Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko terjadinya sinusitis.3
trombolisis.3
B).1,2
Klasifikasi Mallampati :
Lidah besar
Mandibula menonjol
'sulit'.
STATICS
i). Scope
Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi
adalah lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.
Gambar 4.
Laringoskop ii). Tube
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea
mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran milimeter.
Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi,
anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima
tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk
dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di bawah lima
tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan
untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan lain
adalah penggunaan
kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan
postintubation croup.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui
hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila
penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya
pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan
nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii.
Gambar Pipa
endotracheal
Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa
endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat
melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea
berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil
makin sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama
adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang
kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi
untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi secara
langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil,
intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga
disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan
laringoskop serat optic.
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai
pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi
pipa tanpa balon lebih baik.
Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat
menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar
dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak
besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai
balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak iritasif.
Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk bayi dan
anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun).
subglotis.19
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas
yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien
tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
iv). Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak
terdorong atau tercabut.
v). Introducer
Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang
dibungkus plastik
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
vi). Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag
valve mask
ataupun peralatan anesthesia.
vii). Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya.
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang
dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan
lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga
mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring
serta epiglotis.
dilakukan.6
ii). Intubasi
Nasotracheal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat
hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang
hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas
lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan
pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan
membran mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok
saraf dapat
d
i
g
u
n
a
k
a
n
.
7
NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan
ke dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari
turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal dari
NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur dimasukan
hingga ujungnya terlihat di orofaring.
Umumnya ujung distal dari NTT dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan.
Jika ditemukan kesulitan dapat diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT
melalaui hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah yang berat
RSI adalah metode yang lebih disukai dari intubasi tabung endotrakeal
(ETT) di gawat darurat (ED). Metode ini lebih cepat menyebabkan ketidaksadaran
(induksi) dan blokade neuromuskuler (kelumpuhan). Ini penting pada pasien yang
belum puasa karena berisiko lebih besar untuk muntah dan aspirasi. Tujuan RSI
adalah untuk mengintubasi trakea tanpa harus menggunakan ventilasi bag-valve-
mask (BVM), yang sering diperlukan ketika mencoba untuk mencapai kondisi
intubasi dengan hanya penggunaan agen obat penenang saja (misalnya, ketamin,
etomidat, propofol).
RSI tidak diindikasikan pada pasien yang tidak sadar dan apnea. Situasi ini
dianggap sebagai “crash” jalan napas, dan ventilasi BVM dan intubasi endotrakeal
segera tanpa pre- treatment, induksi, atau kelumpuhan diindikasikan.
iv). Ekstubasi Perioperatif
Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai
penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan
nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas,
tentukan apakah hambatan pada sentral atau perifer. Teknik ekstubasi pasien
dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur
dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal
refleks.
2.9
Kompli
kasi
i).
Fakt
or
pasi
en
Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena
memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema
pada jalan napas.
Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung
mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien
dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.
Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan tekanan
yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di bagian yang
tidak tepat.
Komplikasi pada
ETT
Saat Saat ETT Sudah Digunakan
Kegagalan intubasi Tension pneumotoraks
Intubasi
Cedera korda spinalis dan kolumna Aspirasi pulmoner
Oklusi arteri sentral pada retina dan Obstruksi jalan napas
vertebralis
Abrasi kornea Diskoneksi
kebutaan
Trauma pada bibir, gigi, lidah dan Tube trakeal
Refleks autonom yang berbahaya Pemakaian yang tidak nyaman
hidung
Hipertensi, takikardia, bradikardia dan Peletakan yang lemah
Peningkatan tekanan intrakranial dan ETT yang tertelan
aritmia
Laringospasme
Bronkospasme
Trauma laring
intraocular
Avulsi, fraktur dan dislokasi arytenoids
Perforasi jalan napas
Trauma nasal, retrofaringeal, faringeal,
uvula,
Intubasi esophageal
Intubasi bronchial
Selama Ekstubasi Setelah Intubasi
Kesulitan ekstubasi Suara mendengkur
Kesulitan melepasesofageal
laringeal, trakea, kaf Edema laring
dan bronkus
Terjadi sutura ETT ke trakea atau Suara serak
Edema laring Cedera saraf
bronkus
Aspirasi oral atau isi gaster Ulkus pada permukaan laring
Granuloma laring
Jaringan granulasi pada glotis dan
Sinekiae laring
subglotis
Paralisis dan aspirasi korda vokal
Membran laringotrakeal
Komplikasi pada
Saat Saat ETT Sudah Digunakan
ETT Stenosis trakea
Intubasi Trakeomalacia
Fistula trakeo-esofageal
Fistula trakeo-innominata
B
A
B
I
I
I
P
E
N
U
T
U
P
3.1 Kesimpulan
Intubasi adalah memasukkan suatu tabung atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakeea. Tujuannya
adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask,
pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator) memungkinkan pengisapan
sekret secara adekuat, mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen
dosis tinggi.
Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga keadaan vital
pasien, sehingga dalam keadaaan gawat darurat komponen inilah yang pertama kali
dipertahankan. Salah satu cara menjaga patensi saluran napas (airway) tersebut
adalah dengan intubasi. Sehingga teknik intubasi harus dikuasai dengan benar dari
mulai indikasi sampai dengan komplikasi- komplikasinya.
DAFTAR
PUSTAKA
80222-overview.
(September 2019)
2
0
1
9
)
Comp
anies.
2008
4. Samsoon GLT, Young JRB. Difficult tracheal intubation: A
retrospective study. Anaesthesia. 1987;42:487-490
http://www.archoto.com. (
September 2019)
%20Courses/2011/Airway%20management%20at%20the%20end%20of%20anaest
hesia%20Extubatio n%20and%20related%20issues%20(2011).ashx ( September
2019)