Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Adnexitis adalah inflamasi yang mengenai adnexa yaitu salah satu atau
kedua tuba falopii dan ovarium. Radang tuba falopii dan radang ovarium
(adnexa) biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama salpingo-
ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut.
Tuba dan ovarium (adneksum) berdekatan, dan dengan perabaan tidak dapat
dibedakan apakah suatu proses berasal dari tuba atau dari ovarium, maka lazim
digunakan istilah kelainan adneksum. Istilah tumor adneks digunakan apabila
pembesaran terdapat di sebelah uterus, dan tidak diketahui apakah itu berasal
dari tuba atau dari ovarium, serta tidak atau belum diketahui pula apakah itu
proses peradangan atau neoplasma. Apabila itu jelas proses peradangan, maka
istilahnya diubah menjadi adneksitis (akuta atau kronika).
Pada adnexitis di samping cukup banyaknya durasi nyeri juga menyebabkan
keterbatasan yang nyata pada aktifitas, peran dan fungsi biologis wanita.
Adnexitis terutama terjadi pada wanita usia 16-35 tahun dan berbahaya bagi
wanita karena dapat menimbulkan infertilitas karena adanya pembengkakan
dan jaringan parut yang lengket pada tuba falopii sehingga menyebabkan tuba
non patten (tidak berlubang).
Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Adnexitis hanya
menyerang kaum wanita, karena merekalah yang memiliki rahim, sedangkan
pria tidak. Penyakit ini dapat membawa dampak yang serius jika tidak segera
ditangani, seperti kemandulan, kehamilan diluar rahim, keluarnya nanah dari
vagina, dan nyeri panggul kronis.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Tuba adalah saluran (kamus kedokteran). Tuba uterina / fallopii adalah
saluran telur, berjalan disebelah kiri dan sebelah kanan sebuah dari sudut
uterus ke samping, di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi pelvis (Anatomi
Fisiologi, 2002: 264).
2. Ovarial adalah indung telur. Ovarial / ovarium adalah alat kelamin wanita
yang berbentuk biji kenali, terletak di kanan dan kiri uterus di bawah tuba
uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri
(Anatomi Fisiologi, 2002:264).
3. Vagina adalah bentuknya seperti tabung, berotot dan dilapisi membran.
Bentuk bagian dalam berlipat-lipat dan disebut rugae. Vagina berguna
sebagai saluran keluar untuk darah haid, merupakan bagian kaudal “terusan
lahir”(birth canal), dan menerima penis sewaktu bersenggama. Ke arah
kranial vagina berhubungan dengan servix uteri dan ke arah kaudal dengan
vestibulum vagina. Dinding ventral dan dinding dorsal vagina saling
bersentuhan, kecuali pada ujung kranialnya yang terpisah oleh servix uteri.
Vagina berada dorsal terhadap vesica urinaria dan rectum, dinding kiri dan
kanan vagina berhubungan dengan m. levator ani. Pembuluh darah yang
mengantar darah kepada bagian kranial vagina berasal dari arteria uterina.
Arteria vaginalis yang memasok darah kepada bagian tengah dan bagian
vagina lainnya berasal dari arteria rectalis media dan arteria pudenda
interna. Sedangkan vena vaginalis membentuk plexus venosus vaginalis
pada sisi-sisi vagina dan dalam membran mukosa vagina. Vena-vena ini
mencurahkan isinya ke dalam vena iliaca interna dan berhubungan dengan
plexus venosus vesicalis. Saraf-saraf vagina berasal dari plexus
uterovaginalis yang terletak antara kedua lembar ligamentum latum uteri
bersama arteria uterina.
4. Uterus adalah sebuah organ muskular yang berdinding tebal, berbentuk
seperti buah pir, dan terletak di dalam pelvis antara vesika urinaria dan
rektum. Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, dan
berat 50 gram. Pada wanita dewasa yang belum pernah menikah (bersalin)
panjang uterus adalah 5-8 cm, dan beratnya 30-60 gram. Uterus terapung di
dalam pelvis dan terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan servix uteri.
Dinding uterus terdiri dari endometrium, myometrium dan lapisan serosa.
Lapisan ini terdiri atas ligamen yang menguatkan uterus yaitu: ligamentum
kardinale, ligamentum sakro uteri, ligamentum rotundum, ligamentum
latum dan ligamentum infudilo pelvik. Susunan otototot penopang uterus
yaitu mm. Levatoris ani yang merupakan lapisan otot-otot yang melintang
di dalam rongga panggul bersama dengan fascia diapraghmatis pelvis
superior yang menahan alat-alat cavum pelvis dan tekanan intra abdominal
yang diteruskan ke kaudal, ke rongga panggul. Pembuluh darah arteria
uterus terutama terjadi melalui arteria uterina, dan juga dari arteria ovarica.
Sedangkan vena uterina memasuki ligamentum latum uteri bersama arteria
uterina, dan membentuk plexus venosus uterina di kedua sisi cervix uteri.
Venavena dari plexus venosus uterina bermuara dalam vena iliaca interna.
5. Persarafan uterus berasal dari plexus hypogastricus inferior (plexus
pelvixus), terutama melalui plexus uterovaginalis. Serabut parasimpatis
berasal dari nervi splanchnici pelvici (S2-S4), dan serabut simpatis
dilepaskan dari plexus uterovaginalis. Serabut viseroaferen terbanyak
menaik melalui plexus hypogastricus dan memasuki medulla spinalis
melalui nervi thoracici X-XII dan nervus subcostalis (LI). Fungsi uterus
adalah untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan,
sebutir ovum yang telah keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba
uterina ke uterus.
6. Tuba falopii merebak ke arah lateral dari cornu uteri dan terbuka ke dalam
cavitas peritonealis di dekat ovarium. Tuba uterina terletak dalam
mesosalpink yang dibentuk oleh tepi-tepi bebas ligamentum latum uteri. Ke
arah dorsolateral tuba falopii mencapai dinding-dinding pelvis lateral untuk
menaik dan membelok ke atas ovarium. Tuba falopii terdiri dari tuba kiri
dan kanan. Panjang kira-kira 10- 12 cm dengan diameter 3 mm. Menurut R.
Daiser, A. Pfleiderer bahwa adnexa kanan berukuran 1,25 x ukuran normal.
Secara deskriptif tuba falopii terdiri atas, pars interstitialis yang merupakan
bagian yang terdapat di dinding uterus, pars isthmus ismika yang merupakan
bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampullaris yang
merupakan bagian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat terjadinya
konsepsi, infundibulum merupakan bagian ujung tuba yang terbuka ke arah
abdomen dan mempunyai umbai yang disebut fimbria untuk menangkap
telur kemudian menyalurkan telur ke dalam tuba. Fungsi tuba falopii adalah
sebagai saluran yang dilalui ovum dari ovarium ke uterus.
7. Sistem pembuluh darah, Aliran darah arteri untuk tuba falopii dilepaskan
dari arteria uterina dan arteria ovarica. Vena-vena tuba falopii mencurahkan
isinya ke dalam vena uterina dan vena ovarica.
8. Sistem persarafan, persarafan tuba falopii sebagian besar berasal dari plexus
ovaricus dan untuk sebagian dari plexus uterina. Serabut aferen disalurkan
ke dalam nervi thoracici XI-XII,dan nervus lumbalis 1.
9. Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan
kanan uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uterus. Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan
dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm.
Ovarium mempunyai tiga fungsi yaitu memproduksi ovum, memproduksi
hormon estrogen dan memproduksi hormon progesteron.
10. Abses adalah rongga yang terjadi karena kerusakan jaringan / bengkak.
Jadi, tuba ovarial abces adalah pembekakan pada tuba ovarium yang
disebabkan oleh infeksi.

C. ETIOLOGI
Tubo ovarium abses atau adnexitis terutama disebabkan oleh infeksi bakteri
dan jarang oleh virus. Sebagian besar kasus infeksi disebabkan oleh
gonococcus, streptococcus, staphylococcus, E. coli, chlamydia trachoma, dan
clostridium, di mana bakteri-bakteri tersebut hidup tanpa oksigen. Faktor air
sangat dicurigai sebagai faktor penyebab adnexitis, hal ini dikarenakan air
mengandung bakteri yang dapat masuk ke dalam tuba falopii melalui vagina.
Begitu pula dengan pembalut wanita yang kurang steril dan micobacterium
tuberculosa juga dapat menimbulkan adnexitis.
Adnexitis dapat dengan mudah terjadi pada wanita saat dan setelah
menstruasi, setelah aborsi dan setelah melahirkan. Hal ini disebabkan oleh
pengeluaran zat horsestyle yang ikut keluar pada saat menstruasi, saat aborsi
dan saat melahirkan. Zat tersebut berfungsi sebagai daya tahan tubuh terhadap
mikroorganisme atau benda asing yang akan menyebabkan terjadinya suatu
penyakit atau radang. Dengan berkurangnya zat tersebut akan menyebabkan
daya tahan tubuh menurun. Sehingga mikroorganisme atau benda asing dapat
dengan mudah masuk ke tubuh melalui organ genitalia eksterna dan
menimbulkan reaksi berupa penyakit atau radang.

D. KLASIFIKASI
1) Salpingo-ooritis akut
Salpingo-ooritis akut yang disebabkan oleh gonorrhea sampai ke
tuba sampai uterus melalui mukosa . Pada endosalping tampak oedema
serta hyperemia dan infiltrasi leukosit, pada infeksi yang ringan, epitel
masih utuh, tapi pada infeksi yang lebih berat kelihatan degenerasi epitel
yang kemudian menghilang pada daerah yang agak luas, dan ikut juga
terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam hal yang akhir ini dijumpai eksudat
purulen yang dapat keluar melalui ostium tuba abdominalis dan
menyebabkan peradangan di sekitarnya (peritonitis pelvika).
Salpingitis akut piogenik banyak ditemukan pada infeksi puerperal
atau pada abortus septic, akan tetapi dapat disebabkan pula sebagai akibat
berbagai tindakan, seperti Streptococcus ( aerobic dan anaerobic ),
stafilococcus, E.coli, Klostridium welchii, dan lain-lain. Infeksi ini
menjalar dari serviks uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe
ke parametrium terus ke tuba, dan dapat pula ke peritoneum pelvic. Di sini
timbul salpingitis interstisialis akuta, mesosalping dan dinding tuba
menebal dan menunjukkan infiltrasi leukosit tetapi mukosa seringkali
normal. Hali ini merupakan perbedaan yang nyata dengan salpingitis
gonoroika, di mana radang terdapat terutama pada mukosa dengan dengan
sering terjadi penyumbatan lumen tuba. Dalam hubungan ini, dalam
salpingitis piogenik kemungkinan lebih besar bahwa tuba terbuka setelah
penyakitnya sembuh.
Ovarium biasanya ikut dalam salpingitis. Kadang-kadang ovarium
tidak ikut meradang, sebaliknya biarpun jarang bisa terjadi radang terbatas
pada ovarium, bahkan bisa terjadi abses ovarium.
2) Salpingo-ooritis kronik
Dapat dibedakan antara,
a) Hidrosalping, terdapat penutupan ostium tuba abdominalis. Sebagian
dari epitel mukosa tuba masih berfungsi dan mengeluarkan cairan
dengan akibat retensi cairan tersebut dalam tuba. Hidrosalping dapat
berupa hidrosalping simpleks dan hidrosalping folikularis. Pada
hidrosalping simpleks terdapat satu ruangan berdinding tipis, sedang
hidrosalping folikularis terbagi dalam ruangan-ruangan kecil.
b) Piosalping, dalam stadium menahun merupakan kantong dengan
dinding tebal yang berisi nanah. Pada piosalping biasanya terdapat
perlekatan dengan jaringan di sekitarnya.
c) Salpingitis interstisial kronika, pada salpingitis interstisial kronika
dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan
pengumpulan nanah sedikit-sedikit di tengah-tengah jaringan otot.
Terdapat pula perlekatan dengan jaringan-jaringan di sekitarnya,
seperti ovarium, uterus dan usus.
d) Kista tubo-ovarial, pada kista tubo ovarial, hidrosalping bersatu
dengan kista folikel ovarium, sedang pada abses tuboovarial
piosalping bersatu dengan abses ovarium. Abses ovarium yang jarang
terdapat sendiri, daru stadium akut dapat memasuki stadium menahun.
e) Abses ovarial.
f) Salpingitis tuberculosis.

E. PATOFISIOLOGI
Dengan adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan
atau parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis, keadaan ini
bisa terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan
genekologik sebelumnya.
Mekanisme pembentukan ATO yang pasti sukar ditentukan, tergantung
sampai dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada permulaan proses
penyakit, lumen tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang purulent dari
febriae dan menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain dalam
pelvis mengalami keradangan, tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk
infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih
bisa terbatas mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula melibatkan struktur
pelvis yang lain seperti usus besar, buli-buli atau adneksa yang lain.
Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon pengobatan,
keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin
terhadap organ terdekatnya. Apabila prosesnya menhebat dapat terjadi
pecahnya abses.

F. MANIFESTASI KLINIS
Bervariasi bisa tanpa keluhan bisa tampak sakit, dari ringan sampai berat
disertai suhu badan naik, bisa akut abdomen sampai syok septic. Nyeri panggul
dan perut bawah disertai pula nyeri tekan, febris (60-80 % kasus), takhirkardi,
mual dan muntah, bisa pula terjadi ileus. Adanya masa pada perut bawah dan
aneksa lebih memastikan suatu ATO. Gejala yang lainnya meliputi:
1. Demam tinggi dengan menggigil.
2. Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan.
3. Mual dan muntah, jadi ada gejala abdomen akut karena terjadi
perangsang peritoneum.
4. Kadang-kadang ada tanesmi adalah anum karena proses dekat rektum
dan sigmoid.
5. Toucher :
a) Nyeri kalau portio digoyangkan.
b) Nyeri kiri dan kanan dari uterus.
c) Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba yang sehat tak teraba.
d) Nyeri pada ovarium karena meradang.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium, lekositosis (60-80 % dari kasus), peningkatan
Leo.
2. Foto abdomen dilakukan bila ada tanda-tanda ileus, dan atau curiga adanya
masa di adneksa
3. Ultrasonografi, bisa dipakai pada kecurigaan adanya ATO atau adanya
masa di adneksa melihat ada tidaknya pembentukan kantung-kantung pus,
dapat untuk evaluasi kemajuan terapi.
4. Pinki Douglas dilakukan bila pada VT : Cavum Douglas teraba menonjol.
Pada ATO yang utuh, mungkin didapatkan cairan akibat reaksi jaringan.
Pada ATO yang pecah atau pada abses yang mengisi cavum Douglas,
didapat pus pada lebih 70 % kasus

H. KOMPLIKASI
1. ATO yang utuh
Pecah sampai sepsis reinfeksi dikemudian hari, ileus, infertilitas, kehamian
ektopik
2. ATO yang pecah
Syok sepsis, abses intra abdominal, abses sub kronik, abses paru / otak

I. PENATALAKSANA
1. Curiga ATO utuh tanpa gejala
a) Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan :
doksiklin 2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500 mg
/ hari, selama 1 minggu.
b) Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau mungkin
membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut dengan
kemungkinan untuk laparatom.
2. ATO utuh dengan gejala :
a) Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi ketat
tanda vital dan produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu pasang
infuse P2.Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar) minimal 48-
72 jam.
b) Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari, IV 5-7 hari dan gentamisin 5
mg / kg BB / hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari selama 5-7 hari dan
metronida xole 1 gr reksup 2x / hari atau kloramfinekol 50 mg / kb BB
/ hari, IV selama 5 hari metronidzal atau sefaloosporin generasi III 2-3
x /1 gr / sehari dan metronidazol 2 x1 gr selama 5-7 hari.
c) Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi.
d) Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau pengangkatan
seluruh organ genetalia interna
3. ATO yang pecah, merupakan kasus darurat :
a) dilakukan laporatomi pasang drain kultur nanah.
b) Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III dan
metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari (1 minggu).

J. PROGNOSIS
1. ATO yang utuh
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan
medidinaslis tidak ada perbaikan keluhan dan gejalanya maupun
pengecilan tumornya lebih baik dikerjakan laparatomi jangan ditunggu
abses menjadi pecah yang mungkin perlu tindakan lebih luas. Kemampuan
fertilitas jelas menurun kemungkinan reinfeksi harus diperhitungan apabila
terapi pembedahan tak dikerjakan.
2. ATO yang pecah
Kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu penanganan
dini dan tindakan pembedahan untuk menurunkan angka mortalitasnya.

K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Identitas
Wanita yang mengalami adneksitis bisa saja wanita yang
sudah menikah ataupun yang belum menikah. Semua wanita
berpotensi untuk mengalami adneksitis, terutama wanita pada usia
subur, mulai dari wanita yang baru mengalami menstruasi hingga
yang menjelang menopause ataupun wanita yang sudah
menopause sendiri.
b) Keluhan utama
Sebagian besar adneksitis menimbulkan gejala berupa
nyeri, dan bila sudah dalam tingkatan yang tinggi akan menjadi
nyeri yang sangat tajam. Perlu diperhatikan bila pasien yang
datang dengan adneksitis biasanya mengeluh: merasa nyeri di
perut bagian bawah sebelah kiri atau kanan, yang bertambah keras
pada pekerjaan berat, disertai dengan penyakit pinggang.
Leukorea sering terdapat disebabkan oleh servisitis kronik. Haid
umumnya lebih banyak dari biasa dengan siklus yang seringkali
tidak teratur. Penderita sering mengeluh tentang dispareunia dan
infertilitas, disminore dapat ditemukan juga pada kasus ini.
c) Riwayat kesehatan
Adneksitis bisa dialami oleh setiap wanita, terutama
wanita yang menderita PMS dalam hal ini kaitannya adalah
dengan penyakit Gonorhea.Wanita dengan penyakit gonorrhea
lebih berpotensi mengalami adneksitis dibandingkan dengan
wanita yang sehat. Adneksitis juga dapat disebabkan oleh karena
peradangan yang meluas dari organ lain, appendiks misalnya,
sehingga ibu dengan appendiks juga berisiko mengalami
adneksitis.
d) Riwayat penyakit sebelumnya
Wanita yang mengalami adneksitis bisa yang sudah pernah
menggunakan alat kontrasepsi maupun yang belum pernah
menggunakan alat kontrasepsi. Namun, pemasangan IUD
merupakan salah satu fator penyebab dari terjadinya adneksitis,
sehingga perlu dikaji adakah riwayat penggunaan alat kontrasepsi
berupa IUD sebelumnya bagi ibu yang pernah menggunakan alat
kontrasepsi.
e) Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Hasil pada pemeriksaan pada kepala dan leher akan
mengikuti hasil pemeriksaan umum. Bila keadaan umum klien
tampak anemis maka keadaan wajah akan menunjukkan tanda-
tanda anemis seperti pucat dan konjungtiva berwarna pucat
pula.
2) Abdomen
Pada penderita adneksitis, pada pemeriksaan abdomen
akan ditemukan nyeri tekan pada bagian perut bawah di tempat
terjadinya adneksitis. Setelah lewat beberapa hari dijumpai
pula tumor dengan batas yang tidak jelas dan yang nyeri tekan.
Pada torsi adneksa timbul rasa nyeri mendadak dan apabila
defence musculiare tidak teralu keras, dapat diraba tumor nyeri
tekan dengan batas nyeri tekan yang nyata.
3) Ekstremitas
Pada penderita adneksitis umumnya tidak mengalami
masalah pada ekstremitasnya, namun pada beberapa kasus
adneksitis ada pula yang mengalami oedema. Hanya saja pada
kejadian anemis, maka dapat dilihat perubahan dari warna
kuku jari tangan dan kaki ibu.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra,
kandung kemih dan struktur traktus lain.
b) Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kegiatan perioperatif.
c) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi.

3. Rencana Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada uretra,
kandung kemih dan struktur lain
Kriteria hasil : tidak ada nyeri didaerah panggung
Intervensi :
- Catat lokasi, lamanya, intensitas, skala penyebaran nyeri
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan
penyebab nyeri
- Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung,
lingkungan istirahat
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan
otot
- Bantu atau dorong melakukan relaksasi nafas dalam
Rasional ; membantu mengarahkan kembali perhatian dan
untuk relaksasi otot
- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi
keberhasilannya
Rasional : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
mengurangi nyeri
b) Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kegiatan perioperatif
Tanda : Mengungkapkan rasa takut pembedahan,
menyatakan kurang pemahaman, meminta informasi
Kriteria hasil :
1) Sedikit melaporkan kecemasan berkurang
2) Mengungkapkan pemahaman tentang prosedur
pembedahan
Intervensi :
- Memberikan dukungan moral
Rasional : secara psikologis dapat meningkatkan rasa aman
dan meningkatkan rasa saling percaya
- Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baik nya
Rasional : meningkatkan dan memperbaiki pengetahuan atau
persepsi pasien
- Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi
tentang kecemasan klien
Rasional : meningkatkan rasa nyaman dan memungkinkan
pasien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih
akurat
c) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi .
Kriteria evaluasi : Menyatakan mengerti tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan
perawatan diri preventif.
Intervensi :
- Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
- Berikan informasi tentang : sumber infeksi, tindakan untuk
mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik,
pemeriksaan diagnostik.
Rasional : Dapat megurangi ansietas dan membantu
mengembankan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
- Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan untuk
mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan
membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
Rasional : Mengurangi kecemasan pasien dan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai