Anda di halaman 1dari 42

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN DAN

PENGOLAHAN HASIL
KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (LIBTUKOM)

Oleh :

Ir. Nur Asni, MS


Dr. Araz Meilin, SP, MSi

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2015
ISBN : 978-602-1276-10-5

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN DAN


PENGOLAHAN HASIL
KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (LIBTUKOM)

Penanggung Jawab : Ir. Endrizal, M.Sc


(Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi)

Dewan Redaksi

Ketua:
Rima Purnamayani, SP., M.Si

Anggota:
- Dr. Salwati
- Dr. Sigid Handoko

Tata Letak & Desain Sampul:


Eva Salvia, S.P

Diterbitkan Oleh:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Alamat :
Jl. Samarinda Paal V Kotabaru Jambi 36128,
Jl. Raya Jambi – Palembang KM 16
Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab. Muaro Jambi
Telepon: 0741-40174/7053525, Fax: 0741-40413
e-mail: bptp-jambi@litbang.pertanian.go.id / bptp_jambi@yahoo.com
website: jambi.litbang.pertanian.go.id
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT dipanjatkan dengan


telah selesainya brosur ini. Brosur ini dengan judul TEKNOLOGI
PENANGANAN PASCAPANEN DAN PENGOLAHAN HASIL
KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (LIBTUKOM).
Beberapa bagian isi brosur merupakan kondisi existing di
Kelompok Tani Sri Utomo, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan
Betara, Kab. Tanjung Jabung Barat.
Ucapan terima kasih di sampaikan kepada Kepala BPTP
Jambi, Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat
melalui Kepala Kantor Penelitian dan Pengembangan Daerah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kepala Dinas Perkebunan
Kab. Tanjung Jabung Barat, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Betara, Bapak Lurah
Kelurahan Mekar Jaya, PPL setempat dan Ketua serta anggota
kelompok tani Sri Utomo di Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan
Betara, Kabupaten Tanjung Jabung barat, serta semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Besar harapan Kami brosur ini dapat memberikan manfaat
bagi yang membutuhkan. Saran dan kritik Kami harapkan untuk
penyempurnaan brosur ini.

Jambi, Agustus 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengatar.............................................................. i
Daftar Isi..................................................................... ii
Daftar Gambar............................................................. iii
I. Pendahuluan ......................................................... 1
II. Keragaan Kopi Liberika Tungkal
Komposit (libtukom) .............................................. 4
III. Teknologi Penganan Pascapanen
Kopi Libtukom ....................................................... 7
IV. Teknologi Pengolahan Buah Kopi............................ 12
V. Pengembanagan Teknologi Pengolahan
Kopi Basah di Tingkat Petani ................................. 33
VI. Penutup................................................................ 35
Sumber Bacaan ........................................................... 37

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Teknologi Panen Buah Kopi....................................... 13
2. Teknologi Sortasi Buah Kopi dengan
Metode Perambahan................................................. 15
3. Teknologi Pemecahan Buah Kopi dengan
Alat Pemecah Basah ................................................. 16
4. Penjemuran Biji Kopi ................................................ 19
5. Mesin Pengupasan Kulit Tanduk Kopi (kiri),
Biji Kopi Sebelum dikupas (kanan atas),
Kopi Beras setelah dikupas (kanan bawah) ................ 20
6. Diagram Alir Pengolahan Kopi Basah ......................... 23
7. Alat Sangrai Kopi ..................................................... 26
8. Mesin Pembuat Bubuk Kopi (kiri),
Bubuk Kopi (kanan).................................................. 29
9. Aneka Bentuk Kemasan Kopi oleh
Kelompok Tani Sri Utomo Kelurahan
Mekar Jaya Kecamatan Betara .................................. 31

iii
I. PENDAHULUAN

Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu


komoditas perkebunan andalan penghasil devisa bagi Indonesia.
Hal ini terlihat dari total luas areal mencapai 1.241.836 ha dan
produksi 675.915 ton pada tahun 2013, dan sebagian besar
(90%) merupakan areal perkebunan rakyat. Pertanaman kopi
terluas di Indonesia terdapat di Pulau Sumatera (60%) dan total
luas areal di Provinsi Jambi 25.935 ha dengan produksi 13.326
ton (Kementan, 2013). Gambaran tersebut memperlihatkan
bahwa kopi cukup berperan sebagai sumber pendapatan dari
masyarakat Jambi.
Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan
salah satu komoditas unggulan Provinsi Jambi, karena memiliki
cita rasa yang khas dan menjadikan Provinsi Jambi sebagai
wilayah penghasil kopi jenis Liberika terbesar di Indonesia, serta
menjadi sumber mata pencaharian utama bagi penduduk
setempat. Luas tanam kopi Libtukom di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat mecapai 2.721 ha dengan produksi 1.287 ton (BPS
Kab. Tanjung Jabung Barat, 2014).
Perkembangan tanaman kopi rakyat yang cukup pesat ini,
perlu didukung dengan kesiapan sarana, metoda pengolahan dan
penanganan pascapanen yang cocok untuk kondisi petani
sehingga mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu
seperti yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia
(SNI). Jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan ketersediaan
dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta
berkelanjutan merupakan prasyarat yang di-butuhkan agar biji
kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang
menguntungkan.
Prasyarat tersebut dapat terpenuhi dengan melakukan
penanganan panen dan pascapanen serta pengolahan kopi rakyat
yang tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah. Buah kopi hasil
panen, seperti halnya produk pertanian lain, perlu segera diolah
menjadi bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan
dalam jangka waktu tertentu. Kriteria mutu biji yang meliputi
aspek fisik, cita rasa, kebersihan, aspek keseragaman dan
konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap
tahapan proses produksinya, sehingga tahapan proses dan
spesifikasi peralatan pengolahan kopi yang menjamin mutu harus
didefenisikan secara jelas. Perubahan mutu yang terjadi pada
setiap tahapan proses juga perlu dimonitor secara rutin sehingga
pada saat terjadi penyimpangan dapat dikoreksi secara cepat dan
tepat. Langkah akhir dari upaya perbaikan mutu yaitu
mendapatkan hasil yang optimal jika disertai dengan mekanisme
tataniaga kopi rakyat yang berorientasi pada mutu.
Beberapa tahun terakhir produksi kopi Indonesia
mengalami penurunan diakibatkan oleh masalah perawatan lahan
kurang dilakukan, tidak ada/kurang dipupuk dan mutu kopi yang
dihasilkan oleh perkebunan rakyat rendah. Rendahnya mutu kopi

2
rakyat terutama disebabkan oleh masalah pasca panen kopi,
antara lain kadar air tinggi. Hal ini akan memicu pertumbuhan
jamur, sehingga pada tingkat lanjut berpengaruh terhadap cita
rasa yang dapat menurunkan harga jual. Selain berpengaruh
terhadap harga, mutu kopi yang rendah juga berpengaruh
terhadap kemudahan menembus pasar internasional, karena
biasanya negara-negara pengimpor menghendaki kopi bermutu
tinggi. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut yaitu
pemerintah menetapkan kebijakan yang menekankan pada
peningkatan mutu kopi. Kebijakan tersebut diharapkan
meningkatkan harga jual dan jumlah ekspor kopi.
Pengolahan kopi rakyat Di Provinsi Jambi sebgian besar
dilakukan secara konvensional, dari biji kopi asalan, dan hanya
dalam bentuk pengolahan primer (biji kopi kering) dengan mutu
rendah (mutu 5 dan 6) dan kadar air masih relatif tinggi (sekitar
16%). Hal tersebut belum mengikuti teknis pengolahan yang baik
(sesuai SOP pengolahan kopi). Kopi asalan yang dipasarkan
umumnya tidak disortasi oleh petani, sehingga kopi yang
diperdagangkan masih mengandung sebagian bahan yang dapat
menurunkan mutu kopi (Ismayadi dan Zaenudin, 2003).
Hal tersebut dapat diatasi menerapkan sistem panen dan
pascapanen serta pengolahan kopi yang baik dan benar, baik
umur dan cara panen, pengolahan, pengeringan, maupun sortasi.

3
II. KERAGAAN KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT
(LIBTUKOM)
Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan
tanaman kopi yang berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat
dan telah ditetapkan sebagai varietas bina melalui Surat
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
4968/Kpts/SR.120/ 12/2013 tanggal 6 Desember 2013. Kopi
Libtukom sudah ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat sejak
tahun 1940 an, memiliki ciri khas seperti cita rasa, buah dan
daun berbeda dengan kopi Robusta dan Arabika serta mampu
beradaptasi baik dilahan gambut dengan tanaman penaung
pohon pinang. Sekarang kopi Libtukom sudah menyebar luas
pada beberapa desa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (2.721
ha).
Kopi Liberika tergolong tanaman yang menyerbuk silang,
sehingga benih yang terbentuk merupakan persarian dengan
tanaman lain. Apabila perbanyakan tanaman dilakukan dengan
biji maka belum tentu sifat induk kopi terpilih akan mewarisi sifat
unggul induknya, disebabkan sifat tanaman pejantan yang belum
tentu kompatibel menghasilkan keturunan sebaik kedua
tetuanya. Dengan demikian untuk perbanyakan tanaman kopi
Libtukom disarankan menggunakan perbanyakan secara
vegetatif, yaitu sambung pucuk.
Kopi Libtukom tergolong pada tipe pertumbuhan dengan
habitus tinggi sehingga tinggi tanaman dapat mencapai 5 m atau

4
lebih, dan memiliki diameter tajuk 3.5 – 4 m. Keragaan tanaman
dapat digolongkan berdasarkan pada 5 (lima) tipe daun dan buah
:
1. Ukuran daun sedang, pupus daun berwarna hijau, ujung
daun runcing, buah bulat, diskus datar lebar, ruas antar
dompolan buah sedang, dan kelebatan buah sedang.
2. Ukuran daun besar, lebar daun sempit, ujung meruncing,
ukuran buah besar dan bentuk oval, diskus besar
menonjol,ruas cabang sedang, dan buah lebat.
3. Ukuran daun seukuran daun nangka, ujung runcing, buah
berbentuk oval dengan diskus kecil menonjol, buah lebat
dengan ruas sangat pendek.
4. Ukuran daun sedang, ujung runcing buah bulat besar,
diskus menonjol, ruas antar dompolan pendek dan buah
sangat lebat.
5. Ukuran daun sedang, buah berukuran sedang dengan
diskus menonjol tinggi, dompolan buah rapat, dan
kelebatan buah sedang.
Keunggulan kopi Libtukom adalah memiliki kriteria tahan-
agak tahan terhadap penyakit karat daun dan terhadap serangan
penggerek buah kopi. Kopi Libtukom juga mempunyai cita rasa
yang khas. Hasil uji kesukaan (preferensi) memperlihatkan
bahwa kopi Libtukom memiliki mutu cita rasa bagus (rata-rata
nilai uji 7). Dengan pemeliharaan yang baik umur ekonomis kopi
Libtukom diharapkan dapat mencapai sekitar 30 tahun.

5
Kemampuan kopi tersebut beradaptasi pada dataran rendah (<
700 m dpl) dan pada lahan gambut baik.
Keunggulan lain kopi Libtukom adalah ukuran buah lebih
besar dengan buah masak berwarna orange, dan produktivitas
lebih tinggi dibanding Robusta. Bisa berbuah sepanjang tahun
dengan panen sebulan sekali dan 2 x puncak produksi. Panen
besar pada Bulan Mei, Juni dan Juli, sedangkan panen kecil pada
bulan November, Desember dan Januari. Keunggulan dari aspek
harga, kopi Libtukom memiliki harga melebihi kopi Robusta yaitu
kopi beras Libtukom mempunyai harga Rp. 33.000,-/kg –
Rp.40.000,-/kg ditingkat petani sedangkan kopi Robusta berada
dikisaran Rp. 16.000,-/kg.

6
III. TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN KOPI LIBTUKOM
1. Musim Panen
Tanaman kopi Libtukom yang dirawat dengan baik dapat
mulai berproduksi pada umur 2,5 – 3 tahun tergantung
lingkungan dan jenisnya. Musim berbunga kopi bisa sampai 3 – 4
kali selama setahun, bahkan ada yang berbunga sepanjang
tahun. Dengan demikian, maka panen juga mengikuti gelombang
musim bunga. Beberapa jenis kopi, seperti kopi Liberika dan kopi
yang ditanam di daerah basah, pemanenan bisa sepanjang
tahun. Periode bunga sampai buah masak, membutuhkan waktu
8 – 12 bulan. Apabila musim bunga berlangsung dari bulan April
– Juni/Juli, musim panen akan berlangsung dari bulan Mei sampai
Agustus tahun berikutnya.
Keluarnya bunga pada kopi Libtukom tidak terjadi secara
serempak sehingga buahpun tidak matang secara serempak,
sehingga buah kopi Libtukom dapat dipanen secara bertahap.
Jumlah buah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih
sedikit dan semakin meningkat dengan meningkatnya umur
tanaman, sampai mencapai puncak pada umur 7 – 9 tahun. Pada
umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 – 15
kwintal kopi beras/ha/tahun. Produksi tersebut masih dapat
ditingkatkan bila tanaman kopi dipelihara secara intensif,
produksi dapat mencapai 20 kwintal kopi beras/ha/tahun.

7
2. Umur panen
Kematangan buah kopi ditandai oleh beberapa hal :
• Perubahan warna kulit, hijau tua ketika masih muda,
kuning ketika setengah masak, merah/orange saat masak
penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh
terlampaui (over ripe).
• Kekerasan dan senyawa gula dalam daging buah. Buah
masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta
mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga
rasanya manis. Sebaliknya, buah muda sedikit keras, tidak
berlendir dan senyawa gula belum terbentuk secara
maksimal. Kandungan lendir pada buah yang terlalu masak
cenderung berkurang, karena sebagian senyawa gula dan
pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi.
Secara teknis, panen buah masak memberikan beberapa
keuntungan dibandingkan dengan panen buah kopi muda antara
lain :
1) Mudah diproses karena kulit mudah terkelupas.
2) Rendemen hasil (perbandingan berat biji kopi beras per
berat buah segar) lebih tinggi.
3) Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar
(tidak pipih).
4) Waktu pengeringan lebih cepat.
5) Warna biji dan cita rasa lebih baik.
6) Pemungutan hasil bertahap

8
3. Tahap Pemungutan Hasil
Tanaman kopi Libtukom tidak berbunga serentak,
sehingga panen tidak dapat dilakukan sekaligus, karena itu ada
beberapa cara pemanenan :
a. Pemanenan selektif, dilakukan pada buah yang masak
saja.
b. Pemanenan setengah selektif, dilakukan terhadap
dompolan/tandan buah yang masak.
c. Secara lelesan, dilakukan terhadap buah kopi yang gugur
karena terlambat pemetikan atau buah yang dimakan
bubuk
d. Secara racutan/rampasan, pemetikan terhadap semua
buah kopi (baik yang muda, yang tua maupun yang ada
di atas tanah), maksudnya supaya kebun menjadi bersih
tidak menjadi sarang bubuk buah. Cara ini dilakukan
pemanenan akhir.
Pemetikan buah kopi Libtukom dilakukan secara manual
dengan tangan, dan alat yang dibutuhkan untuk pemanenan
adalah keranjang bambu berukuran kecil/sedang atau dengan
karung goni/plastik, yang mudah dibawa. Bila tanaman kopi
sudah cukup tinggi dan buah tidak terjangkau oleh tangan maka
diperlukan tangga segi tiga (mudah dipindah-pindahkan),
sehingga buah kopi bisa terjangkau tanpa merusak tajuk.
Pemetikan dilakukan dengan tertib sekali, hanya kopi yang masak
saja yang dipetik, satu persatu dengan tangan. Pemetikan tidak

9
boleh diracut atau satu dompol sekaligus, kecuali jika buah itu
masak semua, atau kering harus diambil. Bila ada kotoran-
kotoran luwak yang berisi biji kopi juga harus diambil (kopi ini
paling mahal harganya) dan dimasukkan ke dalam keranjang
atau karung yang terpisah. Setelah itu dibawa ke tempat
penimbangan. Sebelum diadakan penimbangan, dilakukan sortasi
yaitu pemisahan antara buah yang masak, yang hijau, atau yang
kering (hitam).

4. Proses Pascapanen (Sortasi)


a. Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang
superior (masak, bernas dan seragam) dari buah yang
inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang
hama penyakit ). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan
kerikil harus dibuang karena benda-benda tersebut dapat
merusak mesin pengupas dan dapat menurunkan mutu.
b. Biji merah (superior) diolah dengan metoda pengolahan
basah, agar diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan
yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau, kuning,
dan buah kering, diolah dengan metoda pengolahan
kering.
c. Buah kopi segar hasil sortasi sebaiknya langsung diolah
untuk mendapatkan hasil yang optimal, baik dari segi
mutu (terutama cita rasa) maupun kemudahan proses
berikutnya.

10
d. Buah kopi yang tersimpan dalam karung plastik atau sak
selama lebih dari 36 jam akan menyebabkan
prafermentasi sehingga aroma dan cita rasa biji kopi
menjadi kurang baik dan berbau busuk (stink). Demikian
juga, penampilan fisik bijinya juga menjadi kusam.

11
IV. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BUAH KOPI
Pengolahan buah kopi dapat dibagi dua bagian yaitu :
1. Pengolahan Buah Kopi Primer
2. Pengolahan Buah Kopi Sekunder
I. Pengolahan Buah/Biji Kopi Primer
Pada prinsipnya pengolahan buah kopi primer terdiri dari
dua cara pengolahan yaitu: pengolahan basah (WP = wet
process) dan pengolahan kering (DP=dry process). Perbedaan
kedua cara tersebut adalah: pengolahan basah menggunakan air
untuk pengupasan maupun pencucian buah kopi, sedangkan
pengolahan kering setelah buah kopi dipanen langsung
dikeringkan (pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari
dilakukan setelah kering) (Najiyati et al., 2004).
a. Pengolahan Kopi Cara basah
Perkembangan industri kopi dan tuntutan pasar saat ini
menuntut produk yang konsisten dalam kualitas dan aman
dikonsumsi semakin tinggi. Pasca panen dan pengolahan kopi
dengan cara basah dengan menerapkan konsep Good
Management Practicess (GMP) dan menerapkan konsep Hazard
Analisis Critical Control Point (HACCP) diharapkan dapat
memperbaiki kualitas kopi.
Peningkatan mutu kopi dapat dilakukan melalui
“Pengolahan Cara Basah”. Pengolahan kopi cara basah dapat
menghasilkan mutu yang lebih baik, aroma, serta rasa kopi yang
enak, sehingga harga kopi dapat lebih terjamin, hanya saja

12
memakan waktu lebih lama dibanding pengolahan kering.
Pengolahan kopi cara basah adalah proses pengolahan buah kopi
yang menggunakan air sebagai pengolahan (perendaman dan
pencucian). Pengolahan basah dapat dilakukan untuk skala kecil
(tingkat petani), menengah (semi mekanis dan mekanis),
maupun skala besar.

Tahap Pengolahan Kopi Cara Basah


1) Pemanenan
Biji kopi yang bermutu baik dan disukai konsumen berasal
dari buah kopi yang sudah masak. Pada pengolahan kopi cara
basah pemanenan dilakukan secara selektif hanya pada buah
yang masak saja, sehingga bisa menghasilkan kopi yang bermutu
tinggi dan disukai oleh konsumen. Pemanenan dilakukan secara
manual dengan tangan dan menggunakan wadah bambu
(Gambar 1).

Gambar 1. Teknologi Penen Buah Kopi

13
2) Penanganan Buah Kopi Setelah Panen
Buah kopi yang diolah secara basah harus masak atau
dipetik merah/orange (95% buah merah/orange). Buah kopi
yang baru selesai dipanen harus segera disortasi/dipisahkan
antara buah yang superior dan buah yang inferior, serta kotoran
(daun, ranting, tanah dan kerikil) dibuang.
Sortasi buah kopi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
(Najiyati dan Danarti, 2004):
• Perambangan cara manual (Gambar 2); dilakukan dengan
merendam buah kopi dalam air, buah yang mengapung
(buah yang kering di pohon, dan terkena penyakit)
diambil dan dipisahkan dan biasanya diproses dengan
pengolahan kering. Sedangkan buah yang terendam
(yang bagus) digunakan untuk proses pengolahan
selanjutnya dengan cara basah.
• Perambangan cara semi mekanis ; buah kopi dimasukkan
ke dalam tangki yang dilengkapi dengan air untuk
memindahkan buah kopi yang mengambang, sedangkan
buah kopi yang terendam langsung masuk menuju bagian
alat pemecah kulit (pulper)

14
Gambar 2. Teknologi Sortasi Buah Kopi dengan Metode Perambangan

3) Pengupasan Kulit Buah Kopi (Pulping)


Pulping bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit
terluar dan mesocarp (bagian daging). Prinsip kerjanya adalah
melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi. Pengupasan ini
dapat dilakukan baik secara manual maupun menggunakan
mesin. Proses pengupasan kulit yang dilakukan dengan
menggunakan mesin disebut pulper. Buah kopi setelah dipanen,
dipecah dengan pulper, sehingga diperoleh biji kopi yang telah
terpisah dari kulit buahnya (Gambar 3).
Saat ini dikenal beberapa jenis mesin pulper, tetapi yang
sering digunakan adalah vis pulper dan raung pulper.
Perbedaannya adalah vis pulper berfungsi hanya sebagai
pengupas kulit sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci
lagi. Sementara raung pulper berfungsi juga sebagai pencuci
sehingga tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi, tetapi langsung
masuk ke tahap pengeringan.

15
Gambar 3. Teknologi Pemecahan Buah Kopi dengan Alat Pemecah Basah

4) Fermentasi
Proses Fermentasi bertujuan untuk membantu
melepaskan/menghilangkan lapisan lendir yang masih tersisa di
permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan.
Disamping itu fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa
pahit dan mendorong terbentuknya kesan mild pada cita rasa
seduhannya. Prinsip dari fermentasi adalah penguraian senyawa-
16
senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba
alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Hidrolisis pektin
disebabkan oleh pektinase yang terdapat di dalam buah atau
reaksinya bisa dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses
fermentasi ini dapat terjadi dengan bantuan jasad renik
Saccharomyses yang disebut dengan proses peragian dan
pemeraman.
Lamanya proses fermentasi dipengaruhi oleh jenis kopi,
suhu dan kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan biji
kopi. Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan
lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Fermetasi dapat dilakukan
dengan cara basah dan cara kering (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, 2008).
Fermetasi basah dilakukan sebagai berikut :
• Biji kopi dimasukkan ke dalam bak berisi air, direndam
selama 10 jam
• Air rendaman diganti setiap 3 – 4 jam sekali sambil diaduk
• Perendaman dihentikan setelah 36 – 40 jam
Fermentasi kering dilakukan dengan cara menumpuk kopi
yang baru keluar dari mesin pengupas kulit (pulper) di tempat
yang teduh selama 2- 3 hari. Tumpukan kopi ditutup dengan goni
agar tetap lembab sehingga proses fermentasi berlangsung
dengan baik.

17
5) Pencucian Lendir (washing)
Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa-
sisa lendir hasil fermentasi yang masih menempel pada kulit
tanduk. Setelah kulit buah kopi terkupas dilakukan proses
pencucian (washing). Kapasitas besar menggunakan mesin
pencuci (washer), sedangkan untuk kapasitas kecil, pencucian
secara sederhana dapat dilakukan di dalam bak atau ember,
segera diaduk-aduk dengan tangan atau dinjak-injak dengan
kaki. Bagian-bagian yang terapung berupa sisa-sisa lapisan lendir
6) Pengeringan (Drying)
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air
dalam biji kopi yang semula 60-65% menjadi sekitar 20%.
Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran atau
pengeringan dengan alat pengering. Hal ini dilakukan agar dapat
mempermudah dalam proses berikutnya yaitu pengupasan kulit
tanduk. Penjemuran merupakan cara paling mudah dan murah
untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas
para-para atau lantai penjemuran atau alat penje-muran dengan
ketebalan hamparan biji kopi sekitar 6-10 cm lapisan biji.
Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih basah.
Rata-rata pengeringan antara seminggu sampai 10 hari (Gambar
4).
Pengeringan secara mekanis/buatan dapat dilakukan jika
cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran.
Pengeringan mekanis dilakukan dengan alat pengering yang

18
hanya memerlukan waktu 18 jam (tergantung jenis alat). Kadar
air yang dihasilkan pada tahap ini masih tinggi yaitu berkisar 20
%.

Gambar 4. Penjemuran Biji Kopi

7) Pengupasan Kulit Tanduk (Hulling)


Biji kopi yang dihasilkan dari proses di atas masih dilapisi
oleh kulit tanduk, dikenal dengan kopi HS. Untuk menghilangkan
kulit tanduk pada biji kopi dilakukan pengupasan kulit tanduk.
Pengupasan kulit tanduk dapat dilakukan secara manual maupun
menggunakan mesin pengelupas (huller) (Gambar 5). Pada
pengupasan kulit tanduk dengan huller, biji kopi hasil
pengeringan didinginkan dulu (tempering) selama minimal 24
jam. Biji kopi yang dihasilkan pada tahap ini dikenal dengan kopi
beras.

19
Gambar 5. Mesin Pengupas Kulit Tanduk Kopi (kiri), Biji Kopi Sebelum Dikupas
(kanan atas), Kopi Beras Setelah Dikupas (Kanan Bawah)

8) Pengeringan Kopi Beras


Pengeringan kopi beras bertujuan untuk memperoleh
kadar air biji kopi sekitar 11%, untuk menjaga stabilitas
penyimpanan. Hal ini dilakukan 2 – 3 hari di bawah sinar
matahari dengan menggunakan tempat pengeringan/lantai
jemur/ para-para. Pengeringan tahap ini dapat juga dilakukan
secara mekanis dengan pemanasan pada suhu 50-60ºC selama
8-12 jam sampai kadar air 11%. Teknologi pengeringan alternatif
lain yang dapat diaplikasikan ditingkat petani adalah penge-ring

20
kopi tenaga surya yang mempunyai kapasitas pengolahan 5 ton
biji kopi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008).
Rendemen hasil pengolahan (dari buah kopi ke kopi
beras) adalah perbandingan antara berat biji kopi beras hasil
pengupasan dengan berat buah kopi hasil panen yang diolah.
Rendemen hasil pengolahan kopi berkisar antara 16-20% artinya
setiap 1 kg biji kopi beras dibutuhkan buah kopi gelondong
antara 5 sampai 6 kg. Faktor yang berpengaruh terhadap nilai
rendemen antara lain tingkat kematangan buah, komposisi
senyawa kimia penyusun buah dan jenis proses. Proses basah
umumnya menghasilkan rendemen lebih kecil, karena perlakuan
pengolahan lebih intensif sehingga biji kopi lebih bersih. Namun
demikian penurunan rendemen dari proses basah dapat
dikompensasi dengan harga jual. Patokan pasar menunjukkan
harga jual biji kopi cara basah (WP) lebih tinggi dari harga biji
kopi cara kering (DP).
9) Pengemasan dan Penyimpanan
Pengemasan biji kopi yang sudah dikeringkan dan telah
mencapai kadar air 11% (batas kadar air biji kopi yang aman
untuk disimpan) dilakukan dalam karung-karung plastik ataupun
karung goni yang bersih dan jauh dari bau-bau asing.
Penyimpanan dilakukan hanya sementara sebelum biji kopi dijual
ke eksportir atau sebelum diolah selanjutnya. Penyimpanan harus
dilakukan di ruang yang bersih, bebas dari bau asing dan
kontaminasi lainnya. Ruang mempunyai ventilasi dengan lubang

21
udara yang memadai untuk menghindari terjadinya migrasi udara
ke biji kopi. Atur tumpukan karung kopi di atas landasan
papan/kayu setinggi 10 cm sehingga tidak langsung bersentuhan
dengan lantai. Monitor kondisi biji selama disimpan terhadap
kondisi kadar airnya, keamanan terhadap organisme pengganggu
(tikus, serangga, jamur,dll) dan faktor lain yang dapat merusak
kopi.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
penyimpanan adalah : kadar air, kelembaban relatif gudang
(sebaiknya 70%), suhu gudang optimum 20-250C dan kebersihan
gudang. Untuk lebih jelasnya pengolahan kopi secara basah
dapat dilihat Gambar 6.

22
Panen (selektif/petik merah)

Sortasi (perambangan)

Pengupasan kulit buah (pulping)

Fermentasi

Pencucian lendir (washing)

Pengeringan/penjemuran (drying)

Pengupasan kulit tanduk (hulling)

Pengeringan/penjemuran kopi beras

Pengemasan dan Penyimpanan

Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Kopi Basah


b. Pengolahan Kopi Cara Kering
Pengolahan kering dilakukan setelah buah kopi dipanen
langsung dikeringkan (pengupasan daging buah, kulit tanduk dan
kulit ari dilakukan setelah kering). Kopi dikatakan kering apabila
waktu diaduk terdengar bunyi gemerisik. Pengeringan dapat
dilakukan secara manual atau dengan mesin pengering.
Penjemuran dilakukan pada cuaca cerah, sampai memperoleh
kadar air 11-12%. Pengeringan memerlukan waktu 2 – 3 minggu
dengan cara dijemur. Pada awal pengeringan buah kopi yang
masih basah harus sering dibalik dengan alat penggaruk. Jenis
mikro organisme yang dapat berkembang pada kulit buah
terutama jamur (Fusarium sp., Colletotricum coffeanum), pada

23
permukaan buah yang terlalu kering yaitu Aspergillus niger,
Penicillium sp., dan Rhizopus sp. Pengeringan dengan mesin
pengering dilakukan apabila sering hujan.
Pengupasan kulit buah pada cara kering bertujuan untuk
memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit ari.
Pengupasan kulit buah dengan menggunakan mesin pengupas
(huller). Pengupasan kulit dengan cara menumbuk tidak
dianjurkan karena mengakibatkan banyak biji yang pecah. Hasil
pengupasan akan diperoleh biji kopi beras, yang siap untuk
disimpan atau diolah lebih lanjut.

II. Pengolahan Buah Kopi Sekunder (Kopi Bubuk)


a. Penyiapan Bahan Baku
Biji kopi merupakan bahan baku untuk minuman,
sehingga aspek mutu (fisik, kimiawi, kontaminasi dan kebersihan)
harus diawasi dengan baik, karena menyangkut cita rasa,
kesehatan konsumen, daya hasil (rendemen) dan efisiensi
produksi. Hasil pengolahan optimal akan didapatkan dengan
syarat bahan baku utama yang digunakan adalah biji kopi yang
telah diolah secara baik dan benar (yang memenuhi SNI 01-
2907-1992 – Rev.1998).
Dari aspek cita rasa dan aroma serta seduhan kopi akan
sangat baik jika biji kopi yang digunakan berasal dari pengolahan
yang baik. Aspek kebersihan, biji kopi harus bebas dari jamur
dan kotoran yang mengganggu kesehatan peminumnya.

24
Kontaminasi jamur juga akan menyebabkan rasa tengik atau
apek, sedangkan dari aspek efisiensi produksi, biji kopi dengan
ukuran seragam akan mudah diolah dan menghasilkan mutu
produk yang seragam pula. Kadar kulit, kadar kotoran dan kadar
air akan berpengaruh pada rendemen hasil. Kadar air yang tinggi
juga menyebabkan waktu sangrai lebih lama yang berarti
kebutuhan bahan bakar banyak. Kontaminasi benda keras (batu
atau besi) selain akan menyebabkan komponen mesin cepat aus,
juga berpengaruh negatif terhadap kehalusan kopi bubuk dan
kesehatan peminumnya.
b. Penyangraian (Roasting)
Penyangraian adalah proses dimana aroma, keasaman,
dan komponen rasa lainnya diciptakan, diseimbangkan, atau
diubah dengan tujuan untuk meningkatkan atau memperkuat
rasa, tingkat keasaman, dan kekuatannya sebagaimana yang
dinginkan. Atau dengan kata lain penyangraian merupakan
tahapan pembentukan aroma dan cita rasa khas kopi dengan
perlakuan panas dan “kunci” dari produksi kopi bubuk.
Penyangraian dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan mesin. Penyangraian secara tradisional umumnya
dilakukan petani dengan wajan yang terbuat dari tanah liat atau
dari besi. Caranya adalah sebagai berikut :
1). Wajan dipanaskan, kemudian kopi dimasukkan dan kopi selalu
diaduk agar panasnya merata dan warna seragam.

25
2). Bila warna sudah coklat kelam (kehitam-hitaman) dan mudah
pecah, kopi segera diangkat dan didinginkan di tempat
terbuka. Cara mengetahui apakah kopi sudah mudah pecah
atau belum, biasanya kopi dipencet dengan jari, digigit, atau
dipukul perlahan dengan batu.
Penyangraian kopi menggunakan mesin dapat dilakukan
dengan mengikuti tahapan-tahapan kerja yang ada pada buku
pedoman alat/mesin tersebut, sehingga kopi bubuk yang
dihasilkan bermutu baik (Gambar 7).

Gambar 7. Alat Sangrai Kopi


Dalam proses penyangraian biji kopi mengalami dua
proses, yaitu penguapan air pada suhu 1000C dan reaksi pirolisis
pada suhu 180-2250C. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi
senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan
selulosa yang ada dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi
setelah suhu sangrai di atas 1800C. Pada tahap pirolisis, kopi
mengalami perubahan kimia antara lain pengarangan serat kasar,

26
terbentuknya senyawa volatil, penguapan zat-zat asam (evolusi
gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna
putih), dan terbentuknya zat beraroma khas kopi. Perubahan
secara fisik juga terjadi yang ditandai dengan perubahan warna
biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan, kemudian
menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah
berwarna kehitaman dan mudah retak maka penyangraian
segera dihentikan. Selanjutnya kopi segera didinginkan.
Proses penyangraian bisa dilakukan secara tertutup
(menggunakan mesin) dan secara terbuka (tradisional dengan
menggunakan wajan). Penyangraian secara tertutup
menghasilkan kopi bubuk yang terasa agak asam akibat
tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap.
Namun aromanya akan lebih tajam karena senyawa kimia yang
beraroma khas kopi tidak banyak menguap. Selain itu, kopi
terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar seperti bau
bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak
sempurna. Waktu penyangraian yang dibutuhkan untuk mencapai
tahap roasting point bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit,
tergantung pada kadar air biji kopi beras dan mutu kopi bubuk
yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur proses penyangraian
adalah perubahan warna biji kopi yang disangrai. Proses sangrai
dihentikan pada saat warna sampel mendekati warna standar
(ada 3 warna) yaitu : coklat muda, coklat agak gelap dan coklat

27
gelap kehitaman. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah
sebagai berikut :
1. Suhu 190-1950C untuk tingkat sangrai ringan (warna
coklat muda).
2. Suhu 200-2050C untuk tingkat sangrai medium (warna
coklat agak gelap).
3. Suhu diatas 2050C untuk tingkat sangrai gelap (warna
coklat tua agak hitam).
Setelah proses penyangraian selesai, biji kopi didinginkan
agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan, biji kopi
sangrai diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak
berlanjut (over roasted). Biji kopi sangrai diaduk sambil dikipas
menggunakan kipas angin, sehingga sisa kulit ari yang terlepas
dari biji kopi saat proses sangrai akan terbuang dan biji kopi
sangrai lebih bersih.
c. Penghalusan/Penggilingan (Miling)
Proses penggilingan biji kopi sangrai bertujuan untuk
mempermudah dalam pengkonsumsian kopi, karena pada
tahapan ini akan dihasilkan kopi dalam bentuk bubuk. Proses ini
dapat dilakukan secara manual dan menggunakan mesin. Biji
kopi sangrai yang dihaluskan dengan alat penghalus (grinder)
sudah dilengkapi dengan alat pengatur ukuran partikel kopi
sehingga secara otomatis bubuk kopi yang dihasilkan berukuran
seperti yang diinginkan atau sampai diperoleh butiran kopi bubuk

28
dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan
sensasi rasa dan aroma yang lebih optimal (Gambar 8).
Rendemen hasil pengolahan (penyangraian dan
penggilingan) adalah perbandingan antara berat kopi bubuk yang
diperoleh dengan berat biji kopi beras yang diproses. Rendemen
makin turun pada derajat sangrai yang makin gelap. Rendemen
tertinggi yaitu 81%, diperoleh pada derajat sangrai ringan, dan
terendah yaitu 76% dengan derajat sangrai gelap. Rendemen
juga dipengaruhi oleh susut berat biji kopi selama penyangraian.
Makin tinggi kadar air biji dan makin lama waktu penyangraian
menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil.

Gambar 8. Mesin Pembuat Bubuk Biji Kopi (kiri) dan


Kopi Bubuk (kanan)
29
d. Penyimpanan
Kopi yang sudah direndang dan digiling mudah sekali
mengalami perubahan, misalnya perubahan aroma, kadar air,
dan ketengikan. Kopi bubuk yang disimpan ditempat terbuka
akan kehilangan aroma dan berbau tengik setelah 2-3 minggu.
Kehilangan aroma ini disebabkan oleh menguapnya zat caffeol
yang beraroma khas kopi. Sementara ketengikan disebabkan oleh
reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen
diudara.
Penurunan mutu kopi yang telah direndang selama
penyimpanan dapat dihindari dengan menyimpan kopi sebelum
digiling. Hal ini disebabkan kopi rendang sebelum digiling
mempunyai daya simpan 2-3 kali kopi yang telah digiling (kopi
bubuk). Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera dikemas
dengan kemasan kedap udara seperti plastik atau alumunium foil.
e. Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan
aroma dan cita rasa kopi bubuk selama di distribusikan ke
konsumen dan selama dijual di toko, di pasar tradisional dan
swalayan. Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan
cita rasa kopi bubuk akan berkurang secara signifikan setelah
satu atau dua minggu. Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi
penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai, kadar air kopi
bubuk, kehalusan bubuk dan kandungan oksigen di dalam

30
kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa
kimia yang ada dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek,
sedang oksigen akan mengurangi aroma dan cita rasa kopi
melalui proses oksidasi. Masa simpan kopi bubuk yang telah
dikemas dapat diperpanjang dengan menggunakan kemasan
vakum seperti plastik atau alumunium foil sebelum di masukkan
ke dalam kotak kertas (Gambar 9).

Gambar 9. Aneka Bentuk Kemasan Kopi oleh Kelompok Tani Sri


Utomo, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara

31
Bahan pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
1. Daya transmisi rendah terhadap uap air.
2. Daya penetrasi rendah terhadap oksigen
3. Sifat permeabel rendah terhadap aroma dan bau
4. Sifat permeabel terhadap gas CO2
5. Daya tahan tinggi terhadap minyak dan sejenisnya
6. Daya tahan tinggi terhadap goresan dan sobekan
7. Mudah dan murah diperoleh
Beberapa jenis kemasan yang umum digunakan, antara
lain plastik transparan dan alumunium foil. Masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan baik dari aspek daya
simpan, kepraktisan penggunaan dan harga. Selain keawetan,
kemasan juga harus dapat menarik minat pembeli kopi bubuk
melalui rancangan gambar, warna dan tulisan yang ada
diluarnya. Kopi bubuk dapat disimpan lebih lama dengan
mengurangi oksigen di dalam kemasan ke tingkat yang paling
rendah (<1%) atau jika mungkin 0% dengan pengemas vakum.

32
V. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI
BASAH
DI TINGKAT PETANI

Pada era industri saat ini, upaya peningkatan mutu biji


kopi rakyat perlu diarahkan melalui pendekatan agribisnis.
Konsep agribisnis mengutamakan pemberdayaan petani untuk
dapat berusaha secara berkelompok, membentuk usaha tani
yang berorientasi pada keuntungan serta menggunakan teknologi
dengan efisiensi tinggi serta menghasilkan produk yang
kompetitif.
Usaha tani kopi rakyat umumya terdiri atas kebun –
kebun kecil (luas 0,5 – 2 hektar), dimana dengan kondisi seperti
ini disarankan untuk melakukan usaha pengolahan secara
berkelompok. Tahapan pengolahan cara basah untuk buah kopi
petik merah dapat memperbaiki mutu kopi asalan yang mutunya
rendah.
Nilai tambah teknologi pengolahan biji kopi secara basah
akan menghasilkan biji kopi dengan kualitas yang lebih baik yaitu
mutu 1 dan 2. Sementara pengolahan biji kopi asalan petani
biasanya masih berada pada mutu 6. Dengan pengolahan basah
tersebut akan diperoleh mutu yang lebih baik dan berpengaruh
terhadap harga jual yang relatif lebih tinggi dari biji kopi asalan.
Alat pengolahan mekanis yang dapat digunakan secara
berkelompok antara lain (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2008):

33
1. Mesin sortasi tipe meja getar (kapasitas 500 – 1250 kg)
2. Mesin pengupas (pulper) tipe silinder kapasitas 800 –
1000 kg dan kapasitas 80 – 100 kg
3. Mesin pencuci tipe batch (kapasitas 50 – 70 kg) dan tipe
kontinyu (kapasitas 1000 kg)
4. Mesin pengering dengan perangkap panas matahari (solar
colector)

34
PENUTUP
1. Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan kopi
unggulan Provinsi Jambi, karena memiliki cita rasa yang khas
dan menjadikan Provinsi Jambi sebagai wilayah penghasil
kopi jenis Liberika di Indonesia, dan menjadi sumber
pendapatan utama bagi penduduk setempat.
2. Kopi “Libtukom” merupakan salah satu komoditas yang
sudah diakui sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK
Menteri Pertanian No. 4968/Kpts /SR.120/12/2013 tanggal 6
Desember 2013.
3. Perkembangan industri kopi dan tuntutan pasar saat ini
menuntut produk yang konsisten dalam kualitas dan aman
untuk dikonsumsi.
4. Peningkatan mutu kopi dapat dilakukan dengan penanganan
panen dan pascapanen kopi yang baik dan benar, melalui
panen secara selektif hanya pada buah yang masak saja,
secara manual dengan tangan, dan menggunakan wadah
keranjang bambu/karung plastik.
5. Peningkatan mutu kopi dapat dilakukan melalui
“Pengolahan Cara Basah”, dengan menerapkan konsep
GMP dan HACCP yang dapat menjamin keamanan kopi untuk
dikonsumsi. Pengolahan kopi cara basah dapat menghasilkan
mutu yang lebih baik, aroma, serta rasa kopi yang enak.
6. Pengembangan pengolahan kopi ditingkat petani disarankan
dapat memanfaatkan alat pengolahan mekanis/semi

35
mekanis, disamping dapat memperbaiki mutu juga dapat
meningkatkan efisiensi usaha (lebih efisien tenaga dan waktu
dan dapat menekan biaya produksi).

36
SUMBER BACAAN
AAK.2006. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius
yogyakarta.
BPS Kab. Tanjung Jabung Barat. 2014. Tanjung Jabung Barat
dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Tanjung Jabung Barat.
Gusfarina, D.S. 2014. Mengenal Kopi Liberika Tungkal Komposit
(Libtukom). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jambi.
Hakim, N. 2003. Strategi Pemasaran Kopi dalam Menghadapi
Over Suply, Isu Ecolabelling dan Isu Ochratoxin. Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, No. 1, Vol. 19.
Jember
Ismayadi, C dan Zaenudin, 2003. Pola Produksi, Infestasi Jamur
dan Upaya Pencegahan Kontaminasi Ochratoxin-A pada
Kopi Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, No. 1, Vol. 19. Jember
Kementerian Pertanian. 2013.
http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp.
Najiyati, S. dan Danarti. 2004. Kopi, Budidaya dan Penanganan
Pascapanen. Edisi Revisi.Penebar Swadaya. Jakarta.
Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. PT. Agro Media Pustaka.
Jakarta. 226 hlm.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008. Pengolahan Biji
Kopi Primer. Informasi Paket Teknologi. Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.
Sinar Tani. 2011. Pengolahan Kopi yang Baik dan Benar. Mimbar
Penyuluhan. Sinar Tani Edisi 18-24 Mei 2011 No.3406
Tahun XLI.
Zaenudin dan Soetanto, A. 2003. Program Pengembangan
Teknologi dalam Rangka Mendukung Perkopian Nasional
yang Tangguh. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, No. 1, Vol. 19. Jember.

37

Anda mungkin juga menyukai