Anda di halaman 1dari 22

Etnografi

Kebudayaan Suku Dani

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Apriani Cissyvana Paskaline; 20180511064068

Christian D. Bangapadang; 20180511064029

Dita Ayu Khotimah; 20180511064006

Jessy Kristina Matuan; 20180511064062

Mualifah; 20180511064082

Prilly Anastasia Mokay; 20180511064016

Urinsi Patarru; 20180511064058

Warry Johannest Eybe; 20180511064063

Muhamad Abdul Rohim; 20160511064056

Nyoto Dwi Lestari; 20150511064041

Netty Clarita Sunari; 20180511064049

Ruth Tuwolom; 20180511064018

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Cenderawasih
Jayapura-Papua
2019
Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara kepulauan dengan tingkat kemajemukan
yang tinggi. Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural,
maka akan terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Dalam
“Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia” karya antropolog yang bernama
Zulyani Hidayah menyebutkan bahwa Indonesia memili 656 suku bangsa. Tiap-
tiap suku ini pada akhirnya akan menjadi Pluralitas dan Integritas Nasional yang
patut dibanggakan oleh rakyat Indonesia. Dapat dirincikan bahwa setiap suku
di Indonesia memiliki unsur-unsur bagian dari suatu kebudayaan yang diusun
berdasarkan kerangka etnografi yang terdiri dari nama suku bangsa, lokasi,
lingkungan alam, asal mula dan sejarah, sistem religi, bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup, sistem mata
pencaharian, dan kesenian.
Papua adalah sebuah propinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian
tengah Pulau Papua.Propinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua
bagian barat, namun sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua propinsi.Papua
memiliki luas 808.105 km2. Propinsi yang sering kali dianggap sebelah mata ini
oleh orang-orang diberi anggapan bahwa masyarakat papua masih primitif,
ketinggalan zaman, dan masih mengalami keterbelakangan pendidikan. Namun
dibalik anggapan tersebut, masyarakat papua merupakan salah satu masyarakat
yang masih berpegang teguh dengan adat dan kebudayaannya.
Papua merupakan salah satu wilayah Indonesia yang memiliki keberagaman
suku didalamnya. Suku yang tersebar di pulau papua dibagi menjadi dua yaitu
1) Suku papua yang berada di Indonesia yang menempati isi sebelah barat Pulau
Papua/West New Guinea terdiri atas 466 suku bangsa. Diantaranya Suku Dani,
Suku Asmat, Suku Bauzi, dan Suku Amungme; dan 2) Suku papua yang berada
di Papua New Guinea yang menempati di sebelah timur yang disebut East New
Guinea/Papua Nugini dengan jumlah hampir 800 bahasa.
Dari 466 suku bangsa yang menempati wilayah barat Pulau Papua/West
New Guinea, Suku Asmat merupakan suku yang paling dikenal dari empat suku
yang penulis sebutkan diatas. Tetapi dalam makalah ini penulis akan membahas
tentang Suku Dani yang belum cukup dikenal adat dan kebudayaannya. Suku
dani adalah salah satu suku yang terdapat di Wamena, Papua yang membentang
diantara Pegunungan Tengah Jayawijaya.
Bab 2
Pembahasan
2.1 Bahasa
Bahasa adalah salah satu sarana komunikasi yang paling vital.Dimanapun
manusia berada pasti menggunakan bahasa. Bahasa membantu setiap orang untuk
berelasi dengan orang lain. Apapun bentuknya, bahasa yang dimiliki oleh
sekelompok orang tetap menjadi sarana komunikasi bagi kelangsungan hidup
kelompok tersebut.Bahasa yang digunakan oleh orang-orang dari Suku Moni;
mereka menyebutnya Ndani, sedangkan orang gunung menyebutnya
Hubula/lembah yang termasuk dalam rumpun bahasa non-Austroneisa.
Jika dilihat dari penuturannya maka bahasa di daerah Jayawijaya dapat
digolongkan menjadi tiga rumpun bahasa yaitu:
 Rumpun bahasa Ok. Bahasa Ngalum di oksibil dak Kiwirok sekitarnya
dengan kira-kira 10.000 penutur.
 Rumpun bahasa Mee.
 Rumpun bahasa Baliem. Rumpun bahasa ini dapat digolongkan
kedalam tiga sub rumpun yaitu: sub rumpun Yali-Nggalik, sub rumpun
Baliem Pusat, dan sub rumpun Wano.
Hanya ada sedikit perbedaan dalam penuturannya (dialek) yang dibagi atas
tiga wilayah penuturan, yaitu:
 Lembah Baliem bagian timur (Hetegima/sebelah timur kabupaten
Wamena dan sebagian besar Kabupaten Kurima).
 Wamena, Pugima, Kurulu, Musatfak dan sekitarnya (Lembah Baliem
bagian tengah).
 Kimbim dan sekitarnya (Lembah Baliem bagian barat).
Sementara itu berdasarkan fonemik dari logat/dialek bahasa Suku Dani yang diteliti
oleh H.M. Bromley, dibedakan menjadi sembilan jenis, yakni:
1. Logat Dani induk di daerah-daerah Lembah Baliem Hulu.
2. Logat Dani bagian Barat di Lembah Ilaga, Sinak, Swart dan Hablifuri
Hulu.
3. Logat Dani Wolo di sekitar sungai Wolo di lereng gunung Piramid.
4. Logat Dani Kimbim di sekitar sungai Kimbim dan Wosi.
5. Logat Dani Ibele sekitar sungai Bele.
6. Logat Dani Aikhe sekitar sungai Aikhe.
7. Logat Dani daerah Wamena dan sekitar sungai Uwe hingga kira-kira
sungai Mugi.
8. Logat Dani Jurang di daerah yang menyempit di lembah sungai Baliem.
9. Logat Dani Hablifuri di daerah Hablifuri.
Bahasa daerah Suku Dani yang mendiami daerah Lembah Baliem ini
menggunakan bahasa-bahasa yang masuk kedalam bahasa Papua dari filum Trans-
New Guinea. Bahasa daerah yang digunakanpun mempunyai perbedaan dialog dan
pengucapan antar satu wilayah dengan wilayah lainnya walaupun masih berada
dalam jangkauan jarak tempuh yang terbilang masih dekat.
2.2 Sistem Religi/Kepercayaan
Adat Menghormati Nenek Moyang
Dasar religi masyarakat Suku Dani adalah menghormati roh nenek moyang
dan juga diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada pesta babi.Orang Suku
Dani beranggapan bahwa nenek moyangnya berasal dari daerah bumi sebelah timur
yang disebut Libarek.Menurut mitologi Dani, nenek moyang di Libarek berasal dari
langit.Tetapi karena ada sebagian dari mereka yang sering mencari ubi, tali langit
tersebut diputus dan mereka harus tinggal di bumi, bekerja keras menanam hipere
(sejenis ubi jalar yang besar), dan beternak babi.
Orang Suku Dani juga percaya pada roh yaitu roh laki-laki (Suanggi Ayoka)
dan roh wanita (Suanggi Hosile).Roh-roh ini menitis pada tumbuhan, hewan dan
benda-benda.Roh orang mati, setelah meninggalkan tubuhnya tinggal di hutan.
Konsep kepercayaan/keagamaan yang terpenting adalah Atou, yaitu
kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan
kepada anak laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara lain:
 Kekuatan menjaga kebun.
 Kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala.
 Kekuatan menyuburkan tanah.
Untuk menghormati nenek moyangnya, Suku Dani membuat lambang
nenek moyang yang disebut Kaneka.Lambang ini terbuat dari batu keramat
berbentuk lonjong yang diasah hingga mengkilap.Selain itu juga adanya Kaneka
Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat
serta untuk mengawali dan mengakhiri perang. Disamping upacara penghormatan
terhadap nenek moyang, Suku Dani juga melaksanakan upacara:
 Tentang siklus kehidupan yang menyangkut kelahiran, inisiasi,
perkawinan dan kematian.
 Tentang soal kehidupan menyangkut penyakit dan peperangan.
Orang-orang Suku dani juga meyakini bahwa manusia, babi dan pohon
kasuari bersaudara.Untuk setiap bayi yang lahir, ditanam satu pohon kasuari
sehingga pada saat kematiannya ada persediaan kayu bakar yang dapat digunakan
untuk mambakar mayatnya.Pohon kasuari yang termasuk keluarga pinus menurut
kosmologi lokal bersaudara dengan babi sebab bulu-bulu anak babi yang masih
kasar dan bercorak belang-belang menyerupai daun pohon kauari.Pandangan inilah
yang membuat wanita-wanita di Lembah Baliem sangat akrab dengan babi.
Meskipun Suku Dani tinggal di hutan-hutan dengan iklim tropis yang sangat kaya
akan flora dan fauna, mereka masih melakukan serangkaian upacara adat, salah
satunya adalah rekwasi. Rekwasi adalah sebuah upacara adat yang dilakukan untuk
menghormati para leluhur. Pada rekwasi, biasanya para prajurit akan membuat
tanfa dengan lemak babi, kerang, bulu-bulu, kus-kus, sagu rekat, getah pohon
mangga dan bunga-bungaan di bagian tubuh mereka. Tangan mereka akan
menenteng senjata-senjata tradisional khas Suku Dani seperti tombak, kapak,
parang dan busur beserta anak panahnya.
Sebagian besar masyarakat Suku Dani juga menganut agama Kristen atas
pengaruh Eropa yang dibawa ke para misionaris yang membangun pusat Misi
Protestan di Hetegima sekitar tahun 1955. Kemudian setelah bangsa Belanda
mendirikan kota Wamena maka agama Katholik mulai berdatangan.
Tradisi Potong Jari
Suku Dani melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah satu anggota
keluarga yang meninggal dengan tidak hanya menangis, tetapi juga memotong jari.
Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperi suami,
istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan memotong jari
mereka.Mereka percaya bahwa memotong jari adalah simbol dari rasa sakit dan
pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya.Pemotongan jari juga
dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka yang
telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang berduka.
Pemotongan jari ini pada umumnya dilakukan oleh kaum Ibu Suku Dani,
namun ada juga pemotongan jari yang dilakukan oleh anggota keluarga dari pihak
laki-laki. Bagi Suku Dani, jari bisa diartikan sebagai simbol kerukunan, kesatuan
dan kekuatan dalam diri manusia maupun keluarga, walaupun dalam penamaan jari
yang ada di tangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga, yaitu
ibu jari. Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari
memiliki sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua
beban pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan
sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan salah satu
ruasnya saja bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika
salah satu bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan
berkuranglah kekuatan.
Tradisi potong jari juga dilakukan dengan alasan “Wene opakima dapulik
welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga,
satu marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahsa, satu
sejarah/asal-muasal, dan sebagainya. Kebersamaan sangatlah penting bagi
masyarakat pegunungan tengah Papua. Kesedihan mendalam dan luka hati orang
yang ditinggal mati anggota keluarga, baru akan sembuh jika luka di jari sudah
sembuh dan tidak terasa sakit lagi. Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan
tengah Papua memotong jari saat ada keluarga yang meninggal.
Tradisi potong jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai cara, mulai
dengan menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak, atau parang. Ada juga yang
melakukannya dengan menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan
seuatas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian
dilakukan pemotongan jari. Selain tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi
yang dilakukan dalam upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi
lumpur. Mandi lumpur dilakukan oleh anggota kelompok dalam jangka waktu
tertentu. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia
telah kembali ke alam. Manusia berawal dari tanah kembali ke tanah. Beberapa
sumber ada yang mengatakan bahwa tradisi potong jari saat ini mulai banyak
ditinggalkan. Jarang orang melakukannya belakangan ini karena adanya pengaruh
agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah Papua. Namun
kita masih bisa menemui banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan jari yang telah
terpotong karena tradisi ini.
2.3 Sistem Pernikahan
Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga
batih ini tinggal di satu-satuan tempat tinggal yang disebut silimo. Sebuah desa Dani
yang terdiri dari 3 & ndash; 4 silimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut
mitologi, Suku Dani berasal dari keturunan suami istri yang menghuni suatu danau
disekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai dua anak
yang bernama Woita dan Waro. Orang Suku Dani dilarang menikah dengan kerabat
Suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan
Moety/dengan orang diluar Moety).
2.4 Pandangan terhadap Alam Semesta dan Sesama
Orang Suku Dani memandang dunia mereka sebagai suatu alam semesta
yang hidup.Seluruh alam semesta khususnya matahari diibaratkan sebagai seorang
ibu.Pada waktu panen pertama sebuah kebun baru, mereka menyisihkan beberapa
ubi yang besar untuk matahari.Di perkampungan Watlangka, terdapat batu-batu
matahari, konon dikatakan bahwa batu tersebut berasal dari matahari.Secara berkala
mereka mempersembahkan seekor anak babi untuk matahari.Mereka yakin bahwa
pada malam hari matahari kembali ke rumahnya di suatu lembah tertentu.Matahari
dipandang sebagai seorang wanita, namun dipandang juga sebagai perlengkapan
perang bagi laki-laki. Dikisahkan bahwa pada mulanya langit dan bumi terletak
berdampingan, namun manusia pertama yaitu Nakmaturi yang serakah
menciptakan guntur dan memisahkan langit dan bumi. Meski demikian, matahari
masih tetap bersama manusia.Semuanya menikmati perdamaian.Tetapi suatu waktu
manusia mulai saling berkelahi.Matahari pun menarik diri, pergi ke langit dan tidak
menghiraukan manusia lagi. Dia hanya memandang manusia dari atas sana.
Menurut orang Suku Dani, tanah adalah milik bersama secara adat,
walaupun dalam sistem kepemilikan bersama itu masih ada tuan-tuan tanah yang
mempunyai wewenang khusus.Di dalam perang suku, tanah harus dipertahankan
mati-matian dan tidak jarang terjadi bahwa tanah harus ditebus dengan darah.Jual
beli tanah tidak dikenal Suku Dani.Mereka menggunakan tanah secara bersama-
sama.
Manusia pada mulanya juga hidup bersama dengan hewan.Namun, ketika
manusia mebgai-bagi hewan menurut jenisnya, marahlah hewan-hewan itu dan
tidak mau hidup dengan manusia lagi.Hal ini tidak berlaku bagi burung-
burung.Manusia tetap hidup berdampingan dengan mereka sehingga orang-orang
Suku Dani pantang memakan burung-burung tersebut.Bagi orang Dani, babi adalah
binatang peliharaan yang sangat penting.Babi selalu mewarnai pesta-pesta adat,
khususnya pada saat pesta babi (Wam Mawe). Dalam pesta babi ini, diadakan
berbagai acara yang merupakan unsur pokok dari pesta babi itu sendiri, misalnya
perkawinan massal, acara balas budi (bila seseorang mendapat kebaikan hati dari
orang lain, khususnya pada waktu mengalami musibah, ia dapat membalas
kebaikan itu pada saat pesta babi), inisiasi bagi anak-anak yang mulai menginjak
dewasa. Pesta babi haruslah semarak, sehingga jauh sebelum acara pesta babi,
orang tidak diperkenankan membunuh babi, sekalipun ada kematian.Surga
digambarkan oleh Suku Dani sebagai suatu keadaan yang penuh babi-babi besar
dan petatas-petatas yang subur.
Selain itu, hutan-hutan yang berada di sekitar perkampungan atau di lereng-
lereng bukit tidak boleh ditebang, bahkan kayu yang sudah kering dibiarkan busuk
saja.Menurut mereka di dalam hutan-hutan itu berdiam jiwa-jiwa orang yang sudah
meninggal atau tempat kediaman nenek moyang mereka.Kayu yang dipergunakan
untuk kebutuhan hidup harus dicari di tempat yang jauh.Hal ini menunjukkan
bahwa orang Suku Dani sangat menghormati jiwa-jiwa orang yang sudah
meninggal.
2.5 Sistem Pengetahuan dan Pendidikan
Suku Dani merupakan salah satu suku yang mempunyai peradaban yang
sangat tinggi.Hal itu bisa dilihat dari pengetahuan mereka untuk menciptakan
sesuatu yang berguna dan membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan mereka itu dapat dilihat dari kenyataan hidup sebagai berikut ini:
 Pembuatan pakaian tradisional (koteka, sali dan yokal).
Orang Suku Dani tahu bahwa ada bagian tertentu dari tubuh yang
harus ditutup, yakni bagian kemaluan.
Koteka adalah pakaian untk menutup kemaluan laki-laki.Sedangkan,
yokal untuk perempuan yang sudah menikah dan Sali untuk
gadis.Koteka (holim/horim) terbuat dari kulit labu air.Isi dan biji labu
tua dikeluarkan dan kulitnya dijemur.Ukurannya biasanya berkaitan
dengan aktivitas pengguna pada saat bekerja atau upacara adat.Koteka
yang pendek pada umumnya dipakai pada saat kerja, sedangkan koteka
yang panjang digunakan pada saat upacara adat.
 Pembuatan silimo (kampung)
Orang-orang Suku Dani sudah mengetahui bagaimana cara
membuat rumah sebagai tempat hunian yang baik dan aman. Hal ini
dapat terlihat dari keahlian membuat silimo.Dengan demikian maka
kita dapat menyimpulkan bahwa Suku Dani tidak mengalami
kehidupan nomaden.
 Pembuatan kebun
Hampir seluruh lembah dan lereng-lereng gunung digarap secara
intensif dan efektif.Kebun-kebun dikelilingi oleh suatu jaringan
drainase.Lereng-lereng gunung pun digarap dan dilengkapi dengan
teras-teras.Tanamannya tumbuh subur dimana-mana. Hal yang amat
mengherankan di lembah besar itu sejak dulu ialah ketelitian dalam
membuat parit-parit dan kampung yang jarang dimiliki oleh orang-
orang dari suku lain.
Orang Baliem umumnya dan Suku Dani khususnya memiliki pengetahuan
akan keutamaan-keutamaan hidup yang bernilai tinggi. Keutamaan-keutamaan itu
ialah:
 Relasi dengan sesama, dengan leluhur dan dengan alam sekitarnya.
Relasi ini merupakan hal yang amat penting.
 Membagi dengan orang lain apa yang dimiliki. Orang Baliem suka
memberi rokok, makanan dan sebagainya kepada siapa saja yang hidup
bersama dengan mereka.
 Kebersamaan. Orang Baliem hidup bersama dalam kampung, rumah
laki-laki (honai) atau rumah keluarga (ebeai) tsnpa dinding pemisah
dan ruangan pribadi. Mereka tidak memiliki banyak privacy namun
sekaligus otonom dan bebas. Mereka biasa kerja bersama, masak
bersama dan makan bersama. Justru di sinilah letak kekuatan mereka
yaitu kebersamaan.
 Kesuburan manusia, hewan, tanah dan sebagainya merupakan hal yang
amat diharapkan orang Baliem. Mereka akan berusaha memperoleh
kesuburan itu dengan mentaati peraturan hidup yang diwariskan oleh
para leluhur. Lemak babi merupakan lambang kesuburan mereka.
 Bekerja termasuk nilai yang baik bagi orang Baliem. Mereka menyadari
bahwa segala kebutuhan tersedia didalam tanah. Mereka harus bekerja
keras untuk mengolah tanah itu. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa orang Baliem sejati tidak mengemis. Mereka bangga jika bisa
mengurus dirinya sendiri secara mandiri.
Dalam hal pendidikan, pada mulanya para kepala suku menolak anaknya
untuk disekolahkan.Namun, sejalan dengan waktu dan tuntutan modernisasi,
lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah yang dibangun misioanris barat dan
pemerintah Indonesia mulai menarik minat Suku Dani.Secara bertahap ada anak
Suku Dani yang mulai dididik sekaligus dibaptis. Putra Baliem yang telah menjadi
sarjana pioner antara lain adalah David Huby, Simeon Itlay, Benny Hilapok, Agus
Alua, Bartol Paragaye, Bonafasius Huby, Alpius Wetipo, Tobias Itlay, Damianus
Wetapo, Dominicus Lokobal, Benny Huby, Vincent, Jelela Wetipo, Tadius Mulait
dan lain-lain. Deretan intelektual pertama Papua yang merupakan hasil godokan
misionaris, misalnya Benny Giay, Sofyan Nyoman, Agus Alue Alua, David Huby
(Bupati Kabupaten Jayawijaya pada tahun 1996-1999) dan Niko Asso-Lokowal.
Sekarang ini telah banyak orang Suku Dani yang mengecap pendidikan.Kalangan
intelektual Suku Dani pun sudah tak terhitung banyaknya.Namun lebih dari itu,
pendidikan tetaplah merupakan suatu hal yang harus terus dikembangkan dalam
masyarakat Suku Dani.
2.6 Sistem Organisasi Sosial dan Politik
Masyarakat Suku Dani senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong
menolong, kehidupan masyarakat Suku Dani memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Masyarakat Suku Dani memiliki kerja sama yang bersifat tetap dan
selalu bergotong royong dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
Misalnya dalam membuka kebun baru. Laki-laki mengolah tanah
hingga siap ditanami dan setelah itu kaum wanita menamam dan
mnyianginya.
 Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah
yang dipimpin oleh seorang penata adat atau kepala suku. Musyawarah
tersebut berlangsung atas permintaan pemilik bangunan atau rumah
yang akan dibangun. Musyawarah biasanya dilakukan di rumah laki-
laki (honai) atau kadang kala di halaman depan rumah laki-laki dari
klan pemilik rumah. Dalam musyawarah itu dibicarakan lokasi atau
tampat mendirikan bangunan, pembagian tugas dan waktu
pelaksanaannya.
Organisasi sosial dan politik pada Suku Dani ditentukan berdasarkan
hubungan keluarga dan keturunan, serta berdasarkan keturunan teritorial.Unit
terkecil dari ikatan sosial masyarakat Lembah Baliem adalah keluarga luas, yang
biasanya terdiri dari tiga generasi dan bersifat patrilokal.Keluarga luas ini tinggal
dalam satu sili dengan jumlah anggota pada umumnya belasan atau paling banyak
sekitar dua puluhan.Didalamnya biasa tinggal orang tua laki-laki, beberapa anak
perempuan dan laki-laki generasi kedua beserta istri dan anak-anak mereka.Kepala
keluarga luas dipilih melalui musyawarah. Beberapa keluarga luas tergabung dalam
klan kecil. Klan kecil ini bisa diisi oleh beberapa keluarga luas dari fam yang sama
atau dari fam yang berbeda. Indikatornya adalah kepala klan kecil ini menguasai
satu wilayah tanah tertentu dan biasanya tinggal dalam kesatuan pemukiman seperti
kampung, yang dalam bahasa setempat disebut yukmo. Sebuah klan kecil
merupakan kelompok kerja dalam bertani, khususnya pada pekerjaan-pekerjaan
yang membutuhkan gotong royong, seperti membersihkan dan membuat pagar.
Lebih tinggi dari itu, ada klan besar yang merupakan gabungan dari klan-
klan kecil dalam aliansi teritorial yang jelas. Fungsi utama dari organisasi sosial ini
adalah sebagai aliansi untuk keperluan perang, kesatuan adat yang besar seperti
pesta babi. Setiap klan besar selalu memiliki honai adat.
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yang disebut Ap Kain
yang memimpin desa adat watlangka. Selain itu ada 3 kepala suku yang posisinya
berada dibawah Ap kain yang memerankan perannya masing-masing & ndash;
sendiri, mereka adalah:
1. Ap Mentegyaitu kepala suku perang yang memimpin desa adat Silimo
Mebel. Di Silimo inilah disimpan benda-benda perang dan perdamaian.
2. Ap Horegyaitu kepala suku kesuburan yang meimpin desa adat Silimo
Logo. Di silimo inilah disimpan benda-benda kesuburan.
3. Ap Ubalikyaitu kepala suku adat penyembuhan yang memimpin desa
adat Silimo Dabi. Di Silimo inilah disimpan benda-benda adat.
Tugas mereka adalah mengurus perawatan kebun dan binatang ternak babi.
Selain itu juga menjadi penengah sekaligus hakim ketika terjadi perselisihan antar
Suku Dani. Silimo biasa yang dihuni oleh masyarakat biasa, dikepalai oleh Ap
Waregma. Dalam masyarakat Suku Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah
kain untuk pria yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua, tetapi
masih mampu mengatur urusan dalam satu halaman rumah tangga maupun
kampungnya. Urusan tersebut antara lain pemeliharaan kebun dan Bahi serta
melerai pertengkaran.
Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau
pesta lain. Pertempuran dipimpin untuk para win metek. Meskipun dipilih melalui
jalur keturunan, ketua suku yang terpilih harus memenuhi beberapa syarat, syarat
menjadi pemimpin masyarakat Suku Dani antara lain: pandai bercocok tanam,
bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan
keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
2.7 Sistem Kekerabatan
Mayarakat Suku Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, dimana bapak,
ibi dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka
jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-
aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Suku Dani unit rumah
tersebut adalah sili.
Sistem kekerabatan masyarakat Suku Dani ada tiga, yaitu kelompok
kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok teritorial.
 Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat Suku Dani
adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua
keluarga inti bersama-sama menghuni suatu kompleks perumahan yang
ditutup pagar (lima).
 Paroh masyarakat yaitu struktur masyarakat Suku Dani yang
merupakan gabungan beberapa ukul (klan kecil) yang disebut ukul oak
(klan besar).
 Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat
Suku Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk
kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-
laki).
2.8 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Teknologi asli masyarakat Suku Dani sangat sederhana.Alat-alat utama
mereka terbuat dari batu yang gosok sampai halus, kayu dan sejenis bambu yang
disebut lokop. Alat-alat yang terbuat dari batu antara lain kapak, pahat atau kapak
tangan. Batu-batu dihaluskan sehingga berwarna hitam, kemudian dibuat tajam
pada satu sisinya.Mata kapak dari batu dibentuk segitiga dan diasah satu sisinya,
kemudian diberi tangkai kayu.Tangkai dan mata kapak disambung dengan tali rotan
yang dililitkan melintang dan saling tindih mengikat mata kapak pada tangkainya.
Masyarakat Baliem mengenal bermacam-macam kapak antara lain:
 Ewe Yake untuk membelah kayu.
 Yake Keken untuk memotong.
 Yake Kewok (bentuknya seperti cangkul) untuk mengorek tanah.
Untuk keperluan berkebun selain yake kewok, mereka juga menggunakan
tongkat penggali (digging stick) untuk membalikkan tanah agar menjadi
gembur.Lubang-lubang untuk memasukkan bibit dibuat dengan menggunakan kayu
yang diruncingkan. Tongkat penggali orang Suku Dani panjangnya 1,5-2 meter dan
tajam pada kedua ujungnya. Tongkat ini digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas
berat seperti membalik tanah.Tongkat untuk perempuan panjangnya 2-3 meter dan
digunakan untuk penyiangan, penanaman dan pemanenan.Ada juga pisau bambu
yang terdiri dari empat bagian bambu muda kira-kira 6-8 inchi panjangnya dan
cukup tajam untuk menyembelih daging, memotong rambut, dan lain
sebagainya.Selain itu, ada juga pisau yang terbuat dari tulang rusuk babi.
Orang Suku dani memiliki kantong berbentuk seperti jaring yang disebut
noken.Noken terbuat dari serat pohon melinjo (ganemo).Perempuan Baliem pada
umumnya mengenakan tiga lapis noken yang digantungkan dari dahi ke
punggung.Noken pertama yang paling bawah berisi hipere, noken kedua berisi anak
babi, dan noken yang ketiga berisi bayi sang ibu.
Dalam masyarakat Suku Dani juga ditemukan semacam dayung yang
tampaknya digunakan sebagai sekop sederhana.Di Suku Dani bagian barat
digunakan semacam dayung (eleebe) untuk menggali dan mengeluarkan
hipere/hom yang ditimbun dalam abu panas.Selainitu, orang Suku Dani juga
menggunakan kayu yang dibelah bagian ujungnya dan berfungsi untuk
memindahkan batu panas kedalam lubang untuk memasak daging.Variasi yang
kecil dari kayu penjepit ini digunakan di rumah untuk mengambil ubi panas dari
abu.
Orang Suku Dani juga memiliki berbagai peralatan lain, yakni:
 Molige yaitu sejenis kapak batu yang ujungnya diberi besi, digunakan
untuk menebang pohon;
 Sege yaitu sejenis tugal, untuk melubangi tanah;
 Korok yaitu parang yang digunakan untuk membersihkan ilalang;
 Valuk yaitu sejenis sekop untuk mencangkul tanah;
 Wim yaitu sebutan untuk busur; dan
 Panah sege yaitu sebutan untuk berbagai benda yang ujungnya runcing.
Alat lain yang biasa dibawa oleh para lelaki Suku Dani didalam noken adlah
kotak peralatan untuk membuat api yang terdiri dari kayu kecil yang terbelah
dibagian tengahnya, batu dan gulungan tumbuhan merambat kering untuk menyulut
api.
2.9 Sistem Perekonomian
Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi nenek moyang orang Suku Dani tiba di Irian hasil dari suatu
proses perpindahan manusia yang sangat kuno dari daratan Asia ke Kepulauan
Pasifik Barat Irian Jaya.
Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih bersifat pra agraris
yaitu baru mulai menanam tanaman daam jumlah yang sangat terbatas.Inovasi yang
berkesinambungan dan kotak budaya menyebabkan pola penanaman yang snagat
sederhana tadi berkembang menjadi suatu sistem perkebunan ubi jalar seperti
sekarang ini.
Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok Suku Dani adalah:
1) Bercocok tanam ubi kayu dan ubi jalar yang disebut hipere.
Ubi jalar (hipere) adalah tanaman terpenting dan utama.Mereka
juga menanam keladi (hom), tebu (el), pisang (haki) dan berbagai jenis
sayur mayur secara tumpang sari, misalnya jagung, kedelai, buncis, kol
dan bayam, sebagai tanaman yang baru diperkenalkan dari luar daerah.
Kebun-kebun milik Suku Dani dibagi atas 3 jenis yaitu:
a. Kebun-kebun di daerah rendah. Dan datar yang diusahakan
secara menatap.
b. Kebun-kebun di lereng gunung
c. Kebun-kebun yang berada di antara silimo.
Kebun-kebun tersebut biasanya dikuasai oleh sekelompok atau
beberapa kerabat.Batas-batas hak ulayat dari tiap-tiap kerabat ini adalah
sunagi, gunung atau jurang.
2) Beternak babi
Babi dipelihara dalam kandang yang bernama wamai (wam artinya
babi; ai artinya rumah).Kandang babi ini berupa bangunan berbentuk
empat persegi panjang. Bagian dalam kandang ini terdiri dari petak-
petak yang memiliki ketinggian sekitar 1,25 m dan ditutupi dengan
bilah-bilah papan. Bagian atas kandang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan kayu bakar dan alat-alat kebun.Bagi Suku Dani babi
berguna untuk dimakan dagingnya, darahnya dipakai dalam upacara
magis, tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan, tulang rusuknya untuk
pisau pengupas ubi, alat tukar, dan sarana menciptakan perdamaian bila
ada perselisihan.
3) Berdagang
Suku Dani juga melakukan kontak dagang dengan kelompok
masyarakat terdekat di sekitarnya. Sistem perdagangan mereka
adalah sistem barter sedangkan barang-barang yang dipertukarkan
adalah kulit siput, noken, kapak batu, pita-pita yang dihiasi dengan
siput kauri, batu untuk membuat kapak dan hasil hutan seperti
kayu, serat dan bulu burung. Perdagangan ini terbatas antar klan
dan dapat erkembang keluar apabila mereka mau menukarkan
benda-benda mereka dengan sejenis kayu untuk dipakai untuk
membuat busur dan anak panah. Perdagangan ini juga hanya
terbatas pada kebutuhan mereka sehari-hari.

2.10 Kesenian
Kesenian masyarakat Suku Dani dapat dilihat dari:
a. Cara membangun tempat kediaman mereka yaitu silimo yang terdiri
dari beberapa bangunan:
 Honai, merupakan sebutan untuk rumah pada umumnya. Honai
berasal dari kata hun yang berarti pria dewasa dan ai yang berarti
rumah. Jadi secara harafiah, honai berarti rumah untuk pria
dewasa. Honai berbentuk bulat, atapnya seperti kubah dari daun
ilalang. Garis tengahnya bisa mencapai 5-7 meter.
 Ebeai yaitu rumah wanita. Ebe artinya tubuh atau pusat dan ai
artinya rumah. Jadi ebeai artinya rumah tubuh atau rumah induk.
Ebeaisama persis dengan honai, hanya garis tengahnya lebih
pendek.
 Wamai artinya kandang babi. Wam artinya babi dan ai artinya
rumah. Jadi wamai artinya rumah babi atau kandang babi. Wamai
berbentuk persegi panjang dan disekat sebanyak jumlah ebeai.
Wamai juga terletak dalam lingkungan silimo. Silimo sendiri
berbentuk oval dan dipagari oleh pagar kayu.
b. Kerajinan tangan berupa anyaman kantong jaring penutup kepala,
pengikat kepala dan pengikat kapak.
c. Seni tari Baliem, terdiri dari:
 Hunike, salah satu tarian yang dimainkan oleh satu orang secara
bersama, berjejer dan terpisah dari kelompok pengiring lagu.
Tarian ini paling sering dilakukan saat upacara perayaan
kemenangan perang.
 Hologotiik, salah satu gerak tari yang diperankan dalam posisi
berdiri atau melompat di tempat.
 Dipik/walin, merupakan tarian rakyat yang dimainkan dengan cara
membuat lingkaran dengan sebuah regu atau kelompok penyanyi
berada di tengah. Tarian ini dilakukan pada saat pesta pernikahan,
inisiasi dan upacara lain yang dilaksanakan bersamaan dengan
pembunuhan babi.
 Hulung, adalah tarian rakyat yang dimainkan secara beramai-ramai
ke sana ke mari dalam jarak yang dekat sambil bernyanyi bersama.
Tarian ini dilaksanakan pada saat upacara inisiasi bagi anak laki-
laki, upacara pernikahan dan upacara mawe (pesta babi).
 Tem/sekan, merupakan tarian pergaulan yang dilaksanakan oleh
muda mudi di dalam honai atau dapur. Tari ini dimainkan dengan
cara duduk berjejer saling berhadapan muka antara putera dan
puteri sambil menyanyikan lagu-lagu rakyat.
 Hisilum, merupakan tarian pergaulan muda mudi untuk
mendapatkan jodoh. Gerakan tari ini menggunakan bahasa isyarat
sambil menyanyi di tiap kelompok, baik kelompok pria maupun
wanita dengan melambai-lambaikan tangan.
d. Masyarakat Suku Dani memiliki empat macam lagu tradisional (etai),
yaitu:
 Etai ewa etai, merupakan jenis lagu-lagu utama yang dinyanyikan
baik pada acara-acara resmi maupun pada acara-acara tidak resmi.
Lagu yang dinyanyikan dalam acara-acara resmi, misalnya: lagu
kemenangan dalam perang (ap wataresik), lagu pada saat inisiasi
(ap wayama), lagu saat pesta perkawinan (heugumo/heyokalma),
lagu pada saat mawe (wam eweakowa), dan lagu pada saat haid
pertama bagi anak gadis Baliem (he hotarlimo). Lagu yang tidak
resmi biasanya dinyanyikan secara spontan pada saat membuat
honai dan membuka kebun baru.
 Etai wene pugut, merupakan salah satu bentuk lagu tradisional
Baliem yang dinyanyikan dengan berbalasan pantun/syair. Isinya
adalah ungkapan emosional, kritikan-kritikan dalam kehidupan
sehari-hari, pesan-pesan tertentu dan sebagainya. Etai wene pugut
dinyanyikan pada saat pesta pernikahan (he yokal), pada saat
pengusiran roh orang mati dari tubuh seseorang (hat waganegma),
saat atraksi tukar gelang (sekan/tem kotilogolik) dan saat bersantai
(haselum hagatilogolik).
 Etai lee wuni atau dee wuni. Lee berarti ratapan atau tangisan dan
wuni beratti lagu. Jadi lee wuni adalah lagu ratapan yang isinya
mengandung syair-syair tentang peristiwa-peristiwa tertentu.
 Wesa etai, yakni lagu yang berisikan doa-doa baik kepada leluhur
maupun Tuhan.
e. Jenis musik tradisional Jayawijaya dapat dibedakan atas beberapa jenis
musik yaitu:
 Musik pikon, yaitu sejenis musik yang dihasilkan oleh alat musik
tiup sekaligus bertali yang kalau ditiup sambil menarik tali tersebut
akan menghasilkan tiga nada dasar yaitu do, mi dan sol.
 Musik witawo, yaitu sejenis musik yang dihasilkan dari lokop
(sejenis bambu muda yang beruas-ruas), dimainkan dengan cara
ditiup. Tinggi rendahnya bunyi sangat ditentukan oleh ukuran dari
lokop; yang panjang menghasilkan bunyi rendah sedangkan yang
pendek menghasilkan bunyi yang tinggi.
 Musik aneletang, yaitu musik yang dihasilkan dengan cara dipukul
untuk menarik perhatian orang dalam tarian. Jenis musik ini dapat
dihasilkan dari sejumlah anak panah yang disatukan lalu dipukul
(sike tok), sejumlah pion yang dipotong-potong dan diikat lalu
dipukul (pion tok) dan batu-batu yang dipukul (helekit).
 Musik ane tutum, yaitu jenis musik yang dihasilkan dari kulit yang
ditabuh seperti gendang, yakni tifa. Tifa terbuat dari pohon weki
dan kepi.
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Sebagai warga negara Indonesia yang mengedepankan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika, sudah sewajarnya kita menghormati
keanekaragaman budaya yang ada didalam seluruh wilayah negara
Indonesia. Tidak hanya menghormati tetapi juga melestarikan. Kita
sebagai warga negara Indonesia patut bangga terhadap segala Adat dan
Budaya Suku Dani di Tanah Papua.
Kebanggaan terhadap Adat dan Budaya Suku Dani sebagai warisan
kebudayaan negara Indonesia patut kita pelajari dan kita lestarikan.
Penelitian-penelitian mengenai Suku Dani sangat diperlukan agar kita
dapat mempelajari kebudayaan mereka. Sebaiknya para antropolog
Indonesia lebih banyak melakukan penelitian-penelitian yang lebih
mendalam terhadap Suku Dani. Karena kajian mengenai Adat dan Budaya
Suku Dani malah lebih dulu diteliti oleh negara lain, bukan negara
Indonesia sendiri. Jika penelitian dilakukan oleh antropolog Indonesia,
kita akan lebih banyak mengetahui kebudayaan dan potensi apa saja yang
dapat kita jadikan sebuah pengetahuan. Selain itu, kita dapat menjaga
kebudayaan tersebut agar tidak menghilang dari negara kita. Menjaga dan
melestarikan Adat dan Budaya Suku Dani di Tanah Wamena adalah salah
satu cara agar kita dapat selalu mempelajari kebudayaan mereka.

3.2 Saran
Pemecahan masalah mengenai Adat dan Budaya Suku Dani di Tanah
Wamena tidak dapat terwujud apabila kita tidak mendukung langkah-
langkah tersebut. Maka sebaiknya pembaca juga memahami pembahasan-
pembahsan serta konsep yang ada
Ketertarikan pembaca terhadap kebudayaan Suku Dani akan
membangkitkan keinginan antropolog Indonesia untuk memenuhi rasa
ingin tahu. Sehingga mereka akan melakukan lebih banyak penelitian
mengenai Adat dan Budaya Suku Dani. Jika penelitian tersebut telah
terpenuhi, maka kita sebagai warga negara Indonesia akan semakin larut
dalam kebanggan terhadap keunikan dari kebudayaan-kebudayaan yang
ada di Indonesia sehingga ingin menjaga dan melestarikannya.

Anda mungkin juga menyukai