Anda di halaman 1dari 22

Pengaruh Perkembangan Ranah Kognitif terhadap Perkembangan Ranah Afektif

Keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan membuahkan kecakapan kognitif, tetapi
juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Sebagai contoh, seorang guru agama yang piawai dalam
mengembangkan kecakapan kognitif dengan cara nya sendiri. Akan berdampak fositip terhadap ranah
afektif para siswa. Dalam hal ini, pemahaman yang me ndalam terhadap arti penting materi pelajaran
agama yang di sajikan guru serta preferensi kognitif yang mementingkan aplikasi prinsip prinsip tadi akan
meningkatkan kecakapan ranah afektip para siswa. Peningkatana kecakapan afektif ini, antara lain
berupa kesadaran beragama yang mantap.

Dampak fositip lainnya ialah dimilikinya sikap mental keagamaan yang lebih tegas sesuai dengan
tuntunan ajaran agama yang telah ia pahami dan yakini secara mendalam. Sebagai contoh, apabila
seseorang siswa di ajak kawannya untuk berbuat tidak senonoh, seperti kumpul kebo atau menyalah
gunakan narkoba, ia akan serta merta menolak dan bahakan berusaha mencegah perbuatan asusila itu
dengan segenap daya dan upaya nya.

B. Pengaruh Perkembangan Ranah Kognitif terhadap Perkembangan Ranah Psikomotor

Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah
psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang kongkret dan mudah di amati, baik
kuantitasnya maupun kualitasnya karena sifat nya yang terbuka. Namun, kecakapan psikomotor tidak
terlepas dari kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomor siswa merupakan manifestasi wawasan
pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya.

Banyak contoh yang membuktikan bahawa kecakapan kognitif itu berpengaruh besar terhadap
berkembangnya kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi baik (dalam arti yang luas dan ideal)
dalam bidam pelajaran agama misalnya sudah tentu akan lebih rajin beribadah sholat, puasa dan
mengaji. Dia juga tidak akan segan-segan memberi pertolongan atau bantuan kepada orang yang
memerlukan. Sebab, ia merasa memberi bantuan itu adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan
yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap materi
pelajaran agama yang ia terima dari gurunya (kognitif).

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya guru dalam mengembangkan keterampilan
ranah kognitif para siswanya merupakan hal yang sangat penting jika guru tersebut menginginkan
siswanya aktif mengembangkan sendiri keterampilan ranah-ranah psikologi lainnya. Selanjutnya untuk
memperjelas gagasan pengembangan kecakapan ranah kognitif diatas, ada sebuah model yang
menggambarkan pola pengembangan fungsi kognitif siswa.

SIGNIFIKANSI PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK BAGI PROSES BELAJAR


A. Deskripsi Aspek Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang
nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.

Pemahaman (comprehension)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.

Penerapan (application)

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan
kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.

Analisis (analysis)

Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-
faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang
jenjang aplikasi.

Sintesis (syntesis)

Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan
suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi
suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat
lebih tinggi daripada jenjang analisis.

· Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap
suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan
mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.

* Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif

Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan


memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi.
Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki
yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat
pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi
contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip
dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan
pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk
menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan
pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah,
editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat
kebijakan.

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual
yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut
siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang
dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek
kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut
yaitu:

Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall)
berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem
solving dan lain sebagianya.

Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan
kemampuan untuk menjelaskan

pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik
diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau
menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai
masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.

Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan

mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta,


konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk
melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan
hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar,
prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan
menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.

Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik
mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu.

B. Arti Penting Perkembangan Kognitif bagi Proses Belajar

Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada
otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan
lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Tidak seperti organ-organ tubuh lainnya,
organ otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas perasaan dan
perbuatan.

Tanpa ranah kognitif, sulit di bayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya, tanpa kemampuan
berfikir mustahil siswa tersebut dapat dapat memahami dan meyakini faidah-faidah materi pelajaran
yang disajikan kepadanya. Tanpa berfikir juga sulit bagi siswa untuk mengangkat pesan-pesan moral yang
terkandung dalam materi pelajaranyang ia ikuti.Walaupun demikian, tidak berarti fungsi afektif dan
psikomotor seorang siswa tidak perlu. Kedua fungsi psikologis siswa ini juga penting, tetapi seyogyanya
cukup dipandang sebagai buah-buah keberhasilan atau kegagalan perkembangan dan aktifitas fungsi
kognitif.

Sekurang-kurangnya ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu di kembangkan segera
khususnya oleh guru, yakni 1) strategi belajar memahami isi materi pelajaran ; 2) strategi meyakini arti
penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam
materi pelajaran tersebut. Tanpa pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, agaknya siswa sulit
di harapkan mampu mengembangkan rsnsh efektif dan psikomotornys sendiri .

Preferensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar ( motif ekstrinsik )
yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidaklulusan atau
ketidaknaikan . aspirasi yang di milikinya pun bukan ingin menguasai materi secara mendalam ,
melainkan sekedar asal lulus atau naik kelas . sebaliknya, preferensi kognitif yang ke dua biasnya timbul
karena dorongan dari dalam diri siswa sendiri ( motif instrinsik ) , dalam arti siswa tersebut memang
tertarik dan membutuhkan materi-materi pelajran yang di sajikan gurunya. Oleh karena nya , siswa ini
lebih memusatkan perhatiyan nya untuk benar-benar memahami dan juga memikirkan cara
menyampaikannya ( Good & Brophy ). Untuk mencapai aspirasi ini ia memotivasi dirinya sendiri agar
memusatkan perhatiyannya pada aspek signifikan materi dan menghubungkannya dengan materi-materi
lain yang relevan. Jadi, mengaplikasikan materi tidak selalu berarti dalam bentuk pelaksanaan dalam
kehidupan nyata di luar sekolah , meskipun ada beberapa jenis materi yang memerlukan atau dapat di
aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari .

Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para
siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mrendalam terhadap isi
materi pelajaran. Guru di harapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang
hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus . Kepada para siswanya seyoginya di jelaskan contoh-
contoh dan peragaan sepanjang memungkinkan agar mereka memahami signifikansi materi dan
hubungannya dengan materi-materi lain. Selanjutnya , guru juga di tuntut untuk mengembangkan
kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang di
milikinya dan keyakinan-keyakinan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu
dalam pengetahuannya.seiring dengan upaya ini , guru di harapkan tak bosan-bosan melatih
penggunaan procedural knowledge ( pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu ) yang relevan
dengan pengetahuan normatif ( declarative knowledge ) .

Referensi :

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2013

Conny R. Semiawan. 1998/1999. Perkembangan & Belajar Peserta Didik. Jakarta :

Depdikbud Dirjen Dikti.

SIGNIFIKANSI PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK BAGI PROSES BELAJAR

A. DESKRIPSI ASPEK KOGITIF


Pengertian kognitif sudah tidak asing lagi bagi kita semua, seperti yang telah dijelaskan minggu lalu,
bahwa istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui.
Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan
(Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular, sebagai salah satu
domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhubungan
dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan
keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan
afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).

Menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia sudah mulai
berjalan sejak manusia itu mulai mendaya gunakan kapasitas motor dan sensorinya. Hanya, cara dan
intensitas pendayagunaan kapasitas ranah kognitif tersebut tentu masih belum jelas benar. Argument
yang dikemukakan para ahli mengenai hal ini antara lain ialah bahwa kapasitas sensori dan jasmani
seorang bayi yang baru lahir tidak mungkin diaktifkan tanpa aktivitas pengendalian sel-sel otak bayi
tersebut. Sebagai bukti, jika seorang bayi lahir dengan cacat atau berkelainan otak, kecil sekali
kemungkinan bayi tersebut dapat mengotomatisasikan reflex-refleks motor dan daya-daya sensorinya.
Otomatisasi reflex dan sensori, menurut para ahli, tidak pernah terlepas sama sekali dari aktivitas ranah
kognitif, sebab pusat reflex sendiri terdapat dalam otak, sedangkan otak adalah pusat ranah kognitif
manusia.

Persoalan mengenai usia berapa hari, berapa minggu, atau berapa bulan aktivitas ranah kognitif mulai
memengaruhi perkembangan manusia memang sulit di tentukan. Namun, yang lebih mendekati
kepastian dan dapat dipedomani ialah hasil-hasil riset para ahli psikologi kognitif yang menyimpulkan
bahwa aktivitas ranah kognitif manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi, yaitu
rentang kehidupan antara 0-2 tahun.

Hasil-hasil riset kognitif yang dilakukan selama kurun waktu sekitar 30 tahun terakhir ini menyimpulkan
bahwa semua bayi manusia sudah berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari
penglihatan, pendengaran, dan informasi-informasi lain yang diserap melalui indera-indera lainnya.
Selain itu, bayi juga berkemampuan merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis.

Implikasi pokok dari hasil-hasil riset kognitif di atas menurut Bower sebagaimana yang dikutip Daehler &
Bukatko (1985) ialah bahwa manusia: begins life as an extremely competent social organism, an
extremely competent learning organism, an extremely perceiving organism. Artinya bayi manusia
memulai kehidupannya sebagai organisme social (makhluk hidup bermasyarakat) yang betul-betul
berkemampuan, sebagai makhluk hidup yang betul-betul mampu belajar, dan sebagai makhluk hidup
betul-betul yang mampu memahami.

B. ARTI PENTING ASPEK KOGNITIF TERHADAP BELAJAR PESERTA DIDIK


Para ahli psikologi seringkali mendefinisikan bahwa belajar adalah perubahan perilaku sebagai akibat
dari pengalaman. Ada juga yang mendefinisikan sebagai perolehan informasi, walaupun dalam beberapa
situasi anak belajar tanpa memperoleh informasi baru.

Belajar didefinisikan sebagai perubahan prilaku, mencakup pertumbuhan-pertumbuhan afektif, motorik,


dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain. Misalnya, perilaku yang berubah karena
kelelahan, obat-obatan atau kematangan, tidak dianggap sebagai belajar.

Barangkali, salah satu kesulitan pokok yang dialami para guru dalam semua jenjang pendidikan adalah
menghayati makna yang dalam mengenai hubungan perkembangan khususnya ranah kognitif dengan
proses mengajar-belajar yang menjadi tanggung jawabnya. Seberapa jauhkah signifikansi perkembangan
ranah kognitif bagi proses mengajar-belajar?

Ranah psikologi siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada
otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan
lainnya yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Tidak seperti organ-organ tubuh lainnya,
organ otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran,
melainkan juga menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan. Sebagai menara pengontrol otak
selalu bekerja siang dan malam. Sekali kita kehilangan fungsi-fungsi kognitif karena kerusakan berat pada
otak, martabat kita hanya berbeda sedikit dengan hewan. Demikian pula halnya orang yang
menyalahgunakan kelebihan kemampuan otak untuk hal-hal yang merugikan kelompok lain apalagi
menghancurkan kehidupan mereka, martabat orang itulah sebabnya, pendidikan dan pengajaran perlu di
upayaka sedemikian rupa agar ranah kognitif para siswa dapat berfungsi secara positif dan bertanggung
jawab.

Demikian besarnya kemampuan otak dan demikian rumitnya tatanan syaraf yang terdapat di dalamnya,
sehingga peralatan yang paling canggih pun hingga saat ini belum sanggup menyingkap seluruh
rahasianya. Namun yang terpenting bagi guru dan siswa adalah menjaga agar semua sel otak tetap
bekerja dan aktif dalam memasok energy mental hingga kapasitas akal senantiasa meningkat (Larson,
2006)

Diantara temuan-temuan riset yang menonjol adalah sebagaimana yang penyusun kemukakan di atas,
yakni bahwa otak adalah sumber dan menara pengontrol bagi seluruh kegiatan kehidupan ranah-ranah
psikologis manusia. Otak tidak hanya berpikir dengan kesadaran, tetapi juga berpikir dengan
ketidaksadaran. Pemikiran tidak sadar (unconscious thinking) sering terjadi pada diri kita. Ketika kita
tidur misalnya, kita bermimpi, dan mimpi adalah sebuah bentuk berpikir dengan gambar-gambar tanpa
kita sadari. Alhasil, ranah kognitif yang dikendalikan oleh otak kita itu memang karunia Tuhan yang luar
biasa dibandingkan dengan organ-organ tubuh lainnya.

Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Selanjutnya, tanpa kemampuan
berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faidah materi-materi pelajaran yang
disajikan kepadanya. Tanpa berpikir juga sulit bagi siswa untuk menangkap pesan-pesan moral yang
terkandung dalam materi pelajaran yang ia ikuti, termasuk materi pelajaran agama. Oleh kerena itu, ada
juga benarnya mutiara hikmah yang berbunyi, “Agama adalah (memerlukan) akal, tidak beragama bagi
orang yang tidak berakal.”

Walaupun demikian, tidak berarti fungsi afektif dan psikomotor seorang siswa tidak perlu. Kedua fungsi
psikologis siswa ini juga penting, tetapi seyogianya cukup di pandang sebagai buah-buah keberhasilan
atau kegagalan perkembangan dan aktivitas fungsi kognitif.

REFERENSI :

Sumantri, Mulyani,dkk.2007.Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka

Syah, Muhibbin.2010. Psikologi Pendidikan.Cetakan ke-15. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Pengertian Kecerdasan Intelektual (IQ)

Otak manusia memiliki lapisan terluar yang disebut neo-cortex. Otak

neo-cortex manusia mampu berhitung, belajar aljabar, mengoperasikan

komputer, belajara bahasa Inggris, dan lainnya. Melalui penggunaan otak

neo-cortex maka lahirlah konsep IQ (kecerdasan intelektual).1

Secara garis besar kecerdasan intelektual adalah kemampuan potensial

seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat–alat

berpikir.2 Kecerdasan ini bisa diukur dari sisi kekuatan verbal dan logika
seseorang. Secara teknis kecerdasan intelektual pertama kali ditemukan oleh

Alfred Binet.

Menurut pendapat lain bahwa kecerdasan intelektual/Intelligence

Quotient (IQ) merupakan kecerdasan dasar yang berhubungan dengan

proses kognitif, pembelajaran (kecerdasan intelektual) cenderung

menggunakan kemampuan matematis-logis dan bahasa, pada umumnya

hanya9mengembangkan kemampuan kognitif (menulis, membaca, menghafal,

menghitung dan menjawab).3

Kecerdasan tersebut dikenal dengan kecerdasan rasional karena

menggunakan potensi rasio dalam memecahkan masalah. Penilaian

kecerdasan dapat dilakukan melalui tes atau ujian daya ingat, daya nalar,

penguasaan kosa kata, ketepatan menghitung, dan mudah atau tidaknya

dalam menganalisis data. Dengan ujian maka dapat dilihat tingkat


kecerdasan intelektual seseorang.

Menurut berbagai penelitian, IQ hanya berperan dalam kehidupan

manusia dengan besaran maksimum 20%, bahkan hanya 6% menurut

Steven J.Stein, Ph.D. dan Howard E. Book, M.D.4 Kecerdasan intelektual

(IQ) tidak dapat dijadikan ukuran dalam menentukan kesuksesan seseorang

dalam hidup bermasyarakat. Banyak orang yang memiliki IQ biasa namun

dia menjadi seseorang yang sukses, begitu juga sebaliknya banyak orang

yang memilki IQ tinggi namun kalah dalam persaingan pekerjaan.

Kecerdasan intelektual muncul sejak dalam kehidupan keluarga dan

masyarakat, sejak anak di dalam kandungan (masa pranata) sampai tumbuh

menjadi dewasa. Setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini sudah dibekali

dengan satu triliun sel neuron yang terdiri dari seratus miliar sel aktif dan
sembilan ratus miliar sel pendukung yang kesemuanya berkumpul di otak.5

Kecerdasan intelektual (inteligensi) merupakan aspek psikologis yang dapat11mempengaruhi kuantitas


dan kualitas seseorang dalam perolehan

pembelajaran.

Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman mengenai pentingnya kecerdasan

intelektual:

  

    

 

  

 










 

 



 

  

 

 

   

 

Artinya: “(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung)

ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud

dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan

rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang


mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"

Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”

(Q.S. Az-Zumar: 9)6

2. Alat Mengukur Kecerdasan Intelektual

Untuk mengukur tingkat inteligensi anak, dapat digunakan tes IQ

(Intelligence Quotient) misalnya dari Binet Simon. Kusien intelegensi

diperoleh dengan membagi usia mental dengan usia kronologis, lalu

diperkalikan dengan angka 100:

IQ = 100 x

(
)

(
ᄂ)

Dari hasil tes Binet Simon, dibuatlah penggolongan inteligensi

sebagai berikut:

Depa18a. Genius > 140;

b. Gifted > 130;

c. Superior > 120;

d. Normal 90-110;

e. Debil 60-79;

f. Imbesil 40-55;
g. Idiot > 30.8

Sesuai dengan rumus di atas, maka jika Ahmad Sagalabisa, seorang

anak berusia 6 tahun memperoleh skor tes IQ sebesar 8 maka IQ anak

tersebut adalah:

IQ = 100 x

= 133, yang berarti dia termasuk berkecerdasan di atas ratarata.

3. Ciri-ciri Kecerdasan Intelektual

Menurut Louis Thurstone menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari

tujuh kemampuan mental primer yang meliputi:

a. Kemampuan spasial

b. Kecepatan perseptual
c. Penalaran numeric

d. Makna verbal

e. Kelancaran kata

f. Ingatan

g. Penalaran induktif920

Fungsi Kecerdasan Intelektual

Pada dasaranya setiap manusia merupakan makhluk yang diberi akal

lebih tinggi di banding makhluk yang lain. Akal tersebut dapat membentuk

sebuah kecerdasan yang biasa disebut dengan kecerdasan intelektual,

beberapa fungsi adanya kecerdasan spiritual adalah:

a. Menyimpan pengetahuan

b. Mendapatkan pengetahuan yang baru

c. Dapat memahami sesuatu dengan pemaknaan yang lebih dalam


d. Dapat meingkatkan pengetahuan10

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual

Inteligensi orang satu dengan yang lain cenderung berbeda-beda. Hal

ini karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain:

a) Faktor pembawaan, dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa

sejak lahir.

b) Faktor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan

perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan

itu.

c) Faktor pembentukan, dimana pembentukan adalah segala keadaan diluar

diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.

d) Faktor kematangan, dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik


maupun psikis, dapat dikatakan telah matang jika ia telah tumbuh atau 22berkembang hingga mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya

masing-masing.

e) Faktor kebebasan, yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu

dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan

memilih metode juga bebas memilih masalah yang sesuai dengan

kebutuhannya.11

Kelima faktor itu saling terkait satu dengan yang lain. Jadi, untuk

menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman kepada

salah satu faktor tersebut.22

Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Keceerdasan Spiritual Bagi Anak, (Yogyakarta: Katahati,
2010)22

Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal.1822

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), hal. 9122

Anda mungkin juga menyukai