Anda di halaman 1dari 51

Makalah Akhlak Tercela

AKHLAK TERCELA

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu : Drs. H. Soeparyo, M.Ag.

Oleh

Kelompok 11

Sairoh (1403056012)

Qomar Abdur Rohman (1403066060)

Hidayatul Fajriyah (1403076063)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak Tercela adalah perbuatan/perilaku yang tidak Diridhoi oleh Allah SWT. Seseorang yang
berbohong, sombong, pamer, menyiksa, menyakiti dan berbagai bentuk ketidakadilan seperti menindas,
mengambil hak orang lain dengan paksa dan lain-lain. Itu semua adalah perbuatan tercela. Sungguh
moral manusia sudah sangat rusak akibat akhlak-akhlak tercela tersebut. Seseorang tidak akan
mendapatkan kebahagiaan, jika ia selalu melakukan perilaku-perilaku tercela. Baik ketika di dunia
maupun di akhirat. Kebahagiaan yang diperoleh dari perilaku tercela tersebut hanya bersifat sementara.
Dan akan mendapat kesedihan dan penyesalan yang tak ada hentinya.

Disisi lain, Al-Qur’an juga mengemukakan dan memberi peringatan tentang akhlak-akhlak tercela yang
dapat merusak iman seseorang dan pada akhirnya akan merusak dirinya serta kehidupan masyarakat.
Seperti akhlak buruk kaum Quraisy dahulu untuk memojokkan kebenaran yang disampaikan Rasulullah
sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Quraisy seperti Abu jalal, Walid bin mugirah, Akhnas bin
syariq, Aswad bin abdi Yaquts. Oleh karena itu, iman merupakan suatu pengakuan terhadap kebenaran
dan harus dipelihara serta di tingkat kan kualitas nya melalui sikap dan perilaku terpuji.

Sifat terpuji dan tercela yang tertanam dalam diri manusia selalu berdampingan dan terlihat dalam
perilaku sehari-hari. Apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan, maka terpujilah sikap orang
tersebut. Sebaliknya, apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan atau kejahatan, maka tercelalah
sikap orang tersebut. Sifat tercela sangat dilarang oleh Allah SWT dan harus dihindari dalam pergaulan
sehari-hari karena akan merugikan diri sendiri maupun orang lain.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian akhlak tercela?

2. Apa macam-macam akhlak tercela dan bahaya bagi kehidupan manusia serta cara mengobatinya?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian akhlak tercela.

2. Mengetahui macam-macam dan bahaya bagi kehidupan manusia serta cara mengobatinya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Tercela


Menurut bahasa akhlak merupakan tingkah laku, tabiat atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah
merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur
prilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir. Pada dasarnya akhlak sudah melekat pada
diri seseorang yang berasal dari prilaku serta perbuatan. Nah, jika perilaku yang ditunjukan buruk maka
otomatis akhlak tersebut bisa dikatakan akhlak buruk. Sedangkan jika yang ditampilkan baik, maka
otomatis akhlak tersebut baik.

Akhlak buruk atau tercela merupakan suatu sikap atau perbuatan jelek yang dilarang oleh agama.
Karena pada dasarnya agama mengajarkan kita untuk selalu bersikap baik terutama menjaga perilaku
serta perbuatan yang akan kita lakukan. Dengan berlandaskan agama maka sifat tercela ini sebenarnya
bisa dicegah karena ancaman serta sangsi yang akan didapatkan dalam waktu cepat maupun
dikehidupan selanjutnya. Akhlak tercela ini merupakan cerminan bahwa seseorang tersebut mempunyai
prilaku yang kurang baik, hal tersebut bisa saja disebabkan karena kita mulai jauh pada aturan – aturan
agama.

B. Macam-macam dan bahaya bagi kehidupan manusia serta cara mengobatinya.

1. Hasad

Menurut sebagian besar ulama hasad (dengki atau iri hati) merupakan akar dari semua penyakit hati.
Karena sifat ini merupakan manifestasi dosa pertama serta penyebab pertama ketidakpatuhan terhadap
Allah. Sebagaimana sifat setan yang tidak mau mematuhi perintah Allah untuk memberi hormat kepada
Nabi Adam As karena ia merasa iri hati terhadap Nabi Adam yang dipilih Allah untuk menjadi wakil-Nya
di bumi. Oleh karena itu, setan selalu menebarkan (hasid atau hasud) rasa iri hati dalam diri manusia
agar menyandang sifat yang sama dengannya.[1]

Pada dasarnya Hasad merupakan akibat dari dendam, dan dendam merupakan akibat dari kemarahan
dan kebencian terhadap apa yang dlihatnya (tentang kondisi kebaikan keadaan yang dicemburui).
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah RA:

َ ‫سنَاتُ يَأْكلُ ْال َح‬


ُ‫سد‬ َ ‫ب النَّارُ ت َأْكلُ َك َما ْال َح‬ َ ‫ْال َح‬
َُ ‫ط‬

“Hasad menghapus kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”

Pada hakikatnya hasad adalah membenci kenikmatan Allah kepada saudaranya, akan tetapi tentang
hasad ini dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada
saudaranya dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang dari-nya. Ini merupakan hasad yang paling
tercela. Contoh hasad semacam ini terdapat dalam firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 109:

¨Šur ׎•ÏVŸ2 ïÆÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# öqs9 Nä3tRr–Šã•tƒ .`ÏiB ω


÷èt/ öNä3ÏZ»yJƒ Î) #·‘ $¤ÿä.
#Y‰|¡ym ô`ÏiB ω
YÏã OÎgÅ¡àÿRr& .`ÏiB ω÷èt/ $tB tû¨üt6s? ãNßgs9 ‘ ,ysø9$# ( (#qàÿôã$$sù (#qßsxÿô¹$#ur
4Ó®Lym u’ ÎAù'tƒ ª!$# ÿ¾ÍnÍ•öDr'Î/ 3 ¨bÎ) ©!$# 4’ n?tã Èe@à2 &äóÓx« Ö•ƒ ω s% ÇÊÉÒÈ
“sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Ayat diatas mengabarkan bahwa keinginan mereka agar hilang kenikmatan iman merupakan hasad.

Kedua, seseorang yang membenci kenikmatan yang Allah bagi pada saudaranya dan tidak ada keinginan
nikmat itu hilang darinya tetapi ia menginginkan sebagaimana yang ada pada saudaranya. Hal semacam
ini disebut dengan ghibthah.[2] terkadang untuk hasad jenis kedua ini disebut dengan al-munafasah
(berlomba), berlomba dalam permasalahan yang disenangi untuk mendapatkan dan memilikinya. Akan
tetapi munafasah ini tidak mutlak tercela, bahkan terpuji bila dalam kebaikan.[3] Mengenai jenis yang
kedua ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya QS An-Nisa’ ayat 32:

Ÿwur (#öq¨YyJtGs? $tB Ÿ@ž Òsù ª!$# ¾ÏmÎ/ öNä3ŸÒ÷èt/ 4’ n?tã <Ù÷èt/ 4 ÉA%y`Ìh•=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB
(#qç6|¡oKò2$# ( Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $®ÿÊeE tû÷ù|¡tGø.$# 4 (#qè=t«ó™ur ©!$# `ÏB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ¨bÎ)
©!$# š c%Ÿ2 Èe@ä3Î/ >äó_x« $VJŠÎ=tã ÇÌËÈ

“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih
banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Yang dimaksud dengan ayat diatas adalah larangan terhadap keinginan berpindahnya kenikmatan itu
kepadanya. Adapun berharap agar Allah memberikan kenikmatan seperti itu kepadanya tidaklah tercela
jika dalam urusan agama. [4]

Dalam kitab Durratun Nasihin disebutkan bahwa bahaya yang ditimbulkan dari rasa dengki atau hasad
ini ada delapan macam, yaitu:

a) Merusak ketaatan.

b) Menjuruskan kepada perbuatan maksiat, karena hasad tidak lepas dari bohong, caci maki, fitnah,
dan ghibah. Hal ini diperkuat oleh Tha’labah:

ُ ُ‫سد ْوا لَ ُْم َما ب َخيْرُ النَّاسُ يَزَ ال‬


َ‫ل‬ َ ‫يَت َ َحا‬

“Manusia akan tetap dalam kebaikan selagi mereka tidak saling dengki satu sama lain.”

c) Meniadakan syafa’at, seperti sabda Nabi Saw:


َ ‫سدُ مني لَي‬
ُ‫ْس‬ َ ‫لَ ذ ْو َح‬
ُ ‫لَ ذ ْونَمُْي َمةُ َو‬ ُ ‫م ْنهُ أَنَا َو‬
ُ ‫لَ ذ ْو َك َهانَةُ َو‬

“Bukanlah termasuk umatku orang yang mempunyai sifat dengki, suka adu domba, mempunyai ilmu
kedukunan dan aku pun tidak termasuk mereka.”

d) Masuk kedalam neraka

e) Menyebabkan suka menggoda/mengganggu orang lain.

f) Mengakibatkan rasa letih dan takut yang tidak ada gunanya bahkan selalu dibarengi dengan
perbuatan dosa dan maksiat.

g) Meyebabkan buta hati, dimana ia tidak dapat menerima dan memahami hukum-hukum Allah
dengan baik.

h) Menyebabkan kegagalan yang pada akhirnya tidak bisa mencapai apa yang menjadi maksudnya
dan selalu dikalahkan oleh lawannya.[5]

Menurut Imam Mawlud sebagaimana yang dikutip oleh Hamza Yusuf, ada beberapa cara untuk
mengobati penyakit iri hati, yaitu: 1) melawan hawa nafsu yang dapat menarik seseorang dari
kebenaran dengan cara melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi objek iri hati, 2) menyadari dengan
sungguh-sungguh bahwa iri hati tidak akan pernah memberikan manfaat bagi pelakunya, 3) menyadari
bahwa apa yang seseorang peroleh sesungguhnya dari Allah dan juga akan kembali kepada-Nya, 4)
Taqwa, memiliki perasaan takut terhadap Allah dan iman yang tinggi sehingga dapat menjauhkan
seseorang terhadap dugaan-dugaan yang salah atas ketidaksesuaian karunia.[6]

2. Riya’

Riya’ itu berasal dari kata ru’yah yang berarti melihat. Menurut imam Ghazali riya’ asalnya mencari
kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Riya’
merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakukan ritual ibadahnya hanya untuk memperoleh
tempat dihati orang lain. Sifat seperti ini termasuk salah satu bentuk kesyirikan yang dibenci oleh Allah
SWT. Hal itu ditunjukkan dalam firman-Nya QS. Al-Ma’un ayat 4-6:

×@÷ƒ uqsù š ú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y™ÇÎÈ tûïÏ%©!$# öNèd
š crâä!#t•ãƒ ÇÏÈ

“Maka celakalah orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya yang berbuat
riya.”

Rasulullah Saw mengibaratkan perilaku seperti ini sebagai “syirik kecil.” Sebagaimana sabda beliau, “Aku
tidak khawatir seandainya kalian akan menyembah matahari, bintang-bintang, bulan. Namun, aku lebih
khawatir kalian beibadah bukan karena Allah, melainkan karena riya’.”[7]
Akar sumber riya’ adalah keinginan, yakni menginginkan sesuatu dari sebuah sumber selain Allah (yaitu
Manusia). Misalnya, keinginan untuk selalu dipuji, pandangan masyarakat akan kebaikannya,
kedudukannya, dan lain-lain. Adapun yang menjadi tanda-tanda riya’ menurut Imam Mawlud adalah:

a. Malas dan kurang melakukan sesuatu yang semata-mata karena Allah swt. Misalnya, ketika
berada di rumah tidak ada rasa keinginan untuk membaca al-Qur’an, namun ketika banyak orang seperti
di masjid ia membaca al-Qur’an dengan suara yang merdu.

b. Meningkatkan perilaku-perilaku ketika dipuji dan menurunkannya ketika tidak ada pujian.[8]

Riya’ biasanya dikenal dengan sikap menampakkan ibadah atau ketaatan di hadapan orang banyak.
Namun, ada juga riya’ yang sifatnya tersembunyi, yaitu sikap ketika seseorang menghindari riya’ tetapi
justru melakukannya untuk riya’. Misalnya, seseorang sengaja menghindari khalayak agar tidak disangka
riya’. Kemudian ia sengaja berkhalwat dan menyendiri. Namun, di balik semua itu, ia justru ingin dilihat
dan dipuji oleh orang lain. Disanalah terdapat riya’ yang tersembunyi.[9]

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit riya’ dapat menghancurkan pahala seseorang dan
merupakan sebab dari kemurkaan Allah. Riya’ juga merupakan salah satu perbuatan dosa besar. Oleh
karena itu sesorang harus bersaha untuk menghilangkan penyakit ini dari dalam hatinya. Cara untuk
menghindari perbuatan seperti ini seseorang yang beriman harus menyadari bahwa sesungguhnya Allah
adalah dzat yang paling layak untuk dipuji. Semestinya kita harus merasa malu ketika dipuji karena Dia
yang menganugerahkan karunia yang besar sehingga aib seorang hamba tertutup dan kebaikannya
tampak dimata manusia. Jika saja Allah menampakkan aib tersebut walau hanya kecil saja, maka tidak
akan ada orang yang yang mau memuji. Sehingga dengan begitu kita dapat memurnikan dari perburuan
yang sia-sia dan riya’.[10] Adapun cara untuk menyembuhkan penyakit seperti ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:

a. Melepaskan penyakit riya’ sampai akar-akarnya, yaitu cinta kedudukan dan jabatan.

b. Mencegah akibat-akibat buruk yang muncul dari penyakit riya’ ketika beribadah.[11]

3. Hubbud Dunya

Hubbud Dunya adalah cinta dunia yang berlebihan, merupakan induk segala kesalahan (maksiat) serta
perusak agama. Yaitu mencintai kehidupan dunia dan melalaikan kehidupan akhirat.

Penyakit inilah yang menyebabkan seorang muslim menjadi lemah. Sehingga musuh-musuh dengan
leluasa menebar rasa takut dan sifat pengecut dalam dirinya, syaitan-syaitan (manusia dan jin) dengan
mudah menyesatkannya. Sementara orang-orang kafir dan musuh Islam lainnya memandangnya dengan
sebelah mata. Mencintai dunia akan mengakibatkan banyak melakukan kesalahan dan dosa ketika hidup
di dunia.

Firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid ayat 20

(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4qu‹ ysø9$# $u‹ ÷R‘ ‰ 9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZƒ Ηur 7•äz$xÿs?ur öNä3oY÷•t/
Ö•èO%s3s?ur ’ Îû ÉAºuqøBF{$# ω »s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]ø‹ xî |=yfôãr& u‘ $¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR
§NèO ßk‹ Íku‰çm1uŽtIsù #v•xÿóÁãB §NèO ãbqä3tƒ $VJ»sÜãm ( ’ Îûur Íot•ÅzFy$# Ò>#x‹ tã Ó‰ ƒ ω

×ot•ÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍ‘ ur 4 $tBur äo4qu‹ ysø9$# !$u‹ ÷R‘ $!$# ž wÎ) ßì»tFtB Í‘ rã•äóø9$# ÇËÉÈ

“ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu”.

Adapun obat untuk menghindari dari perbuatan Hubbud Dunya yaitu : Nabi kita Muhammad Saw. telah
memberikan wasiatnya, yang merupakan formula bagi jenis penyakit tersebut. Rasulullah Saw. Bersabda
:

َ ‫ل عنه هللا رضي ه َري َْرُة َ أَبى‬


ُ‫ع ْن‬ َُ ‫ل قَا‬ َُّ -‫ْال َم ْوتَُ يَ ْعنى اللَّذَّاتُ هَاذمُ ذ ْك َُر أ َ ْكثروا وسلم عليه هللا صلى‬
َُ ‫َللا َرسولُ قَا‬

Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Perbanyaklah oleh kalian
mengingat penghancur segala kelezatan, yaitu kematian.” (HR. An-Nasaa’i No. 1824, Tirmidzi No. 2307
dan Ibnu Majah No. 4258 dan Ahmad)

4. Sum’ah

Secara bahasa sum’ah adalah diperdengarkan kepada orang lain, adapun secara istilah yaitu beribadah
dengan benar dan ikhlas karena Allah, kemudian menceritakan amal perbuatannya kepada orang
lain[12]. Adapun Sum’ah mempunyai hubungan erat sekali dengan riya’, bahkan tergolong sama. Akan
tetapi terdapat perbedaan antara keduanya, Perbedaan antara riya’ dan sum’ah menurut Al-Hafizh
yaitu: riya’ adalah memperlihatkan amal dan perbuatan dengan maksud mendapatkan pujian seperti
shalat, adapun sum’ah merupakan amalan yang diperdengarkan kemudian menceritakan perbuatannya
(sudah dikerjakan dengan penuh keikhlasan, namun pada akhirnya mengharapkan pujian yang sifatnya
duniawi).

Perbedaan riya’dan sum’ah ialah: Riya’ berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain,
sedangkan sum’ah beramal supaya diperdengarkan kepada orang lain, Riya’ berkaitan dengan indra
mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga[13]. Kata sum’ah berasal dari kata samma’a
(memperdengarkan). Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan
amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.[14]

Dalam Al-Qur’an Allah telah mengingatkan kepada kita mengenai sifat sum’ah dan riya’ ini dalam QS. Al-
Baqarah : 264

$yg•ƒ r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=ÏÜö7è? Nä3ÏG»s%y‰


|¹ Çd`yJø9$$Î/ 3“sŒF{$#ur “É‹ ©9$%x.
ß,ÏÿYム¼ã&s!$tB uä!$s•Í‘ Ĩ$¨Z9$#

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia...”

5. Ujub

Ujub merupakan sifat tercela dimana seseorang membanggakan diri sendiri karena merasa memiliki
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Seperti ujubnya orang alim yang merasa dirinya
telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu, perbuatan, dan akhlak. Orang yang menyandang sifat ini
biasanya ia melupakan bahwa nikmat yang ia peroleh adalah pemberian dari Allah melainkan dari
usahanya sendiri.[15] Sifat ujub selalu diikuti dengan idlal (mengharap balasan). Oleh karena itu, setiap
orang yang melakukan idlal pasti ia memiliki sifat ujub. Akan tetapi, tidak semua orang yang ujub
melakukan idlal. Orang yang memiliki sifat ini sangat dibenci oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya:

ô‰s)s9 ãNà2uŽ|ÇtR ª!$# ’ Îû z`ÏÛ#uqtB ;ouŽ•ÏWŸ2 tPöqtƒ ur Aû÷üuZãm øŒÎ) öNà6÷Gt6yfôãr&


öNà6è?uŽøYx. öNn=sù Ç`øóè? öNà6Ztã $\«ø‹ x© ôMs%$|Êur ãNà6ø‹ n=tæ Ùßö‘ F{$# $yJÎ/ ôMt6ãmu‘
§NèO NçGøŠ©9ur š úïÌ•Î/ô‰ •B ÇËÎÈ

Artinya: ” .....dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya
jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun....” (Qs. At-
Taubah:25)

Ÿwur `ãYôJs? çŽÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ

Artinya: “Janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (Qs. Al-
Muddatstsir: 6)

(#qãZÏBr'sùr& t•ò6tB «!$# 4 Ÿxsù ß`tBù'tƒ t•ò6tB «!$# ž wÎ) ãPöqs)ø9$# tbrçŽÅ£»y‚ ø9$# ÇÒÒÈ

“Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman
dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”.

Bahkan Rasululullah Saw juga bersabda:

َ ‫م‬، ‫مت َّ َبعُ َوه ًَوى‬، ُ‫طا َبرى رواه( بنَ ْفسهُ ْال َم ْرءُ َوإ ْع َجاب‬
ُ‫م ْهلكَاتُ ثَالَث‬: ُ‫طاعُ شح‬ َ ‫)ال‬
“Tiga perkara yang membawa kepada kehancuran: pelit, mengikuti hawa nafsu, dan suka
membanggakan diri.” (Ath-Thabari, hadits hasan)

Ujub membawa pengaruh negatif yang sangat banyak, ia dapat mengahantarkan ke arah
kesombongan. Di hadapan Allah, orang yang memiliki sifat ujub menyebabkan ia menjadi lupa dan
meemehkan dosa-dosanya karena merasa telah melakukan ibadah yang sempurna sehingga
beranggapan dosa yang dilakukan tidak ada apa-apanya dengan ibadah yang telah dilakukan. Ujub dapat
mengakibatkan seseorang lupa bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah sehingg menjadikannya
kufur nikmat.[16]

Adapun untuk mengobati penyakit ujub seseorang harus menyadari bahwa kenikmatan yang ia peroleh
adalah dari Allah yang merupakan buah dari cinta dan ibadah bukan karena ia berhak menerimanya dan
Allah wajib melakukannya. Kemudiancara yang lainnya harus selalu menanamkan ketakuak akan
hilangnya nikmat itu akibat tindakan ujub yang dilakukan.[17]

6. Takabur

Takabur atau sombong secara bahasa artinya membesarkan diri atau menganggap dirinya lebih dari
orang lain. Pengertian takabur secara istilah adalah suatu sikap mental yang memandang rendah
terhadap orang lain, sementara ia memandang tinggi dan mulia terhadap dirinya sendiri.[18] Sifat
takabur merupakan sifat yang dimiliki oleh Iblis. Sifat inilah yang menyebabkan iblis diusir dari surga dan
diturunkan derajatnya hingga menjadi makhluk yang sangat rendah. Sifat takabur Iblis terlihat ketika ia
menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam a.s. Penolakan Iblis ini disebabkan ia merasa
dirinya lebih tinggi dan mulia daripada Nabi Adam a.s. ”Aku diciptakan dari api, sedangkan Adam
diciptakan dari tanah. Mengapa aku harus sujud kepada makhluk yang lebih rendah daripadaku?”
sumbar Iblis dengan congkak. Oleh karena kesombongannya, akhirnya Iblis diusir Allah dan direndahkan
derajatnya.

Takabur menurut penjelasan Rasulullah adalah himpunan dari dua sifat yaitu menolak kebenaran dan
merendahkan orang lain, sebagaimana sabdanya, ”Takabur adalah (sifat) orang yang
mengingkari/menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (H.R. Abu Daud dan Hakim)

Dari pengertian takabur di atas dapat kita temukan ciri-ciri orang yang takabur, sebagai berikut.

a. Suka memuji diri dan membanggakan kemuliaan diri, harta, ilmu, keturunan dan lain sebagainya.

b. Meremehkan orang lain.

c. Suka mencela dan mengkritik orang lain dengan kritik yang menjatuhkan.

d. Memalingkan muka ketika bertemu dengan orang lain.

e. Berlagak dalam berbicara.


f. Pemboros dalam harta benda.

g. Berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berhias.

Takabur merupakan salah satu akhlak yang tercela. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan
tentang keburukan sifat takabur tersebut, antara lain pada Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah al-A‘raf
[7]: 146

ß$ÎŽñÀr'y™ô`tã zÓÉL»tƒ #uä tûïÏ%©!$# š cr㕬6s3tGtƒ ’ Îû ÇÚö‘ F{$# ÎŽö•tóÎ/ Èd,ysø9$# bÎ)ur (#÷rt•tƒ
¨@à2 7ptƒ #uä ž w (#qãZÏB÷sム$pkÍ5 bÎ)ur (#÷rt•tƒ Ÿ@‹ Î6y™ ω
ô©”•9$# Ÿw çnrä‹ Ï‚ -Gtƒ Wx‹ Î6y™ bÎ)ur
(#÷rt•tƒ Ÿ@‹ Î6y™ÄcÓxöø9$# çnrä‹ Ï‚ -Gtƒ Wx‹ Î6y™4 y7Ï9ºsŒöNåk¨Xr'Î/ (#qç/¤‹ x. $uZÏG»tƒ $t«Î/
(#qçR%x.ur $pk÷]tã tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÍÏÈ

Artinya : Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan
yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak
beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang
demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.

Takabur dapat dibagi menjadi dua, yaitu takabur lahir dan batin.

1) Takabur lahir, yaitu perbuatan yang dilakukan dan ditunjukkan oleh anggota badan, seperti gerak
gerik tubuh, raut muka, dan tutur kata.

2) Takabur batin, yaitu sifat dalam jiwa yang tidak terlihat. Takabur batin dilakukan oleh hati dan
perasaan yang menganggap diri lebih tinggi dan menganggap orang lain lebih rendah.

Kedua jenis takabur ini sama-sama berbahaya dan bisa menyebabkan pelakunya terjerumus api neraka.
Oleh karena itu, kita harus menjauhi kedua jenis takabur ini dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa
demikian? Di antara bahaya dari sifat takabur antara lain sebagai berikut.

a. Merusak pergaulan manusia, merenggangkan hubungan silaturahmi dan menghalangi kasih


sayang serta sikap tolongmenolong. Orang yang sombong pasti dibenci orang lain karena
kesombongannya. Mereka akan segan berhubungan dengan dia. Hal ini berarti mengurangi pergaulan.

b. Menumbuhkan permusuhan karena orang yang takabur dalam berteman selalu membeda-
bedakan dan mendiskriminasikan orang atau kelompok lain yang tidak sederajat dengan diri atau
kelompoknya.

c. Sifat takabur akan menumbuhkan sifat-sifat buruk lainnya, seperti dengki kepada orang lain,
pemarah, pembohong, khianat, dan sebagainya. Orang yang takabur tidak segansegan menggunakan
sifat-sifat buruk tersebut demi mempertahankan kemuliaannya.
d. Sifat takabur akan menjadikan orang tidak berkembang dan beku. Oleh karena usaha-usaha
melakukan perbaikan terhadap dirinya tidak ada, orang yang takabur beranggapan bahwa dirinya sudah
baik, hebat, terhormat, mulia, istimewa, dan sempurna.

e. Sifat takabur menjadi penghalang masuk surga karena menghalangi manusia berakhlak mulia
yang merupakan pintu surga.

f. Sifat takabur (sombong) mengakibatkan pemiliknya tidak mempunyai perasaan untuk mencintai
dan menyayangi sesama saudara yang mukmin sebagaimana mencintai atau menyayangi dirinya sendiri.

g. Orang yang takabur akan dimasukkan ke dalam neraka dan mendapatkan hukuman yang sangat
berat karena yang berhak sombong hanyalah Allah. Sombong adalah selendang Allah. Barangsiapa yang
berani memakai selendang-Nya, Allah akan murka dan menjatuhkan hukuman yang berat kepadanya.

h. Orang yang takabur akan lupa diri, siapa dirinya, dari mana, dan hendak ke mana dia sebenarnya.

Dengan memperhatikan beberapa bahaya di depan dapat kita simpulkan bahwa sifat takabur tidak
hanya membahayakan diri kita sendiri, tetapi juga orang lain. Orang yang bersifat takabur menjadi hina
di hadapan Allah. Demikian pula di hadapan orang lain, justru akan dicampakkan. Seseorang yang
menjauhi sifat takabur dengan sendirinya harus berusaha bersifat rendah hati/tawadu. Dengan dia
memilih bersikap rendah hati, justru akan menguntungkan dirinya sendiri dan menumbuhkan
kenyamanan bagi orang lain.

7. Itba’ul Hawa

Secara bahasa Itba’ al-Hawa berarti mengikut hawa nafsu, sedang secara istilah yaitu orang yang lebih
mengikuti jeleknya hati yang telah diharamkan oleh hukum syariat, itulah orang yang selalu mengikut
hawa nafsu.

Dari definisi diatas dapat kita fahami bahwa itba’ al-hawa berarti mengikuti hawa nafsu untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang hukum syara’, berbuat hal-hal yang dilarang agama.
Dengan demikian, itba’ al-hawa merupakan pangkal perbuatan maksiat, sumber malapetaka dan
kemungkaran. Orang yang bersikap demikian akan tersesat dari jalan Allah dan dikenai siksa di akhirat
kelak. Oleh karena itu, hawa nafsu harus dikekang dan dikendalikan agar manusia dapat meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT.

Hawa nafsu menjalar pada diri seseorang laksana sebuah penyakit yang sangat ganas, bahkan lebih
berbahaya dari virus (rabies)nya seekor anjing. Hawa nafsu lebih berbahaya karena tidak disadari oleh
pengidapnya, tetapi ia lebih mematikan. Jika rabies dapat membinasakan jasad manusia(jasmani), maka
hawa nafsu bisa menghancurkan jiwanya (rohani). Sehingga hatinya pun mati dan gelap gulita, dan pada
akhirnya dia tidak lagi mampu menerima petunjuk dari Allah SWT.

Mengikuti hawa nafsu, orang yang lebih mengikuti jeleknya hati yang diharamkan oleh hukum syari’at.
(As-Sad: 26)
ߊ¼ãr#y‰ »tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ Zpxÿ‹ Î=yz ’ Îû ÇÚö‘ F{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur
ÆìÎ7®Ks? 3“uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@‹ Î6y™«!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq•=ÅÒtƒ `tã È@‹ Î6y™«!$#
öNßgs9 Ò>#x‹ tã 7‰ ƒ ω
x© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ

” Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga telah menegaskan bahwa hawa nafsu merupakan bahaya laten bagi
orang-orang yang berilmu, karena mereka bisa saja menjadi sesat walaupun berilmu. Sebabnya tak lain
adalah karena mengikuti hawa nafsu. Sehingga ilmu yang turun dari Allah tak mampu membuatnya
teguh di atas jalan Allah, seperti dalam Surah Al-Jatsiyah ayat 23 Allah berfirman:

|M÷ƒ uät•sùr& Ç`tB x‹ sƒ ªB$# ¼çmyg»s9Î) çm1uqyd ã&©#|Êr&ur ª!$# 4’ n?tã 5Où=Ïæ tLsêyzur 4’ n?tã
¾ÏmÏèøÿxœ¾ÏmÎ7ù=s%ur Ÿ@yèy_ur 4’ n?tã ¾ÍnÎŽ|Çt/ Zouq»t±Ïî `yJsù Ïmƒ ωöku‰.`ÏB ω
÷èt/ «!$# 4
Ÿxsùr& tbrã•©.x‹ s? ÇËÌÈ

Artinya :“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk
sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Imam Al-Ghazali membagi nafsu kepada empat bagian, yaitu:

a. Keserakahan nafsu terhadap harta benda.

Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah maka kewajiban baginya untuk selalu mensyukuri segala
nikmat-Nya. Jika engkau menjadi orang kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan,
manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu untuk memakmurkan rakyat, bukan memanfaatkan kuasa
untuk mengumpul harta benda sampai tidak habis dimakan tujuh keturunan.

b. Nafsu amarah akan membakar dan membutakan hati.

Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang ada dalam diri sendiri dengan berusaha
selalu bersabar dalam menghadapi kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap lapang dada, suka
memaafkan dan bermurah hati. Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah bagi mereka yang mampu
memaafkan kesalahan (kezaliman) orang lain terhadap diri kita.

Sebagaimana pesan rasul SAW: Ingat 2 perkara dan lupakan 2 perkara, yaitu:
Ingat kebaikan orang lain pada kita, dan ingat kezaliman kita pada orang lain, serta lupakan kebaikan kita
pada orang, dan lupakan kezaliman orang lain pada kita, insya allah kita menjadi pribadi muslim yang
sejati.

c. Kesenangan duniawi mendorong nafsu.

Kesenangan duniawi merupakan racun pembunuh yang mengalir dalam urat. Manusia selalu diingatkan
agar tidak terjerumus akan kesenangan duniawi, karena hal itu akan mendorong nafsu menjadi liar.
Orang berlumba mengejar kuasa, tanpa memeperdulikan kaedah yang di ajarkan agama, apalagi norma-
norma pekerjaan yang sebenarnya, yang terpenting ia dapat memperoleh kekuasaan walau dengan cara
apapun.

d. Nafsu syahwat.

Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan menggoda manusia di dunia ini melalui berbagai cara.
Dan yang paling berbahaya ialah harta, wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah memasang
perangkap godaannya, tidak sedikit manusia yang hancur dan rusak kehidupannya karena mencari
kesenangan dunia semata.[19]

Adapun cara untuk menghindari/mengobati nafsu jahat ini adalah :

Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-
sifat mazmumah itu seperti cinta dunia, tamak, sum'ah, riya', ujub, gila pangkat dan harta, hasud, iri
hati, dendam, sombong dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan.
Kalau kita malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau
kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.

Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak
meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah highway (jalan tol) atau jalan bebas hambatan untuk
syaitan. Kalau nafsu dibiarkan akan membesar, maka semakin luaslah highway syaitan. Kalaulah nafsu
dapat diperangi, maka tertutuplah jalan syaitan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita.Tutuplah jalan
mereka (syaitan) dengan perbuatan-perbuatan yang baik yang diridhoi Allah SWT.

Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat.

ُ‫س إ َّن‬ َ ‫لَّ بالس ُّْوءُ ََل َ َّم‬


َُ ‫ارةُ النَّ ْف‬ ُ ‫ى َرح َُم َما إ‬
ُْ ‫َرب‬

“……., Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, …….”.

8. Ghibah

Mengumpat (ghibah) adalah kejahatan lidah yang terbesar. Menurut Al-Ghazali mengumpat adalah
mengatakan sesuatu (aib atau kekurangan) tentang orang lain yang kemungkinan besar akan menyakiti
perasaannya apabila ia mengetahuinya, meskipun apa yang diceritakan itu sungguh benar adanya.
kekurangan yang dibicarakan itu bisa terdapat pada badan, nasab, tabiat, ucapan, agama, maupun
urusan duniawi lainnya. Adapun membicarakan kekurangan atau aib seseorang yang tidak terdapat pada
diri orang tersebut dinamakan fitnah (buhtan).[20] Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

ُ‫ع ْن‬َ ‫ْرُة َ أَبى َو‬َُ ‫ى ه َري‬ َُ ‫َللا َرض‬ َُّ ُ‫ع ْنه‬ َُّ َ ‫ل أ‬
َ ‫ن‬ َُ ‫َللا َرس ْو‬
َُّ ‫صلى‬ َ ‫َللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ُ‫علَيْه‬ َُ ‫قَا‬: "َُ‫"الغ ْيبَة؟ َما أَت َ َدر ْون‬
َ ‫ل َو‬ ْ ‫ل‬ َُّ ُ‫أ َ ْعلَمُ َو َرس ْوله‬، ‫ل‬
َُ ‫قَا‬: ‫َللا‬ َُ ‫قَا‬: "َُ‫ب َما أَخَاكَُ ذ ْكرك‬
َُ ‫ق ْي‬: َُ‫ن أَفَ َرأَيْت‬
ُ‫ل "يَ ْك َره‬ ُْ ‫ل أَق ْول؟ َما أَخى فى كَانَُ إ‬ ُْ ‫مسْلمُ أ َ ْخ َر َجهُ "بَ َهتَّهُ فيْهُ يَك‬.
ُْ ‫ن لَ ُْم َوإ‬
ُْ ‫ن ا ْغت َ ْبت َهُ فَقَدُ ت َق ْولُ َما فيْهُ كَانَُ إ‬
َُ ‫قَا‬: ‫ن‬

Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian, apa itu ghibah?” Para
sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu kamu menuturkan tentang
saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai.” Seorag sahabat bertanya, “Bagaimana jika apa yang aku
tuturkan itu memang benar-benar ada padanya?” Beliau bersabda, “Jika apa yang kamu tuturkan itu
memanga ada padanya, maka berarti kamu telah berbuat ghibah terhadapnya. Dan jika tidak demikian,
berarti kamu telah membuat-buat kebohongan padanya.”[21]

Ghibah tidak hanya dapat dilakukan dengan lisan saja namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau
isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran, dan sebagainya. Karena pada intinya semuanya
itu memiliki arti memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Adapun macam dan bentuk
ghibah yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya’. Misalnya, dengan mengatakan “Saya
berlindung kepada Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu seperti ini, semoga Allah menjagaku dari
perbuatan itu.” Ini mengandung maksud bahwa ia mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang
lain namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya.

Megatakan keburukan orang tertentu memang tidak salah jika ini dilakukan untuk maksud yang baik,
yaitu:

a) Untuk mencari keadilan atau bantuan seseorang yang berwewenang.

b) Untuk menghilangkan kejahatan dengan memberitahukan orang-orang yang dapat


menghapuskannya.

c) Untuk minta pendapat hukum (nasihat) dari seorang hakim.

d) Untuk memperingatkan atau menasihati kaum muslimin. Misalnya jarh yang dilakukan para ulama
hadits.

e) Menyebut seseorang sesuai dengan sifat yang telah diumumkannya sendiri namun tidak boleh
menyebutkan aib-aib yang lain.

f) Menyebut seseorang dengan sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang. Namun hal ini tidak
diperbolehkan bila dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan seseorang.[22]

Penyebab seseorang yang melakukan ghibah adalah karena ada rasa dengki dan amarah yang dapat
memicu seseorang memiliki keinginan agar seseorang tertentu menjadi tidak dipercaya orang lain, dan
ia akan merasakan kepuasan apabila keinginannya itu terpenuhi. Seseorang yang telah melakukan
ghibah berarti ia telah melakukan dua kejahatan, yaitu kejahatan terhadap Allah swt karena melakukan
perbuatan yang dilarang oleh-Nya dan kejahatan terhadap hak manusia. oleh karena itu, apabila
seseorang melakukan ini harus bertaubat, menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk
tidak mengulanginya kembali. Kemudian selanjutnya yaitu dengan meminta maaf kepada orang yang
digunjingkannya atas perbuatannya apabila orang yang dibicarakannya itu telah mengetahuinya. Namun
apabila ia belum mengetahuinya maka hendaknya yang melakukan ghibah tersebut mendo’akannya
dengan kebaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadits:

َ ُ‫سعيْدُ َوأَبى َجابر‬


ُ‫ع ْن‬ َ َ‫ل‬
ُ ‫قَا‬: ‫ل‬ َُّ ‫صلَّى‬
َُ ‫َللا َرس ْولُ قَا‬ َ ‫َللا‬ َُّ ‫علَيْه‬ َ ‫سلَّم‬ َ ‫ن َو ْالغ ْيبَ ُةَ إيَّاك ُْم‬
َ ‫و‬: َُّ ‫ش ُُّد ْالغ ْيبَ ُةَ فَإ‬
َ َ ‫ل الزنَا منَُ أ‬
َُ ‫ْف لَهُ ق ْي‬ َُ ‫ن قَا‬
َُ ‫ل َكي‬ َُّ ‫ل إ‬ َّ ‫َويَت ْوبُ يَ ْزنى‬
َُ ‫الرج‬
َُّ ُ‫علَيْه‬
‫َللا‬ َُّ ‫ب َوإ‬
َ ‫ن‬ َُ ‫صاح‬ ُ ُ‫صاحبَهُ لَهُ يَ ْغف َُر َحتَّى لَهُ يَ ْغفر‬
َ ُ‫لَ الغ ْيبَة‬ َ (‫)الدنيا ابي وابن وابوالشيخ والطبرنى البيهقي اخرجه‬

Dari Jabir dan Abu Sa’id mereka berkata, Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jauhilah olehmu sifat ghibah
karena ghibah itu lebih besar dosanya dari pada zina. Ditanyakan kepada Rasul “bagaimana bisa?”
Rasulullah menjawab: seorang laki-laki berzina kemudian bertaubat, Allah akan mengampuninya dan
orang yang mempunyai sifat ghibah, Allah tidak akan mengampuninya sehingga temannya mau
mengampuninya.

Hadits diatas menerangkan bahwa dosa ghibah tidak akan diampuni oleh Allah sebelum orang yang
dighibahkan mau mengampuninya.

Adapun untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan diobati ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan ilmu dan amal. Dimana dengan ilmu berarti mengetahui
pengaruh jahat mengumpat terhadap kehidupan dan menghapuskan penyebab mengumpat. Dan
dengan amal, bertujuan untuk menyelidiki kekurangan diri sendiri sehingga kita akan malu menyalahkan
orang lain tanpa melihat kekurangan diri sendiri.[23]

9. Namimah

Secara bahasa, Namimah berarti mengadu domba. Menurut Imam Zakaria Yahya bin Syarfin Nawawi
dalam kitab Riyadhus Shalihin, Namimah adalah merekayasa omongan untuk menghancurkan sesama
manusia. Namimah adalah mengadu domba antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar
mereka saling bermusuhan. Namimah termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam
kehidupan sehari-hari, karena namimah dapat menimbulkan permusuhan antar sesama umat.
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Qalam ayat 10-14:

Ÿwur ôìÏÜè? ¨@ä. 7$ž xym AûüÎg¨B ÇÊÉÈ :—$£Jyd ¥ä!$¤±¨B 5O‹ ÏJoYÎ/ ÇÊÊÈ 8í$¨Z¨B ÎŽö•y‚ ù=Ïj9
>‰tG÷èãB AOŠÏOr& ÇÊËÈ ¤e@çGãã y‰ ÷èt/ y7Ï9ºsŒAOŠÏRy—ÇÊÌÈ br& tb%x. #sŒ5A$tB tûüÏYt/ur ÇÊÍÈ

Artinya : “Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina (10) yang banyak
mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah (11) yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang
melampaui batas lagi banyak dosa (12) yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya (13)
karena Dia mempunyai (banyak) harta dan anak (14)
Orang yang mempunyai banyak anak dan harta lebih mudah Dia mendapat pengikut. tapi jika Dia
mempunyai sifat-sifat seperti tersebut pada ayat 10-13, tidaklah Dia dapat diikuti.

Bahkan dalam suatu hadits Nabi disebutkan bahwasanya orang yang melakukan namimah diancam tidak
akan masuk surga.

َ َ‫ل حذَ ْيفَ ُة‬


ُ‫ع ْن‬ َُ ‫ قَا‬: ‫ل‬ َُّ ‫صلَّى‬
َُ ‫َللا َرس ْولُ قَا‬ َ ‫َللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ُ‫علَيْه‬ ُ ُ‫)الشيخان اخرجه( نَ َمامُ ْال َجنَّ ُةَ يَدْخل‬
َ ‫لَ َو‬

Dari Hudzaifah r.a. ia mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang
mengadu domba (menebar fitnah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)[24]

Bentuk menyebarkan berita tentang perkataan atau perbuatan orang dikatakan namimah apabila dalam
kondisi untuk merusak, namun apabila tujuannya untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan
mencegah kemungkaran tidak dikatakan sebagai namimah. Akan tetapi, hukumnya dapat menjadi sunah
atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan kondisi tersebut. Misalnya, melaporkan pada
pemerintah tentang orang yang akan membuat kerusakan, orang yang akan menganiaya orang lain, dan
lain sebagainya.

Sama dengan akhlaq-akhlaq tercela lainnya, Namimah ini ditimbulkan karena adanya rasa dengki
terhadap seseorang sehingga menjadikan kita berlaku jahat atau tidak adil kepadanya. Oleh karena itu
untuk agar kita dapat terhindar dari perbuatan ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan:

1. Menyadari tentang bahaya yang ditimbulkan dari sifat namimah

2. Menyadari bahwa namimah merupakan perbuatan dosa

3. Menyadari bahwa diri kita juga tidak suka apabila diadu domba oleh orang lain

4. Menjaga lisan dari perkataan yang tidak berguna, yang karenanya dapat menyakiti dan mendzalimi
orang lain.[25]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut bahasa akhlak merupakan tingkah laku, tabiat atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah
merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur
prilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir.

Macam-macam dari akhlak tercela adalah banyak sekali seperti Hasad, Riya’, Hubbud Dunnya, Sum’ah,
Ujub, Takabur, Itbaul Hawa, Ghibah, Namimah dan masih banyak lagi. Aklak tercela diatas merupakan
suatu sikap/perbuatan jelek yang merugikan diri sendiri dan orang lain yang dilakukan jauh dari apa
yang dilarang agama dan tidak diridhoi oleh Allah SWT. Seseorang yang melakukan akhlak tercela akan
mendapat kesulitan baik di dunia maupun di akhirat. Kesenangan yang didapat dari akhlak tercela di
dunia hanyalah sementara.

Bahaya yang ditimbukan dari akhlak tercela adalah beragam, yaitu : Selalu bangga terhadap apa yang
telah dilakukan meskipun itu salah, memandang orang lain selalu salah, merugikan diri sendiri dan orang
lain, semakin dekat dengan syaitan, tidak akan mendapatkan ridha dari Allah SWT dan mendapat siksa di
akhirat nanti.

Adapun cara untuk menghindari/mengobati nafsu jahat ini adalah : Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan
liar sering disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti Hasad,
Riya’, Hubbud Dunnya, Sum’ah, Ujub, Takabur, Itbaul Hawa, Ghibah, Namimah dan lain-lain. Sifat-sifat
itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Semua akhlak tercela berawal dari nafsu jahat,
sedangkan nafsu jahat berasal dari godaan para syaitan. Maka, agar kita dapat terjauh dari akhlak
tercela adalah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kita selalu mendekatkan diri
kepada Allah maka kita akan selalu takut dengan murka Allah. Kita akan sadar bahwa Allah selalu
melihat perbuatan kita. Dengan begitu, kita akan merasa takut untuk melakukan perbuatan jelek. Selain
itu, kita juga harus ingat bahwa ajal seseorang tidak ada yang tau. Bayangkanlah bahwa ajal kita adalah
hari esok. Dengan begitu kita akan takut untuk melakukan perbuatan jelek. Dan beribadahlah dengan
khusyu’ seakan-akan kamu mati besok.

Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al Hijr : 99.

ُ‫ْال َيقينُ َيأْت َيكَُ َحتَّى َربَّكَُ َواعْب ْد‬

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).

B. Saran

Berdasarkan pembahasan mengenai akhlak-akhlak tercela, penulis memberi saran sebagai umat muslim
seharusnya memberikan perhatian penuh terhadap masalah pembersihan hati dari segala-segala
penyakit yang dapat menimbulkan perilaku atau perbuatan yang buruk, dimana keduanya merupakan
identitas dari akhlak yang tercela. Dengan begitu, apabila hati yang merupakan unsur utama tubuh itu
bersih maka insyaallah keadaan jiwa (Akhlak) mengikuti kebersihan hati yang kita miliki. Mengingat
begitu pentingnya akhlak dalam kehidupan yang dapat mengantarkan kedalam jalan yang baik dan
bermanfaat serta tidak merugikan orang lain.
Demikian makalah ini penulis buat, apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
makalah ini, penulis meminta maaf dikarenakan penulis hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari
kesalahan dan lupa. Oleh karena itu, untuk kesempurnaan dalam penulisan makalah ini penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan semoga dengan informasi
dalam makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. 2008. Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam;Terjemahan Irwan Kurniawan. Bandung: Mizan

Al-Ghozali, Imam. 2008. Mutiara Ihya’ Ulumuddin. Bandung: PT Mizan Pustaka

Al-Ghazali, Imam. 2013. Minhajul Abidin: Jalan Para Ahli Ibadah.Jakarta: Khatulistiwa

Al Khaubawiyyi,Usman Asy Syakir. 1985. Durratun Nasihin: Butir-butir Mutiara Hikmat; Alih bahasa oleh
Rosihin Abd.Gani. Semarang: Wicaksana

Ibnu Taimiyah. 2002. Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah.Jakarta: Hikmah

Bahreisy, Salim. 1987. Terjemah Riyadhus Shalihin II. Bandung: Alma Arif

Hawwa, Sa’id.2006. Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais. Jakarta: Pena
Pundi Aksara

Masykhur, Anis. 2002. Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah: Terjemahan Majmu’ Fatawa Syaikh Al-Islam
Ahmad Ibnu Taimiyah Jilid 10 tentang Kitab ‘Ilm Al-Suluk. Jakarta: Hikmah

Quasem, M.Abul, Kamil. 1975. Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam. Bandung: Pustaka
Sati,Pakih. 2013. Syarah Al-Hikam: Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta
Motivasinya. Yogyakarta: Diva Press

Yusuf, Hamza. 2009. Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai
Allah. Jakarta: Lentera Hati

[1] Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 51-52.

[2] Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali,Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam;Terjemahan Irwan Kurniawan,(Bandung: Mizan, 2008), hlm. 265

[3] Anis Masykhur,Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah: Terjemahan Majmu’ Fatawa Syaikh Al-Islam Ahmad
Ibnu Taimiyah Jilid 10 tentang Kitab ‘Ilm Al-Suluk, (Jakarta: Hikmah, 2002), hlm.132

[4]Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali,Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam;Terjemahan Irwan Kurniawan,(Bandung: Mizan, 2008), hlm. 265.

[5] Usman Asy Syakir Al Khaubawiyyi, Durratun Nasihin: Butir-butir Mutiara Hikmat; Alih bahasa oleh
Rosihin Abd.Gani, (Semarang: Wicaksana, ), hlm. 162-164.

[6] Hamza Yusuf,Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai
Allah,(Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 57—62.

[7]Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm.294-301.

[8] Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 84-85

[9] Pakih Sati,Syarah Al-Hikam: Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta
Motivasinya, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 308.

[10] Pakih Sati,Syarah Al-Hikam: Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta
Motivasinya, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 276.

[11] Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), hlm. 209.

[12] Syeikh Ahmad Rifa’i, Riayah Akhir, Bab Tasawuf, Juz 2, Korasan 23 halaman 2 baris 3

[13] Dr. Sulaiman al-Asyqor, Al Ikhlas, halaman: 95


[14] Kitab lisanul arab, 8/165

[15] Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm.308.

[16] Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), hlm. 232-235.

[17] Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais,........, hlm. 236

[18] Uwes al-Qorni. 1997: halaman 54.

[19] Diakses dari http://indo2.islamic-


world.net/index.php?option=com_content&view=article&id=116:hawa-nafsu-itba-al-hawa-dan-
penjelasannya&catid=23:tasawuf&Itemid=25

[20] M.Abul Quasem, Kamil, Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1975),
hlm. 127-128

[21] Imam al-Ghazali, Minhajul Abidin: Jalan Para Ahli Ibadah, (Jakarta: Khatulistiwa, 2013), hlm. 367

[22] M.Abul Quasem, Kamil, Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1975),
hlm. 129

[23] M.Abul Quasem, Kamil, Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1975),
hlm. 129.

[24] Salim Bahreisy, Terjemah Riyadhus Shalihin II, (Bandung: Alma Arif, 1987), hlm. 257

[25] Diakses dari http://yunushadi.blogspot.com/2014/09/a.html?m=1

Diposting 20th October 2016 oleh Qomar Nick

0 Tambahkan komentar

Qomar Gerlinerz

Klasik Kartu Lipat Majalah Mozaik Bilah Sisi Cuplikan Kronologis

NOV

6
Perencanaan Pendidikan

A. Fungsi dan Peranan Perencanaan Pendidikan

Dari beberapaLiteratur yang dipelajari dan diteliti penulis, tidak ditemukan satu sumber pun yang secara
tegas mendefinisikan fungsi dan peranan perencanaan pendidikan. Namun demikian, ada beberapa
yang mengungkapkannya secara implinsit dan terbatas seperti yang dikemukakan oleh Udin Syaifudin
Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun dalam buku yang berjudul Perencanaan Pendidikan Suatu
Pendekatan Komprehensif, oleh H.M. Djumberansyah Indar dalam buku Perencanaan Pendidikan
Strategi dan Implementasinya, dan oleh Endang Sunarya dalam buku Pengantar Teori Perencanaan
Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem.

Udin Syaefudin dan Abin Syamsuddin Makmun menjelaskan fungsi dan peranan perencanaan
pendidikan yang dimodifikasi oleh penulis seperti berikut ini :

1. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian suatu


kegiatan.

2. Perencanaan pendidikan berfungsi untuk menghindari terjadi pemborosan dalam penggunaan


sumber daya pendidikan.

3. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai alat bagi pengembangan quality assurance bagi
organisasi.

4. Perencanaan pendidikan berfungsi untuk memenuhi accountability kelembagaan.

5. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai perintis atau pelopor kegiatan pembangunan


pendidikan.

6. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai alat pengubah (moderator) dan alat pengendali
(control) perubahan sisitem pendidikan.

7. Perencanaan pendidikan mempunyai peran untuk memecahkan berbagai permasalahan yang


berkaitan dengan sistem pendidikan.

8. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai pengikat antara aktifitas pendidikan dengan aktifitas
masyarakat yang lebih luas.

9. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai alat untuk memusatkan perhatian pada kehidupan
masyarakat yang lebih luas.

10. Perencanaan pendidikan berperan untuk menjadi koordinat perencana dalam pencapaian
keadaan yang diinginkan baik dari sisi sosial, budaya, maupun aktifitas lainnya bagi keseluruhan
masyarakat.
11. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai alat untuk bekerja lebih dekat dengan progam-progam
pelayanan manusia lainnya seperti perpustakaan, sarana rekreasi, museum, media masa dan yang
lainnya

12. Perencanaan pendidikan berfungsi sebagai alat yang berorientasi terhadap program siswa yang
terstruktur dengan kondisi yang relevan dengan lingkungan sekitarnya.

Sementara menurut H.M. Djumberansyah Indar (1990) dalam bukunya uang berjudul Perencanaan
Pendidikan Strategi dan Implementasinya dikemukakan bahwa fungsi dan peranan perencanaan
pendidikan adalah:

1. Sebagai alat untuk mengarahkan kegiatan pendidikan.

2. Sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan
pembangunan pendidikan.

3. Sebagai alat untuk memperkirakan atau forecasting hal-hal dalam masa pelaksanaannya yang akan
dilalui.

4. Memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif cara terbaik.

5. Sebagai alat untuk menyusun skala prioritas (memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu
tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.

Dari beberapa pendapat tentang fungsi dan peranan perencanaan pendidikan di atas dapat disimpulkan
yang merupakan fungsi dan peranan perencanaan pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan pendidikan.

2. Sebagai alat pengendalian pelaksanaan pembangunan pendidikan.

3. Sebagai alat untuk menjamin mutu pembangunan pendidikan.

4. Sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

5. Sebagai sarana untuk menjamin kelancaran pencapaian tujuan pembangunan pendidikan.

6. Sebagai sarana untuk memperjelas visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan.

7. Sebagai alat yang logis dan sistematis untuk mengubah sistem pendidikan ke arah yang lebih baik.

B. Prinsip-prinsip Perencanaan Pendidikan

Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan yang dikemukakan oleh Djumberansyah Indar dalam bukunya
yang berjudul Perencanaan Pendidikan Strategi dan Implementasinya cetakan tahun 1990 adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan pendidikan harus bersifat komprehensif, yaitu melihat masalah pendidikan sebagai
keseluruhan, setiap aspek pendidikan harus mendapatkan perhatian sewajarnya baik formal maupun
nonformal, pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dalam arti yang seluas-luasnya.

2. Perencanaan pendidikan harus bersifat integral, yaitu perencanaan pendidikan harus


diintegrasiakan ke dalam perencanaan yang menyeluruh. Sifat integral ini hanya sudah tanpak di dalam
sistem pengelolaan pendidikan.

3. Perencanaan pendidikan harus memerhatikan aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif, yaitu kemajuan
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh jumlah anak yang dapat ditampung di sekolah, tetapi juga
apakah output pendidikan itu dapat memenuhi kebutuhan pasaran kerja, atau apakah dapat membuat
individu menjadi sejahtera.

4. Perencanaan pendidikan harus merupakan rencana jangka panjang dan kontinu, yaitu karena siklus
pendidikan berlangsung antara 10 sampai 20 tahun dan sulit dengan segera diketahui hasilnya dalam
jangka waktu 1-2 tahun. Banyak pelaksanaan kebijakan tidak berhasil karena rencana hanya berlangsung
sepintas saja, maka perencanaan pendidikan harus kontinu dan dirancang dalam jangka waktu yang
relatif lama.

5. Perencanaan pendidikan harus didasarkan efesiensi, yaitu biaya yang terbatas harus diusahakan
seefisien mungkin dalam penggunaan dan fokus dalam pengelolaannya.

6. Perencanaan pendidikan pendidikan harus dibantu oleh organisasi administrasi yang efisien dan
data yang dapat diandalkan yaitu banyak bukti betapa terhambatnya saluran-saluran informasi dari
daerah ke pusat, dan sebaliknya, bahkan antara unit-unit kerja dalam suatu kantor sekalipun yang
akibatnya perencanaan selanjutnya.

7. Perencanaan pendidikan harus memperhitungkan semua sumber yang ada atau yang dapat
diandalkan, maksudnya pelaksanaan pendidikan tidak semata mata tanggung jawab pemerintah, tetapi
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, oleh sebab itu asas
integrasi mencangkup juga integrasi pendayagunaan semua sumber yang tersedia.

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip
perencanaan pendidikan adalah sejumlah aktifitas yang harus dilakukan atau dipertimbangkan oleh para
perencana ketika akan menyusun rencana pendidikan yang apabila diabaikan maka perencanaan
pendidikan yang dilakukan tidak akan mencapai tujuannya secara efektif dan efesien. Dari sejumlah
prinsip perencanaan pendidikan di atas di sini disarikan bahwa, perencanaan pendidikan itu hanya
memperhitungkan prinsip-prinsip :

1. Komprehensif, yaitu melihat masalah pendidikan sebagai keseluruhan, setiap aspek pendidikan
harus mendapatkan perhatian sewajarnya baik formal maupun non formal, pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi dalam arti yang seluas-luasnya.
2. Integral, yaitu perencanaan pendidikan harus diintegrasikan ke dalam perencanaan yang
menyeluruh. Sifat integral ini harus sudah tampak di dalam sistem dan prosedur pengelolaan
pendidikan.

3. Efisien, yaitu biaya yang terbatas harus diusahakan seefisien mungkin dalam penggunaannya dan
fokus dalam pengelolaannya.

4. Interdisipliner, yaitu harus mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan karena pendidikan itu
sendiri sesungguhnya interdisipliner terutama dalam kaitannya dengan pembangunan manusia.

5. Fleksibel, yaitu tidak kaku tetapi dinamis dan responsif terhadap tuntunan masyarakat terhadap
pendidikan.

6. Objektif Rasional, yaitu untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan subjektif sekelompok
masyarakat saja.

7. Kelengkapan dan keakuratan data, yaitu perencanaan harus disusun bedasarkan data dan informasi
yang lengkap dan akurat, karena jika tidak, maka perencanaan pendidikan yang telah disusun tidak akan
memiliki kekuatan yang dapat diandalkan.

8. Kontinu, yaitu perencanaan pendidikan itu harus memerhatikan aspek keberlangsungan strategi
yang dipilih untuk menyelesaikan persoalan pendidikan.

C. Ruang Lingkup Perencanaan Pendidikan

Untuk menjelaskan ruang lingkup perencanaan pendidikan secara tepat harus menggunakan dua
perspektif. Perspektif pertama adalah ruang lingkup perencanaan pendidikan dilihat dari bidang kajian
dalam memahami konsep, teori dan prosedur perencanaan pendidikan. Yang kedua lingkup
perencanaan pendidikan dilihat dari perspektif objek yang direncanakan oleh perencana pendidikan.

Dipandang dari sudut bidang kajian, ruang lingkup perencanaan pendidikan dapat meliputi: pengkajian
terhadap konsep dasar dan teori-teori perencanaan pendidikan, prosedur-prosedur perencanaan
pendidikan, teknik-teknik perencanaan pendidikan, pendekatan-pendekatan perencanaan pendidikan,
prinsip-prinsip perencanaan pendidikan dan lain-lain termasuk sejarah perkembangan perencanaan
pendidikan.

Dipandang dari sudut objek yang direncanakan, ruang lingkup perencanaan pendidikan meliputi :
perencanaan siswa, perencanaan guru dan tenaga pendidikan, perencanaan prasarana dan sarana
pendidikan, perencanaan biaya pendidikan, perencanaan kurikulum dan program pendidikan,
perencanaan proses pembelajaran, perencanaan mutu sistem pendidikan dan lain sebagainya, termasuk
perencanaan manajemen penyelenggara pendidikan.

Ruang lingkup perencanaan pendidikan dalam hal ini meliputi perencanaan seluruh komponen sistem
pendidikan baik dilihat dari segi jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Komponen sistem pendidikan yang
utama adalah peserta didik sebagai raw input; tenaga (guru dan non guru), sarana dan prasarana, serta
biaya sebagai instrumental input; dukungan masyarakat sebagai environmental input; proses
pembelajaran sebagai throughout input; dan lulusan sebagai output. Semua komponen ini merupakan
lingkup kegiatan perencanaan pendidikan.

Jalur pendidikan terdiri atas jalur pendidikan formal (persekolahan), jalur pendidikan non formal (kursus,
kelompok belajar, kelompok bermain, dan lain-lain) dan jalur pendidikan informal (pendidikan dari
anggota keluarga, dari tetangga, teman dan lain sebagainya). Jenjang pendidikan adalah tingkatan-
tingkatan pendidikan yang diselenggarakan di masyarakat, yaitu jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan maksudnya adalah pengelompokan pendidikan
berdasarkan karakteristik isi pendidikan yang diajarkan kepada peserta didik yaitu jenis pendidikan
vokasional atau keterampilan profesional, dan jenis pendidikan akademik yang mengembangkan suatu
batang tubuh ilmu pengetahuan.

Menurut Djumberansyah Indar, ruang lingkup perencanaan pendidikan yang berdasarkan definisi dan
prinsip-prinsip perencanaan pendidikan yang dikemukakan para ahli dapat meliputi hal-hal sebagai
berikut :

1. Menyangkut teori dasar perencanaan pendidikan.

2. Penilaian atas pelaksanaan perencanaan pendidikan.

3. Hubungan antara perencanaan pendidikan dengan sektor ekonomi.

4. Pendekatan-pendekatan perencanaan seperti manpower, approach, cost benefit analysis approach,


cost effectiveness analytical approach, atau cost verhead analytical approach, dan lain-lain.

5. Pemanfaatan sumber daya manusia semaksimal mungkin dalam kegiatan perencanaan pendidikan.

6. Menyangkut permasalahan kesiswaan, prasarana dan sarana pendidikan, tujuan pendidikan


nasional, modernisasi bidang kehidupan, proses belajar dan mengajar, nilai budaya, generasi muda, adat
kebiasaan, strata sosial dan lain sebagainya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang lingkup perencanaan pendidikan mencangkup juga perencanaan
sistem pendidikan, perencanaan kurikulum dan program pengajaran, termasuk perencanaan
intruksinya, perluasannya, perbaikannya, keseimbangan bagian-bagiannya, usaha-usaha tambahannya,
diantaranya penelitian dan produksi buku pelajaran. Jika dihubungkan dengan masalah administrasi
pendidikan maka ruang lingkup perencanaan pendidikan termasuk pula proses persiapan, yaitu ada yang
dilakukan dalam persiapan pelaksanaan suatu kegiatan adalah menjadi bagian dari lingkup perencanaan
pendidikan.

D. Jenis – Jenis Perencanaan Pendidikan


Ada berbagai jenis perencanaan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang telah kita
ketahui di banyak literatur. Setiap jenis perencanaan pendidikan berbeda, oleh karena dikelompokkan
atas dasar sudut pandang mereka yang berbeda-beda yang dijadikan tumpuan dalam
mengategorisasikan perencanaan pendidikan menjadi bermacam-macam seperti yang dikemukakan di
bawah ini.

Menurut Jusuf Enoch (1995), pengelompokan perencanaan pendidikan menjadi beberapa kategori
dapat dijelaskan dari ruang lingkupnya, jangka waktunya, sifatnya, wewenang pembuatannya, sektor
dan regional, objek yang direncanakan, dan menurut tingkatannya.

1. Perencanaan Makro, Meso dan Mikro

Perencanaan pendidikan jika ditinjau berdasarkan ruang lingkupnya maka dapat dibedakan menjadi :

a. Perencanaan Makro, yaitu perencanaan pendidikan yang bersifat umum dan menyeluruh dalam
lingkup nasional, kebijakan yang akan ditempuh, tujuan yang akan dicapai, dan cara-cara mencapai
tujuan ada pada tingkat nasional.. Tujuan perencanaan pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan sistem pendidikan nasional guna menghasilkan tenaga pembangunan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.

b. Perencanaan Meso, yaitu perencanaan pendidikan yang melingkupi tingkat provinsi,


kabupaten/kota, dan kecamatan. Kebijakan pada tingkat makro di sini dijabarkan ke dalam program-
program yang berskala lebih kecil sesuai luas wilayahnya.

c. Perencanaan Mikro, yaitu perencanaan pada tingkat institusional yang merupakan penjabaran dari
perencanaan messo. Kebijakan pada tingkat makro dan messo di sini dijabarkan lagi ke dalam butir-butir
pekerjaan yang lebih operasional sehingga terukur dalam pelaksanaannya.

2. Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Jangka Pendek.

Berdasarkan jangka waktu berlakunya perencanaan maka perencanaan pendidikan dapat dikategorikan
menjadi :

a. Perencanaan jangka panjang, yaitu perencanaan yang mempunyai cangkupan waktu antara 10
sampai 25 tahun. Rencana yang disusun bersifat perspektif, umum, global, dan belum terinci.

b. Perencanaan jangka menengah, yaitu perencanaan yang mempunyai cangkupan waktu antara 5
sampai 10 tahun. Rencana yang disusun merupakan penjabaran dari rencana jangka panjang.

c. Perencanaan jangka pendek, yaitu perencanaan tahunan atau perencanaan yang disusun untuk
kurun waktu kurang dari 5 tahun. Perencanaan ini sering disebut sebagai perencanaan operasional
karena pada hakikatnya merupakan operasionalisasi dari perencanaan jangka panjang dan jangka
menengah.
3. Perencanaan Kuantitatif dan Kualitatif

Perencanaan pendidikan juga dapat dikelompokkan menurut sifat yang melekat pada objek yang
direncanakan. Berdasarkan sifat objek yang drencanakan, maka dikenal jenis perencanaan pendidikan
kuantitatif dan perencanaan pendidikan kualitatif. Perencanaan pendidikan yang bersifat kuantitatif,
yaitu jika dalam perencanaan itu target-target yang ingin dicapai ditetapkan secara tegas jumlahnya.
Misalnya, akan meningkatkan jumlah siswa baru di sekolah Dasar di masa depan, akan mengangkat
jumlah guru SD untuk mencukupi kebutuhan, akan membangun jumlah ruang kelas SMP yang
dibutuhkan untuk tahun depan, dan lain sebagainya. Perencanaan pendidikan yang bersifat kualitatif,
yaitu perencanaan yang berkaitan dengan pencapaian mutu, dimana target-targetnya bukan berupa
jumlah, tetapi berupa mutu. Misalnya tahu depan akan meningkatkan prestasi belajar siswa SD untuk
semua mata pelajaran yang diujikan secara nasional, akan meningkatkan mutu guru-guru SD dalam
penguasaan materi pelajaran melalui program pendidikan dan latihan dan tugas belajar, dan lain
sebagainya.

4. Perencanaan Sektoral dan Regional

Jika dilihat berdasarkan sektoral maka perencanaan pendidiakn dapat dikategorikan berdasarkan
komponen-komponen sistem pendidikan. Berdasarkan komponen sistem pendidikan maka perencanaan
pendidikan dapat dikategorikan menjadi perencanaan kurikulum, kesiswaan, ketenagaan pendidikan,
fasilitas pendidikan, keuangan pendidikan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan lain sebagainya.
Dan jika perencanaan pendidikan dilihat dari kaca mata regional (kewilayahan) maka kita mengenal
perencanaan pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan wilayah. Perencanaan ini bersifat lintas
sektoral yaitu mempertimbangkan adanya keterpaduan antara berbagai sektor pembangunan dalam
suatu wilayah.

5. Perencanaan Sentralisasi dan Desentralisasi

Berdasarkan kewenangan dan pembuatannya, perencanaan pendidikan dapat dibagi kedalam dua jenis
yaitu perencanaan sentralisasi dan desentralisasi. Perencanaan pendidikan sentralisasi, yaitu suatu
perencanaan pendidikan dimana seluruh rencana baik untuk pusat maupun untuk daerah disusun oleh
unit organisasi di tingkat pusat, seperti oleh Sekretariat Jenderal Kemendigbud dan lain-lain, sementara
daerah (provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, sekolah) tinggal melaksanakan apa yang telah diputuskan
dan digariskan oleh unit organisasi tingkat pusat. Sebaliknya, perencanaan pendidikan desentralisasi,
yaitu perencanaan pendidikan untuk suatu daerah (provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, sekolah)
disusun oleh daerah itu sendiri, tidak ditentukan oleh unit ditingkat pusat.

6. Perencanaan Rutin dan Pembangunan

Berdasarkan frekuensi objek yang direncanakan, perencanaan pendidikan dapat dikategorikan menjadi :
a. Perencanaan rutin, yaitu perencanaan yang bersifat terus-menerus berulang dalam kurun waktu
paling lama satu tahun. Perencanaan ini mengikuti sektor, sub sektor, program kegiatan, jenis
pengeluaran, dan mata anggaran yang sudah ditentukan. Misalnya perencanaan gaji pegawai,
perencanaan pembelajaran, penyusunan kalender pendidikan, dan lain sebagainya.

b. Perencanaan pembangunan, yaitu perencanaan yang tidak berulang, terkait dengan investasi, dan
dapat menjangkau waktu lama, sedang atau pendek. Perencanaan ini sering dikenal dengan sebutan
sebagai perencanaan proyek. Misalnya, proyek pembangunan gedung sekolah, proyek pengadaan
sarana pendidikan, proyek peningkatan mutuguru SMP, dan lain sebagainya.

7. Perencanaan Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan, dan Sekolah

Sedangkan jika dilihat berdasarkan tingkatan (jenjang) kedudukan perencanaan, maka perencanaan
pendidikan dapat dibedakan menjadi perencanaan tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat
kota/kabupaten, tingkat kecamatan, tingkat kelurahan dan tingkat institusional (sekolah)

a. Perencanaan pendidikan tingkat pusat, yaitu perencanaan pendidikan yang dilakukan pada unit
utama tingkat pusat seperti dilingkungan Direktorat Jenderal Kemendikbud, Inspektorat Jenderal
Kemendikbud, Sekertariat Jenderal Kemendikbud, dan unit utama lainnya seperti
BalitbangKemendikbud.

b. Perencanaan Pendidikan tingkat provinsi, yaitu perencanaan pendidikan yang dilakukan pada unit-
unit yang ada di tingkat provinsi seperti di bagian-bagian, dan bidang-bidang substansi yang ada di
lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi.

c. Perencanaan pendidikan tingkat kabupaten/kota, yaitu perencanaan pendidikan yang dilakukan


oleh sub bagian penyusunan rencana dan program di tingkat kabupaten/kota dan seksi-seksi substansi
yang ada di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten/kota.

d. Perencanaan pendidikan tingkat kecamatan,yaitu perencanaan pendidikan yang dilakukan oleh


urusan oleh data dan statistik dan urusan lainnya yang ada di lingkungan unit pelaksana teknis
pendidikan tingkat kecamatan (Kasi atau UPTD)

e. Perencanaan pendidikan tingkat kelurahan/desa, yaitu perencanaan pendidikan yang dilakukan


oleh urusan pembangunan sosial budaya yang ada di tingkat kelurahan atau desa.

f. Perencanaan pendidikan tingkat institusional, yaitu perencanaan pendidikan yang dilakukan pada
tingkat sekolah, institut, atau universitas oleh mereka yang ditunjuk dan diberi wewenang untuk
melakukan tugas itu. Misalnya, perencanaan yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, dosen, ketua
jurusan, dekan, rektor, dan lain sebagainya.

Menurut pendapat Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun (2005) dlam buku yang
berjudul “Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif”, perencanaan pendidikan dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan tataran dan cakupannya, posisi dan sifat serta
karakteristik model perencanaan, dan berdasarkan metodologi yang digunakan.

8. Perencanaan Nasional, Regional, Lokal, dan Kelembagaan

Ditinjau dari tataran dan cangkupannya, perencanaan pendidikan dapat dibedakan menjadi
perencanaan pendidikan nasional, perencanaan pendidikan regional, perencanaan pendidikan lokal, dan
perencanaan pendidikan kelembagaan.

a. Perencanaan pendidikan nasional atau makro, yaitu mencangkup seluruh usaha pendidikan untuk
mencerdaskan atau membangun bangsa termasuk seluruh jenjang, jenis dan isinya.

b. Perencanaan pendidikan regional atau tingkat daerah provinsi yang mencangkup seluruh jenis dan
jenjang untuk daerah atau provinsi itu.

c. Perencanaan pendidikan lokal adalah perencanaan pendidikan yang mencangkup berbagai


kegiatan untuk kota atau kabupaten atau kecamatan.

d. Perencanaan pendidikan kelembagaan adalah perencanaan pendidikan yang mencangkup satu


intuisi atau lembaga pendidikan tertentu saja, seperti perencanaan sekolah, universitas, pusdiklat, dan
sebagainya.

9. Perencanaan Terpadu, Komprehensif, dan Strategis

Ditinjau dari posisi, sifat dan karakteristik model perencanaan, maka perencanaan pendidikan dapat
dikategorikan ke dalam perencanaan pendidikan terpadu, perencanaan pendidikan komprehensif, dan
perencanaan pendidikan strategis.

a. Perencanaan terpadu, adalah perencanaan pendidikan yang mencangkup seluruh aspek esensial
pembangunan pendidikan dalam pola dasar perencanaan pembangunan nasional.

b. Perencanaan pendidikan komprehensif, yaitu mendukung konsep keseluruhan yang disusun secara
sistematik dan sistematis.

c. Perencanaan strategis, yaitu perencanaan yang mengandung pendekatan “strategi issues”, yang
dihadapi dalam upaya membangun pendidikan.

10. Perencanaan Rational dan Transaksional

Jika ditinjau dari sisi metodologi yang digunakan dalam perencanaan pendidikan, maka perencanaan
pendidikan dibedakan menjadi perencanaan rational dan perencanaan transaksional. Perencanaan
pendidikan rational atau systematic planning, yaitu perencanaan pendidikan yang memilih jaringan yang
kuat untuk menghubungkan antara perencanaan dengan implementasi dari perencanaan dalam satu
program.

11. Perencanaan Strategik dan Koordinatif

R.G. Mundick membagi perencanaan pendidikan dalam dua jenis, yaitu perencanaan strategik dan
perencanaan koordinatif. Perencanaan strategik, adalah perencanaan yang lebih general dengan jangka
waktu yang relatif panjang dengan mempertimbangkan berbagai kompleksitas pada suatu sistem.
Perencanaan koordinatif, yaitu perencanaan yang bertujuan untuk mengarahkan jalannya pelaksanaan,
sehingga tujuan yang akan dicapai dapat dicapai secara efektif dan efisien.

12. Perencanaan Strategis, Taktis, dan Teknis

Sementara itu, D. Cleland & W.R. King (1975) mengategorikan perencanaan pendidikan ke dalam tega
jenis yaitu perencanaan strategis, perencanaan taktis, dan perencanaan teknis.

a. Perencanaan strategis, yaitu berbagai upaya untuk mempersiapkan seperangkat keputusan di


masa depan yang memengaruhi keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi.

b. Perencanaan Taktis, yaitu upaya dalam mempersiapkan berbagai keputusan untuk kegiatan-
kegiatanjangka pendek terutama dalam mengalokasi berbagai sumber yang saling diperlukan dalam
pencapaian tujuan.

c. Perencanaan teknis, yaitu upaya untuk mempersiapkan berbagai keputusan untuk dilaksanakan,
terutama dalam jangka waktu yang pendek dan untuk pelaksanaan tugas-tugas yang spesifik dalam
rangka pencapaian tujuan yang sudah ditentukan.

Dari berbagai penjelasan para ahli tentang jenis-jenis perencanaan pendidikan, dapat disimpulkan
bahwa jenis perencanaan pendidikan merupakan suatu upaya untuk membuat batasan tentang wujud
perencanaan ditijau dari sudut yang berbeda-beda. Karena sudut pandang yang digunakan berbeda-
beda, maka benda yang sama didefinisikan secara berbeda-beda pula. Dengan demikian, dalam
perencanaan pendidikan terdapat berbagai jenis perencanaan, seperti perencanaan pendidikan makro,
meso, mikro; perencanaan pendidikan nasional, regional, lokal; perencanaan pendidikan tingkat pusat,
tingkat wilayah, tingkat institusional; perencanaan jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek;
dan lain-lain, yang kadang-kadang terkesan terjadi duplikasi pengertian dari beberapa rumusan
pengelompokan yang dikemukakakn di atas.
Diposting 6th November 2016 oleh Qomar Nick

0 Tambahkan komentar

OCT

20

Makalah Akhlak Tercela

AKHLAK TERCELA

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu : Drs. H. Soeparyo, M.Ag.

Oleh

Kelompok 11

Sairoh (1403056012)

Qomar Abdur Rohman (1403066060)

Hidayatul Fajriyah (1403076063)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2016

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak Tercela adalah perbuatan/perilaku yang tidak Diridhoi oleh Allah SWT. Seseorang yang
berbohong, sombong, pamer, menyiksa, menyakiti dan berbagai bentuk ketidakadilan seperti menindas,
mengambil hak orang lain dengan paksa dan lain-lain. Itu semua adalah perbuatan tercela. Sungguh
moral manusia sudah sangat rusak akibat akhlak-akhlak tercela tersebut. Seseorang tidak akan
mendapatkan kebahagiaan, jika ia selalu melakukan perilaku-perilaku tercela. Baik ketika di dunia
maupun di akhirat. Kebahagiaan yang diperoleh dari perilaku tercela tersebut hanya bersifat sementara.
Dan akan mendapat kesedihan dan penyesalan yang tak ada hentinya.

Disisi lain, Al-Qur’an juga mengemukakan dan memberi peringatan tentang akhlak-akhlak tercela yang
dapat merusak iman seseorang dan pada akhirnya akan merusak dirinya serta kehidupan masyarakat.
Seperti akhlak buruk kaum Quraisy dahulu untuk memojokkan kebenaran yang disampaikan Rasulullah
sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Quraisy seperti Abu jalal, Walid bin mugirah, Akhnas bin
syariq, Aswad bin abdi Yaquts. Oleh karena itu, iman merupakan suatu pengakuan terhadap kebenaran
dan harus dipelihara serta di tingkat kan kualitas nya melalui sikap dan perilaku terpuji.

Sifat terpuji dan tercela yang tertanam dalam diri manusia selalu berdampingan dan terlihat dalam
perilaku sehari-hari. Apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan, maka terpujilah sikap orang
tersebut. Sebaliknya, apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan atau kejahatan, maka tercelalah
sikap orang tersebut. Sifat tercela sangat dilarang oleh Allah SWT dan harus dihindari dalam pergaulan
sehari-hari karena akan merugikan diri sendiri maupun orang lain.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian akhlak tercela?

2. Apa macam-macam akhlak tercela dan bahaya bagi kehidupan manusia serta cara mengobatinya?
C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian akhlak tercela.

2. Mengetahui macam-macam dan bahaya bagi kehidupan manusia serta cara mengobatinya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Tercela

Menurut bahasa akhlak merupakan tingkah laku, tabiat atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah
merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur
prilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir. Pada dasarnya akhlak sudah melekat pada
diri seseorang yang berasal dari prilaku serta perbuatan. Nah, jika perilaku yang ditunjukan buruk maka
otomatis akhlak tersebut bisa dikatakan akhlak buruk. Sedangkan jika yang ditampilkan baik, maka
otomatis akhlak tersebut baik.

Akhlak buruk atau tercela merupakan suatu sikap atau perbuatan jelek yang dilarang oleh agama.
Karena pada dasarnya agama mengajarkan kita untuk selalu bersikap baik terutama menjaga perilaku
serta perbuatan yang akan kita lakukan. Dengan berlandaskan agama maka sifat tercela ini sebenarnya
bisa dicegah karena ancaman serta sangsi yang akan didapatkan dalam waktu cepat maupun
dikehidupan selanjutnya. Akhlak tercela ini merupakan cerminan bahwa seseorang tersebut mempunyai
prilaku yang kurang baik, hal tersebut bisa saja disebabkan karena kita mulai jauh pada aturan – aturan
agama.

B. Macam-macam dan bahaya bagi kehidupan manusia serta cara mengobatinya.

1. Hasad

Menurut sebagian besar ulama hasad (dengki atau iri hati) merupakan akar dari semua penyakit hati.
Karena sifat ini merupakan manifestasi dosa pertama serta penyebab pertama ketidakpatuhan terhadap
Allah. Sebagaimana sifat setan yang tidak mau mematuhi perintah Allah untuk memberi hormat kepada
Nabi Adam As karena ia merasa iri hati terhadap Nabi Adam yang dipilih Allah untuk menjadi wakil-Nya
di bumi. Oleh karena itu, setan selalu menebarkan (hasid atau hasud) rasa iri hati dalam diri manusia
agar menyandang sifat yang sama dengannya.[1]

Pada dasarnya Hasad merupakan akibat dari dendam, dan dendam merupakan akibat dari kemarahan
dan kebencian terhadap apa yang dlihatnya (tentang kondisi kebaikan keadaan yang dicemburui).
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah RA:

َ ‫سنَاتُ يَأْكلُ ْال َح‬


ُ‫سد‬ َ ‫ب النَّارُ ت َأْكلُ َك َما ْال َح‬ َ ‫ْال َح‬
َُ ‫ط‬
“Hasad menghapus kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”

Pada hakikatnya hasad adalah membenci kenikmatan Allah kepada saudaranya, akan tetapi tentang
hasad ini dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada
saudaranya dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang dari-nya. Ini merupakan hasad yang paling
tercela. Contoh hasad semacam ini terdapat dalam firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 109:

¨Šur ׎•ÏVŸ2 ïÆÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# öqs9 Nä3tRr–Šã•tƒ .`ÏiB ω


÷èt/ öNä3ÏZ»yJƒ Î) #·‘ $¤ÿä.
#Y‰|¡ym ô`ÏiB ω
YÏã OÎgÅ¡àÿRr& .`ÏiB ω÷èt/ $tB tû¨üt6s? ãNßgs9 ‘ ,ysø9$# ( (#qàÿôã$$sù (#qßsxÿô¹$#ur
4Ó®Lym u’ ÎAù'tƒ ª!$# ÿ¾ÍnÍ•öDr'Î/ 3 ¨bÎ) ©!$# 4’ n?tã Èe@à2 &äóÓx« Ö•ƒ ω s% ÇÊÉÒÈ

“sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Ayat diatas mengabarkan bahwa keinginan mereka agar hilang kenikmatan iman merupakan hasad.

Kedua, seseorang yang membenci kenikmatan yang Allah bagi pada saudaranya dan tidak ada keinginan
nikmat itu hilang darinya tetapi ia menginginkan sebagaimana yang ada pada saudaranya. Hal semacam
ini disebut dengan ghibthah.[2] terkadang untuk hasad jenis kedua ini disebut dengan al-munafasah
(berlomba), berlomba dalam permasalahan yang disenangi untuk mendapatkan dan memilikinya. Akan
tetapi munafasah ini tidak mutlak tercela, bahkan terpuji bila dalam kebaikan.[3] Mengenai jenis yang
kedua ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya QS An-Nisa’ ayat 32:

Ÿwur (#öq¨YyJtGs? $tB Ÿ@ž Òsù ª!$# ¾ÏmÎ/ öNä3ŸÒ÷èt/ 4’ n?tã <Ù÷èt/ 4 ÉA%y`Ìh•=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB
(#qç6|¡oKò2$# ( Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $®ÿÊeE tû÷ù|¡tGø.$# 4 (#qè=t«ó™ur ©!$# `ÏB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ¨bÎ)
©!$# š c%Ÿ2 Èe@ä3Î/ >äó_x« $VJŠÎ=tã ÇÌËÈ

“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih
banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Yang dimaksud dengan ayat diatas adalah larangan terhadap keinginan berpindahnya kenikmatan itu
kepadanya. Adapun berharap agar Allah memberikan kenikmatan seperti itu kepadanya tidaklah tercela
jika dalam urusan agama. [4]

Dalam kitab Durratun Nasihin disebutkan bahwa bahaya yang ditimbulkan dari rasa dengki atau hasad
ini ada delapan macam, yaitu:
a) Merusak ketaatan.

b) Menjuruskan kepada perbuatan maksiat, karena hasad tidak lepas dari bohong, caci maki, fitnah,
dan ghibah. Hal ini diperkuat oleh Tha’labah:

ُ ُ‫سد ْوا لَ ُْم َما ب َخيْرُ النَّاسُ يَزَ ال‬


َ‫ل‬ َ ‫يَت َ َحا‬

“Manusia akan tetap dalam kebaikan selagi mereka tidak saling dengki satu sama lain.”

c) Meniadakan syafa’at, seperti sabda Nabi Saw:

َ ‫سدُ مني لَي‬


ُ‫ْس‬ َ ‫لَ ذ ْو َح‬
ُ ‫لَ ذ ْونَم ْي َمةُ َو‬ ُ ‫م ْنهُ أَنَا َو‬
ُ ‫لَ ذ ْو َك َهانَةُ َو‬

“Bukanlah termasuk umatku orang yang mempunyai sifat dengki, suka adu domba, mempunyai ilmu
kedukunan dan aku pun tidak termasuk mereka.”

d) Masuk kedalam neraka

e) Menyebabkan suka menggoda/mengganggu orang lain.

f) Mengakibatkan rasa letih dan takut yang tidak ada gunanya bahkan selalu dibarengi dengan
perbuatan dosa dan maksiat.

g) Meyebabkan buta hati, dimana ia tidak dapat menerima dan memahami hukum-hukum Allah
dengan baik.

h) Menyebabkan kegagalan yang pada akhirnya tidak bisa mencapai apa yang menjadi maksudnya
dan selalu dikalahkan oleh lawannya.[5]

Menurut Imam Mawlud sebagaimana yang dikutip oleh Hamza Yusuf, ada beberapa cara untuk
mengobati penyakit iri hati, yaitu: 1) melawan hawa nafsu yang dapat menarik seseorang dari
kebenaran dengan cara melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi objek iri hati, 2) menyadari dengan
sungguh-sungguh bahwa iri hati tidak akan pernah memberikan manfaat bagi pelakunya, 3) menyadari
bahwa apa yang seseorang peroleh sesungguhnya dari Allah dan juga akan kembali kepada-Nya, 4)
Taqwa, memiliki perasaan takut terhadap Allah dan iman yang tinggi sehingga dapat menjauhkan
seseorang terhadap dugaan-dugaan yang salah atas ketidaksesuaian karunia.[6]

2. Riya’

Riya’ itu berasal dari kata ru’yah yang berarti melihat. Menurut imam Ghazali riya’ asalnya mencari
kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Riya’
merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakukan ritual ibadahnya hanya untuk memperoleh
tempat dihati orang lain. Sifat seperti ini termasuk salah satu bentuk kesyirikan yang dibenci oleh Allah
SWT. Hal itu ditunjukkan dalam firman-Nya QS. Al-Ma’un ayat 4-6:
×@÷ƒ uqsù š ú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y™ ÇÎÈ tûïÏ%©!$# öNèd
š crâä!#t•ãƒ ÇÏÈ

“Maka celakalah orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya yang berbuat
riya.”

Rasulullah Saw mengibaratkan perilaku seperti ini sebagai “syirik kecil.” Sebagaimana sabda beliau, “Aku
tidak khawatir seandainya kalian akan menyembah matahari, bintang-bintang, bulan. Namun, aku lebih
khawatir kalian beibadah bukan karena Allah, melainkan karena riya’.”[7]

Akar sumber riya’ adalah keinginan, yakni menginginkan sesuatu dari sebuah sumber selain Allah (yaitu
Manusia). Misalnya, keinginan untuk selalu dipuji, pandangan masyarakat akan kebaikannya,
kedudukannya, dan lain-lain. Adapun yang menjadi tanda-tanda riya’ menurut Imam Mawlud adalah:

a. Malas dan kurang melakukan sesuatu yang semata-mata karena Allah swt. Misalnya, ketika
berada di rumah tidak ada rasa keinginan untuk membaca al-Qur’an, namun ketika banyak orang seperti
di masjid ia membaca al-Qur’an dengan suara yang merdu.

b. Meningkatkan perilaku-perilaku ketika dipuji dan menurunkannya ketika tidak ada pujian.[8]

Riya’ biasanya dikenal dengan sikap menampakkan ibadah atau ketaatan di hadapan orang banyak.
Namun, ada juga riya’ yang sifatnya tersembunyi, yaitu sikap ketika seseorang menghindari riya’ tetapi
justru melakukannya untuk riya’. Misalnya, seseorang sengaja menghindari khalayak agar tidak disangka
riya’. Kemudian ia sengaja berkhalwat dan menyendiri. Namun, di balik semua itu, ia justru ingin dilihat
dan dipuji oleh orang lain. Disanalah terdapat riya’ yang tersembunyi.[9]

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit riya’ dapat menghancurkan pahala seseorang dan
merupakan sebab dari kemurkaan Allah. Riya’ juga merupakan salah satu perbuatan dosa besar. Oleh
karena itu sesorang harus bersaha untuk menghilangkan penyakit ini dari dalam hatinya. Cara untuk
menghindari perbuatan seperti ini seseorang yang beriman harus menyadari bahwa sesungguhnya Allah
adalah dzat yang paling layak untuk dipuji. Semestinya kita harus merasa malu ketika dipuji karena Dia
yang menganugerahkan karunia yang besar sehingga aib seorang hamba tertutup dan kebaikannya
tampak dimata manusia. Jika saja Allah menampakkan aib tersebut walau hanya kecil saja, maka tidak
akan ada orang yang yang mau memuji. Sehingga dengan begitu kita dapat memurnikan dari perburuan
yang sia-sia dan riya’.[10] Adapun cara untuk menyembuhkan penyakit seperti ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:

a. Melepaskan penyakit riya’ sampai akar-akarnya, yaitu cinta kedudukan dan jabatan.

b. Mencegah akibat-akibat buruk yang muncul dari penyakit riya’ ketika beribadah.[11]
3. Hubbud Dunya

Hubbud Dunya adalah cinta dunia yang berlebihan, merupakan induk segala kesalahan (maksiat) serta
perusak agama. Yaitu mencintai kehidupan dunia dan melalaikan kehidupan akhirat.

Penyakit inilah yang menyebabkan seorang muslim menjadi lemah. Sehingga musuh-musuh dengan
leluasa menebar rasa takut dan sifat pengecut dalam dirinya, syaitan-syaitan (manusia dan jin) dengan
mudah menyesatkannya. Sementara orang-orang kafir dan musuh Islam lainnya memandangnya dengan
sebelah mata. Mencintai dunia akan mengakibatkan banyak melakukan kesalahan dan dosa ketika hidup
di dunia.

Firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid ayat 20

(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4qu‹ ysø9$# $u‹ ÷R‘ ‰ 9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZƒ Ηur 7•äz$xÿs?ur öNä3oY÷•t/
Ö•èO%s3s?ur ’ Îû ÉAºuqøBF{$# ω »s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]ø‹ xî |=yfôãr& u‘ $¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR
§NèO ßk‹ Íku‰çm1uŽtIsù #v•xÿóÁãB §NèO ãbqä3tƒ $VJ»sÜãm ( ’ Îûur Íot•ÅzFy$# Ò>#x‹ tã Ó‰ ƒ ω

×ot•ÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍ‘ ur 4 $tBur äo4qu‹ ysø9$# !$u‹ ÷R‘ $!$# ž wÎ) ßì»tFtB Í‘ rã•äóø9$# ÇËÉÈ

“ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu”.

Adapun obat untuk menghindari dari perbuatan Hubbud Dunya yaitu : Nabi kita Muhammad Saw. telah
memberikan wasiatnya, yang merupakan formula bagi jenis penyakit tersebut. Rasulullah Saw. Bersabda
:

َ ‫ل عنه هللا رضي ه َري َْرُة َ أَبى‬


ُ‫ع ْن‬ َُ ‫ل قَا‬ َُّ -‫ْال َم ْوتَُ يَ ْعنى اللَّذَّاتُ هَاذمُ ذ ْك َُر أ َ ْكثروا وسلم عليه هللا صلى‬
َُ ‫َللا َرسولُ قَا‬

Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Perbanyaklah oleh kalian
mengingat penghancur segala kelezatan, yaitu kematian.” (HR. An-Nasaa’i No. 1824, Tirmidzi No. 2307
dan Ibnu Majah No. 4258 dan Ahmad)

4. Sum’ah
Secara bahasa sum’ah adalah diperdengarkan kepada orang lain, adapun secara istilah yaitu beribadah
dengan benar dan ikhlas karena Allah, kemudian menceritakan amal perbuatannya kepada orang
lain[12]. Adapun Sum’ah mempunyai hubungan erat sekali dengan riya’, bahkan tergolong sama. Akan
tetapi terdapat perbedaan antara keduanya, Perbedaan antara riya’ dan sum’ah menurut Al-Hafizh
yaitu: riya’ adalah memperlihatkan amal dan perbuatan dengan maksud mendapatkan pujian seperti
shalat, adapun sum’ah merupakan amalan yang diperdengarkan kemudian menceritakan perbuatannya
(sudah dikerjakan dengan penuh keikhlasan, namun pada akhirnya mengharapkan pujian yang sifatnya
duniawi).

Perbedaan riya’dan sum’ah ialah: Riya’ berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain,
sedangkan sum’ah beramal supaya diperdengarkan kepada orang lain, Riya’ berkaitan dengan indra
mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga[13]. Kata sum’ah berasal dari kata samma’a
(memperdengarkan). Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan
amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.[14]

Dalam Al-Qur’an Allah telah mengingatkan kepada kita mengenai sifat sum’ah dan riya’ ini dalam QS. Al-
Baqarah : 264

$yg•ƒ r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=ÏÜö7è? Nä3ÏG»s%y‰


|¹ Çd`yJø9$$Î/ 3“sŒF{$#ur “É‹ ©9$%x.
ß,ÏÿYム¼ã&s!$tB uä!$s•Í‘ Ĩ$¨Z9$#

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia...”

5. Ujub

Ujub merupakan sifat tercela dimana seseorang membanggakan diri sendiri karena merasa memiliki
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Seperti ujubnya orang alim yang merasa dirinya
telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu, perbuatan, dan akhlak. Orang yang menyandang sifat ini
biasanya ia melupakan bahwa nikmat yang ia peroleh adalah pemberian dari Allah melainkan dari
usahanya sendiri.[15] Sifat ujub selalu diikuti dengan idlal (mengharap balasan). Oleh karena itu, setiap
orang yang melakukan idlal pasti ia memiliki sifat ujub. Akan tetapi, tidak semua orang yang ujub
melakukan idlal. Orang yang memiliki sifat ini sangat dibenci oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya:

ô‰s)s9 ãNà2uŽ|ÇtR ª!$# ’ Îû z`ÏÛ#uqtB ;ouŽ•ÏWŸ2 tPöqtƒ ur Aû÷üuZãm øŒÎ) öNà6÷Gt6yfôãr&


öNà6è?uŽøYx. öNn=sù Ç`øóè? öNà6Ztã $\«ø‹ x© ôMs%$|Êur ãNà6ø‹ n=tæ Ùßö‘ F{$# $yJÎ/ ôMt6ãmu‘
§NèO NçGøŠ©9ur š úïÌ•Î/ô‰ •B ÇËÎÈ

Artinya: ” .....dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya
jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun....” (Qs. At-
Taubah:25)

Ÿwur `ãYôJs? çŽÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ


Artinya: “Janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (Qs. Al-
Muddatstsir: 6)

(#qãZÏBr'sùr& t•ò6tB «!$# 4 Ÿxsù ß`tBù'tƒ t•ò6tB «!$# ž wÎ) ãPöqs)ø9$# tbrçŽÅ£»y‚ ø9$# ÇÒÒÈ

“Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman
dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”.

Bahkan Rasululullah Saw juga bersabda:

َ ‫م‬، ‫مت َّ َبعُ َوه ًَوى‬، ُ‫طا َبرى رواه( بنَ ْفسهُ ْال َم ْرءُ َوإ ْع َجاب‬
ُ‫م ْهلكَاتُ ثَالَث‬: ُ‫طاعُ شح‬ َ ‫)ال‬

“Tiga perkara yang membawa kepada kehancuran: pelit, mengikuti hawa nafsu, dan suka
membanggakan diri.” (Ath-Thabari, hadits hasan)

Ujub membawa pengaruh negatif yang sangat banyak, ia dapat mengahantarkan ke arah
kesombongan. Di hadapan Allah, orang yang memiliki sifat ujub menyebabkan ia menjadi lupa dan
meemehkan dosa-dosanya karena merasa telah melakukan ibadah yang sempurna sehingga
beranggapan dosa yang dilakukan tidak ada apa-apanya dengan ibadah yang telah dilakukan. Ujub dapat
mengakibatkan seseorang lupa bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah sehingg menjadikannya
kufur nikmat.[16]

Adapun untuk mengobati penyakit ujub seseorang harus menyadari bahwa kenikmatan yang ia peroleh
adalah dari Allah yang merupakan buah dari cinta dan ibadah bukan karena ia berhak menerimanya dan
Allah wajib melakukannya. Kemudiancara yang lainnya harus selalu menanamkan ketakuak akan
hilangnya nikmat itu akibat tindakan ujub yang dilakukan.[17]

6. Takabur

Takabur atau sombong secara bahasa artinya membesarkan diri atau menganggap dirinya lebih dari
orang lain. Pengertian takabur secara istilah adalah suatu sikap mental yang memandang rendah
terhadap orang lain, sementara ia memandang tinggi dan mulia terhadap dirinya sendiri.[18] Sifat
takabur merupakan sifat yang dimiliki oleh Iblis. Sifat inilah yang menyebabkan iblis diusir dari surga dan
diturunkan derajatnya hingga menjadi makhluk yang sangat rendah. Sifat takabur Iblis terlihat ketika ia
menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam a.s. Penolakan Iblis ini disebabkan ia merasa
dirinya lebih tinggi dan mulia daripada Nabi Adam a.s. ”Aku diciptakan dari api, sedangkan Adam
diciptakan dari tanah. Mengapa aku harus sujud kepada makhluk yang lebih rendah daripadaku?”
sumbar Iblis dengan congkak. Oleh karena kesombongannya, akhirnya Iblis diusir Allah dan direndahkan
derajatnya.
Takabur menurut penjelasan Rasulullah adalah himpunan dari dua sifat yaitu menolak kebenaran dan
merendahkan orang lain, sebagaimana sabdanya, ”Takabur adalah (sifat) orang yang
mengingkari/menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (H.R. Abu Daud dan Hakim)

Dari pengertian takabur di atas dapat kita temukan ciri-ciri orang yang takabur, sebagai berikut.

a. Suka memuji diri dan membanggakan kemuliaan diri, harta, ilmu, keturunan dan lain sebagainya.

b. Meremehkan orang lain.

c. Suka mencela dan mengkritik orang lain dengan kritik yang menjatuhkan.

d. Memalingkan muka ketika bertemu dengan orang lain.

e. Berlagak dalam berbicara.

f. Pemboros dalam harta benda.

g. Berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berhias.

Takabur merupakan salah satu akhlak yang tercela. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan
tentang keburukan sifat takabur tersebut, antara lain pada Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah al-A‘raf
[7]: 146

ß$ÎŽñÀr'y™ô`tã zÓÉL»tƒ #uä tûïÏ%©!$# š cr㕬6s3tGtƒ ’ Îû ÇÚö‘ F{$# ÎŽö•tóÎ/ Èd,ysø9$# bÎ)ur (#÷rt•tƒ
¨@à2 7ptƒ #uä ž w (#qãZÏB÷sム$pkÍ5 bÎ)ur (#÷rt•tƒ Ÿ@‹ Î6y™ ω
ô©”•9$# Ÿw çnrä‹ Ï‚ -Gtƒ Wx‹ Î6y™ bÎ)ur
(#÷rt•tƒ Ÿ@‹ Î6y™ÄcÓxöø9$# çnrä‹ Ï‚ -Gtƒ Wx‹ Î6y™4 y7Ï9ºsŒöNåk¨Xr'Î/ (#qç/¤‹ x. $uZÏG»tƒ $t«Î/
(#qçR%x.ur $pk÷]tã tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÍÏÈ

Artinya : Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan
yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak
beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang
demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.

Takabur dapat dibagi menjadi dua, yaitu takabur lahir dan batin.

1) Takabur lahir, yaitu perbuatan yang dilakukan dan ditunjukkan oleh anggota badan, seperti gerak
gerik tubuh, raut muka, dan tutur kata.

2) Takabur batin, yaitu sifat dalam jiwa yang tidak terlihat. Takabur batin dilakukan oleh hati dan
perasaan yang menganggap diri lebih tinggi dan menganggap orang lain lebih rendah.
Kedua jenis takabur ini sama-sama berbahaya dan bisa menyebabkan pelakunya terjerumus api neraka.
Oleh karena itu, kita harus menjauhi kedua jenis takabur ini dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa
demikian? Di antara bahaya dari sifat takabur antara lain sebagai berikut.

a. Merusak pergaulan manusia, merenggangkan hubungan silaturahmi dan menghalangi kasih


sayang serta sikap tolongmenolong. Orang yang sombong pasti dibenci orang lain karena
kesombongannya. Mereka akan segan berhubungan dengan dia. Hal ini berarti mengurangi pergaulan.

b. Menumbuhkan permusuhan karena orang yang takabur dalam berteman selalu membeda-
bedakan dan mendiskriminasikan orang atau kelompok lain yang tidak sederajat dengan diri atau
kelompoknya.

c. Sifat takabur akan menumbuhkan sifat-sifat buruk lainnya, seperti dengki kepada orang lain,
pemarah, pembohong, khianat, dan sebagainya. Orang yang takabur tidak segansegan menggunakan
sifat-sifat buruk tersebut demi mempertahankan kemuliaannya.

d. Sifat takabur akan menjadikan orang tidak berkembang dan beku. Oleh karena usaha-usaha
melakukan perbaikan terhadap dirinya tidak ada, orang yang takabur beranggapan bahwa dirinya sudah
baik, hebat, terhormat, mulia, istimewa, dan sempurna.

e. Sifat takabur menjadi penghalang masuk surga karena menghalangi manusia berakhlak mulia
yang merupakan pintu surga.

f. Sifat takabur (sombong) mengakibatkan pemiliknya tidak mempunyai perasaan untuk mencintai
dan menyayangi sesama saudara yang mukmin sebagaimana mencintai atau menyayangi dirinya sendiri.

g. Orang yang takabur akan dimasukkan ke dalam neraka dan mendapatkan hukuman yang sangat
berat karena yang berhak sombong hanyalah Allah. Sombong adalah selendang Allah. Barangsiapa yang
berani memakai selendang-Nya, Allah akan murka dan menjatuhkan hukuman yang berat kepadanya.

h. Orang yang takabur akan lupa diri, siapa dirinya, dari mana, dan hendak ke mana dia sebenarnya.

Dengan memperhatikan beberapa bahaya di depan dapat kita simpulkan bahwa sifat takabur tidak
hanya membahayakan diri kita sendiri, tetapi juga orang lain. Orang yang bersifat takabur menjadi hina
di hadapan Allah. Demikian pula di hadapan orang lain, justru akan dicampakkan. Seseorang yang
menjauhi sifat takabur dengan sendirinya harus berusaha bersifat rendah hati/tawadu. Dengan dia
memilih bersikap rendah hati, justru akan menguntungkan dirinya sendiri dan menumbuhkan
kenyamanan bagi orang lain.

7. Itba’ul Hawa

Secara bahasa Itba’ al-Hawa berarti mengikut hawa nafsu, sedang secara istilah yaitu orang yang lebih
mengikuti jeleknya hati yang telah diharamkan oleh hukum syariat, itulah orang yang selalu mengikut
hawa nafsu.
Dari definisi diatas dapat kita fahami bahwa itba’ al-hawa berarti mengikuti hawa nafsu untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang hukum syara’, berbuat hal-hal yang dilarang agama.
Dengan demikian, itba’ al-hawa merupakan pangkal perbuatan maksiat, sumber malapetaka dan
kemungkaran. Orang yang bersikap demikian akan tersesat dari jalan Allah dan dikenai siksa di akhirat
kelak. Oleh karena itu, hawa nafsu harus dikekang dan dikendalikan agar manusia dapat meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT.

Hawa nafsu menjalar pada diri seseorang laksana sebuah penyakit yang sangat ganas, bahkan lebih
berbahaya dari virus (rabies)nya seekor anjing. Hawa nafsu lebih berbahaya karena tidak disadari oleh
pengidapnya, tetapi ia lebih mematikan. Jika rabies dapat membinasakan jasad manusia(jasmani), maka
hawa nafsu bisa menghancurkan jiwanya (rohani). Sehingga hatinya pun mati dan gelap gulita, dan pada
akhirnya dia tidak lagi mampu menerima petunjuk dari Allah SWT.

Mengikuti hawa nafsu, orang yang lebih mengikuti jeleknya hati yang diharamkan oleh hukum syari’at.
(As-Sad: 26)

ߊ¼ãr#y‰ »tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ Zpxÿ‹ Î=yz ’ Îû ÇÚö‘ F{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur
ÆìÎ7®Ks? 3“uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@‹ Î6y™«!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq•=ÅÒtƒ `tã È@‹ Î6y™«!$#
öNßgs9 Ò>#x‹ tã 7‰ ƒ ω
x© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ

” Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga telah menegaskan bahwa hawa nafsu merupakan bahaya laten bagi
orang-orang yang berilmu, karena mereka bisa saja menjadi sesat walaupun berilmu. Sebabnya tak lain
adalah karena mengikuti hawa nafsu. Sehingga ilmu yang turun dari Allah tak mampu membuatnya
teguh di atas jalan Allah, seperti dalam Surah Al-Jatsiyah ayat 23 Allah berfirman:

|M÷ƒ uät•sùr& Ç`tB x‹ sƒ ªB$# ¼çmyg»s9Î) çm1uqyd ã&©#|Êr&ur ª!$# 4’ n?tã 5Où=Ïæ tLsêyzur 4’ n?tã
¾ÏmÏèøÿxœ¾ÏmÎ7ù=s%ur Ÿ@yèy_ur 4’ n?tã ¾ÍnÎŽ|Çt/ Zouq»t±Ïî `yJsù Ïmƒ ωöku‰.`ÏB ω
÷èt/ «!$# 4
Ÿxsùr& tbrã•©.x‹ s? ÇËÌÈ

Artinya :“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk
sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Imam Al-Ghazali membagi nafsu kepada empat bagian, yaitu:

a. Keserakahan nafsu terhadap harta benda.


Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah maka kewajiban baginya untuk selalu mensyukuri segala
nikmat-Nya. Jika engkau menjadi orang kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan,
manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu untuk memakmurkan rakyat, bukan memanfaatkan kuasa
untuk mengumpul harta benda sampai tidak habis dimakan tujuh keturunan.

b. Nafsu amarah akan membakar dan membutakan hati.

Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang ada dalam diri sendiri dengan berusaha
selalu bersabar dalam menghadapi kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap lapang dada, suka
memaafkan dan bermurah hati. Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah bagi mereka yang mampu
memaafkan kesalahan (kezaliman) orang lain terhadap diri kita.

Sebagaimana pesan rasul SAW: Ingat 2 perkara dan lupakan 2 perkara, yaitu:

Ingat kebaikan orang lain pada kita, dan ingat kezaliman kita pada orang lain, serta lupakan kebaikan kita
pada orang, dan lupakan kezaliman orang lain pada kita, insya allah kita menjadi pribadi muslim yang
sejati.

c. Kesenangan duniawi mendorong nafsu.

Kesenangan duniawi merupakan racun pembunuh yang mengalir dalam urat. Manusia selalu diingatkan
agar tidak terjerumus akan kesenangan duniawi, karena hal itu akan mendorong nafsu menjadi liar.
Orang berlumba mengejar kuasa, tanpa memeperdulikan kaedah yang di ajarkan agama, apalagi norma-
norma pekerjaan yang sebenarnya, yang terpenting ia dapat memperoleh kekuasaan walau dengan cara
apapun.

d. Nafsu syahwat.

Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan menggoda manusia di dunia ini melalui berbagai cara.
Dan yang paling berbahaya ialah harta, wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah memasang
perangkap godaannya, tidak sedikit manusia yang hancur dan rusak kehidupannya karena mencari
kesenangan dunia semata.[19]

Adapun cara untuk menghindari/mengobati nafsu jahat ini adalah :

Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-
sifat mazmumah itu seperti cinta dunia, tamak, sum'ah, riya', ujub, gila pangkat dan harta, hasud, iri
hati, dendam, sombong dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan.
Kalau kita malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau
kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.

Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak
meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah highway (jalan tol) atau jalan bebas hambatan untuk
syaitan. Kalau nafsu dibiarkan akan membesar, maka semakin luaslah highway syaitan. Kalaulah nafsu
dapat diperangi, maka tertutuplah jalan syaitan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita.Tutuplah jalan
mereka (syaitan) dengan perbuatan-perbuatan yang baik yang diridhoi Allah SWT.

Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat.

ُ‫س إ َّن‬ َ ‫لَّ بالس ُّْوءُ ََل َ َّم‬


َُ ‫ارةُ النَّ ْف‬ ُ ‫ى َرح َُم َما إ‬
ُْ ‫َرب‬

“……., Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, …….”.

8. Ghibah

Mengumpat (ghibah) adalah kejahatan lidah yang terbesar. Menurut Al-Ghazali mengumpat adalah
mengatakan sesuatu (aib atau kekurangan) tentang orang lain yang kemungkinan besar akan menyakiti
perasaannya apabila ia mengetahuinya, meskipun apa yang diceritakan itu sungguh benar adanya.
kekurangan yang dibicarakan itu bisa terdapat pada badan, nasab, tabiat, ucapan, agama, maupun
urusan duniawi lainnya. Adapun membicarakan kekurangan atau aib seseorang yang tidak terdapat pada
diri orang tersebut dinamakan fitnah (buhtan).[20] Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

ُ‫ع ْن‬َ ‫ى ه َري َْرُة َ أَبى َو‬ َُ ‫َللا َرض‬ َُّ ُ‫ع ْنه‬ َُّ َ ‫ل أ‬
َ ‫ن‬ َُ ‫َللا َرس ْو‬
َُّ ‫صلى‬ َ ‫َللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ُ‫علَيْه‬ َُ ‫قَا‬: "َُ‫"الغ ْيبَة؟ َما أَت َ َدر ْون‬
َ ‫ل َو‬ ْ ‫ل‬ َُّ ُ‫أ َ ْعلَمُ َو َرس ْوله‬، ‫ل‬
َُ ‫قَا‬: ‫َللا‬ َُ ‫قَا‬: "َُ‫ب َما أَخَاكَُ ذ ْكرك‬
َُ ‫ق ْي‬: َُ‫ن أَفَ َرأَيْت‬
ُ‫ل "يَ ْك َره‬ ُْ ‫ل أَق ْول؟ َما أَخى فى كَانَُ إ‬ ُْ ‫مسْلمُ أ َ ْخ َر َجهُ "بَ َهتَّهُ فيْهُ يَك‬.
ُْ ‫ن لَ ُْم َوإ‬
ُْ ‫ن ا ْغت َ ْبت َهُ فَقَدُ ت َق ْولُ َما فيْهُ كَانَُ إ‬
َُ ‫قَا‬: ‫ن‬

Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian, apa itu ghibah?” Para
sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu kamu menuturkan tentang
saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai.” Seorag sahabat bertanya, “Bagaimana jika apa yang aku
tuturkan itu memang benar-benar ada padanya?” Beliau bersabda, “Jika apa yang kamu tuturkan itu
memanga ada padanya, maka berarti kamu telah berbuat ghibah terhadapnya. Dan jika tidak demikian,
berarti kamu telah membuat-buat kebohongan padanya.”[21]

Ghibah tidak hanya dapat dilakukan dengan lisan saja namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau
isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran, dan sebagainya. Karena pada intinya semuanya
itu memiliki arti memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Adapun macam dan bentuk
ghibah yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya’. Misalnya, dengan mengatakan “Saya
berlindung kepada Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu seperti ini, semoga Allah menjagaku dari
perbuatan itu.” Ini mengandung maksud bahwa ia mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang
lain namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya.

Megatakan keburukan orang tertentu memang tidak salah jika ini dilakukan untuk maksud yang baik,
yaitu:

a) Untuk mencari keadilan atau bantuan seseorang yang berwewenang.


b) Untuk menghilangkan kejahatan dengan memberitahukan orang-orang yang dapat
menghapuskannya.

c) Untuk minta pendapat hukum (nasihat) dari seorang hakim.

d) Untuk memperingatkan atau menasihati kaum muslimin. Misalnya jarh yang dilakukan para ulama
hadits.

e) Menyebut seseorang sesuai dengan sifat yang telah diumumkannya sendiri namun tidak boleh
menyebutkan aib-aib yang lain.

f) Menyebut seseorang dengan sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang. Namun hal ini tidak
diperbolehkan bila dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan seseorang.[22]

Penyebab seseorang yang melakukan ghibah adalah karena ada rasa dengki dan amarah yang dapat
memicu seseorang memiliki keinginan agar seseorang tertentu menjadi tidak dipercaya orang lain, dan
ia akan merasakan kepuasan apabila keinginannya itu terpenuhi. Seseorang yang telah melakukan
ghibah berarti ia telah melakukan dua kejahatan, yaitu kejahatan terhadap Allah swt karena melakukan
perbuatan yang dilarang oleh-Nya dan kejahatan terhadap hak manusia. oleh karena itu, apabila
seseorang melakukan ini harus bertaubat, menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk
tidak mengulanginya kembali. Kemudian selanjutnya yaitu dengan meminta maaf kepada orang yang
digunjingkannya atas perbuatannya apabila orang yang dibicarakannya itu telah mengetahuinya. Namun
apabila ia belum mengetahuinya maka hendaknya yang melakukan ghibah tersebut mendo’akannya
dengan kebaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadits:

َ ُ‫سعيْدُ َوأَبى َجابر‬


ُ‫ع ْن‬ َ َ‫ل‬
ُ ‫قَا‬: ‫ل‬ َُّ ‫صلَّى‬
َُ ‫َللا َرس ْولُ قَا‬ َ ‫َللا‬ َُّ ‫علَيْه‬ َ ‫سلَّم‬ َ ‫ن َو ْالغ ْي َب ُةَ إيَّاك ُْم‬
َ ‫و‬: َُّ ‫ش ُُّد ْالغ ْي َب ُةَ فَإ‬
َ َ ‫ل الزنَا منَُ أ‬
َُ ‫ْف لَهُ ق ْي‬ َُ ‫ن قَا‬
َُ ‫ل َكي‬ َُّ ‫ل إ‬ َّ ‫َو َيت ْوبُ َي ُْزنى‬
َُ ‫الرج‬
َُّ ُ‫علَيْه‬
‫َللا‬ َُّ ‫ب َوإ‬
َ ‫ن‬ َُ ‫صاح‬ ُ ُ‫صاح َبهُ لَهُ َي ْغف َُر َحتَّى لَهُ َي ْغفر‬
َ ُ‫لَ الغ ْي َبة‬ َ (‫)الدنيا ابي وابن وابوالشيخ والطبرنى البيهقي اخرجه‬

Dari Jabir dan Abu Sa’id mereka berkata, Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jauhilah olehmu sifat ghibah
karena ghibah itu lebih besar dosanya dari pada zina. Ditanyakan kepada Rasul “bagaimana bisa?”
Rasulullah menjawab: seorang laki-laki berzina kemudian bertaubat, Allah akan mengampuninya dan
orang yang mempunyai sifat ghibah, Allah tidak akan mengampuninya sehingga temannya mau
mengampuninya.

Hadits diatas menerangkan bahwa dosa ghibah tidak akan diampuni oleh Allah sebelum orang yang
dighibahkan mau mengampuninya.

Adapun untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan diobati ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan ilmu dan amal. Dimana dengan ilmu berarti mengetahui
pengaruh jahat mengumpat terhadap kehidupan dan menghapuskan penyebab mengumpat. Dan
dengan amal, bertujuan untuk menyelidiki kekurangan diri sendiri sehingga kita akan malu menyalahkan
orang lain tanpa melihat kekurangan diri sendiri.[23]
9. Namimah

Secara bahasa, Namimah berarti mengadu domba. Menurut Imam Zakaria Yahya bin Syarfin Nawawi
dalam kitab Riyadhus Shalihin, Namimah adalah merekayasa omongan untuk menghancurkan sesama
manusia. Namimah adalah mengadu domba antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar
mereka saling bermusuhan. Namimah termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam
kehidupan sehari-hari, karena namimah dapat menimbulkan permusuhan antar sesama umat.
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Qalam ayat 10-14:

Ÿwur ôìÏÜè? ¨@ä. 7$ž xym AûüÎg¨B ÇÊÉÈ :—$£Jyd ¥ä!$¤±¨B 5O‹ ÏJoYÎ/ ÇÊÊÈ 8í$¨Z¨B ÎŽö•y‚ ù=Ïj9
>‰tG÷èãB AOŠÏOr& ÇÊËÈ ¤e@çGãã y‰ ÷èt/ y7Ï9ºsŒAOŠÏRy—ÇÊÌÈ br& tb%x. #sŒ5A$tB tûüÏYt/ur ÇÊÍÈ

Artinya : “Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina (10) yang banyak
mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah (11) yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang
melampaui batas lagi banyak dosa (12) yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya (13)
karena Dia mempunyai (banyak) harta dan anak (14)

Orang yang mempunyai banyak anak dan harta lebih mudah Dia mendapat pengikut. tapi jika Dia
mempunyai sifat-sifat seperti tersebut pada ayat 10-13, tidaklah Dia dapat diikuti.

Bahkan dalam suatu hadits Nabi disebutkan bahwasanya orang yang melakukan namimah diancam tidak
akan masuk surga.

َ َ‫ل حذَ ْيفَ ُة‬


ُ‫ع ْن‬ َُ ‫ قَا‬: ‫ل‬ َُّ ‫صلَّى‬
َُ ‫َللا َرس ْولُ قَا‬ َ ‫َللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ُ‫علَيْه‬ ُ ُ‫)الشيخان اخرجه( نَ َمامُ ْال َجنَّ ُةَ يَدْخل‬
َ ‫لَ َو‬

Dari Hudzaifah r.a. ia mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang
mengadu domba (menebar fitnah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)[24]

Bentuk menyebarkan berita tentang perkataan atau perbuatan orang dikatakan namimah apabila dalam
kondisi untuk merusak, namun apabila tujuannya untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan
mencegah kemungkaran tidak dikatakan sebagai namimah. Akan tetapi, hukumnya dapat menjadi sunah
atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan kondisi tersebut. Misalnya, melaporkan pada
pemerintah tentang orang yang akan membuat kerusakan, orang yang akan menganiaya orang lain, dan
lain sebagainya.

Sama dengan akhlaq-akhlaq tercela lainnya, Namimah ini ditimbulkan karena adanya rasa dengki
terhadap seseorang sehingga menjadikan kita berlaku jahat atau tidak adil kepadanya. Oleh karena itu
untuk agar kita dapat terhindar dari perbuatan ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan:

1. Menyadari tentang bahaya yang ditimbulkan dari sifat namimah

2. Menyadari bahwa namimah merupakan perbuatan dosa


3. Menyadari bahwa diri kita juga tidak suka apabila diadu domba oleh orang lain

4. Menjaga lisan dari perkataan yang tidak berguna, yang karenanya dapat menyakiti dan mendzalimi
orang lain.[25]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut bahasa akhlak merupakan tingkah laku, tabiat atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah
merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur
prilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir.

Macam-macam dari akhlak tercela adalah banyak sekali seperti Hasad, Riya’, Hubbud Dunnya, Sum’ah,
Ujub, Takabur, Itbaul Hawa, Ghibah, Namimah dan masih banyak lagi. Aklak tercela diatas merupakan
suatu sikap/perbuatan jelek yang merugikan diri sendiri dan orang lain yang dilakukan jauh dari apa
yang dilarang agama dan tidak diridhoi oleh Allah SWT. Seseorang yang melakukan akhlak tercela akan
mendapat kesulitan baik di dunia maupun di akhirat. Kesenangan yang didapat dari akhlak tercela di
dunia hanyalah sementara.

Bahaya yang ditimbukan dari akhlak tercela adalah beragam, yaitu : Selalu bangga terhadap apa yang
telah dilakukan meskipun itu salah, memandang orang lain selalu salah, merugikan diri sendiri dan orang
lain, semakin dekat dengan syaitan, tidak akan mendapatkan ridha dari Allah SWT dan mendapat siksa di
akhirat nanti.

Adapun cara untuk menghindari/mengobati nafsu jahat ini adalah : Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan
liar sering disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti Hasad,
Riya’, Hubbud Dunnya, Sum’ah, Ujub, Takabur, Itbaul Hawa, Ghibah, Namimah dan lain-lain. Sifat-sifat
itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Semua akhlak tercela berawal dari nafsu jahat,
sedangkan nafsu jahat berasal dari godaan para syaitan. Maka, agar kita dapat terjauh dari akhlak
tercela adalah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kita selalu mendekatkan diri
kepada Allah maka kita akan selalu takut dengan murka Allah. Kita akan sadar bahwa Allah selalu
melihat perbuatan kita. Dengan begitu, kita akan merasa takut untuk melakukan perbuatan jelek. Selain
itu, kita juga harus ingat bahwa ajal seseorang tidak ada yang tau. Bayangkanlah bahwa ajal kita adalah
hari esok. Dengan begitu kita akan takut untuk melakukan perbuatan jelek. Dan beribadahlah dengan
khusyu’ seakan-akan kamu mati besok.

Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al Hijr : 99.


ُ‫ْاليَقينُ يَأْتيَكَُ َحتَّى َربَّكَُ َواعْب ْد‬

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).

B. Saran

Berdasarkan pembahasan mengenai akhlak-akhlak tercela, penulis memberi saran sebagai umat muslim
seharusnya memberikan perhatian penuh terhadap masalah pembersihan hati dari segala-segala
penyakit yang dapat menimbulkan perilaku atau perbuatan yang buruk, dimana keduanya merupakan
identitas dari akhlak yang tercela. Dengan begitu, apabila hati yang merupakan unsur utama tubuh itu
bersih maka insyaallah keadaan jiwa (Akhlak) mengikuti kebersihan hati yang kita miliki. Mengingat
begitu pentingnya akhlak dalam kehidupan yang dapat mengantarkan kedalam jalan yang baik dan
bermanfaat serta tidak merugikan orang lain.

Demikian makalah ini penulis buat, apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
makalah ini, penulis meminta maaf dikarenakan penulis hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari
kesalahan dan lupa. Oleh karena itu, untuk kesempurnaan dalam penulisan makalah ini penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan semoga dengan informasi
dalam makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. 2008. Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam;Terjemahan Irwan Kurniawan. Bandung: Mizan

Al-Ghozali, Imam. 2008. Mutiara Ihya’ Ulumuddin. Bandung: PT Mizan Pustaka

Al-Ghazali, Imam. 2013. Minhajul Abidin: Jalan Para Ahli Ibadah.Jakarta: Khatulistiwa
Al Khaubawiyyi,Usman Asy Syakir. 1985. Durratun Nasihin: Butir-butir Mutiara Hikmat; Alih bahasa oleh
Rosihin Abd.Gani. Semarang: Wicaksana

Ibnu Taimiyah. 2002. Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah.Jakarta: Hikmah

Bahreisy, Salim. 1987. Terjemah Riyadhus Shalihin II. Bandung: Alma Arif

Hawwa, Sa’id.2006. Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais. Jakarta: Pena
Pundi Aksara

Masykhur, Anis. 2002. Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah: Terjemahan Majmu’ Fatawa Syaikh Al-Islam
Ahmad Ibnu Taimiyah Jilid 10 tentang Kitab ‘Ilm Al-Suluk. Jakarta: Hikmah

Quasem, M.Abul, Kamil. 1975. Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam. Bandung: Pustaka

Sati,Pakih. 2013. Syarah Al-Hikam: Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta
Motivasinya. Yogyakarta: Diva Press

Yusuf, Hamza. 2009. Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai
Allah. Jakarta: Lentera Hati

[1] Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 51-52.

[2] Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali,Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam;Terjemahan Irwan Kurniawan,(Bandung: Mizan, 2008), hlm. 265

[3] Anis Masykhur,Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah: Terjemahan Majmu’ Fatawa Syaikh Al-Islam Ahmad
Ibnu Taimiyah Jilid 10 tentang Kitab ‘Ilm Al-Suluk, (Jakarta: Hikmah, 2002), hlm.132

[4]Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali,Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam;Terjemahan Irwan Kurniawan,(Bandung: Mizan, 2008), hlm. 265.

[5] Usman Asy Syakir Al Khaubawiyyi, Durratun Nasihin: Butir-butir Mutiara Hikmat; Alih bahasa oleh
Rosihin Abd.Gani, (Semarang: Wicaksana, ), hlm. 162-164.

[6] Hamza Yusuf,Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai
Allah,(Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 57—62.

[7]Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm.294-301.
[8] Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 84-85

[9] Pakih Sati,Syarah Al-Hikam: Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta
Motivasinya, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 308.

[10] Pakih Sati,Syarah Al-Hikam: Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta
Motivasinya, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 276.

[11] Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), hlm. 209.

[12] Syeikh Ahmad Rifa’i, Riayah Akhir, Bab Tasawuf, Juz 2, Korasan 23 halaman 2 baris 3

[13] Dr. Sulaiman al-Asyqor, Al Ikhlas, halaman: 95

[14] Kitab lisanul arab, 8/165

[15] Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh
Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm.308.

[16] Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), hlm. 232-235.

[17] Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais,........, hlm. 236

[18] Uwes al-Qorni. 1997: halaman 54.

[19] Diakses dari http://indo2.islamic-


world.net/index.php?option=com_content&view=article&id=116:hawa-nafsu-itba-al-hawa-dan-
penjelasannya&catid=23:tasawuf&Itemid=25

[20] M.Abul Quasem, Kamil, Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1975),
hlm. 127-128

[21] Imam al-Ghazali, Minhajul Abidin: Jalan Para Ahli Ibadah, (Jakarta: Khatulistiwa, 2013), hlm. 367

[22] M.Abul Quasem, Kamil, Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1975),
hlm. 129

[23] M.Abul Quasem, Kamil, Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk didalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1975),
hlm. 129.

[24] Salim Bahreisy, Terjemah Riyadhus Shalihin II, (Bandung: Alma Arif, 1987), hlm. 257

[25] Diakses dari http://yunushadi.blogspot.com/2014/09/a.html?m=1

Diposting 20th October 2016 oleh Qomar Nick


0 Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai