Anda di halaman 1dari 48

Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

*** PERSERIKATAN NAGA API ***


Karya : Stevanus, S.P.

Kolektor E-Book 1
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

JILID 36
KETIKA orang-orang Hwe-liong-pang telah selesai
menaikkan tubuh-tubuh dari anggota-anggotanya yang
terluka atau tewas ke atas kuda, maka Hong-goan Hweshio
maju selangkah dan berkata kepada Yo Ciong-wan, “Yo Tay-
hiap, semoga sikap kami kali ini akan menjadi pertanda
yang akan membuka mata-hatimu bahwa perdamaian lebih
baik daripada permusuhan yang berlarut-larut. Selamat
tinggal.”

Namun Yo Ciong-wan menanggapi sikap bersahabat Hong-


goan Hweshio itu dengan sikap yang sangat dingin,
sahutnya sambil mendengus mengejek, “Tidak akan ada
perdamaian dengan iblis-iblis terkutuk semacam kalian,
kalian keliru kalau tipu-daya kalian yang berpura-pura baik
hati ini akan melumerkan tekad kami untuk menggempur
kalian. Tidak perlu perdamaian itu. Sebab begitu kami
menyetujui perdamaian dan menjadi lengah, maka kalian
akan menumpas kami sedikit demi sedikit dan akhirnya
panji-panji iblis kalian akan berkibar di dunia persilatan.”

Au-yang Siau-pa yang sudah akan melompat ke pelana


kudanya itu telah berbalik dan siap menghunus goloknya
lagi ketika mendengar ucapan Yo Ciong-wan yang
memanaskan telinga itu, bahkan Oh Yun-kim yang sudah

Kolektor E-Book 2
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

duduk di punggung kuda dan siap berangkat itupun telah


melompat turun kembali dengan wajah merah padam.
Namun pundak kedua Tong-cu itu telah ditekan oleh
sepasang telapak tangan Ling Thian-ki, yang membisikkan
bujukan kepada kedua Tong-cu itu, “Tenangkan diri kalian.”

“Hong-goan Su-cia terlalu lunak bersikap,” geram Oh Yun-


kim.

“Ya, ia terlalu lunak. Andaikata benar bahwa pertikaian ini


sengaja diatur oleh Te-liong Hiang-cu untuk mengadu
domba kita dengan kaum sok alim itu, apa salahnya kalau
kita buka saja medan perang segitiga antara kita, Te-liong
Hiang-cu dan kaum sok suci itu? Apa gunanya kita
mendambakan perdamaian tetapi harga diri kita terus-
menerus diinjak oleh bangsat-bangsat sok suci itu? Ucapan-
ucapan mereka membuat dadaku hampir pecah rasanya,”
kata Au-yang Siau-pa. Meskipun ia telah menghentikan
langkah kakinya, tapi telapak tangan kanannya masih
melekat erat-erat di tangkai goloknya, dan pandangan
matanya yang membara menatap Yo Ciong-wan seakan-
akan ingin menelannya bulat-bulat.

Ling Thian-ki menyadari apa yang sedang bergolak di hati


kedua Tong-cu itu mewakili gejolak hati yang sama dari
sebagian besar anggota Hwe-liong-pang lainnya, yang

Kolektor E-Book 3
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

merasa sudah cukup menahan diri dalam menghadapi sikap


dari sebagian kaum pendekar berbagai perguruan yang
dianggap sangat memuakkan itu. Karena itu, Ling Thian-ki
tidak membantah apa-apa terhadap ucapan Au-yang Siau-
pa itu, hanya disuruhnya kedua Tong-cu itu untuk naik
kembali ke kudanya masing-masing.

Sementara itu, rombongan Hoa-san-pay dan Go-bi-pay pun


telah siap pula meninggalkan tempat itu dengan membawa
tubuh teman-teman mereka pula. Sikap Yo Ciong-wan
nampak tetap angkuh, sedikitpun perasaannya tidak
tersentuh melihat mayat-mayat murid-murid atau
keponakan-keponakan muridnya itu. Sikap yang angkuh itu
membuat Ji Tiat si Ang-ki-tong-cu atau Pemimpin Kelompok
Bendera Merah dari Hwe-liong-pang itu menyindirnya
dengan jengkel, “Orang she Yo, kau boleh congkak dan
bangga dengan keberanian yang kau pamerkan itu. Tapi
kau akan tetap teringat bahwa perpanjangan umurmu itu
karena belas kasihan pihak kami. Penghinaan ini tidak akan
dapat kau hapuskan, sebab kami semua adalah saksi-saksi,
bahwa kau yang seharusnya kami tumpas di sini telah kami
biarkan pergi.”

Yo Ciong-wan terkesiap, cepat-cepat ia membalik tubuh


dengan muka merah padam. Namun pada saat yang
bersamaan Hong-goan Hweshio telah melompat ke
Kolektor E-Book 4
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

punggung kudanya dan berteriak kepada anak buahnya,


“Berangkat!”

Derap kaki kuda orang-orang Hwe-liong-pang itupun


terdengar semakin lama semakin jauh, bayangan-bayangan
tubuh merekapun semakin kabur ditelan gelapnya malam.
Tak lama kemudian, yang terlihat hanyalah obor-obor
mereka yang berkelap-kelip seperti kunang-kunang di
kejauhan, dan akhirnya lenyap.

Sambil memandangi kepergian orang-orang Hwe-liong-pang


itu, si rahib bertoya perunggu dari Go-bi-pay, Thian-sek
Hweshio, bergumam, “Sikap mereka aneh. Seharusnya
mereka dapat menumpas kita di tempat ini, mengapa malah
membiarkan kita memperpanjang umur kita?”

Yo Ciong-wan berpaling ke arah rekannya dari Go-bi-pay itu


dengan alis berkerut, tanyanya, “Itu adalah siasat licik
mereka untuk melemahkan jiwa kita, menunjukkan kepada
kita bahwa seakan-akan mereka adalah orang-orang yang
baik hati. Tapi mereka hanya akan melemahkan kita saja,
dan kemudian menumpas kita sampai habis.”

Kata Thian-sek Hweshio, “Tapi jika mereka ingin


melemahkan kita, kenapa tidak menumpas kita saja?
Bukankah dengan terbunuhnya kita di sini berarti kekuatan

Kolektor E-Book 5
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

seluruh pendekar akan berkurang dan berarti pula semakin


lemah?”

“Jika mereka menumpas kita, mereka kuatir bahwa rekan-


rekan kita lainnya dari berbagai perguruan justru semakin
marah dan mempercepat serbuan iblis-iblis itu siap benar
untuk menghadapi rekan-rekan kita. Inilah yang dihindari
oleh iblis-iblis licik itu. Mereka merasa tidak mampu
menghadapi kekuatan gabungan seluruh perguruan di
Tiong-goan ini, lalu mereka memakai akal licik dengan jalan
mencuci-tangan, mengarang cerita bahwa yang menyerbu
Siong-san itu bukan mereka, tapi orang mereka yang telah
berkhianat terhadap ketua mereka sendiri. Aku tidak
percaya cerita burung ini. Bukankah beberapa hari yang lalu
beberapa orang kita terbunuh di sebuah kuil rusak di dekat
desa Bu-sian-tin? Dan beberapa rombongan kitapun telah
bentrok dengan orang-orang mereka? Aku menduga bahwa
mereka sengaja omong-kosong untuk mengulur waktu, dan
mereka akan sempat mengumpulkan kekuatan mereka
kembali setelah mereka kita hajar sampai pontang-panting
di Siong-san.”

Kemudian, kepada murid-murid dan keponakan-keponakan


muridnya, Yo Ciong-wan berpesan, “Jangan mau diperalat
oleh iblis-iblis itu dengan mulut manis beracun mereka.
Mereka tentu ingin meminjam mulut-mulut kalian untuk
Kolektor E-Book 6
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

menyebar-luaskan peristiwa ini dan memberi kesan


kebaikan palsu mereka. Itu berbahaya, sebab dapat
menurunkan semangat tempur rekan-rekan kita dari
berbagai perguruan. Mengerti?”

“Kami mengerti,” sahut murid-murid Hoa-san-pay itu.

Kemudian Yo Ciong-wan berpesan lebih lanjut, “Yang harus


kalian ceritakan justru adalah kekejaman-kekejaman
mereka, bagaimana mereka mencincang tubuh teman-
teman seperguruan kalian. Dengan demikian cerita ini
justru akan menimbulkan semangat teman-teman dari
berbagai perguruan, dan menyadarkan mereka bahwa Hwe-
liong-pang harus ditumpas sampai ke akar-akarnya.”

Thian-sek Hweshio mengerutkan alisnya mendengar pesan


Yo Ciong-wan kepada orang-orangnya itu. Ada terasa
kejanggalan dalam pesan itu, namun rahib Go-bi-pay yang
berotak kurang cerdas itu tidak dapat menentukan bagian
mana yang terasa janggal itu. Maka dengan memanggul
toya perunggunya, ia mengikuti saja ketika Yo Ciong-wan
melangkah pergi dari tempat itu dengan dada tengadah
karena kebanggaan.

Sambil melangkah tegap di depan rombongannya, diam-


diam Yo Ciong-wan berkata dalam hatinya, “Pertempuran

Kolektor E-Book 7
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

harus terjadi, tidak boleh batal. Inilah kesempatan bagi Yo


Ciong-wan untuk bangkit demi mengangkat nama. Kalau
tidak sekarang, barangkali aku harus menunggu berpuluh-
puluh tahun lagi, atau bahkan tak ada kesempatan lagi.
Jadi, sekarang. Kalau perlu Hong-tay Hweshio, si rahib tua
cengeng yang tak berani melihat darah itu harus
disingkirkan. Ya, harus disingkirkan bersama orang-orang
cengeng lainnya yang mencoba membatalkan penumpasan
terhadap iblis-iblis Hwe-liong-pang itu.”

**SF**

BAGIAN KE EMPAT PULUH TIGA.

SIANGKOAN HONG, orang yang menjabat Ketua Hwe-liong-


pang untuk sementara, Tong Wi-siang dikabarkan sedang
“di dalam sanggar semedinya untuk memperdalam ilmu”,
menerima laporan tentang pertempuran di pinggir hutan itu
dengan darah yang mendidih. Dipandanginya tubuh-tubuh
kaku para anggota Hwe-liong-pang yang berlumuran darah,
yang dibaringkan berjajar-jajar di ruangan itu dengan
ditutup sehelai tikar pada masing-masing tubuh. Ruangan
itu penuh orang, semua tokoh-tokoh utama Hwe-liong-pang
berkumpul lengkap di ruangan itu. Dua orang Su-cia, yaitu

Kolektor E-Book 8
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Hong-goan Hweshio serta Ling Thian-ki, serta delapan orang


pemimpin kelompok serta wakilnya masing-masing. Namun
ruangan itu sunyi senyap, bahkan wajah orang-orang Hwe-
liong-pang itu nampak tegang.

Kemudian tatapan mata Siangkoan Hong beralih ke wajah


Hong-goan Hweshio, katanya dengan nada menegur, “Aku
sungguh tidak memahami tindakanmu itu, Hong-goan Su-
cia, mengapa kau melepaskan orang-orang yang telah
membunuh anak buah kita itu dengan begitu saja dan tidak
menghukum mereka?”

“Hiang-cu, aku kira penjelasanku sudah cukup bahwa aku


tidak akan menjerumuskan Hwe-liong-pang kita terjebak ke
dalam siasat adu domba yang licik oleh Te-liong Hiang-cu.
Lebih penting adalah bahwa kita harus...”

Namun ucapan Hong-goan Hweshio itu terputus oleh ucapan


Siangkoan Hong dengan nada yang meninggi, menandakan
kemarahannya yang mulai meluap, “Kau anggap harga diri
Hwe-liong-pang kita bukan masalah penting yang harus
dipertahankan dengan darah kita? Kita memang menyadari
Te-liong Hiang-cu si pengkhianat itu selalu berusaha
mengadu-domba kita dengan kaum sok suci itu, namun
apakah untuk menghindari hal itu kita harus mengorbankan
kehormatan mereka? Memang pihak kita yang lebih dulu

Kolektor E-Book 9
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

mengulurkan tawaran perdamaian kepada mereka, tapi


bukan perdamaian semacam ini yang aku bayangkan!
Bukan perdamaian antara si penakluk dan si tertakluk, di
mana yang satu diperlakukan sewenang-wenang oleh yang
lainnya! Tidak! Kita belum takluk, dan tidak akan pernah
takluk, kita tetap orang-orang Hwe-liong-pang yang bangga
dan penuh kehormatan memperjuangkan cita-cita kita
untuk merombak negeri yang bobrok ini! Kenapa orang-
orang sok suci itu memperlakukan kita seperti orang-orang
taklukan? Kenapa mereka membunuh anggota-anggota kita
di Jing-toh tanpa sebab dan menggunakan alasan yang
tidak masuk akal? Kenapa orang-orang Cong-lam-pay itu
berkeliaran di sekitar Tiau-im-hong seakan-akan sedang
memata-matai kita, atau bahkan menganggap kita ini
sebagai orang-orang tawanan yang tidak boleh
meninggalkan Tiau-im-hong selangkahpun? Jika Hong-tay
Hweshio benar-benar mengingini perdamaian, kenapa tidak
dibubarkannya orang-orang bersenjata yang berkeliaran di
sekitar bukit kita ini?”

Ruangan itu jadi hening-sunyi, namun setiap hati mulai


terbakar oleh kata-kata Siangkoan Hong itu. Tapi Hong-
goan Hweshio masih belum putus asa dalam usahanya
untuk “mendinginkan” hati pejabat Ketuanya itu. Dengan
sangat berhati-hati, dan tidak menimbulkan kesan

Kolektor E-Book 10
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

membantah apa yang diucapkan oleh Siangkoan Hong tadi,


rahib suku Hui itu berkata, “Hiang-cu, menurut dugaanku,
orang-orang berseragam Cong-lam-pay yang berkeliaran di
sekitar bukit dan kemudian dikejar oleh Au-yang Tong-cu,
Kwa Tong-cu serta beberapa saudara kita lainnya itu,
adalah orang-orang Cong-lam-pay gadungan. Ilmu silat
mereka dan tindak-tanduk mereka tidak mencerminkan
tindak-tanduk orang golongan lurus.”

Siangkoan Hong mendengus, “Taruh kata mereka benar-


benar orang-orang Cong-lam-pay gadungan, kenapa orang-
orang Hoa-san-pay yang asli itu dan juga orang-orang Go-
bi-pay langsung saja menyerang rombongan Auyang Tong-
cu? Bukan menyelidiki dan menanyakan persoalannya lebih
dulu? Hal ini cukup membuktikan bahwa mereka memang
tidak berniat setulus hati untuk menerima tawaran damai
kita, melainkan mereka sangat membenci kita. Tawaran
damai kita dianggapnya bahwa kita takut kepada mereka,
lalu mereka pun berbuat seenaknya atas orang-orang kita.”

Hong-goan Hweshio sudah bergerak mulutnya, hendak


membantah pendapat Siangkoan Hong yang dianggapnya
terlalu gegabah dalam menjatuhkan keputusan itu, namun
rahib itu membatalkan niatnya ketika dilihatnya Lim Hong-
pin alias Kim-liong Hiang-cu (Hulubalang Naga Emas) itu
telah mengedipkan mata ke arahnya. Hong-goan Hweshio
Kolektor E-Book 11
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

menurut, sebab dia telah mengetahui sejelas-jelasnya


tentang kepribadian Lim Hong-pin yang tentu diam-diam
tidak setuju juga bentrokan dengan kaum pendekar.
Meskipun di antara pucuk pimpinan Hwe-liong-pang itu Lim
Hong-pin berusia paling muda, namun justru paling tenang
dan paling dapat mengendalikan diri. Ia jauh lebih jernih
pikirannya daripada Tong Wi-siang yang keras kepala atau
Siangkoan Hong yang berdarah panas dan sangat mudah
kehilangan kesabaran itu. Boleh dikata bahwa Hwe-liong-
pang masih berdiri hingga saat itu karena jasa-jasa Lim
Hong-pin dengan nasehat-nasehatnya yang sering
dilaksanakan oleh Tong Wi-siang. Andaikata Hwe-liong-pang
hanya dipimpin oleh Tong Wi-siang atau Siangkoan Hong,
mungkin perkumpulan itu sudah akan ambruk dalam waktu
beberapa bulan sejak berdirinya.

Lim Hong-pin yang duduk di kursi di samping Siangkoan


Hong itu mulai berkata pula, “Betul, orang-orang kaum
pendekar itu benar-benar keterlaluan. Kita tidak sudi
diinjak-injak semacam ini. Karena itu aku mengusulkan agar
kita memperkuat diri sendiri di Tiau-im-hong ini. Semua
anggota kita yang masih berpencaran di sekitar gunung
harus segera ditarik kemari, siapapun dilarang keluar
gunung tanpa ijin Ketua atau pejabat Ketua. Suheng,
bagaimana usulku ini?”

Kolektor E-Book 12
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Mendengar ucapan Lim Hong-pin itu, diam-diam Hong-goan


Hweshio dan tokoh-tokoh yang sependapat dengannya,
yang masih berkepala dingin, memuji kecerdikan tokoh
ketiga dalam Hwe-liong-pang itu. Nampaknya saja Lim
Hong-pin ikut marah dan ikut mencaci-maki kaum pendekar
berbagai aliran itu, namun sebenarnya dia justru mencoba
menghindarkan bentrokan lebih lanjut dengan orang-orang
berbagai aliran. Jika benar-benar semua anggota Hwe-
liong-pang dikumpulkan di Tiau-im-hong, tentu tidak ada
yang berkeliaran di luaran, dan ini memperkecil
kemungkinan untuk bertemu dengan anggota-anggota
berbagai perguruan, berarti memperkecil pula kemungkinan
bentrokan. Sementara itu, bersamaan dengan lewatnya
waktu mungkin akan dapat diusahakan tindakan-tindakan
yang dapat meredamkan amarah kedua belah pihak. Hong-
goan Hweshio belum putus asa dalam hal ini. Dia berusaha
menghindari benturan kekerasan dengan pihak para
pendekar. Orang-orang yang masih berkepala dingin itu
antara lain adalah Ling Thian-ki, Kwa Heng dan In Yong.
Dalam suasana panas itu, kelompok mereka memang tidak
bersuara sama sekali, sebab pasti dibantah dan didebat
beramai-ramai oleh kelompok lainnya. Maka lebih baik diam
dan menunggu suasana agar “mendingin” lebih dulu.

Kolektor E-Book 13
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Dalam pada itu, usul Lim Hong-pin untuk menarik semua


anggota ke atas Tiau-im-hong dengan alasan “agar
pertahanan di gunung lebih kuat” itu ternyata diterima oleh
Siangkoan Hong sebagai sesuatu yang cukup masuk akal.
Sahutnya, “Aku setuju, dan aku putuskan saja begitu. Mulai
sekarang, setiap anggota dilarang turun melewati kaki
gunung, kecuali dengan ijin atau sedang menjalankan
tugas. Kita akan menunggu Pang-cu, sambil meningkatkan
latihan kita.”

Diam-diam Hong-goan Hweshio dan orang-orang yang


sependapat dengannya menjadi lega mendengar keputusan
itu. Mereka menahan senyum ketika melihat Kim-liong
Hiang-cu melirik ke arah mereka sambil menganggukkan
kepalanya.

Begitulah, mulai hari itu semua anggota Hwe-liong-pang


yang berkumpul di Tiau-im-hong itu bagaikan bergejolak
semangatnya. Latihan ditingkatkan secara luar biasa. Setiap
fajar menyingsing dan cahayanya menghangati punggung,
maka seluruh anggota Hwe-liong-pang dengan bertelanjang
baju telah mulai berlari-lari di lereng-lereng terjal Tiau-im-
hong untuk meningkatkan ketahanan jasmani mereka,
dengan dipimpin oleh beberapa Tong-cu dan Hu-tong-cu
secara bergiliran. Mereka melakukannya sampai mandi
keringat, lalu kembali ke markas, dan melanjutkan latihan
Kolektor E-Book 14
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

dengan keterampilan memainkan senjatanya masing-


masing. Sore harinya mereka melakukan hal yang sama.
Dalam waktu beberapa hari saja nampaklah kesegaran
jasmani para anggota telah meningkat.

Dalam belasan hari memang tidak terjadi bentrokan dengan


gabungan pendekar dari berbagai perguruan itu, karena
semua anggota Hwe-liong-pang telah ditarik ke Tiau-im-
hong, tidak ada lagi yang berkeliaran di luaran dan sering
menimbulkan salah-paham dengan pihak pendekar. Diam-
diam Hong-goan Hweshio dan orang-orang yang sependapat
dengannya mengamati perkembangan keadaan itu dengan
perasaan agak lega. Tapi mereka masih berdebar juga jika
mengingat bahwa Te-liong Hiang-cu dan pengikutnya masih
berkeliaran dengan berbagai wajah, berusaha menyebar
permusuhan dengan mulut mereka yang berbisa itu, dengan
cara yang halus dan hampir-hampir tidak kentara itu.

Ternyata kelegaan mereka itu terlalu pagi. Pada suatu


malam, ketika seluruh markas Hwe-liong-pang telah terlelap
dalam tidur di tengah menggigitnya malam dingin, beberapa
sosok tubuh kehitam-hitaman nampak merunduk-runduk
mendekati markas Hwe-liong-pang dari arah pinggang
gunung. Semuanya bergerak dengan gesit dan ringan
seperti kucing-kucing hutan, jika ada satu atau dua orang
anggota Hwe-liong-pang yang kebetulan lewat untuk
Kolektor E-Book 15
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

meronda sekeliling markas, serempak bayangan-bayangan


hitam itu bersembunyi, atau bahkan menyergap dan
membantai para peronda itu sama sekali.

Setelah cukup dekat dengan markas Hwe-liong-pang, salah


satu dari bayangan itu berkata dengan suara tertahan,
“Siapkah panah apinya?”

“Sudah siap, Suhu,” jawab yang lainnya.

Orang yang pertama tadi terdengar tertawa pendek, lalu


katanya dengan nada yang geram, “Bagus. Malam ini kita
selesaikan segalanya, sendiri, tidak perlu menunggu
perintah Hong-tay Hweshio yang bertele-tele dan terlalu
banyak pertimbangan itu. Hwe-liong-pang sudah terlalu
banyak membunuh murid-murid Hoa-san-pay kita, dan
tidak ada perdamaian lagi antara kita dan mereka .Terserah
kalau Siau-lim-pay atau Bu-tong-pay atau Soat-san-pay
ingin berdamai dengan iblis-iblis itu, tapi kita tidak. Kita
bukan bawahan Siau-lim-pay. Kita orang-orang Hoa-san-
pay adalah laki-laki sejati yang akan menuntut bela atas
kematian saudara-saudara seperguruan kita.”

Orang yang berbicara itu bukan lain adalah tokoh pertama


dari Hoa-san-pay, Pat-hong-kiam-kong (Cahaya Pedang
Delapan Penjuru) Kiau Bun-han adanya. Rupanya

Kolektor E-Book 16
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

dendamnya kepada Hwe-liong-pang sudah tak dapat


ditawarkan dengan obat apapun, kecuali menghancurkan
Hwe-liong-pang secara tuntas barulah dia puas. Malam itu,
dia tidak menghiraukan lagi perintah Hong-tay Hweshio
sebagai pemimpin umum, agar tidak bergerak dari
tempatnya masing-masing dan menunggu isyarat
perdamaian lebih lanjut. Kiau Bun-han tidak peduli lagi,
maka diajaknya semua anggota Hoa-san-pay untuk
menyerbu Tiau-im-hong secara diam-diam. Selain Hoa-san-
pay, ternyata Go-bi-pay, Kun-lun-pay, Tiam-jong-pay dan
Ki-lian-pay, juga sudah tidak sabar lagi melihat upaya
damai Hong-tay Hweshio yang dianggap berlarut-larut
tanpa hasil yang pasti itu, padahal perguruan-perguruan
itupun sudah kehilangan beberapa anggotanya dalam
bentrokan di berbagai tempat dengan anak buah Hwe-liong-
pang ataupun dengan anak buah Te-liong Hiang-cu. Dengan
demikian, dari pihak gabungan perguruan-perguruan itu
sudah ada lima buah perguruan yang memisahkan diri dan
tidak mau tunduk kepada pemimpin umum lagi, dan
mengambil tindakan sendiri-sendiri. Malam itu, yang
menyerbu diam-diam ke Tiau-im-hong bukan hanya orang-
orang Hoa-san-pay, tetapi juga dari keempat perguruan
yang membangkang lainnya namun arah serangan mereka
berbeda-beda. Mereka sudah bersepakat untuk

Kolektor E-Book 17
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

menghancurkan Hwe-liong-pang di sarangnya sendiri


malam itu juga.

“Baik, sekarang lepaskan panah api!” perintah Kiau Bun-


han.

Maka panah-panah api serta bumbung-bumbung berisi


minyak pun mulai dilempar-lemparkan ke balik tembok
yang mengelilingi markas Hwe-liong-pang itu. Bumbung
minyak menumpahkan minyaknya di atas atap bangunan
dan disusul dengan panah api yang langsung menjilat
minyak-minyak itu, maka dalam waktu singkat berkobarlah
api di atas sebagian bangunan markas Hwe-liong-pang yang
berderet-deret itu. Teriakan-teriakan terkejut dan marah
terdengar dari balik tembok, “Api! Api! Awas ada serangan
musuh!” Derap langkah yang berlari-lari hilir-mudik dan
gemerincing senjata terdengar dengan ributnya.

Di luar tembok, Kiau Bun-han berdiri dengan tegangnya


sambil menatap kobaran api yang menjilat langit itu. Di
sebelahnya, adik seperguruan Kiau Bun-han, Yo Ciong-wan
yang berjuluk Tui-seng-kiam itu juga tengah memandang
kobaran api dengan senyuman haus darah tersungging di
bibirnya. Inilah yang diharapkannya selama ini.
Pertempuran besar. Pertumpahan darah. Inilah arena yang
akan digunakannya untuk mengangkat namanya menjadi

Kolektor E-Book 18
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

nama yang terkenal, bukan cuma nama yang terlindung


oleh bayang-bayang kebesaran nama kakak
seperguruannya. Dalam hatinya dia berharap agar kakak
seperguruannya segera memberi perintah untuk menyerbu,
supaya ia segera dapat melompati tembok itu dan
menyabetkan pedangnya ke kiri dan kanan untuk
membantai musuh sebanyak-banyaknya. Ya, ia sudah rindu
akan muncratnya darah dan lolongan kesakitan lawan-
lawannya.

Kobaran api itu ternyata tidak hanya bertujuan


mengagetkan musuh, tapi juga sekaligus isyarat bagi
orang-orang Go-bi-pay, Kun-lun-pay, Ki-lian-pay dan Tiam-
jong-pay di arah yang berbeda-beda, bahwa serangan
sudah bisa dimulai.

Pihak Go-bi-pay yang dipimpin oleh Go-bi-sam-sin-ceng


(Tiga Pendekar Sakti dari Go-bi-pay) yaitu Thian-bok
Hweshio yang bersenjata pedang yang panjangnya hampir
satu setengah kali dari pedang biasa, Thian-sek Hweshio
yang bersenjata toya perunggu yang beratnya hampir
delapan puluh kati, dan Thiang-cong Hweshio dengan
senjatanya yang berwujud Liong-hou-siang-hoan (Sepasang
Gelang Naga dan Harimau). Orang ketiga dalam Go-bi-sam-
sin-ceng ini belum pernah bentrok dengan Hwe-liong-pang,
namun karena kedua kakak seperguruannya mengatakan
Kolektor E-Book 19
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

bahwa orang Hwe-liong-pang itu jahat-jahat, maka si adik


seperguruan ini tanpa pikir panjang juga ikut memutuskan
untuk menyerbu Tiau-im-hong dan menumpas “para iblis”.
Dia adalah ahli dalam hal gwa-kang (tenaga luar), sesuai
dengan bentuk tubuhnya yang sangat kekar itu.

Begitu melihat kobaran api, Thiang-goan Hweshio


memerintahkan seluruh murid-murid Go-bi-pay untuk siap-
siap menyerbu. Sebagai seorang pendeta, agaknya Thian-
goan Hweshio sungkan juga untuk menggunakan api dan
main bakar seperti kawanan perampok, maka ia memilih
untuk langsung menyerbu saja tanpa menyerang dengan
panah api dulu. Begitulah dengan dipelopori tiga tokoh
utamanya, orang-orang Go-bi-pay yang berjumlah hampir
lima puluh orang itu segera menyerbu ke arah markas Hwe-
liong-pang.

Ketika mereka kebentur tembok yang mengelilingi markas


musuh, Thian-goan Hweshio segera berkata, “Thian-cong
Sute, buat pintu!”

Si adik seperguruan mengerti yang dimaksudkan dengan


“membuat pintu” itu. Dia segera maju ke arah tembok.
Dengan hantaman sepasang gelangnya yang bertubi-tubi ke
arah tembok, tidak lama kemudian terciptalah sebuah
“pintu” di tembok itu, tidak peduli tembok itu terbuat dari

Kolektor E-Book 20
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

batu bata rangkap dua yang direkat dengan semen yang


baik.

Melihat kehebatan tenaga Thian-cong Hweshio itu,


bersoraklah murid-murid Go-bi-pay dan sekaligus
berkobarlah semangat tempur mereka. Didahului oleh
Thian-goan Hweshio yang membolang-balingkan
pedangnya, mereka menyerbu masuk lewat lobang itu, dan
langsung bentrok dengan orang-orang Hwe-liong-pang yang
agaknya sudah terbangun pula.

Serbuan mendadak dari segala penjuru itu memang cukup


mengejutkan orang-orang Hwe-liong-pang. Untunglah
bahwa selama ini mereka pun selalu dalam suasana perang,
sehingga dengan tangkasnya mereka pun bersiap untuk
mempertahankan diri. Sebagian menahan serbuan musuh,
sebagian lagi memadamkan api, dan ada pula yang
membunyikan lonceng tanda bahaya. Kesunyian lereng
Tiau-im-hong di malam hari itu segara berubah menjadi
hiruk-pikuk oleh teriakan-teriakan kemarahan dan suara
senjata yang beradu di segala sudut, bercampur dengan
suara lonceng yang menggema sampai di kejauhan.

Dari arah yang berbeda-beda, orang-orang Kun-lun-pay


yang dipimpin oleh Bong-san Tojin, orang-orang Tiam-jong-
pay pimpinan pendekar Ki Im-kok yang berjuluk Lam-i-hui-

Kolektor E-Book 21
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

hou (Macan Terbang Berbaju Biru), serta orang-orang Ki-


lian-pay di bawah pimpinan Im-kan-jio (Si Tombak Akherat)
Liu Hui-ko juga telah menyerbu. Dengan demikian untuk
sementara pihak Hwe-liong-pang memang menjadi agak
panik. Namun setelah pimpinan mereka para Su-cia, Tong-
cu dan Hu-tong-cu keluar pula ke arena pertempuran, maka
para anggota Hwe-liong-pang menjadi agak tenang dan
bertahan dengan penuh semangat. Apalagi setelah
Siangkoan Hong dan Lim Hong-pin munculkan diri pula
karena dikejutkan oleh suara genta bertalu-talu itu.

Kiau Bun-han, Yo Ciong-wan, Lim Sin serta si jago muda


Auyang Seng merupakan ujung-ujung tombak barisan Hoa-
san-pay yang mendobrak dari arah selatan dengan
melompati tembok itu. Anggota-anggota Hwe-liong-pang
yang masih mengantuk itu kocar-kacir dibabat oleh
keempat jago Hoa-san-pay ini, sedangkan murid-murid
Hoa-san-pay lainnyapun menyerbu dengan berapi-api pula.
Dalam sekejap saja barisan Hwe-liong-pang di sisi selatan
ini telah terdesak mundur dengan meninggalkan beberapa
korban, karena tak seorang pun sanggup menahan amukan
keempat jago Hoa-san-pay itu.

“Hayo, murid-murid Hoa-san-pay, bumi hanguskan sarang


iblis ini!” teriak Yo Ciong-wan nyaring. “Kelak nama Hoa-
san-pay kita akan dikenang melebihi kenangan terhadap
Kolektor E-Book 22
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Siau-lim-pay atau Bu-tong-pay yang ternyata hanya


bernama besar tapi tidak berani berbuat apa-apa kepada
golongan iblis ini!”

Tiba-tiba dari pihak Hwe-liong-pang ada yang tertawa


dingin dan menyahut seruan Yo Ciong-wan itu, “Sungguh
bermulut besar. Siau-lim-pay dan perguruan-perguruan lain
yang tidak ikut dalam penyerbuan ini bukanlah karena
takut, tapi karena mereka dapat berpikir jernih dan tahu
ada yang mengadu domba kita. Sedang kau yang sering
berlagak pintar inilah yang sebenarnya tolol seperti keledai,
dengan mudah dapat diadu seperti cengkerik saja!”

Waktu Yo Ciong-wan dan orang-orang Hoa-san-pay lainnya


menoleh ke arah suara itu, nampaklah seorang rahib kekar
bertampang suku Hui tengah berdiri tegak dan memandang
orang-orang Hoa-san-pay dengan marahnya, tangan
kanannya memegang toya Hong-pian-jan (toya yang
ujungnya berbentuk bulan sabit). Dia adalah Hong-goan
Hweshio, salah seorang tokoh Hwe-liong-pang yang sudah
dialaminya sendiri kelihaiannya oleh Yo Ciong-wan beberapa
hari yang lalu. Waktu itu Hong-goan Hweshio hanya
bertangan kosong, apalagi kini ia membawa senjatanya,
maka diam-diam bergetar juga hati Yo Ciong-wan.

Kolektor E-Book 23
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Sementara itu Yo Ciong-wan telah melanjutkan kata-


katanya, “Rahib asing, jangan mencari dalih yang bukan-
bukan untuk menyelamatkan Hwe-liong-pang dari
kehancuran! Malam ini Hwe-liong-pang dan segala isinya
akan hancur!”

Hong-goan Hweshio yang biasanya bermuka ramah dan


banyak tertawa itu, kali ini nampak begitu seram bagaikan
malaikat yang turun dari langit. Dengan sengit ia
menjawab, “Bukan Hwe-liong-pang kami yang akan hancur,
tapi kalianlah yang akan kami hancurkan malam ini juga!
Kami memang cinta perdamaian dan sedang mengusahakan
perdamaian, tetapi tidak dengan orang-orang yang telah
berani mengobrak-abrik markas kami dan bahkan
membakarnya!”

Menutup ucapannya itu, Hong-goan Hweshio telah


menggerakkan ujung senjatanya langsung ke dada Yo
Ciong-wan, serangannya itu membawa desir angin yang
keras, menandakan tenaga si rahib Hui yang hebat. Yo
Ciong-wan sudah mengetahui kelihaian rahib itu dalam
pertempuran di pinggir hutan beberapa hari yang lalu, maka
ia tidak berani menangkis serangan itu dengan keras lawan
keras, cepat-cepat tokoh kedua di Hoa-san-pay itu
melompat ke samping.

Kolektor E-Book 24
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Baru saja Yo Ciong-wan memikir untuk membalas serangan


itu, tahu-tahu senjata si rahib telah menyabet mendatar
dengan hebatnya, sekali lagi Yo Ciong-wan harus
menghindar dengan melompat mundur. Tapi Hong-goan
Hweshio yang telah marah besar itu tidak melepaskan
lawannya, ujung senjatanya gagal mengenai tubuh lawan,
maka tangkai senjatanyalah yang menyusul memburu Yo
Ciong-wan dibikin kalang kabut oleh serangan Hong-goan
Hweshio yang beruntun.

Untunglah, pada saat kesulitan di pihak Yo Ciong-wan itu, si


jago muda Hoa-san-pay, Auyang Seng yang berjuluk Gin-
hoa-kiam (Pedang Bunga Perak) itu telah menyelip maju
untuk membantu paman gurunya. Meskipun Auyang Seng
itu hanya merupakan keponakan murid Yo Ciong-wan,
namun karena bakatnya yang baik dan latihannya yang
keras, maka tingkat ilmunya justru tidak kalah dari paman-
paman gurunya. Karena itulah bantuan Auyang Seng terasa
cukup berarti bagi Yo Ciong-wan. Dan paman guru serta
keponakan murid itupun kemudian bekerja sama melawan
Hong-goan Hweshio yang mengamuk dengan Hong-pian-
jiannya yang menderu-deru menguncupkan keberanian
lawan itu.

Sedangkan Kiau Bun-han pun tidak dapat malang-melintang


lebih lanjut, sebab di hadapannya kini telah menghadang
Kolektor E-Book 25
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

seorang pemuda yang memegang golok bulan sabit di


tangannya, memakai pakaian daerah Su-coan, lengkap
dengan sorban putih dan rompi kulit dombanya. Melihat
sikap penghadangnya yang begitu tenang dan penuh
kepercayaan diri sendiri, Kiau Bun-han tidak berani
memandang ringan, tegurnya, “Siapa kau? Kelihatannya
kau bukan anggota biasa Hwe-liong-pang?”

Orang itu menyahut dingin, “Aku Au-yang Siau-pa,


pemimpin Kelompok Bendera Hijau (Jing-ki-tong)!”

Kiau Bun-han mengangkat pedangnya dan menudingkannya


ke arah lawan sambil berkata, “Bagus, rupanya kau salah
satu pentolan dalam sarang setan ini. Biarlah kubabat dulu
pentolan-pentolannya, baru kubersihkan kerucuk-
kerucuknya kemudian!”

Ternyata Au-yang Siau-pa yang tidak suka banyak bicara itu


tidak menunggu sampai Kiau Bun-han selesai menutup
mulutnya. Kakinya meluncur maju dan golok bulan sabitnya
pun digerakkan, maka muncullah selapis bayangan
berwarna keperak-perakan yang melebar dan membawa
hawa dingin tajam, di balik bayangan itu nampak seakan-
akan puluhan batang golok membacok serempak.

Kolektor E-Book 26
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Terkejutlah Kiau Bun-han melihat kecepatan golok


lawannya. Cepat-cepat dia menggerakkan pedang untuk
menangkis, dan kemudian kedua orang itupun terlihatlah
dalam sebuah pertempuran sengit satu lawan satu yang
hebat. Kedua-duanya sama-sama mengutamakan
kecepatan geraknya dalam permainan silatnya, maka yang
nampak di tengah arena itu bukan dua manusia yang
tengah berkelahi, tapi hanya bayangan golok dan pedang
berpuluh-puluh jumlahnya dan saling menyambar tak henti-
hentinya. Bayangan Au-yang Siau-pa dan Kiau Bun-han
tidak terlihat lagi karena terselubung bayangan senjata
mereka.

Kini di pihak Hoa-san-pay tinggallah Lim Sin yang belum


menemukan lawan seimbang. Tapi itupun sudah lama,
sebab Jing-ki-hu-tong-cu (Wakil Ketua Kelompok Bendera
Hijau) telah menghadangnya tidak lama kemudian dan
melibatnya dalam pertempuran sengit yang seimbang. Yu
Ling-hoa si bekas murid Khong-tong-pay dengan sepasang
Gun-goan-pay (Perisai Berpinggiran Tajam) itu ternyata
mampu menandingi tokoh ketiga dari Hoa-san-pay itu.

Dengan demikian keempat jago andalan Hoa-san-pay itu


telah menemui lawannya sendiri-sendiri, mereka tidak lagi
babat sana babat sini seperti tadi. Bahkan karena jumlajh
orang-orang Hwe-liong-pang lebih banyak, maka sedikit
Kolektor E-Book 27
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

demi sedikit orang-orang Hoa-san-pay mulai terdesak ke


arah tembok, dan kedua pihakpun mulai kehilangan orang-
orangnya yang berguguran dimangsa senjata. Tapi jatuhnya
korban satu demi satu itu tidak meredakan pertempuran,
malahan semakin mengobarkannya, sebab masing-masing
pihak semakin bernafsu untuk menuntut bela bagi teman-
temannya.

Sambil bertempur melayani keroyokan Yo Ciong-wan dan


Auyang Seng, Hong-goan Hweshio sempat memperhatikan
gelanggang pertempuran secara keseluruhan, dan hatinya
pedih bukan main melihat betapa kedua belah pihak sudah
sulit didamaikan lagi agaknya. Masing-masing berkelahi
dengan buasnya bagaikan kesurupan setan. Dalam hatinya
dia juga berpikir, “Sungguh mengherankan bahwa orang-
orang Hoa-san-pay bisa lepas dari ikatan dan bertindak
sendiri semacam ini. Apakah Hong-tay Suheng tidak mampu
lagi menguasai perguruan-perguruan yang sementara ini di
bawah pimpinannya? Ataukah malahan Suheng sudah
terpengaruh oleh siasat adu domba Te-liong Hiang-cu ini
dan justru menyuruh orang-orang Hoa-san-pay ini
menyerbu lebih dulu untuk membuka jalan bagi serangan
berikutnya yang lebih hebat?”

Namun Hong-goan Hweshio tidak sempat berangan-angan


macam-macam lagi, adalah suatu kenyataan yang jelas
Kolektor E-Book 28
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

tertera di depan matanya bahwa beberapa perguruan telah


melepaskan diri dari ikatan gerakan bersama, dan malam
itu menyerbu serta membakar markas Hwe-liong-pang.
Suatu kenyataan pula bahwa Yo Ciong-wan dan Auyang
Seng sangat bernafsu untuk menghujamkan pedangnya
dalam-dalam ke tubuh Hong-goan Hweshiol, sehingga rahib
Hui itu harus bertempur dengan gigihnya.

Di antara lima perguruan yang menyerbu Tiau-im-hong


malam itu, yang paling nekad adalah orang-orang Kun-lun-
pay. Mereka tidak menjebol tembok atau melompati tembok
untuk masuk ke dalam markas Hwe-liong-pang, melainkan
menerjang langsung lewat pintu gerbang. Terdiri dari kaum
Tojin dan orang biasa yang rata-rata bersenjata pedang,
mereka menyerbu dipimpin oleh Bong-san Tojin, si imam
jangkung yang sambaran pedangnya bagaikan surat
undangan Giam-lo-ong (Raja Akherat) itu. Jumlah mereka
juga paling banyak dibandingkan perguruan-perguruan
penyerang lainnya, kira-kira hampir delapan puluh orang.

Beberapa anggota Hwe-liong-pang yang menjaga pintu


gerbang, menjadi korban sia-sia bagi pedang Bong-san
Tojin yang sebentar saja sudah merah karena darah. Sambil
melangkahi mayat-mayat anggota-anggota Hwe-liong-pang
Bong-san Tojin berseru kepada murid-murid Kun-lun-pay,

Kolektor E-Book 29
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

“Lebih dulu serbu aula! Hancurkan papan nama Hwe-liong-


pang ini!”

Namun sebelum orang-orang Kun-lun-pay itu sempat


menimbulkan kerusakan yang lebih parah lagi, dari halaman
tengah telah keluar serombongan orang Hwe-liong-pang
yang dipimpin seorang lelaki muda, yang tangannya
membawa sepasang golok liu-yap-to. Dialah Lam-ki-tong-cu
(Pemimpin Kelompok Bendera Biru) dari Hwe-liong-pang, In
Yong yang berjuluk Pek-lui-siang-to (Sepasang Golok
Halilintar). Di sampingnya ada laki-laki muda lainnya yang
juga membawa sepasang golok, yang bukan lain adalah
wakilnya dan sekaligus juga adik seperguruannya, bernama
Ong Wi-yong, berjuluk Hui-long (Serigala Terbang). Seperti
telah diketahui, dulunya wakil In Yong adalah Ma Hiong
yang berjuluk Siau-lo-cia (Lo Cia Kecil). Kemudian Ma Hiong
diangkat menjadi Tong-cu dari Ang-ki-tong (Kelompok
Bendera Merah) untuk menggantikan jabatan yang
ditinggalkan oleh Tong-cu lama, Tui-hun-mo-kay (Pengemis
Iblis Pemburu Nyawa) Ko Ce-yang yang telah berkhianat
dan menjadi pengikut Te-liong Hiang-cu itu. Untuk mengisi
kekosongan wakil ketua di kelompoknya, In Yong
mengangkat adik seperguruannya sendiri, dan ternyata
tidak ada keberatan dari anggota-anggota kelompok
lainnya.

Kolektor E-Book 30
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Ketika melihat penjaga-penjaga gerbang telah


bergelimpangan dibantai oleh Bong-san Tojin dan orang-
orang Kun-lun-pay lainnya, seketika itu meluaplah darah In
Yong. Sambil melompat maju ia berteriak, “Beginikah
perbuatan dari seorang imam yang mengaku sebagai
pendekar golongan lurus dan taat beragama pula? Benar-
benar tak berperikemanusiaan!”

Bong-san Tojin tertawa berderai, “Ha-ha-ha... kau mencoba


menutupi ketakutanmu dengan bersikap segarang mungkin?
Kau marah atas terbunuhnya kawan-kawanmu ini? He,
kawanan iblis, dengarlah! Kematian orang-orang semacam
kalian ini semakin cepat semakin baik, dunia pun akan
menjadi semakin bersih!”

Darah In Yong kian mendidih, “Imam munafik, kalianlah


orang-orang yang mengotori dunia ini! Kalian hidup dalam
menara kebanggaan yang kalian ciptakan sendiri, terpisah
dari masyarakat ramai. Kalian menganggap diri kalian
sendiri dengan bermacam sebutan golongan lurus, kaum
ksatria, penjunjung kebenaran dan sebagainya. Benar-
benar memuakkan. Tapi apa yang kalian perbuat ketika
rakyat kecil memerlukan pembelaan dari kesengsaraan
yang diakibatkan oleh ketidak-becusan Kaisar Cong-ceng?
Apa yang kalian perbuat, hah? Kalian tetap tinggal dalam
sarang kalian sendiri-sendiri, takut terlibat, menulikan
Kolektor E-Book 31
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

telinga terhadap jeritan rakyat! Dan siapakah yang


kemudian turun tangan membela rakyat tertindas? Hwe-
liong-pang! Namun kalian yang iri, takut tersaingi ketenaran
kalian, lalu mencap kami sebagai golongan sesat dan
bahkan memusuhi kami! Kalian tidak menjunjung
kebenaran dan kemanusiaan seperti yang kalian gembar-
gemborkan sendiri, melainkan hanya menjunjung tinggi
pamor perguruan masing-masing, harga diri masing-
masing, nama besar sendiri-sendiri! Bangsat! Kalianlah
yang harus lenyap dari muka bumi ini!”

Sebagai tokoh Kun-lun-pay yang biasanya dihormati dan


disanjung orang, kapankah Bong-san Tojin pernah
menerima caci-maki setajam itu? Biarpun caci-maki itu ada
juga yang menyentuh hati kecilnya, dan terasa pula
kebenarannya, namun Bong-san Tojin tidak sudi
mengakuinya secara terang-terangan. Ia akan kehilangan
muka! Karena itu, dengan muka merah padam dia balas
membentak, “Bangsat Hwe-liong-pang bukan saja
perbuatan kalian yang kotor, tapi mulut kalian pun sangat
kotor. Pedangku akan merobek mulutmu yang penuh
kenajisan itu!”

In Yong biasanya bersikap tenang itu, kali ini agaknya


terpancing kemurkaannya oleh kecongkakan Bong-san Tojin

Kolektor E-Book 32
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

itu. Kepada anak buahnya dia berseru, “Serang! Jangan ada


seorang pun di antara mereka yang lolos!”

Memangnya orang-orang Hwe-liong-pang itu sudah gatal


ketika melihat rekan-rekan mereka dibunuhi itu, maka
perintah In Yong itu kebetulan cocok dengan gelora
perasaan mereka. Mereka segera berlompatan maju,
senjata-senjata yang sejak tadi sudah dihunus keluar itu,
kini mulai menyambar-nyambar mencari mangsa. Sedang
murid-murid Kun-lun-pay juga menyambutnya tanpa kenal
takut.

Begitulah, di depan aula di halaman depan itupun berkobar


pertempuran sengit yang tidak kalah hebatnya di bagian-
bagian lain dari gedung Hwe-liong-pang itu. In Yong yang
sangat muak kepada Bong-san Tojin itu telah menerjang
langsung ke arah imam Kun-lun-pay itu dengan sepasang
goloknya. Lebih dulu golok kanan menyambar dengan
gerakan Sui-in-piau-hui (Awan Beterbangan), dan ketika
imam lawannya menangkis dengan pedangnya, In Yong
dengan tangkas memutar golok kanannya untuk melibat
senjata lawan, sedang golok kirinya disabetkan langsung ke
arah lambung.

Bong-san Tojin yang tadinya menganggap remeh lawannya


itu, terkejut bukan kepalang ketika merasakan sendiri

Kolektor E-Book 33
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

betapa tangkasnya In Yong memainkan sepasang liu-yap-


to-nya itu. Hampir saja pedangnya terputar dan terlempar
dari tangannya, dan lambungnya tersobek oleh golok kiri
lawannya, Untung bahwa Bong-san Tojin juga bukan tokoh
sembarangan. Dalam terkejutnya dia sempat melakukan
gerakan Gan-heng-sia-ki (Burung Meliwis Terbang Rendah),
sambil menekuk pinggang dia melompat keluar dari
jangkauan serangan In Yong.

“Imam berhati kejam, hendak lari ke mana kau?” bentak In


Yong yang tidak mau melepaskan lawannya itu. Bong-san
Tojin mundur, maka In Yong pun terus mendesak maju
dengan tiga jurus beruntun Lo-cia Lo-hay (Lo-cia Mengaduk
Lautan), Pek-in-kak-he-hian (Mega Putih Mengalir di
Telapak Kaki) dan Sui-hong-pai-liu (Cemara Bergoyang
Tertembus Angin). Begitu sengit serangannya, begitu cepat
gerakan sepasang goloknya, sehingga Bong-san Tojin
benar-benar gelagapan dibuatnya. Imam itu melihat
seakan-akan ada puluhan batang golok sekaligus yang
menghujani tubuhnya dengan bacokan bertubi-tubi dari
berbagai arah, maka bayangan golok yang asli dan mana
yang palsu sulit dibedakan. Dalam beberapa gebrakan saja
imam Kun-lun-pay yang sombong itu dipaksa mundur
bertahan sampai enam langkah, bahkan pada langkah yang

Kolektor E-Book 34
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

ketujuh golok kiri In Yong berhasil merobek paha kanannya


yang terlambat melangkah.

Karena gugupnya, Bong-san Tojin sampai lupa akan


sikapnya yang angkuh tadi, sambil menggerak-gerakkan
pedang untuk menangkis, dia berteriak kepada salah
seorang imam lain dari Kun-lun-pay yang tengah bertempur
tidak jauh darinya, “Bong-sin Sute, bantu aku!”

In Yong tertawa dingin melihat sikap lawannya itu, “Jangan


cuma satu Sute-mu yang kau suruh mengeroyokku, tapi
beberapa orang sekaligus pun tidak mengapa, malahan aku
akan berkesempatan melihat kehebatan murid-murid Kun-
lun-pay sesuai dengan nama besar kalian!”

Bong-san Tojin menggeram mendengar sindiran tajam itu,


sahutnya sambil tetap berkelahi, “Untuk membasmi kaum
iblis....”

Namun In Yong telah menyambung kata-katanya sambil


tertawa mengejek, “... tidak perlu menghiraukan tata-
krama dunia persilatan, bukankah begitu yang hendak kau
ucapkan? Memang itulah satu-satunya alasan kalian untuk
berbuat pengecut. Alasan yang sangat masuk akal!”

Bong-sang Tojin yang biasa angkuh dan sangat


membanggakan diri itupun menjadi merah-padam

Kolektor E-Book 35
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

mukanya, mulutnya pun bungkam tak dapat menjawab


sindiran itu. Namun adalah kenyataan bahwa dia tidak
sanggup melawan In Yong seorang diri, terpaksa minta
bantuan salah seorang adik seperguruannya.

Begitulah, tak lama kemudian In Yong dengan sepasang


golok tipisnya terpaksa harus berhadapan dengan sepasang
kakak beradik seperguruan dari Kun-lun-pay, Bong-san dan
Bong-sin Tojin. Dengan demikian In Yong harus bekerja
keras luar biasa menghadapi lawan-lawannya yang tanggh
dalam ilmu pedang itu. Untunglah bahwa latihan keras In
Yong dalam beberapa bulan terakhir ini telah menghasilkan
buah yang membanggakan. Hampir setiap pagi dan sore,
bahkan malam haripun jika ada kesempatan, In Yong selalu
mengulang-ulang memainkan jurus-jurus sepasang
goloknya, bukan hanya puluhan kali namun ratusan kali
setiap harinya. Tidak lupa ia berlatih keras pula menambah
tenaganya, sehingga sekarang terlihatlah betapa hebatnya
permainan sepasang goloknya itu. Goloknya yang hanya
dua helai itu seolah-olah terpecah-pecah menjadi banyak
sekali, bayangannya berkelebatan mengurung lawan-
lawannya. Menghadapi dua orang tokoh Kun-lun-pay
sekaligus, In Yong ternyata tidak terdesak, meskipun ia
juga sulit untuk mendesak kedua lawannya.

Kolektor E-Book 36
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Sementara itu, adik seperguruan dan wakil In Yong, yaitu


Hui-long Ong Wi-yong juga harus menghadapi dua orang
lawan tosu yang bernama depan “Bong” dari Kun-lun-pay,
yaitu imam-imam yang seangkatan dengan Bong-san Tojin.
Kedua imam itu ialah Bong-thian dan Bong-go Tojin.
Biarpun ilmu Ong Wi-yong belum setangguh kakak
seperguruannya, namun selisihnya juga cuma sedikit,
sehingga Ong Wi-yong pun ternyata sanggup membuat
lawan-lawannya terheran-heran dan harus memeras
keringat.

Dalam rombongan orang-orang Kun-lun-pay itu, ada lima


orang Tojin bernama depan Bong, yang kepandaiannya
rata-rata hampir setingkat. Selain Bong-san dan Bong-sin
yang sudah terikat dalam perkelahian melawan In Yong
serta Bong-thian dan Bong-go yang dihadapi oleh Ong Wi-
yong, masih ada Bong-seng Tojin yang belum bertemu
lawan seimbang. Untuk menghadapi amukan tokoh Kun-
lun-pay yang satu ini, pihak Hwe-liong-pang terpaksa harus
mengerahkan lima orang anggota terbaiknya hanya untuk
melawan satu orang saja. Itupun Bong-seng Tojin masih
bisa “meminta korban” berulang kali, melukai atau bahkan
membunuh orang-orang yang mengeroyoknya satu demi
satu dan kemudian berganti lawan lagi.

Kolektor E-Book 37
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Tapi kegarangan Bong-seng Tojin itu terhenti, ketika ada


sesosok bayangan meluncur turun dari atas genteng dan
mendarat tepat di depan Bong-seng Tojin. Orang yang
melompat turun itu ternyata seorang lelaki muda sebaya
dengan In Yong, bertubuh tegap dan berpandangan mata
tajam menusuk, tangan kanannya membawa sebatang
pedang yang bentuknya mirip dengan pedang orang-orang
Kun-lun-pay.

Dengan pandangan mata yang tajam menusuk, ia


memandang ke arah Bong-seng Tojin, dan menyapa dengan
suara dingin, "Selamat bertemu kembali, su-siok (paman
guru). Alangkah hebatnya ilmu silat su-siok yang tadi
kulihat dari atas genteng, namun tidak ada artinya su-siok
membunuhi teman-temanku yang bukan tandinganmu itu."

Ketika melihat pemuda yang berdiri di hadapannya itu,


terbelalaklah mata Bong-seng Tojin. Kumis dan jenggot
pendeknya yang kaku seperti kawat itu bergerak-gerak
karena menahan luapan perasaannya, kemudian berkatalah
ia, "Anak murtad, jadi selama beberapa tahun ini kau
ternyata telah menjadi anggota perkumpulan setan-setan
iblis ini?"

Pemuda itu tetap dingin, "Benar, su-siok. Bahkan bukan


anggota biasa saja, tapi aku mendapat kehormatan juga

Kolektor E-Book 38
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

untuk menjadi Ui-ki-hu-tong-cu (Wakil Ketua Kelompok


Bendera Kuning)."

Mata Bong-seng Tojin melotot semakin lebar, "Mendapat


kehormatan katamu? Bukan! Tapi aku mendatangkan
kenajisan bagi nama suci Kun-lun-pay kami! Sungguh
penasaran bahwa Kun-lun-pay juga menghasilkan iblis kecil
seperti kau ini!"

"Su-siok keliru. Selama ini aku tetap menghormati Kun-lun-


pay sebagai perguruanku, sebagai sumber ilmuku, namun
ternyata Kun-lun-pay bukan tempat persemaian yang subur
bagi cita-cita yang bergejolak dalam hatiku, bahkan Kun-
lun-pay dengan peraturan-peraturannya yang ketat dan
kaku malahan memenjarakan jiwaku, mengungkung cita-
citaku. Papa guru di Kun-lun-pay mengajar murid-muridnya
agar dengan ilmu silat yang dimiliki digunakan untuk
membela kebenaran, tapi ketika aku membunuh si
hartawan penindas rakyat itu, malahan aku diusir oleh
perguruanku sendiri. Alasan pengusiranku memang disusun
demikian muluk, seakan-akan aku melanggar peraturan
pasal ini pasal itu, tapi aku tahu bahwa alasan yang
sebenarnya hanyalah karena si tukang tindas itu sahabat
Ketua dan bahkan tidak jarang memberi uang banyak
kepada Ketua. Bukankah begitu, su-siok? Bukankah kalian
si jenggot-jenggot panjang yang sok pintar ini hanya bisa
Kolektor E-Book 39
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

mengajar orang-orang muda murid kalian, tapi kalian tidak


sanggup mengajar diri sendiri? Hanya bisa bicara panjang
lebar tetapi tidak bisa melaksanakan ajaran-ajaran kalian
itu? Salahkah kalau aku menjadi muak kepada kalian, dan
mencari wadah baru bagi penyaluran cita-citaku?”

Jika pada kalimat pertama si pemuda itu masih bicara


dengan kalem, maka pada akhir perkataannya telah
bernada semakin keras, dan bahkan setengah berteriak,
terdorong oleh luapan perasaannya yang selama ini
terpendam rapat jauh di dasar hatinya, Wajahnya yang
tadinya dingin itupun kini telah menjadi merah padam,
pedangnya juga telah terangkat menuding ke wajah Bong-
seng Tojin yang agak memucat.

Diam-diam Bong-seng Tojin tergetar juga ketika melihat


sikap pemuda bekas keponakan muridnya itu, dia tahu
benar sampai dimana kemampuan anak muda itu dalam hal
ilmu pedang. Biarpun ia hanya angkatan muda, tapi bakat
yang dipunyainya adalah sedemikian mengherankan,
sehingga dalam latihan beberapa tahun saja ia sudah
hampir menyamai guru-guru besar Kun-lun-pay yang
berlatih belasan tahun. Itu terjadi beberapa tahun silam,
ketika anak muda yang bernama Sebun Peng itu diusir dari
perguruannya karena dituduh melakukan pembunuhan
sewenang-wenang atas seorang tuan tanah desa. Kini,
Kolektor E-Book 40
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

andaikata Sebun Peng terus berlatih selama ini, entah


bagaimana dengan kepandaiannya? Memikirkan hal itu,
diam-diam Bong-seng Tojin agak gentar. Tapi dasar keras
kepala, ia tidak sudi menunjukkan perasaan gentarnya itu
kepada orang lain, apalagi kepada murid-murid Kun-lun-pay
yang bertebaran di aula itu.

"Kau memang pintar bicara. Di Kun lun-pay kau bisa lolos


dari hukuman berat, tapi setelah menjadi anggota Hwe-
liong-pang kau harus dihukum mati!"

Sebun Peng tertawa tergelak sampai kepalanya mendongak,


"Ha-ha-ha, kalian lucu! Hwe-liong-pang sebagai wadah cita-
cita hendak kalian tumpas dengan alasan yang dibuat-buat.
Sedangkan kaki tangan Kaisar Cong-ceng yang bertebaran
di mana-mana dan memeras rakyat, kalian biarkan saja
karena kalian takut dicap pemberontak? Dasar munafik!"

Alangkah marahnya Bong-seng Tojin karena dicaci-maki


seenak sendiri oleh Sebun Peng yang dulu merupakan
keponakan muridnya itu, tapi diapun tidak berani bertindak
gegabah karena tidak yakin ilmunya bisa menandingi Sebun
Peng. Terpaksa ia menahan kemarahan sehingga dadanya
terasa hampir meledak!

Kolektor E-Book 41
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Sebaliknya Sebun Peng tidak ingin cepat-cepat bertempur,


melainkan masih ingin menumpahkan isi hatinya yang
terpendam bertahun-tahun itu. Sambil menunjuk ke arah In
Yong dan Ong Wi-yong, ia berkata, "Su-siok, tahukah kau
siapa sebenarnya In Yong dan adik seperguruannya itu.
Mereka adalah murid-murid Heng-san-pay, perguruan yang
juga menyebut dirinya sebagai golongan pendekar dan
kaum lurus. Namun merekapun senasib denganku, merasa
terkekang, dan akhirnya menemukan Hwe-liong-pang
sebagai wadah penyaluran gejolak jiwa mereka. Ketahuilah,
su-siok, dalam Hwe-liong-pang ini berkumpul orang dari
bermacam-macam asal-usul, namun satu cita-cita. Kau
tentu tahu bahwa Hong-goan Hweshio adalah murid Siau-
lim-pay dulunya, pemimpin Bendera Ungu Lu Siong adalah
bekas murid Ngo-tay-pay, si wakil ketua Bendera Hijau, Yu
Ling-hoa adalah bekas murid Khong-tong-pay, dan masih
banyak lagi murid-murid Siau-lim-pay, Bu-tong-pay, Go-bi-
pay, Hoa-san-pay dan lain-lain yang bergabung dengan
kami...."

Sambil tertawa mengejek, Bong-seng Tojin


menyambungnya, "Dan malahan ahli-ahli waris dari aliran
sesatnya Bu-san-jit-kui (Tujuh Iblis dari Bu-san) juga ada,
bahkan menjadi pucuk pimpinan kalian."

Kolektor E-Book 42
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Tapi Sebun Peng acuh saja mendengar kecaman itu, malah


sambil tertawa dia berkata, "Benar, tapi yang penting bukan
sumber ilmunya dari mana, melainkan pengamalan ilmu itu
bermanfaat atau tidak. Bukankah Cu Goan-ciang, pendiri
dinasti Beng itu juga seorang penganut agama yang tadinya
dlanggap agama sesat? Tapi ia berhasil membebaskan
rakyat dari tindasan bangsa Mongol. Memang pemimpin-
pemimpin Hwe-liong-pang kami adalah pewaris-pewaris
ilmu Bu-san-jit-kui, namun mereka bertujuan luhur untuk
membebaskan rakyat dari cengkeraman Kaisar Cong-ceng
yang tidak becus itu, Kaisar yang tidak lebih dari bonekanya
si menteri keparat Co Hua-sun itu!"

"He, jadi Hwe-liong-pang adalah pendukung pemberontakan


di Cu-seng?"

"Boleh dikata kami sejalan, meskipun tidak bersama-sama."

"Kau tahu berapa banyak korban di kalangan rakyat


andaikata perang benar-benar mulai berkobar? Kau tidak
akan mempedulikan itu?"

Sebun Peng membalas, "Dan tahukah berapa juta orang


yang tetap tertindas kemiskinan dan kesengsaraan apabila
keadaan dibiarkan seperti ini terus dan Kaisar Cong-ceng

Kolektor E-Book 43
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

serta dorna Co Hua-sun itu tetap berada di Pucuk


pemerintahan?”

Kau memang pintar bicara! Sekarang terimalah


hukumanmu!" bentak Bong-seng Tojin dengan garang.
Sehabis membentak, pedangnyapun langsung menikam
dengan Tiang-cian-ji-im (Panah Panjang Menembus Mega)
sebuah jurus dalam Kun-lun-kiam-hoat (Ilmu Pedang Kun-
lun-pay) yang menekan kecepatan dan kejutan pada
serangannya. Ternyata Bong-seng Tojin tanpa kenal malu
telah berbuat licik, dengan pura-pura mengajak Sebun Peng
untuk berdebat dan kemudian menyerangnya secara
mendadak tanpa menunggu lawan bersiap.

Sebun Peng memang tidak mengira paman gurunya akan


bertindak selicik itu, sungguh tidak setimpal dengan
martabatnya sebagai tokoh perguruan Kun-lun-pay yang
termasyhur di wilayah barat itu. Sergapan mendadak itu
memang mendatangkan hasil, meskipun Sebun Peng sudah
berusaha menghindar tapi tetap saja pundak dan lengannya
tergores panjang sampai mengalirkan darah.

"Bagus!" teriak Sebun Peng marah. "Anggap saja


seranganmu ini sebagai lambang putusnya hubungan lama
kita! Su-siok, aku tidak akan segan-segan lagi!"

Kolektor E-Book 44
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

Bong-seng Tojin tidak peduli teriakan kemarahan Sebun


Peng itu. Malahan dia menyerang lagi dengan Kui-seng-
tiam-goan (Bintang Kejora Menohok Pusar) yang memaksa
Sebun Peng menghindar ke samping, namun Bong-seng
Tojin membabatkan pedangnya dengan gerak susulan Pek-
loh-heng-kang (Embun Putih Menyeberang Sungai).

Kali ini Sebun Peng sudah siap dan tidak ingin dilukai untuk
kedua kalinya. Ditangkisnya pedang paman gurunya itu dan
kemudian langsung dibalasnya dengan gerakan Pek-wan-
tau-tho-pay-thian-keng (Kera Putih Mencuri Buah Tho dan
Menyembah Langit), sebuah gerak rumit penuh perubahan
yang amat sulit melatihnya sehingga mahir. Tapi nampaklah
bahwa Sebun Peng dapat mempergunakannya dengan
lancar dan bertenaga. Bong-seng Tojin terkejut bercampur
iri, karena dia sendiri belum bisa sebaik itu dalam
memainkan jurus sulit itu, biarpun latihannya jauh lebih
lama dari Sebun Peng. Gentar oleh keadaan itu, terpaksa
imam berjenggot kaku itu melompat mundur untuk
mengambil jarak.

Tapi Sebun Peng yang terluka itu sudah terlanjur jadi


sangat muak kepada bekas paman gurunya itu, bagaikan
banteng ketaton dia terus merangsek maju, bayangan
pedangnya bagaikan hujan lebat yang mencurah ke tubuh
Bong-seng Tojin. Imam Kun-lun-pay itu mengeluh dalam
Kolektor E-Book 45
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

hati, namun demikian dia malu juga kalau terus menerus


melangkah mundur, maka dengan mengeraskan hati diapun
mainkan Kun-lun-kiam-hoat untuk bertahan dan membalas
menyerang.

Begitulah, di tengah-tengah ributnya pertentangan antara


orang-orang Hwe-liong-pang dengan kaum penyerbu itu,
terjadi pula pertempuran antara dua orang yang sama-sama
mahir ilmu pedang dari Kun-lun itu. Karena berasal dari
satu perguruan, gerakan kedua pihak begitu serasi, seperti
orang yang sedang berlatih saja, namun sinar mata yang
buas dan memancarkan nafsu membunuh itulah yang
membedakan perkelahian itu dan latihan biasa.

Pertempuran antara orang-orang Hwe-liong-pang yang


mempertahankan markasnya, dengan orang-orang lima
perguruan yang berniat menghancurkan markas itu, pada
mulanya hanya terjadi di tempat-tempat tertentu secara
berkelompok-kelompok. Namun karena mereka bukan
prajurit-prajurit yang terlatih untuk bertempur berkelompok
secara teratur, maka sedikit demi sedikit jalannya
pertempuran pun mulai berubah. Banyak yang terpencar-
pencar dari kelompoknya, sehingga perkelahian pun
akhirnya menyebar hampir di segala sudut markas Hwe-
liong-pang. Di lorong-lorong, di halaman-halaman dan
pintu-pintu yang menyekat antar halaman, di anak-anak
Kolektor E-Book 46
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

tangga, pokoknya hampir di segala tempat. Sudah begitu,


orang-orang berbagai perguruan itu mencoba melepaskan
api di tempat-tempat yang mereka lalui, sehingga pihak
Hwe-liong-pang bukan saja berjuang melawan para
penyerbu tapi juga menjaga jangan sampai si jago merah
menelan markas mereka.

Dengan berkobarnya api besar maupun kecil di berbagai


tempat, orang-orang Hwe-liong-pang memang terpecah
perhatiannya. Tapi sekaligus juga terbakar amarahnya,
tidak kalah panasnya dengan kobaran api yang sedang
menelan gedung itu. Akibatnya sungguh gawat. Tidak
ampun lagi bagi murid-murid lima perguruan itu kalau
sampai jatuh ke tangan orang-orang Hwe-liong-pang yang
tengah marah itu. Kemudian tindakan buas orang-orang
Hwe-liong-pang itu dibalas lawan-lawannya dengan tidak
kalah buasnya pula. Dengan demikian perkelahian besar-
besaran di markas Hwe-liong-pang itu sudah bukan lagi
seperti pertarungan antara manusia-manusia beradab, tapi
mirip bertarungnya dua kelompok hewan buas yang
memperebutkan mangsa.

Di sebuah lorong yang di kedua ujungnya sudah


“tersumbat” oleh orang-orang Hwe-liong-pang, nampaklah
orang-orang Tiam-jong-pay di bawah pimpinan Ki Im-kok, si
Harimau Terbang Berbaju Biru itu, tengah bertahan dengan
Kolektor E-Book 47
Perserikatan Naga Api – Stefanus, S. P.

gigihnya dari gencetan lawan. Entah mengapa orang-orang


Tiam-jong-pay itu bisa sampai terjebak, atau tergiring
masuk ke dalam lorong panjang itu, dan tidak ada jalan
keluar lagi. Tidak ada pilihan lain kecuali bertempur sampai
titik darah penghabisan sambil mencoba “mencari teman ke
liang kubur” sebanyak-banyaknya di pihak lawan.

**SF**

BERSAMBUNG KE JILID 37

Bantargebang, 10 Agustus 2018, 12:39

Re-Writer : Siti Fachriah


Kolektor E-Book 48

Anda mungkin juga menyukai