Anda di halaman 1dari 5

EKONOMI DEMOKRASI TERPIMPIN

 Sistem Demokrasi Terpimpin


Dalam rangka mengambil alih penguasaan ekonomi oleh negara dari
tangan pengusaha asing, pemerintah menasionalisasi perusahaan –
perusahaan asing, terutama milik pengusaha Belanda. Pemerintah mampu
menargetkan mampu menasionalisasi 80% aset perusahaan – perusahaan
Belanda. Akan tetapi, dalam praktiknya pemerintah hanya mampu
menasionalisasi sekira 20%. Ketidakmampuan ini disebabkan para pemilik
perusaaan sudah terlebih dahulu menarik modalnya dari Indonesia. Dengan
demikian, kebijakan nasionalisasi perusaan Belanda mengalami kegagalan.
Bahkan, dalam perkembangannya perekonomian Indonesia memburuk akibat
adanya pergelokan politik dalam negeri.
Guna mendukung program Pembangunan Nasional Semesta
Berencana yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno, pemerintah berupaya
memaksimalkan peran badan usaha milik negara. Pelaksanaan program ini
diharapkan akan menjadi tonggak perekonomian Indonesia. Selain itu,
pemerintah meningkatkan peranan koperasi. Salah satu koperasi yang
dikembangkan adalah adalah koperasi tani (koperta) sebagai landasan pokok
pembangunan ekonomi, khususnya memperbaiki ekonomi rakyat.
Pada masa Ekonomi Terpimpin perusahaan swasta diorganisasi sesuai
bidangnya masing-masing dalam organisasi yang dikenal dengan nama
Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) dan Gabungan Perusahaan Sejenis
(GPS). OPS dan GPS bertugas mengaklokasikan bahan baku, perundingan,
kontrak-kontrak perburuhan, dan pengumpulan sumbangan sukarela untuk
kepentingan revolusi.

 Ciri-ciri Demokrasi Terpimpin


o Semua alat dan sumber-sumber daya dikuasai pemerintah
o Hak milik perorangan tidak diakui
o Tidak ada individu atau kelompok yang dapat berusaha dengan bebas dalam
kegiatan perekonomian
o Kebijakan perekonomian diatur sepenuhnya oleh pemerintah

 Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi Terpimpin


o Kelebihan
 Pemerintah lebih mudah mengendalikan inflasi, pengangguran dan
masalah ekonomi lainnya
 Pasar barang dalam negeri berjalan lancar
 Pemerintah dapat turut campur dalam hal pembentukan harga
 Relatif mudah melakukan distribusi pendapatan
 Jarang terjadi krisis ekonomi
o Kekurangan
 Mematikan inisiatif individu untuk maju
 Sering terjadi monopoli yang merugikan masyarakat
 Masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memilih sumber daya.
 Kebijakan Pemerintah Dalam Ekonomi Demokrasi Terpimpin
1. Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Untuk mempercepat pembangunan nasional, pada tanggal 15 Agustus
1959 Kabinet Kerja membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas).
Depernas dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 80 tahun 1958.
Depernas dipimpin oleh Muhammad Yamin dan bertugas mempersiapkan
rancangan undang-undang pembangunan nasional serta menilai
penyelenggaraan pembangunan. Pada tahun 1963 Depernas berganti nama
menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang
langsung dipimpin Presiden Soekarno.

TUGAS BAPPENAS :
• Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik
nasional maupun daerah.
• Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan.
• Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
Pada masa kini tugas Bappenas masih berfungsi sebagai badan yang
bertugas merencanakan program pembangunan, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, baik nasional maupun daerah, serta mengawasi
laporan pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan dan menilai Mandataris
untuk MPRS.

2. Devaluasi
Devaluasi adalah suatu tindakan penyesuaian nilai tukar mata uang
terhadap mata uang asing lainnya yang dilakukan oleh Bank Sentral atau
Otoritas Moneter yang mengadopsi sistem nilai tukar tetap.
Tujuan devaluasi adalah :
1. Guna membendung inflansi yang tetap tinggi.
2. Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar masyarakat.
3. Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 24 Agustus 1959, Presiden Soekarno melalui menteri
keuangan yang dirangkap oleh Menteri Pertama Djuanda menurunkan nilai
mata uang, yaitu :
a. Nilai mata uang RP. 1000 bergambar gajah menjadi Rp. 100
b. Nilai mata uang Rp. 500 bergambar macan menjadi Rp. 50
c. Melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank
yang melebihi jumlah Rp 25.000

3. Menekan Laju Inflasi


Kekacauan politik pada tahun 1959 terjadi bersamaan dengan
kekacauan ekonomi sehingga menimbulkan inflansi. Dalam rangka
membendung inflansi, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1959. Peraturan ini dimaksudkan
untuk mengurangi banyaknya uang beredar serta memperbaiki keuangan dan
perekonomian negara. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap
semua simpanan pada bank-bank untuk mengurangi banyaknya uang yang
beredar. Pemerintah menginstruksikan penghematan bagi instansi
pemerintah dan memperketat pengawasan semua pelaksanaan anggaran
belanja, serta untuk menertibkan manajemen dan administrasi perusahaan-
perusahaan negara. Dengan kebijakan moneter tersebut pemerintah berhasil
mengendalikan inflansi dan mencapai keseimbangan serta kemantapan
moneter dengan menghilangkan liquidity dalam masyarakat.

4. Deklarasi Ekonomi (DEKON)


Dalam rangka melakukan perbaikan ekonomi, pemerintah
membentuk Panitia Tiga Belas. Panitia ini menghasilkan konsep yang
kemudian disebut Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai strategi dasar
ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin.
Deklarasi Ekonomi diresmikan Presiden Soekarno pada tanggal 28 Maret
1963. Tujuan Deklarasi Ekonomi sebagai berikut :
1) Menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis,dan bebas
dari sisa-sisa imperialisme.
2) Mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Dekon pada dasarnya memperhatikan berbagai prioritas
seperti mendorong usaha swasta memperbesar produksi perolehan
devisa, serta memberikan insentif kepada pihak pengusaha swasta yang
berhasil menaikkan nilai ekspor dan impor. Dekon disusul dengan empat
belas peraturan pelaksanaan yang dikenal dengan nama Peraturan 26
Mei karena dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah Indonesia
menyatakan bahwa pelaksanaan ekonomi Indonesia adalah Berdikari,
yaitu berdiri diatas kaki sendiri. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
tidak berhasil mengatasi keadaan ekonomi Indonesia yang semakin
merosot. Ketidakberhasilan ini disebabkan pemerintah gagal
memperoleh pinjaman dana dari International Monetary Fund (IMF).
Situasi ini juga dipengaruhi oleh perkembangan politik Bangsa Indonesia
yang sedang berkonfrontasi dengan negara-negara Barat dan Malaysia.
Namun pada penarapannya Dekon tidak bisa mengatasi kesulitan
ekonomi.
Akibat Adanya DEKON
1) Peraturan tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan
masalah inflasi.
2) Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia
Kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak dengan
adanya kenaikan harga barang mencapai 400 % pada tahun 1961
1962.
3) Beban hidup rakyat semakin berat.

5. Penggunaan Dana Revolusi


Pada tahun 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Instruksi
Presiden No. 018 Tahun 1964 dan Keputusan Presiden No. 360 Tahun
1964 yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai perhimpunan dan
penggunaan Dana Revolusi. Selanjutnya, Presiden Soekarno menunjuk
Menteri Urusan Bank Sentral Jusuf Muda Dalam untuk mengelola
Dana Revolusi.
Dana Revolusi diperoleh dari devisa kredit panjang (deffered
payment). Deffered payment adalah suatu macam impor yang dibayar
dengan kredit. Jusuf Muda kemudian melakukan pungutan terhadap
perusahaan atau perseorangan yang mendapat fasilitas kredit antara
250 juta hingga 1miliar rupiah. Perusahaan atau perseorangan
tersebut diharuskan membayar dengan valuta asing sesuai jumlah
yang telah ditetapkan. Hasil pengumpulan Dana Revolusi digunakan
untuk membiayai proyek-proyek mandataris presiden, yang bersifat
prestise politik (salah satu dari manifestasi dasar perjuangan di atas
pentas internasional selain status quo dan imperialisme) dengan
mengorbankan kondisi ekonomi dalam negeri.
Akibat dari kebijakan ini, utang-utang negara semakin
meningkat, sebaliknya ekspor semakin menurun. Ditambah lagi
dengan pemberian fasilitas alokasi kredit kepada perseorangan atau
kepada perusahaan yang bukan sektor produksi dengan bunga
tertentu, menimbulkan kekacauan di bidang keuangan negara.
Tingkat inflansi menunjukkan kenaikan yang tidak terkendali. Pada
tahun 1959 tingkat inflansi hanya 19,42%, tetapi melonjak berlipat
mencapai 635,35% pada tahun 1966.

6. Meningkatkan Perdagangan Dan Perkreditan Luar Negeri


Pemerintah membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian,
sebab kurang lebih 80% penduduk Indonesia hidup dari bidang
pertanian. Hasil pertanian tersebut diekspor untuk memperoleh
devisa yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor berbagai bahan
baku/ barang konsumsi yang belum dihasilkan di Indonesia.
Jika Indonesia tidak mampu memperoleh keuntungan maka
akan mencari bantuan berupa kredit luar negeri guna memenuhi
biaya import dan memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri.
Sehingga Indonesia mampu memperbesar komoditi ekspor, dari
eksport tersebut maka akan digunakan untuk membayar utang luar
negeri dan untuk kepentingan dalam negeri. Dengan bantuan kredit
tersebut membuka jalan bagi perdagangan dari negara yang
memberikan pinjaman kepada Indonesia.

 Hambatan Pemerintah Dalam Krisis Ekonomi


o Rencana pembangunan kurang matang
o Biaya pembangunan baik yang berasal dari dalam maupundari luar negeri
kurang memadai
o Proyek-proyek yang sudah direncanakan sering diterlantarkan
o Pembangunan lebih mengarah pada pembangunan yang bersifat Mercusuar

 Upaya atau Peraturan Pemerintah Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi


Pada tanggal 26 Mei 1963, pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan
yang berjumlah 14 kemudian terkenal dengan Peraturan 26 Mei, yang isinya
antara lain:
1. Peraturan Presiden No.1 tahun 1963 tentang pelaksanaan Deklarasi
Ekonomi di bidang ekspor
2. Peraturan Presiden No. 6 tahun 1963 tentang pelaksanaan Deklarasi
Ekonomi di bidang impor
3. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1963 tentang kebijakan dalam bidang
harga
4. Peraturan Presiden No. 7 tahun 1963 tentang aktivitas perusahaan
dagang negara dalam rangka pelaksanaan Deklarasi Ekonomi
5. Peraturan pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 1963 tentang
perubahanUndang-undang No. 4 Prp tahun 1959 dan pencabutan
Undang-undang no. 32 Prp tahun 1960 dan Undang-undang No. 34 Prp
tahun 1960
6. Intrusi presiden RO No. 2 Tahun 1963 tentang koordinasi garis
kebijaksanaan dalam pelaksanaan Deklarasi Ekonomi dan sebagainya.

 Keadaan Ekonomi Indonesia Pada Saat Demokrasi Terpimpin


Pada saat demokrasi terpimpin, keadaan ekonomi Indonesia berantakan dan
tidak terkendali. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga barang naik menjadi
200% hingga 300%. Kebijakan berdikari dan berbagai usaha dalam memajukan
perekonomian Indonesia namun kebijakan ini memiliki hambatan yang membuat
perekonomian Indonesia makin terpuruk.
Selain itu banyaknya uang beredar di masyarakat membuat perekonomian
pada masa ini semakin kacau. Inflansi terjadi, bahkan sampai membuat Indonesia
mengalami devaluasi guna menyetabilkan kondisi mata uang yang beredar terlalu
banyak.

 Penyebab Kegagalan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin


o Penanganan/penyelesaian masalah ekonomi yang tidak rasional
o Ekonomi lebih bersifat politis dan tanpa terkendali
o Defisit yang makin meningkat yang ditutup dengan mencetak mata uang
sehingga menyebabkan inflasi
o Tidak adanya suatu ukuran yang objektif dalam menilai suatu usaha/hasil
orang lain
o Struktur ekonomi cenderung bersifat etatisme (Etatisme adalah suatu paham
dalam pemikiran politik yang menjadikan negara sebagai pusat segala
kekuasaan. Negara adalah sumbu yang menggerakkan seluruh elemen politik
dalam jalinan rasional yang dikontrol secara ketat dengan menggunakan
instrument kekuasaan.)

Anda mungkin juga menyukai