Anda di halaman 1dari 14

BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi

Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik


yang menginrasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai kesisi yang
jauh dalam tubuh (wong,2003)
Osteosarcoma (sarcoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna
yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen
awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarcoma
sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat
(Smeltzer, 2001).
Osteosarcoma merupakan keganasan primer pada tulang yang sering
terjadi, dengan insiden yang tinggi pada anak-anak dan dewasa, dan
menghasilkan matriks osteoid. Distribusi secara statistic sejajar dengan
pertumbuhan tulang. Tulang memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat,
dan ketka osteosarcoma terjadi pada decade kedua atau setelah proses
terhentinya pertumbuhan tulang, sering dihubungkan dengan adanya
abnormalitas lain pada tulang. Kemungkinan adanya predisposisi dari
faktor genetic seperti Li-Fraumeni atau Sindroma-Wiederman, kelainan
yangmendasari penyakit Paget atau dysplasia fibrosa yang memiliki
kecenderungan untuk menjadi osteosarcoma, atau radiasi sebelumnya
yang melibatkan tulang (Wiarto, 2017).

1.2 Etiologi
a. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
b. Faktor genetic (keturunan)
c. Beberapa kondisi tulang yang ada seperti penyakit paget (akibat
pajanan radiasi)
d. Virus onkogenik
e. Trauma

1.3 Patofisiologi
Tumor primer menyebabkan kerusakan tulang, disebut Osteolisis,
yang melemahkan tulang, menyebabkan fraktur tulang. Tulang normal
yang berdekatan dengan tumor merespons terhadap tekanan tumor dengan
mengganggu pola normal remodeling. Permukaan tulang menjadi
terganggu, dan pembesaran kontur pada area pertumbuhan tulang. Tumor
tulang maligna menyerbu dan menghancurkan jaringan tulang yang
berdekatan dengan menghasilkan zat yang memicu resorpsi tulang atau
dengan mengganggu suplai darah tulang. Tumor tulang benigna, tidak
seperti maligna, memiliki pola pertumbuhan simetris dan terkendali.
Karena mereka tumbuh, mereka mendorong terhadap jaringan tulang yang
berdekatan. Kelemahan struktur tulang ini hingga menjadi tidak mampu
menangani stress pada penggunaan yang biasa, sering kali menyebabkan
fraktur patologis.

1.4 Manifestasi klinis


1) Fraktur patologik
2) Nyeri tulang yang digambarkan sebagai nyeri tumpul
3) Massa atau tumor, dapat disertai dengan pembengkakan
4) Pergerakan tidak memperburuk nyeri
5) Nyeri yang lebih intens di malam hari
6) Pincang saat berjalan
7) Kaheksia, dengan demam dan gangguan mobilitas (pada fase lanjut)
8) Nyeri lokakl atau nyeri alih dari panggul atau tulang belakang
9) Kelemahan pada ekstremitas yang terkena

1.5 Klasifikasi
Menurut World Health Organization (WHO), osteosarcoma pada tulang
diklasifikasikan menjadi Sembilan subtype dengan perilaku biologis dan
klinis yang berbeda, yaitu :
1. Osteosarcoma Konvensional adalah tumor ganas primer pada
intramedullary dengan grading tinggi yang maa sel-sel
neoplasmanya menghasilkan osteoid walaupun dengan jumlah
yang sedikit. Osteosarcoma konvensional menunjukkan
kecenderungan melibatkan tulang panjang, khususnya distal tulang
paha, proksimal tibia dan proksimal humerus. Cenderung
melibatkan metafisis (91%) atau diafisis (9%). Keterlibatan primer
epifisis sangat jarang sekali. Osteosarcoma konvensional terbagi
menjadi 3 :
a. Osteosarcoma Osteoblastik, tulang atau osteoid merupakan
matrik yang predominan pada osteosarcoma osteoblastik.
Produksi matrik yang tipis, osteoid yang rapuh sampai padat,
osteoid yang padat/keras mirip dengan matrik tulang yang
mengalami sklerotik.
b. Osteosarcoma Kondroblastik, matriks kondroid merupakan
komponen ang dominan dari osteosarcoma tipe kondroblastik.
Gambarannya seperti tulang rawan hialin dengan grading tinggi
yang secaraa tidak teratur bercampur dengan unsur-unsur non
kondroid.
c. Osteosarcoma Fibroblastik, secara umum gambaran
histologinya hampir mirip dengan fibrosarkoma atau malignant
fibrous histiocytoma. Dalam banyak kasus, sedikitnya osteoid,
tulang atau tulang rawanmembuat banyak klinisi
memasukkannya menjadi tipe osteosarcoma yang fibroblastic.

2. Osteosarcoma Parosteal, adalah osteosarcoma permukaan yang


paling umum dijumpai, sekitar 5% dari semua kasus osteosarcoma
dan sekitar 75% dari semua osteosarcoma permukaan. Tumor ini
biasanya mengensi metafisis dari tulang panjang dan bagian
posterior dari distal femur adalah posisi yang paling sering (sekitar
62% dari kasus). Secara klinis, osteosarcoma parosteal biasanya
muncul sebagai massa yang menimbulkan rasa sakit yang
perlahan-lahan, kecuali yang dekat dengan sendi, yang dalam hal
ini tumor dapat menyebabkan nyeri local dengan hilangnya
berbagai fungsi pergerakan. Secara biologis, osteosarcoma
parosteal ini penyakit dengan progresif yang lambat. Metastasis ke
paru cenderung muncul dalam perjalanan penyakitnya dan
seringkali terjadi rekurensi local.

3. Osteosarcoma Periosteal, adalah jenis kedua terbanyak dari


osteosarcoma permukaan (jukstakortikal), terhitung sekitar 1,5%
dari semua kasus osteosarcoma. Osteosarcoma periosteal berasal
dari lapisan germinativum periosteum. Pada tumor ini predominan
mengandung tulang rawan dan dengan grading sitology
intermediate atau grade 2, grading dimana di bawah osteosarcoma
konvensional tapi di atas osteosarcoma parosteal. Gambaran
radiologis yang lazim dijumpai adalah massa jaringan lunak
dengan reaksi periosteal, erosi kortikal dan penebalan kortikal.

4. Osteosarcoma High Greade Surface, lokasi yang umum


termasuk diafisis dan metafisis tulang panjang, dengan tulang paha
menjadi daerah yang paling umum. Tumor ini biasanya besar,
dengan ukuran antara 4,5-22 cm. pada analisis patologis,
osteosarcoma permukaan dengan grading tinggi ini berasal dari
permukaan tulang, ia mempunyai aktifitas mitotic yang cukup
tinggi mirip dengan osteosarcoma konvensional. Secara radiologi,
ossifikasi yang padat dan reaksi periosteal tampak pada
kebanyakan kasus, erosi kortikal dan penebalan sering terlihat.
5. Osteosarcoma Telangietatik, tumor muncul sering pada metafisis
tulang panjang, dengan daerah femur paling sering. Pada analisa
patologi, perdarahan, kista atau area nekrotik bias dijumpai pada
90% kasus, dengan hanya sedikit bagian yang solid dari fragmen
jaringan. Matriks tulang sedikit, dengan pembesaran besar tampak
sel-sel dengan inti yang sangat pleomorfik dan mitotic yang cukup
tinggi pada matriks tulang. Gambaran radiologisnya dapat dilihat
denngan ekspansi yang asimetris, tulang yang kitik dan
pertumbuhan yang massif dengan rusaknya kortikal dengan sedikit
sclerosis di perifer. Patah tulang yang patologis sering dijumpai
(43% - 61% dari kasus).

6. Osteosarcoma Small Cell, mengenai daerah metafisial dari tulng


panjang, sering pada femur tap ibis juga murni dari diafisis secara
minoritas. Pada analisa histologis, osteosarcoma sel kecil sering
salah arti dengan sarcoma Ewing atau tumor primitive
neuroendrocrine karena sel-selnya yang bullat kecil-kecil, inti yang
hiperkromatik dengan sedikit pleomorfis inti. Gambaran radiologis
tampak destruksi litik dari tulang pada semua kasus dan massa
jaringan lunak, reaksi parioesteal (>50% kasus).

7. Osteosarcoma Low Grade Central, secara analisa histologic,


terdiri dari matrik tulang yang menunjukkan gambaran
mikrotrabekular pada stroma yang fibrous dengan banyaknya
produksi matriks tulang. Gambaran histologis ini mirip dengan
fibrous dysplasia dan lesi fibrous pada tulang, tetapi lebih sering
menunjukkan gambaran osteosarcoma parosteal yang grading
rendah. Secara radiologis gambarannya sangat bervariasi,
umumnya adalah gambaran ekspansi litik dari destruksi tulang
dengan penebalan atau penipisan yang tidak sempurna dari
trabekula. Secara radiologis, didiagnosis bnding dengan lesi-lesi
jinak fibro-osseus seperti fibrous dysplasia, non ossifying fibroma
dan desmoplastic fibroma.

8. Osteosarcoma Sekunder, sekitar 1% dari pasien dengan penyakit


paget biasanya akan menjadi osteosarcoma sekunder dengan angka
kejadian sekitar 3% dari semua osteosarcoma. Lokasi paling umum
untuk osteosarcoma sekunder ini adalah humerus, tulang panggul
dan tulang dada. Pada osteosarcoma sekunder akibat dari radiasi
biasanya berkembang di tulang mana yang terkena radiasinya, dan
lokasi yang paling umum adalah tulang pelvik dan bagian bahu.
9. Osteosarcoma Ekstrakeletal, kebanyakan kasus muncul pada
jaringan ikat dalam dengan predileksi pada paha, diikuti dengan
bokong, ekstremitas atas dan retroperitoneum. Gejala klinis pada
umumnya adalah adanya pembesaran pada jaringan lunak dan
massa cenderung sakit. Gambaran radiologis menunjukkan adanya
massa yang ditunjukkan dengan gambaran mineralisasi dan dengan
CT scan tampak peningkatan lapangan daerah yang mengalami
mineralisasi. Secara histologi, gambaran yang paling sering tampak
adalah gambaran histologi dengan subtype osteosarcoma low
grade.

1.6 Komplikasi
a. Akibat langsung : patah tulang
b. Akibat tidak langsung : penurunan BB, anemia, penurunan kekebalan
tubuh
c. Akibat pengobatan : gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah,
kebotakan akibat kemoterapi.

1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis : pembedahan, kemoterapi, radioterapi atau
terapi kombinasi.
b. Penatalaksanaan keperawatan :
1) Manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian
analgesic).
2) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif, motivasi klien dan
keluaga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan
dukungan secara moril serta anjurkan untuk berkonsultasi ke ahli
psikologi atau rohaniawan.
3) Memberikan nutrisi yang adekuat.
4) Pklien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik
perawatan luka di rumah (Smeltzer, 2001).

1.8 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan
destruksi tulang
b. CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru
c. Biopsy terbuka menunjukkan jenis malignansi tumor tulang, meliputi
tindakan insisi, eksisi, biopsy jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai
d. Skening tulang untuk melihatpenyebaran tumor
e. Pemeriksaandarah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkali
fosfatase
f. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya
g. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanyaa “skip lesion”
(Rasjad, 2003).
BAB II
TINJAUAN KASUS

2.1 Pengkajian

1) Identitas klien
a. Nama : Tn. R
b. Umur : 35 tahun
c. Agama : Islam
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Alamat : Desa Maju Jaya
f. Pekerjaan : Buruh pabrik
g. Diagnose medis : Osteosarkoma sinistra

2) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh nyeri bagian ekstremitas bawah sinistra bagian
dalam tulang.
P : nyeri terasa jika pasien bergerak dan berjalan
Q: tasanya seperti tertusuk-tusuk dan sering terjadi
R: nyeri terasa di bagian ekstermitas bawah sinistra
S: skela nyeri 8
T: terjadi di pagi hari dan di malam hari, terjadi secara spontan

b. Riwayat kesehatan dahulu


Kanker tulang

c. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada dalam keluarga pasien yang pernah mengalami kanker
tulang

2.2 Pemeriksaan fisik


1) keadaan umum
Kesadaran : composmetis
Ttv -> TD : 130/80 mmHg
N : 82x/i
RR : 21x/i
S : 37,5 derajat celsius
2) Head to toe
a. Kepala : kulit kepala bersih, rambut berwarna hitam, tidak
terdapat lesi
b. Mata : tidak ada nyeri tekan
c. Hidung : bersih, tidak terdapat secret, mukosa hidung
lembab, tidak ada lesi
d. Telinga : bersih, tidak terdapat secret, tidak ada lesi, tidak
edema
e. Mulut dan gigi : Muskosa bibir kering, tidak terdapat
perdarahan digusi
f. Thoraks : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, bunyi nafas
normal
g. Abdomen : bentuk normal, tidak ada benjolan, tidak terdapat
tanda-tanda asites, bising usus normal
h. Integumen : Terdapat luka pacsa operasi kanker tulang pada
bagian ekstremitas bawah sinistra, terdapat nyeri tekan
i. Ekstremitas : Adanya nyeri pada ekstremitas bawah sinistra,
bengkak, pergerakan terbatas dan kelemahan

2.3 Data penunjang


1) CT-scan
2) Rotgen

2.4 Analisa data

Analisa Data Etiologi Masalah

Ds : Agen injuri (biologi, Nyeri akut


- Klien mengatakan kimia, fisik), kerusakan
nyeri pada bagian jaringan
bawah sinistra
- Klien mengatakan
nyeri terasa jika
bergerak dan
berjalan
- Klien mengatakan
rasanya seperti
tertusuk-tusuk dan
terjadi secara
spontan
- Klien mengatakan
nyeri di bagiab
ekstermitas bawah
sinistra
Do :
- Klien tampak
meringis kesakitan
- Focus diri klien
tampak menyempit
- Skala nyeri 8 (berat)
- Vital Sign
- TD : 130/80 mmHg
- N : 82x/menit
- RR : 21x/menit
- S : 37,50C
Ds : Kerusakna Hambatan mobilitas fisik
- Klien mengatakan musculosekeletal, nyeri
tidak bisa berjalan dan amputasi
- Klien mengatakan
kaki kanan sudah
pernah diamputasi

Do :
- Klien tampak tidak
bisa berjalan
- Kaki kanan klien
pasca amputasi
Ds : Perubahan fungsi tubuh Gangguan citra tubuh
- klien mengatakan
tidak bisa melakukan
perannya sebagai
kepala anggota
keluarga karena ada
anggota tubuhnya
atau bagian dari
tubuhnya yang
hilang di amputasi
- klien mengatakan
tidak berdaya,
merasa tidak
berharga, dan putus
asa
- klien merasakan
kekurangan akibat
bagian tubuh yang
hilang

Do :
- terlihat ekstremitas
bawah sinistra klien
teramputasi
- klien tampak
murung
- klien tampak
menyembunyikan
bagian tubuh yang
terganggu/ hilang
- keadaan seksual
klien menurun.

2.5 Diagnose keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen injuri (biologi, kimia, fisik), kerusakan
jaringan
2. Hambatan mobilitas fisik b.d Kerusakna musculosekeletal,
nyeri dan amputasi
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh (karena
anomaly,penyakit, medikasi, kehamilan, radiasi, pembedahan,
trauma,dll)

2.6 (NCP) Perencanaan NIC & NOC


No Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakakukan Manajemen Nyeri :


injuri tindakan keperawatan 1. Kaji nyeri
(biologis,kimia, 2x24 jam diharapkan komprehensif yang
fisika), kerusakan nyeri akut teratasi dengan meliputi lokasi,
jaringan criteria hasil : karakteristik,
1. Mengetahui factor durasi, frekuensi,
penyebab nyeri kualitas,
2. Mengetahui tingkat intensitas,atau
nyeri beratnya nyeri dan
3. Tingkat factor pencetus.
kenyamanan 2. Monitor skala nyeri
4. Monitoring TTV 3. Tingkatkan istirahat
yang adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri
4. Control factor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
respon pasien
5. Observasi reaksi
non verbal dari
ketidaknyamanan.
6. Ajarkan teknik non
farmakologi
7. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat
analgetik.

2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Terapi latihan :


fisik b.d Kerusakna tindakan keperawatan Ambulasi
musculosekeletal, 2x24 jam di harapkan 1. Kaji kemampuan
nyeri dan amputasi hambatan mobilitas mobilitas dan
teratasi dengan criteria observasi terhadap
hasil : peningkatan
1. Klien terlihat kerusakan,
mampu melakukan mengetahui tingkat
mobilitas secara kemampuan klien
bertahap. dalam melakukan
2. Mempertahankan aktivitas
koordinasi dan 2. Bantu klien
mobilitas sesuai melakukan ROM,
tingkat optimal dan perawatan diri
sesuai tolenransi
3. Bantu keluhan
nyeri dan tanda-
tanda deficit
neurologis
4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat.

3. Gangguan citra Setelah dilakukan Peningkatan Citra


tubuh b.d perubahan tindakan keperawatan Tubuh :
fungsi tubuh (karena 2x24 jam diharapkan 1. Kaji secara verbal
anomaly, penyakit, gangguan citra rubuh dan non verbal
medikasih, dapat teratasi dengan respon klien
kehamilan, radiasi, criteria hasil : terhadap tubuhnya
pembedahan, 1. Mampu 2. Jelaskan tentang
trauma,dll) mengidentifikasi pengobatan,
kekuatan perawatan,
personal kemajuan dan
2. Tidak terjadi prognosis penyakit
pengurangan 3. Dorong klien
berat badan yang menggungkapkan
berarti perasaannya.
3. Penyesuaian 4. Bantu pasien
terhadap untuk
perubahan mendiskusikan
tampilan fisik perubahan-
4. Penyesuaian perubahan actual
terhadap fungsi dari tubuh atau
tubuh. tingkat fungsinya.

2.7 Implementasi

Tanggal Diagnosa Implementasi Paraf


/jam

Nyeri Akut b.d agen 1. Mengkaji nyeri


injuri (biologis,kimia, komprehensif yang
fisika), kerusakan meliputi lokasi,
jaringan karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas,atau beratnya
nyeri dan factor pencetus.
2. Memonitor skala nyeri
3. Meningkatkan istirahat yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
4. Mengkontrol factor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien
5. Mengbservasi reaksi non
verbal dari
ketidaknyamanan.
6. Mengajarkan teknik non
farmakologi
7. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat
analgetik.

Hambatan mobilitas 1. Mengkaji kemampuan


fisik b.d Kerusakna mobilitas dan observasi
musculosekeletal, terhadap peningkatan
nyeri dan amputasi kerusakan, mengetahui
tingkat kemampuan
klien dalam melakukan
aktivitas
2. Membantu klien melakukan
ROM, dan perawatan diri
sesuai tolenransi
3. Membantu keluhan nyeri
dan tanda-tanda deficit
neurologis
4. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat.

Gangguan citra tubuh 1. Mengkaji secara verbal


b.d perubahan fungsi dan non verbal respon
tubuh (karena klien terhadap tubuhnya
anomaly, penyakit, 2. Menjelaskan tentang
medikasih, kehamilan, pengobatan, perawatan,
radiasi, pembedahan, kemajuan dan prognosis
trauma,dll) penyakit
3. Mendorong klien
menggungkapkan
perasaannya.
4. Membantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan-
perubahan actual dari
tubuh atau tingkat
fungsinya

Anda mungkin juga menyukai