitupun dengan saya yang disibukkan dengan
kegiatan perkuliahan di Ibu Kota Jakarta yang rasanya ingin lari dari rutinitas dengan tinggal di
suatu tempat yang damai untuk berlibur.
Jika berbicara tentang liburan, sudah pasti yang ada dibenak kita semua adalah
mengunjungi suatu pulau yang memiliki pantai yang indah dengan pohon nyiur yang menjulang
serta ditemani cerahnya matahari khas musim panas. Dan pastinya lagi, tidak lain dan tidak bukan
adalah Bali yang langsung tergambar oleh pemikiran kita. Ya, Bali memang juaranya wisata pantai
di negara kita Indonesia tercinta ini. Segala jenis wisata ada di Bali. Mulai dari wisata alam,
budaya, wisata malam sampai wisata religi. Namun satu yang tidak pernah dilupakan dan selalu
digemari oleh wisatawan yaitu pantai dan budaya.
Wisata pantai di Bali memang menjadi favorit baik bagi wisatawan nusantara maupun
wisatawan mancanegara terutama di Bali bagian selatan. Segala fasilitas pendukung pun sudah
lengkap disediakan oleh pemerintah daerah Bali maupun inisiatif dari masyarakat sekitar. Namun
hal ini pun rupanya membuat wisatawan berbondong-bondong mengunjungi Bali Selatan yang
berdampak pada lonjakan wisatawan di tempat wisata.
Sebagian wisatawan ada yang tetap menikmati, ada juga yang merasa tidak nyaman.
Apalagi untuk orang yang berwisata dengan tujuan mencari ketenangan pada liburannya. Dan
seiring berjalanannya waktu tren berwisata mulai bergeser dari yang sifatnya hura-hura menjadi
wisata yang tujuannya untuk mencari ketenangan di desa.
Saya dan teman-teman kuliah sangat beruntung mendapat kesempatan untuk merasakan
tren wisata pedesaan ini. Pada akhir April 2018 lalu kami memilih Bali sebagai tujuan untuk Studi
Lapangan. Why we choose Bali…? Bali is very crowded nowadays…
Ya. Tidak dapat dipungkiri, Bali masih menjadi tujuan utama pariwisata saat ini. Namun
kami melihat adanya perbedaan pariwisata Bali pada bagian utara. Pada Bali utara, banyak wisata
pantai dan pedesaan yang cukup berbeda namun tetap diminati oleh sebagian kalangan wisatawan
khususnya wisatawan mancanegara. Kami mengunjungi Desa Wisata Pemuteran yang berada di
Gerokgak, Buleleng. Desa Pemuteran berada dipesisir Pantai Pemuteran. Untuk mencapai Desa
Pemuteran, kami menempuh perjalanan sekitar dua hari dengan menggunakan bus dan
menyeberang lautan dari pelabuhan Ketapang Banyuwangi ke pelabuhan Gilimanuk Bali. Dari
pelabuhan Gilimanuk kami tempuh sekitar 30 menit menggunakan bus. Akses jalan menuju Desa
Pemuteran cukup baik, hanya saja masih kurang penerangan pada jalan sehingga harus berhati hati
jika malam hari. Kami sampai pada malam hari dan langsung menuju homestay masing-masing
dan makan malam. Penginapan di Desa Pemuteran sangat memadai dan nyaman digunakan. Tidak
sulit untuk mendapatkan penginapan disana berhubung jarak penginapan berdekatan satu dengan
yang lain.
Hari pertama memulai aktivitas di Desa Pemuteran diawali dengan sarapan. Pihak
homestay menyediakan makanan khas Bali yaitu Nasi Jinggo. Nasi Jinggo ini porsinya tidak
banyak, namun sangat terasa bumbunya. Cocok sekali dengan lidah orang Indonesia yang sangat
menyukai makanan berempah. Terdiri dari nasi, mie goreng, orak-arik tempe dan sambal.
Sebenarnya saya kurang suka makanan pedas, namun sambal dari nasi Jinggo ini tidak terlalu
pedas melainkan manis dan gurih. Jadi tidak mengurangi selera makan saya. Penyajiannya
dibungkus menggunakan daun pisang (mirip nasi uduk) dan lebih nikmat jika ditambah dengan
kerupuk. Selama di Bali, kami makan Nasi Jinggo ini. Mulai dari sarapan, makan siang sampai
makan malam. Tapi jangan salah, kami tidak bosan malah ketagihan dan kangen setelah sampai di
Jakarta.
Pada umumnya, daerah wisata Bali utara semua mengusung konsep ‘quiteness’ yang
berarti tenang dan sunyi. Namun perbedaan dapat dilihat lagi ketika kami sampai di Desa
Pemuteran. Di sini terdapat pelestarian karang buatan dengan teknologi Biorock. Kami mengikuti
perkenalan tentang Biorock beserta para pengelolanya. Adanya Biorock ini dapat melestarikan
bawah laut dengan membuat karang yang dialiri listrik bertegangan rendah ke dasar laut untuk
menumbuhkan karang yang baru. Proses Biorock ini membutuhkan puluhan tahun untuk
mendapatkan karang yang sehat untuk dipindahkan ke laut lepas. Untuk melihat proses pelestarian
karang ini kita dapat snorkeling ataupun diving. Jangan khawatir karena kita akan dipandu oleh
pengelolanya. Di Desa Pemuteran ini juga terdapat Diving Center untuk pelatihan dan sertifikasi.
Hari kedua di Desa Pemuteran kami mengunjungi Pura Pemuteran. Pura ini menjadi pusat
tempat ibadah umat Hindu di Desa Pemuteran. Walaupun kami bukan beragama Hindu namun
kami sangat diterima di Pura ini. Kami mendapat penjelasan mulai dari awal berdiri Pura hingga
cara umat Hindu beribadah. Suatu pengetahuan yang sangat berharga bagi saya bisa mengetahui
perbedaan agama di Indonesia. Namun tetaplah semua agama pasti mengajarkan hal yang sama,
yaitu kebaikan. Baik kepada Tuhan, manusia hingga alam. Haruslah menjaga toleransi agama di
masyarakat. Suasana di Pura Pemuteran ini juga sangat tenang, bersih dan indah. Sangat harmonis
sesuai dengan Tri Hita Karana.
Setelah dari Pura, kami diajak walking tour oleh pokdarwis (kelompok sadar wisata) Desa
Pemuteran yakni Bli Komang Astika. Kami menyusuri sebuah jalan yang menuju tempat
pemakaman dan tempat melakukan Ngaben. Di Desa Pemuteran terdapat tiga pemakaman.
Pemakaman umat Hindu, umat Islam, dan pemakaman umum. Terdapat juga Masjid di Desa
Pemuteran. Selama walking tour kami dijelaskan sejarah Desa Pemuteran. Desa Pemuteran
dulunya adalah desa yang masyarakatnya kesusahan. Puncaknya ketika ikan di laut sekitar
Pemuteran habis dan karang laut rusak akibat pengeboman laut untuk mendapatkan ikan. Mulai
dari itu datanglah seorang I Gusti Prana yang mencetuskan ide untuk merubah pola hidup
masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Desa Pemuteran agar alam tidak habis dan dapat
dimanfaatkan untuk generasi selanjutnya. Pendekatan I Gusti Prana membuahkan hasil yang
sampai sekarang masyarakat Desa Pemuteran sangat menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi
nilai agama dan kebudayaan. Hal ini lah yang menarik minat wisatawan datang ke Desa
Pemuteran. Perubahan baik yang dilakukan di Desa Pemuteran mendatangkan minat wisatawan
yang ingin mencari ketenangan dan bermeditasi.
Sampailah kami pada pantai Tanjung Budaya yang cukup indah. Pantai ini tidak bisa
digunakan untuk berenang dan bermain air. Pinggir pantai ini ditutupi oleh karang mati yang
sampai sekarang menjadi daratan baru yang bisa kita injak. Namun karang mati ini tidak
menghambat keindahan yang disuguhkan. Tanjung Budaya ini biasa dipakai untuk kegiatan
kebudayaan masyarakat Desa Pemuteran. Di sore hari biasanya remaja desa ini datang untuk
sekedar menikmati pemandangan dan berfoto. Oleh karena ini disediakannya toilet umum serta
beberapa fasilitas umum seperti ayunan dan tempat duduk. Di Desa Pemuteran terdapat peraturan
budaya yang sangat dipatuhi yaitu tidak diperbolehkan membuat kegaduhan di atas jam 10 malam.
Di siang hari pun desa ini tidak ramai. Tenang, sunyi namun ramah dan nyaman.
Hari ketiga kami isi kegiatan kami untuk pergi ke Bali Selatan yang merupakan pusat
pariwisata Bali. Sebelumnya kami mengunjungi Pura Ulun Danu dan Danau Beratan di daerah
Bedugul. Barulah kami menuju ke pusat perbelanjaan oleh-oleh Krisna dan pantai Kuta. Pada saat
itu kami langsung mengamati dan menyimpulkan perbedaan antara pariwisata Bali Utara dan Bali
Selatan. Bali Selatan sudah sangat lebih ramai dan lengkap fasilitas serta infrastrukturnya.
Sedangkan Bali Utara tidak seramai Bali Selatan. Fasilitas dan infrastruktur Bali Utara juga masih
banyak yang harus dilengkapi guna kenyamanan berwisata. Namun menurut saya Bali Utara sudah
cukup baik. Mengingat konsep ketenangan di Bali Utara menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan
khususnya wisatawan Eropa yang menjadi pengunjung paling banyak. Sedangkan Bali Selatan
memiliki konsep wisata urban yang sampai kapanpun mungkin akan selalu dicari oleh wisatawan.
Kami kembali lagi ke Desa Pemuteran pada sore hari. Jarak yang kami tempuh sangat jauh
dan sangat memakan waktu. Dari Kuta kami menempuh perjalanan sekitar 4 jam untuk sampai
kembali di Desa Pemuteran. Kondisi jalan yang berkelok-kelok juga membuat tidak nyaman bagi
kami.
Pada hari keempat, ini hari terakhir kami berada di Desa Pemuteran. Sebelum
meninggalkan Desa Pemuteran, kami mengunjungi perkebunan anggur yang cukup memakan
waktu perjalanan kami dari penginapan. Kami menempuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai di
perkebunan anggur. Anggur yang ditanam di Desa Pemuteran biasa diekspor untuk diproses
sebagai bahan dasar wine, arak dan untuk dijual biasa. Kami juga diajak mengitari pemukiman
warga yang sebagian besar masih memelihara hewan seperti ayam, sapi, kambing, anjing dan babi.
Mereka sangat ramah terhadap wisatawan yang datang. Kami juga menuju ke sebuah kebun jagung
dan kacang milik penduduk. Mereka memberikan kami jagung bakar dan kacang bakar selagi
beristirahat. Sangat saya ingat betapa senangnya kami berbincang dengan para warga yang
mengurus perkebunan dengan canda tawa dan berbagi cerita serta pengalaman.
Setelah itu kami berkumpul dan melakukan perpisahan yang menimbulkan kesan tersendiri
bagi kami. Pulang ke Jakarta membawa kenangan dan pengalaman yang sangat teringat dan sangat
berkesan. Sungguh perjalanan yang sangat menyenangkan ke Desa Pemuteran Bali. Dijamin
membuat kita ingin kembali lagi ke Desa Pemuteran 

Anda mungkin juga menyukai